• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Netralitas

Dalam dokumen PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Halaman 40-44)

E. Konsep PPN dalam Perdagangan Internasional

E.1. Prinsip Netralitas

PPN harus bersifat netral dalam arti bahwa dalam pemungutannya tidak boleh mempengaruhi keputusan ekonomi dari para pelaku bisnis maupun terhadap konsumen.65 Menurut Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), netralitas merupakan prinsip yang seharusnya ada dalam PPN.66 Adapun menurut Hemming dan Kay dalam Tait, prinsip netralitas menjadi prinsip utama dalam pemungutan PPN.67

63 OECD, Consumption Tax Trends 2010: VAT/GST and Excise Rates, Trends and Administration Issues (Paris: OECD Publishing, 2011), 8.

64 Liam Ebrill, et. al, Op.Cit., 176.

65 Thomas Ecker, A VAT/GST Model Convention (The Netherlands: IBFD), 104.

66 OECD, International VAT/GST Guidelines (Paris: OECD Publishing, 2017), 18.

67 Ecker menyebutkan bahwa “neutrality is one of the core principles underlying VAT.” Lihat Ibid, 103. Lihat juga Alan A. Tait, Op.Cit., 221.

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

Netralitas menjadi salah satu persyaratan pokok dalam mendesain kebijakan PPN. Dengan adanya netralitas, diharapkan distorsi terhadap pilihan ekonomi dari produsen dan konsumen dapat diminimalisir. Ungkapan ini sebagaimana dinyatakan dalam OECD:68

“under the VAT, unintended distortions of producer choices, with respect to the form and the methods by which business is conducted, and of consumer choices for one good over another should be minimized”.

(dengan penambahan penekanan) Nightingale juga berpendapat bahwa:69

“a tax is said to be neutral if it does not distort economic choices; this distortion of economic choice is known as the excess burden of taxation, causing substitution effects resulting in economic inefficiency”

(dengan penambahan penekanan) Untuk dapat bersifat netral terhadap keputusan bisnis, PPN tidak boleh menjadi biaya dalam proses produksi. Oleh karenanya, netralitas PPN dapat tercipta melalui sistem pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.70 Dari sisi konsumen, netralitas PPN tercapai bila seluruh barang dan jasa dikenakan pajak yang setara, baik dalam tarif maupun DPP-nya.

Ben Terra mengemukakan bahwa terdapat dua dimensi terkait prinsip netralitas, yaitu netralitas internal dan netralitas eksternal.71 Netralitas internal berkaitan dengan aspek nasional dalam pengenaan PPN. Sementara itu, netralitas eksternal berkaitan dengan aspek internasional dalam pengenaan PPN.

Dalam cakupannya, PPN merupakan pajak atas konsumsi dengan basis pengeluaran yang dilakukan oleh konsumen individual dalam suatu yurisdiksi.

Dengan demikian, untuk dapat bersifat netral maka atas konsumsi atau pengeluaran yang dilakukan di luar yurisdiksi seharusnya tidak terutang PPN atau dikenakan PPN dengan tarif 0%. Atau dengan kata lain, dengan adanya netralitas dalam PPN menyebabkan ekspor dikecualikan dari PPN. Sementara itu, dalam hal impor, netralitas ditunjukkan dengan adanya kesamaan

68 OECD, Value Added Taxes in Central and Eastern European Countries: A comparative Survey and Evaluation (Prancis: OECD, 1998), 13.

69 Kath Nightingale, Op.Cit., 8.

70 Sijbren Cnossen, “The Technical Superiority of VAT over RST.” HeinOnline 4 Austl. Tax F.

419, (1987): 424, http://heinonline.org.

71 Ben Terra, Op.Cit.,15-18.

BAB 1:

Konsep Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pengenaan PPN atas impor dengan pengenaan PPN atas penyerahan di dalam negeri (domestik).72

Prinsip netralitas dalam PPN memiliki berbagai dimensi. Termasuk tidak adanya diskriminasi, pembebasan PPN yang tidak semestinya, dan pengenaan biaya kepatuhan yang tidak proporsional.73 OECD International VAT/GST Guidelines memberikan beberapa kriteria dalam penerapan prinsip netralitas sebagaimana dijelaskan sebagai berikut.

Guidelines 2.1. menyebutkan sebagai berikut:74

“The burden of value added taxes themselves should not lie on taxable businesses except where explicitly provided for in legislation.”

Pertama, beban PPN seharusnya tidak menjadi beban PKP, kecuali secara eksplisit diatur dalam undang-undang. Guidelines 2.1. mempertegas bahwa pengenaan PPN tidak dimaksudkan menjadi beban PKP, kecuali diatur lain dalam undang-undang.

Guidelines 2.2. menyebutkan sebagai berikut:75

“Businesses in similar situations carrying out similar transactions should be subject to similar levels of taxation.”

Kedua, pengusaha yang menjalankan kegiatan usaha dalam situasi yang sama seharusnya dikenakan PPN di level yang sama. Selain itu, pengenaan PPN harus bersifat netral dan adil sehingga perlu dipastikan bahwa PPN yang dikenakan dalam suatu rantai produksi sebanding dengan PPN yang dibayarkan oleh konsumen akhir.

