• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isu: Eksportir Apakah Perlu Dikukuhkan sebagai PKP?

Dalam dokumen PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Halaman 147-152)

Lingkup Teritorial Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

G. Isu: Eksportir Apakah Perlu Dikukuhkan sebagai PKP?

Pasal 4 ayat (1) huruf ‘f’, huruf ‘g’, dan huruf ‘h’ UU PPN yang mengatur objek pajak berupa ekspor BKP berwujud, BKP tidak berwujud, atau JKP, menggunakan terminologi “PKP” selaku subjek yang melakukan ekspor tersebut. Namun, ketentuan ini terlihat jelas perbedaannya dengan subjek yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP dalam Pasal 4 ayat (1) huruf

‘a’ dan huruf ‘c’ yang menggunakan istilah “pengusaha”. Untuk lebih jelas memahami perbedaan penggunaan dua istilah ini, dapat dilihat pada tabel 4.3 pada halaman berikut.

Penjelasan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf ‘f’ UU PPN di atas seolah-olah bermakna bahwa pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP dilarang mengekspor BKP. Namun, penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf ‘f’, huruf ‘g’, huruf

‘h’ UU PPN tidak dimaksudkan melarang pengusaha yang belum dikukuhkan menjadi PKP mengekspor BKP atau JKP karena undang-undang PPN tidak memiliki kompetensi menentukan kriteria pengusaha yang boleh atau tidak boleh melakukan ekspor BKP. Kriteria pengusaha yang boleh atau tidak boleh mengekspor barang tertentu, termasuk BKP, menjadi kompetensi undang-undang yang mengatur kepabeanan.

BAB 4:

Pengusaha Kena Pajak (PKP) Tabel 4.3: Penggunaan Istilah “Pengusaha” dan “PKP”

dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPN

No. Pasal 4 ayat (1) huruf ‘a’ UU PPN Pasal 4 ayat (1) huruf ‘f’ UU PPN 1. Pengusaha yang melakukan

kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik pengusaha yang

Sumber: diolah oleh Penulis dari UU PPN.

Apabila dikaitkan dengan penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf ‘a’ dan huruf ‘c’, dapat dipahami bahwa status PKP yang secara eksplisit disebut dalam batang tubuh Pasal 4 ayat (1) huruf ‘f’, huruf ‘g’, huruf ‘h’ mengandung makna bahwa kegiatan ekspor BKP atau ekspor JKP yang dikenai PPN hanya dilakukan oleh pengusaha yang sudah dikukuhkan menjadi PKP. Apabila pengusaha itu belum dikukuhkan menjadi PKP, atas kegiatan ekspor tersebut tidak dikenai PPN. Dari makna ini tersirat bahwa ekspor BKP atau ekspor JKP dapat dilakukan oleh pengusaha, baik yang sudah maupun belum dikukuhkan sebagai PKP.

Dengan demikian, apabila Pasal 4 ayat (1) huruf ‘a’ dan huruf ‘c’ serta Pasal 4 ayat (1) huruf ‘f’, huruf ‘g’, huruf ‘h’ dikaitkan dengan Pasal 3A ayat (1) UU PPN, dapat disimpulkan sebagai berikut:

(i) penyerahan BKP atau JKP yang dilakukan oleh setiap pengusaha (baik yang sudah dikukuhkan maupun belum dikukuhkan sebagai PKP) merupakan objek yang dikenai PPN sehingga setiap pengusaha yang melakukan penyerahan tersebut wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP;

(ii) ekspor BKP atau ekspor JKP yang dilakukan oleh pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP akan dikenai PPN; dan

(iii) sebaliknya, ekspor BKP atau ekspor JKP yang dilakukan oleh pengusaha yang tidak dikukuhkan menjadi PKP tidak dikenai PPN.

Kesimpulannya, pengusaha yang melakukan ekspor tidak dapat dibebani kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Pertanyaannya, meskipun tidak memiliki kewajiban tersebut, apakah eksportir perlu dikukuhkan sebagai PKP?

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

Kebanyakan negara memang tidak mengenakan PPN atas ekspor atau menenakan PPN dengan tarif 0%. Kemudian, untuk menghindari adanya beban PPN yang ditanggung, eksportir diberikan hak untuk mengkreditkan pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP terkait ekspor yang dilakukan eksportir tersebut. Namun, untuk dapat mengkreditkan pajak masukan tersebut, eksportir harus dikukuhkan sebagai PKP. Apabila eksportir tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, eksportir tersebut tidak berhak mengkreditkan pajak masukan dan tentunya akan berdampak pada kegiatan usaha yang mereka jalani.51

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pentingnya status PKP bagi eksportir sangat terkait dengan hak mengkreditkan pajak masukan karena tanpa status tersebut, hak mengkreditkan pajak masukan mustahil dimiliki oleh eksportir. Bahkan, dalam sistem PPN di beberapa negara, terdapat ketentuan yang memperbolehkan eksportir melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP meskipun batas minimum pelaporan usaha tidak terpenuhi.

