• Tidak ada hasil yang ditemukan

PKP adalah Pengusaha

Dalam dokumen PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Halaman 123-128)

Lingkup Teritorial Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

C. PKP Menurut UU PPN di Indonesia

C.1. PKP adalah Pengusaha

Untuk dapat digolongkan sebagai PKP, suatu person harus merupakan pengusaha. Dalam UU PPN, definisi pengusaha telah dirumuskan dalam Pasal 1 angka 14 UU PPN sebagai berikut:

“Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.”

(dengan penambahan penekanan) Dari definisi ini dapat diketahui bahwa pengusaha mencakup orang pribadi atau badan dibatasi hanya yang dalam kegiatan usaha atau pekerjannya:

(i) menghasilkan barang;

BAB 4:

Pengusaha Kena Pajak (PKP) (ii) mengimpor barang;

(iii) mengekspor barang;

(iv) melakukan usaha perdagangan;

(v) memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean;

(vi) melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa;

(vii) memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Dengan demikian, apabila orang pribadi atau badan melakukan kegiatan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya tersebut di atas, orang pribadi atau badan tersebut tidak termasuk dalam pengertian pengusaha berdasarkan UU PPN. Untuk memahami apa saja kegiatan usaha ini, harus dibahas satu demi satu jenis kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha sebagai berikut:

(i) Pengusaha yang Menghasilkan Barang

UU PPN telah merumuskan pengertian menghasilkan, yaitu kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk dan/atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru atau kegiatan mengolah sumber daya alam, termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.23 Pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan kegiatan menghasilkan biasanya disebut pabrikan.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN Tahun 1984), dijelaskan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud dengan menghasilkan. Dalam memori penjelasan Pasal 1 huruf ‘m’, ditegaskan bahwa kegiatan yang termasuk dalam pengertian menghasilkan, antara lain merakit, memasak, mencampur, mengemas, membotolkan, menambang, menyediakan makanan dan minuman yang dilaksanakan oleh usaha katering, serta kegiatan lain yang dapat dipersamakan dengan kegiatan itu, atau menyuruh orang atau badan lain melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.

Dalam undang-undang tersebut juga diterangkan kegiatan apa saja yang tidak termasuk dalam pengertian menghasilkan, yaitu kegiatan tertentu yang hasilnya tidak dikenakan pajak. Misalnya, menanam atau memetik hasil pertanian atau memelihara hewan, menangkap atau memelihara ikan, mengeringkan atau menggarami makanan, membungkus atau mengepak yang lazimnya terjadi dalam usaha perdagangan besar atau eceran, menyediakan makanan dan minuman di restoran, rumah

23 Lihat Pasal 1 angka 16 UU PPN.

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

penginapan, atau yang dilaksanakan oleh usaha katering.

Berikut adalah contoh kegiatan menghasilkan berdasarkan surat-surat yang pernah dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP).

a. Proses mengubah bentuk suatu barang dari bentuk atau sifat aslinya menjadi barang baru atau kegiatan mengolah sumber daya alam.

Contohnya, pengusaha yang melakukan kegiatan mengolah getah karet menjadi getah karet cair/lateks. Getah karet cair tersebut bukan lagi hasil perkebunan yang diambil langsung dari sumbernya, tetapi sudah dicampur dengan unsur lain sehingga mempunyai daya guna baru dan sifat yang sudah berubah dari sifat aslinya. Oleh karenanya, pengusaha yang melakukan kegiatan tersebut merupakan pengusaha yang menghasilkan barang.24

b. Proses mengubah bentuk suatu barang dari bentuk atau sifat aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru. Misalnya, pekerjaan vulkanisir ban. Pekerjaan ini merupakan kegiatan menghasilkan (pabrikasi), yaitu mengolah dan memasak ban bekas pakai, mencampur atau menambahkan bahan serta memberi telapak baru sehingga menjadi ban yang mempunyai daya guna baru. Oleh karenanya, pengusaha yang melakukan kegiatan tersebut merupakan pengusaha yang menghasilkan barang.25

c. Menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan menghasilkan. Misalnya, PT UI adalah pemegang merk (brand) beberapa produk body spray dan kosmetik yang memanfaatkan jasa PT TA untuk memproduksi produk tersebut berdasarkan perjanjian kerjasama (manufacturing agreement). Pembelian bahan baku dan bahan pembungkus untuk memproduksi dilakukan oleh PT TA di bawah pengawasan PT UI, yaitu dengan menunjuk supplier bahan baku/bahan pembantu, menyetujui harga beli, kuantitas dan kualitas bahan baku atau bahan pembantu yang dibeli oleh PT TA.

Dengan demikian, dalam kasus ini, PT UI merupakan pengusaha yang menghasilkan karena menyuruh PT TA untuk memproduksi barang sesuai dengan perjanjian kerjasama antara PT UI dan PT TA.26

(ii) Pengusaha yang Mengimpor Barang

Berdasarkan pengertian impor dalam Pasal 1 angka 9 UU PPN maka yang

24 Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-2022/PJ.51/1998 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Getah Karet Cair/Lateks yang Dicampur Amoniak.

25 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-04/PJ.3/1986 tentang PPN atas Perusahaan Vulkanisir Ban (Seri PPN - 67).

26 Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1293/PJ.51/1998.