Guidelines 2.3. menyebutkan sebagai berikut:76

“VAT rules should be framed in such a way that they are not the primary influence on business decisions.”

Ketiga, ketentuan PPN seharusnya dibuat sedemikian rupa sehingga PPN tidak mempengaruhi keputusan bisnis. Dalam pengambilan keputusan bisnis, pelaku usaha menghadapi beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, seperti kondisi ekonomi, sosial, dan hukum. Oleh karenanya, ketentuan PPN harus netral dan tidak mendistorsi keputusan bisnis yang harus diambil oleh pelaku usaha.

72 Danuse Nerudova dan Jan Siroky, “The Principle of Neutrality: VAT/GST v. Indirect Taxatuon”, dalam Value Added Tax and Direct Taxation: Similarities and Differences, ed.

Michael Lang, et al (Amsterdam: IBFD, 2009), 214.

73 OECD, International VAT/GST Guidelines (2017).

74 OECD, International VAT/GST Guidelines (2017).

75 OECD, International VAT/GST Guidelines (2017).

76 OECD, International VAT/GST Guidelines (2017).

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

Salah satu penyebab terjadinya distorsi kompetisi adalah adanya perbedaan tarif pajak yang dikenakan antara perusahaan asing dan perusahaan domestik.77

Guidelines 2.4. menyebutkan sebagai berikut:78

“With respect to the level of taxation, foreign businesses should not be disadvantaged or advantaged compared to domestic businesses in the jurisdiction where the tax may be due or paid.”

Keempat, sehubungan dengan level pemajakan, perusahaan asing yang menjalankan bisnis di yurisdiksi negara lain tidak boleh dirugikan maupun diuntungkan dibandingkan dengan perusahaan domestik yang berasal dari yurisdiksi tempat PPN terutang. Sistem pemungutan PPN dibuat untuk dapat diterapkan secara adil antara perusahaan domestik dan perusahaan asing sehingga dapat mencegah adanya distorsi pada perdagangan internasional dan pilihan konsumen.

Sejalan dengan ketentuan dalam Guidelines 2.4. di atas, konsumen akan memilih harga barang atau jasa yang lebih murah dan membuat pihak yang menyerahkan barang atau jasa atau penjual dengan tarif pajak yang lebih rendah semakin diuntungkan. Sementara itu, terhadap penjual barang atau jasa dengan kondisi yang tidak menguntungkan akan cenderung melakukan perencanaan pajak dan pada akhirnya konsumen akhir yang menanggung beban pajak.79

Guidelines 2.5. menyebutkan sebagai berikut:80

“To ensure foreign businesses do not incur irrecoverable VAT, jurisdictions may choose from a number of approaches.”

(dengan penambahan penekanan) Kelima, untuk memastikan perusahaan asing terhindar dari pengenaan PPN yang tidak dapat dikreditkan, suatu yurisdiksi dapat memilih beberapa pendekatan yang ada demi tercapainya netralitas dalam pengenaan PPN dalam perdagangan internasional. Intinya, pendekatan tersebut harus dapat memastikan bahwa PKP, baik berstatus wajib pajak dalam negeri atau wajib pajak luar negeri, mempunyai hak yang sama terkait PPN.

77 Robert F. van Brederode, Systems of General Sales Taxation: Theory, Policy, and Practice (Leiden: Kluwer Law International, 2009), 205.

78 OECD, International VAT/GST Guidelines (2017).

79 Borbala Kolozs, “Neutrality in VAT,” dalam Value Added Tax and Direct Taxation:

Similarities and Differences, ed. Michael Lang, et. al. (Amsterdam: IBFD, 2009), 211.

80 OECD, International VAT/GST Guidelines (2017).

BAB 1:

Konsep Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Berdasarkan Guidelines 2.5. ini, OECD memberikan posisi bahwa untuk menjaga netralitas pengenaan PPN dalam perdagangan internasional, pengenaan PPN yang tepat adalah melalui pengenaan tarif 0% (nol persen). Dalam pengenaan PPN dengan tarif 0%, konsumen atau pembeli tidak menanggung biaya tambahan dan di sisi penjual. pajak masukan yang telah dibayar dapat dikreditkan dan tidak menjadi unsur biaya.

Guidelines 2.6. menyebutkan sebagai berikut:81

“Where specific administrative requirements for foreign businesses are deemed necessary, they should not create a disproportionate or inappropriate compliance burden for the businesses.”

Keenam, apabila terdapat persyaratan administratif PPN yang bersifat khusus yang ditujukan kepada perusahaan asing, seharusnya persyaratan ini tidak menciptakan beban kepatuhan yang tidak proporsional ataupun tidak sesuai bagi perusahaan asing tersebut. Hal ini diperlukan untuk menjamin bahwa tidak adanya diskriminasi yang dapat menciptakan beban kepatuhan yang lebih tinggi bagi perusahaan asing yang menjalankan usaha di suatu negara atau yurisdiksi.

Selain dari keenam panduan tersebut, prinsip netralitas PPN tidak dibedakan baik atas konsumsi barang maupun atas konsumsi jasa. Apabila unsur tersebut dapat terpenuhi, PPN dapat berlaku netral terhadap pola produksi, pola distribusi, maupun pola konsumsi dalam perdagangan internasional.

Dalam dokumen PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Halaman 40-44)