• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Umum: Tempat Penyerahan sebagai Dasar Penentu Tempat Terutangnya PPN

Dalam dokumen PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Halaman 186-189)

Tempat Terutangnya

A. Konsep Umum: Tempat Penyerahan sebagai Dasar Penentu Tempat Terutangnya PPN

Hampir semua negara yang menerapkan sistem PPN (atau GST) sebagai bentuk pajak konsumsi, menggunakan prinsip destinasi sebagai prinsip pemungutan PPN.1 Berdasarkan prinsip ini, pengenaan PPN atas barang dan/atau jasa hanya dilakukan di tempat barang dan/atau jasa tersebut benar-benar dikonsumsi, atau disebut juga tempat konsumsi (place of consumption).2 Akan tetapi, penentuan tempat konsumsi tidak selalu dapat dilakukan dalam praktiknya.

Tidak mudah untuk menerapkan aturan mengenai alokasi pemajakan berdasarkan lokasi konsumsi aktual (place of actual consumption). Ecker berpendapat bahwa pengujian mengenai tempat konsumsi sebagai tempat terutangnya PPN dewasa ini menjadi sangat kompleks dan sulit, bahkan tidak mungkin dapat diawasi oleh administrasi pajak.3

Untuk memudahkan penentuan tempat konsumsi atas barang dan/atau jasa dilakukan, hampir semua literatur menggunakan konsep tempat penyerahan (place of supply) sebagai cara untuk menentukan di mana tempat terutangnya PPN atas konsumsi barang dan/atau jasa tersebut. Konsekuensinya, untuk

1 David William, “Added Tax” dalam Tax Law Design and Drafting Chapter 6, Value-Added Tax, ed. Victor Thuronyi (Washington D.C.: International Monetary Fund, 1996), 194.

2 Sejalan dengan pendapat Millar yang menyatakan “place of taxation = place of consumption.” Lihat Rebecca Millar, “Sources of Conflict in Cross-Border Services Rules for VAT,” Social Science Research Network Electronic Library, Legal Studies Research Paper No. 08/14, Januari 2008.

3 Thomas Ecker, A VAT/GST Model Convention: Tax Treaties as Solution for Value Added Tax and Goods Services Tax Double Taxation (Amsterdam: IBFD, 2013), 131.

BAB 6

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

dapat menentukan tempat konsumsi barang dan/atau jasa sesuai dengan konteks PPN, dibutuhkan suatu aturan yang mengatur secara efektif cara menentukan tempat terjadinya penyerahan atas barang dan/atau jasa.4 Dipilihnya konsep tempat penyerahan untuk menentukan tempat konsumsi atas barang dan/atau jasa dilatarbelakangi dengan adanya asumsi bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa akan melakukan konsumsi di tempat terjadinya penyerahan barang dan/atau jasa. Oleh karenanya, menurut teori, tempat penyerahan sama dengan tempat konsumsi.5

Pada dasarnya, tempat penyerahan didefinisikan sebagai tempat terjadinya penyerahan atas barang dan/atau jasa. Aturan umumnya, tempat penyerahan berhubungan dengan lokasi dari pihak yang menerima barang dan/atau jasa. Dalam hal tertentu, aturan umum ini tidak dapat diterapkan sehingga yang berlaku adalah aturan khusus yang disusun sesuai dengan kondisi dan karakteristik dari transaksi yang terjadi.6

Identifikasi tempat penyerahan berguna dalam menentukan apakah suatu penyerahan dianggap memenuhi ruang lingkup PPN suatu negara atau tidak sehingga dapat ditentukan pula apakah penyerahan ini dapat dikenakan PPN di negara tersebut atau tidak.7 Sementara itu, dalam VAT Directive, aturan mengenai tempat penyerahan mempunyai beberapa fungsi, antara lain:8 (i) mengidentifikasi apakah suatu penyerahan terjadi di dalam atau di luar

negara anggota Uni Eropa;

(ii) apabila penyerahan terjadi di dalam negara anggota Uni Eropa, aturan ini berfungsi untuk mengidentifikasi negara anggota Uni Eropa mana yang menjadi tempat penyerahan atas transaksi tersebut; dan

(iii) menghindari terjadinya pajak berganda atau tidak ada pemajakan sama sekali.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa aturan tempat penyerahan sangat penting dalam penerapan PPN. Misalnya, dalam penerapan PPN di Singapura.