51 David William, Op.Cit., 181.

BAB 4:

Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Referensi Buku:

Ebrill, Liam, et al. The Modern VAT. Washington: IMF, 2001.

Schenk, Alan dan Oliver Oldman. Value Added Tax: A Comparative Approach. United Kingdom: Cambridge University Press, 2007.

Tait, Alan A. Value Added Tax: International Practice and Problems. Washington DC:

International Monetary Fund, 1988.

Tait, Alan A. Value Added Tax: International Practice and Problems. Washington DC:

International Monetary Fund, 1988.

Terra, Ben. “Sales Taxation: The Case of Value added Tax in the European Community.” Dalam Series on International Taxation No. 8. Boston: Kluwer Law and Taxation Publishers.

van Doesum, Ad, dan F. Nellen. VAT in a Day. The Netherlands: Kluwer, 2013.

van Doesum, Ad, Herman van Kesteren, dan Gert-Jan van Norden. Fundamentals of EU VAT Law. The Netherland: Kluwer Law International BV, 2016.

Weidenbaum, Murray L. dan Ernest S. Christian, Jr. “Introduction: If, When You Say

“Consumption Tax,” You Mean…,.” Dalam The Value Added Tax: Orthodoxy and New Thinking, ed. Murray L. Weidanbaum, David G. Raboy, Ernest S.

Christian, Jr. US: Kluwer Academic Publisher, 1989.

William, David. “Value-Added Tax.” Dalam Tax Law Design and Drafting Chapter 6, Value-Added Tax, ed. Victor Thuronyi. Washington D.C.: International Monetary Fund, 1996.

Artikel:

Bal, Aleksandra. “The Vague Concept of “Taxable Person” in EU VAT Law.”

International VAT Monitor, September/Oktober 2013.

Calmac, Diana Maria. “The Mechanics and Effects of MTIC Fraud.” Msc. Economics and Business Administration, Concentration International Business, Copenhagen Business School, (Oktober 2012).

Gale, William G., Hilary Gelfond, dan Aaron Krupkin. “Value-Added Taxes and Small Business.” Economics Studies at Brookings, Maret 2016.

Harju, Jarkko, Tuomas Matikka, dan Timo Rauhanen. “The Efect of VAT Threshold on the Behavior of Small Businesses: Evidence and Implications.” CESifo Area Conference on Public Sector Economics, Maret 2015.

Turnier. “Accommodating to the Small Business Under a VAT.” 47 Tax Law, 963, 969.

van de Leur, Michael. “Watch Out, You May Be a Taxable Person.” International VAT Monitor, September/Oktober 2013.

van Doesum, Ad dan Ger-Jan van Norden. “The Right to Deduct under EU VAT.”

International VAT Monitor, September/Oktober 2011.

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai Internet:

KPMG. “2017 Asia Pacific Indirect Tax Guide: Global Indirect Tax Services.” Internet.

Dapat diakses melalui

https://assets.kpmg.com/content/dam/kpmg/xx/pdf/2017/10/aspac-indirect-tax-country-guide-2017-v2.pdf.

OECD. “Registration/Collection Threshold.” OECD Tax Database. Internet. Dapat diunduh melalui https://www.oecd.org/ctp/consumption/Table-2.A2.3-VAT-GST%20Thresholds%202016.xls.

Peraturan:

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

_______. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah.

_______. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.

_______. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara

Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan

Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

_______. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak.

_______. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-02/PJ.9/1998 tentang Penggunaan Nomor Identitas Tunggal Wajib Pajak.

_______. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-09/PJ.51/2003 tentang Status Tempat Kegiatan yang Semata-Mata Melakukan Pembelian atau Pengumpulan Bahan Baku.

_______.Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-04/PJ.3/1986 tentang PPN atas Perusahaan Vulkanisir Ban (Seri PPN - 67).

_______. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1293/PJ.51/1998.

_______. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-2022/PJ.51/1998 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Getah Karet Cair/Lateks yang Dicampur Amoniak.

Dalam dokumen PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Halaman 147-152)