BAB 4:

Pengusaha Kena Pajak (PKP) dimaksud pengusaha yang mengimpor barang adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan memasukkan barang dari luar pabean ke dalam daerah pabean atau pengusaha yang melakukan kegiatan impor.

Orang pribadi atau badan ini disebut juga importir.

Sebagai contoh, PT A, perusahaan industri obat-obatan di Indonesia, membeli bahan baku pembuatan obat dari Jerman sehingga dalam kasus ini, PT A merupakan importir.

(iii) Pengusaha yang Mengekspor Barang

Mengacu pada Pasal 1 angka 11 UU PPN yang merumuskan pengertian ekspor BKP berwujud dan Pasal 1 angka 28 UU PPN yang menjelaskan pengertian ekspor BKP tidak berwujud, pengusaha yang mengekspor barang adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang, berwujud atau tidak berwujud, dari dalam daerah pabean ke luar daerah pabean. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan ekspor biasa disebut eksportir.

Sebagai contoh, PT B, perusahaan industri tekstil di Indonesia, menjual sutra yang dihasilkannya ke beberapa negara di Eropa sehingga dapat disimpulkan bahwa PT B merupakan eksportir.

(iv) Pengusaha yang Melakukan Usaha Perdagangan

Pengertian perdagangan telah dirumuskan dalam Pasal 1 angka 12 UU PPN. Dengan demikian, mengacu pada pengertian perdagangan, yang dimaksud dengan pengusaha yang melakukan usaha perdagangan adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang tanpa mengubah bentuk atau sifatnya. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan perdagangan biasa disebut pedagang.

Sebagai contoh, Tuan C mempunyai usaha toko pakaian yang menjual berbagai jenis pakaian jadi untuk dewasa maupun anak kecil. Dalam kasus ini, Tuan C disebut sebagai pedagang pakaian.

(v) Pengusaha yang Memanfaatkan Barang Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean

Dalam UU PPN, tidak terdapat ketentuan yang menjelaskan pengertian dari “memanfaatkan.” Padahal, istilah ini sering menimbulkan salah pengertian.

Meskipun tidak merumuskan pengertian dari istilah “memanfaatkan”, UU PPN telah menjelaskan secara eksplisit yang dimaksud dengan

“pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean” dalam Pasal 1 angka 10 UU PPN. Berdasarkan pengertian dari istilah tersebut,

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

pengusaha yang memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean adalah pengusaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean karena suatu perjanjian. Contohnya, PT D, perusahaan penghasil ban di Indonesia menggunakan teknologi dan informasi yang dikembangkan dari perusahaan ban di luar negeri untuk kepentingan produksi di Indonesia.

(vi) Pengusaha yang Melakukan Usaha Jasa Termasuk Ekspor Jasa

Berdasarkan pengertian jasa yang telah dirumuskan dalam Pasal 1 angka 5 UU PPN, pengusaha yang melakukan usaha jasa adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Misalnya, PT E, perusahaan jasa konsultasi hukum di Indonesia, memberikan opini tertulis atas kasus hukum yang sedang dihadapi kliennya berdasarkan perjanjian pemberian jasa antara PT D dan kliennya tersebut.

Sementara itu, definisi ekspor jasa telah diatur dalam Pasal 1 angka 29 UU PPN. Dengan demikian, yang dimaksud dengan pengusaha yang melakukan ekspor jasa adalah orang pribadi atau badan yang menyerahkan jasa ke luar daerah pabean. Contohnya, PT F, perusahaan industri sepatu yang memproduksi sepatu berdasarkan pesanan pengusaha di Singapura. Untuk keperluan produksinya, bahan baku berupa kulit dan spesifikasi model dikirim dari Singapura. Sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan, sepatu yang dipesan tersebut harus dikirim ke Singapura. Dengan demikian, dalam kasus ini, PT F dianggap mengekspor jasa berupa jasa maklon ke Singapura.

(vii) Pengusaha yang Memanfaatkan Jasa dari Luar Daerah Pabean

Sejalan dengan kegiatan memanfaatkan barang tidak berwujud yang berasal dari luar daerah pabean, untuk jasa yang diterima dari luar daerah pabean juga menggunakan istilah “memanfaatkan”. Penggunaan istilah yang sama ini dikarenakan keduanya memiliki karakteristik yang sama, yaitu tidak berwujud. Contoh dari pengusaha yang memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean adalah PT G menggunakan desain bangunan dari sebuah perusahaan di Jepang untuk membangun gedung perkantoran di Indonesia. PT G dianggap memanfaatkan jasa desain dari Jepang.

BAB 4:

Pengusaha Kena Pajak (PKP) Perlu diperhatikan bahwa untuk menentukan bahwa orang pribadi atau badan memiliki status sebagai pengusaha, aktivitasnya harus dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Artinya, tidak semua orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan sebagaimana dijelaskan pada poin (i) sampai poin (vii) di atas dapat langsung digolongkan sebagai pengusaha. Namun, harus dianalisis lebih lanjut apakah kegiatan tersebut dilakukan dalam lingkup kegiatan usaha atau pekerjaannya. Dengan demikian, kriteria “dalam kegiatan usaha atau pekerjaan” melekat pada pengertian pengusaha.

C.2. Pengusaha Tersebut Melakukan Penyerahan BKP dan/atau JKP yang

Dalam dokumen PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Halaman 123-128)