Singapura merupakan salah satu negara yang menerapkan PPN sebagai bentuk pajak konsumsi. Di negara ini, PPN hanya dikenakan atas penyerahan barang dan jasa yang dilakukan di Singapura serta atas impor barang. Oleh karenanya,

4 Kathryn James, The Rise of Value-Added Tax (New York: Cambridge University Press, 2015), 79.

5 Rebecca Millar, Op.Cit,.

6 CA Arpit Haldia, GST Made Easy: Answer to All Your Queries on GST (India: TaxMann, 2017), 105-106.

7 Chan Quan Min, The Essential Guide to Malaysia GST (Singapore: John Wiley & Sons Singapore Pte. Ltd, 2015), 45.

8 Antonio Calisto Pato dan Marlon Marques, Fundamentals of VAT (Middletown, 2014), 55.

BAB 6:

Tempat Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam sistem PPN di Singapura, sangatlah penting untuk dapat mengetahui di mana penyerahan terjadi sehingga dapat diketahui pula tempat terutangnya PPN atas penyerahan tersebut.9

Sama halnya dengan Singapura, PPN di Malaysia merupakan pajak domestik.10 Artinya, semua penyerahan yang terjadi di Malaysia dianggap sebagai penyerahan yang berada dalam ruang lingkup PPN Malaysia. Sementara itu, penyerahan yang sepenuhnya terjadi di luar Malaysia atau penyerahan yang terjadi di pulau bebas pajak (Labuan, Langkawi, dan Tioman) merupakan penyerahan yang berada di luar ruang lingkup PPN Malaysia sehingga tidak dapat dikenakan PPN di Malaysia.11

Penentuan tempat penyerahan atas barang dan/atau jasa tidak hanya berpengaruh terhadap pihak yang menyerahkan barang dan/atau jasa, tetapi juga terhadap pihak yang memperoleh atau menerima barang dan/atau jasa tersebut. Oleh karena itu, keduanya harus mempertimbangkan di mana terjadinya tempat penyerahan secara seksama.

Lebih lanjut, penentuan tempat penyerahan dalam PPN bergantung pada jenis penyerahan yang dilakukan, apakah penyerahan barang atau penyerahan jasa. Kriteria penentuan yurisdiksi pemajakan ini tentunya berbeda dengan jenis pajak lainnya, misal Pajak Penghasilan, (PPh) yang penentuan yurisdiksi pemajakannya bergantung pada person yang terlibat dalam transaksi.

Oleh karena itu, pada umumnya, aturan untuk menentukan tempat penyerahan PPN terbagi menjadi dua:12

(i) aturan untuk menentukan tempat penyerahan barang; dan (ii) aturan untuk menentukan tempat penyerahan jasa.

Selain dua jenis aturan di atas, beberapa negara, seperti negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa, juga sudah memiliki aturan khusus untuk menentukan tempat terutangnya PPN atas transaksi lintas batas. Artinya, sebelum menentukan di mana tempat penyerahan atas suatu transaksi, langkah pertama yang penting untuk dilakukan adalah mengidentifikasi apakah transaksi tersebut merupakan penyerahan barang, jasa, atau bahkan transaksi lintas batas.13

9 Wolters Kluwer dan Deloitte, Singapore GST Compliance Handbook (5th Edition) (Singapura: CCH Asia Pte Limited, 2016), 65.

10 Seperti Singapura, PPN di Malaysia menggunakan istilah Good and Service Tax (GST).

11 Arjunan Subramaniam, Understanding GST (Kuala Lumpur: LexisNexis, 2014), 24.

12 Wolters Kluwer dan Deloitte, Op.Cit., 66.

13 Sejalan dengan pendapat Pato dan Marques yang menjelaskan bahwa aturan mengenai tempat penyerahan dapat berubah tergantung dari jenis transaksi yang dilakukan,

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

Dalam dokumen PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Halaman 186-189)