• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Umum: Saat Penyerahan sebagai Dasar Penentu Saat Terutangnya PPN

Dalam dokumen PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Halaman 152-158)

Saat Terutang

A. Konsep Umum: Saat Penyerahan sebagai Dasar Penentu Saat Terutangnya PPN

Menurut William, saat penyerahan merupakan penentu saat terutangnya PPN.1 Penggunaan saat penyerahan sebagai dasar penentu saat terutangnya PPN dilatarbelakangi oleh salah satu elemen PPN, yaitu PPN sebagai pajak atas transaksi (tax on transaction).2

Sebagai pajak atas transaksi, pengenaan PPN dari suatu transaksi hanya dapat ditentukan dengan menilai unsur-unsur3 dari setiap transaksi di titik waktu tertentu, yaitu pada saat penyerahan.4 Oleh karena itu, sebagian besar negara yang menerapkan PPN, menggunakan saat penyerahan sebagai dasar untuk menentukan saat terutangnya PPN. Salah satunya Singapura yang secara eksplisit menyatakan dalam ketentuan PPN-nya, yaitu dalam Section 8(3) Goods and Services Tax Act menyatakan bahwa PPN atas penyerahan barang dan/atau

1 David William, “Added Tax,” dalam Tax Law Design and Drafting Chapter 6, Value-Added Tax, ed. Victor Thuronyi (Washington D.C.: International Monetary Fund, 1996), 191.

2 PPN sebagai pajak transaksi mengandung makna bahwa PPN dikenakan atas transaksi penyerahan, baik penyerahan barang maupun jasa. Lihat Bab 1 tentang Konsep Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari buku ini.

3 Karakteristik penyerahan, status dari pihak yang menyerahkan, lokasi dan status dari pihak penerima, dan lokasi dari barang dan/atau jasa yang diserahkan hanya sebagian dari banyaknya unsur yang hanya bisa dinilai pada saat penyerahan. Unsur-unsur inilah yang akan membentuk status PPN dari suatu transaksi. Lihat Rebecca Millar, “Time is of The Essence: Supply, Grouping Scheme adn Cancelled Transaction,” Journal of Australian Taxation, Juli 2004.

4 Ibid.

BAB 5

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

jasa terutang pada saat terjadinya penyerahan barang dan/atau jasa tersebut.5

Dalam literatur berbahasa Inggris, istilah “saat penyerahan” disebut dengan

“time of supply.” Beberapa negara, misalnya India, menggunakan istilah “tax point rules” untuk merujuk ketentuan PPN yang mengatur mengenai saat penyerahan.6 Sementara dalam VAT Directive, ketentuan mengenai saat terutangnya PPN tidak menggunakan istilah “time of supply” atau “tax point rules”, melainkan istilah “chargeable event”.7 Namun, meskipun berbeda istilah, inti dari istilah ini tetap merujuk pada saat penyerahan seperti yang dinyatakan dalam Pasal 63 VAT Directive sebagai berikut:8

“the chargeable event shall occur and VAT shall become chargeable when the goods or the services are supplied.”

(dengan penambahan penekanan) Berdasarkan studi komparasi yang dilakukan oleh Millar, diketahui bahwa istilah “saat penyerahan” dalam PPN memiliki makna yang berbeda dengan makna istilah “saat penyerahan” yang digunakan sehari-hari (ordinary meaning)9 sehingga terdapat kemungkinan istilah ini diartikan berbeda di masing-masing negara yang menerapkan PPN. Akan tetapi, pada umumnya, saat penyerahan diartikan sebagai saat ketika penyerahan barang dan jasa dianggap sedang dilakukan.10

Dalam sistem PPN, mengetahui saat terjadinya penyerahan merupakan hal yang kritikal dan mendasar. Khususnya bagi para pelaku usaha yang mempunyai tanggung jawab untuk memungut PPN.11 Pentingnya penentuan saat penyerahan untuk tujuan PPN disebabkan oleh beberapa alasan berikut:

(i) saat penyerahan akan menentukan kapan PPN harus dikenakan atas suatu transaksi, sebagaimana pendapat Lamberth yang menyatakan

5 Wolters Kluwer dan Deloitte, Singapore GST Compliance Handbook (5th Edition) (Singapura: CCH Asia Pte Limited, 2016), 71.

6 Andrew Needham, Core Tax Annuals Value Added Tax 2012/2013 (London: Bloomsburry Professional Ltd, 2012), 7.1.

7 Dalam Pasal 62(1) VAT Directive, istilah ini diartikan sebagai saat terpenuhinya syarat-syarat hukum yang diperlukan agar PPN dapat dibebankan atas suatu transaksi. Lihat Ad van Doesum, Herman van Kesteren, dan Gert-Jan van Norden, Fundamentals of EU VAT Law (The Netherlands: Kluwer Law International BV, 2016), 197.

8 IBFD, “Directive 2006/112 - Text 1 January 201,” dalam EU VAT Compass 2017/2018, ed.

Fabiola Annacondia (The Netherlands: IBFD, 2017), 56.

9 Rebecca Millar, Op.Cit.

10 Richard Thornton dan Thenesh Kannaa, Malaysia Master GST Guide 2017 3rd Edition (Malaysia: Commerce Clearing House Sdn Bhd, 2017), 74.

11 Chan Quan Min, The Essential Guide to Malaysia GST (Singapore: John Wiley & Sons Singapore Pte. Ltd, 2015), 46.

BAB 5:

Saat Terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bahwa: “VAT must be charged on transaction in which goods or services are supplied, usually from person to another.”12

(ii) saat penyerahan akan menentukan peraturan mana yang akan diterapkan dalam menjalankan kewajiban PPN. Misal, ketika terjadi perubahan peraturan mengenai tarif PPN. Penentuan saat penyerahan menjadi sangat penting karena akan menentukan tarif PPN mana yang diberlakukan. Penentuan saat penyerahan dalam kondisi ini sekaligus akan membuat perubahan yang signifikan terhadap kewajiban PPN yang harus ditanggung oleh PKP.13

(iii) saat penyerahan akan menentukan kapan penjual harus memperhitungkan pajak keluaran dan kapan pembeli dapat mengklaim pajak masukan yang dimilikinya.14 Alasan ini sejalan dengan pendapat Needham: “They (time of supply or tax point rules) fix the time, and therefore, the VAT return on which a business must account for output tax, and on which it is entitled to recover input tax.”15

(iv) saat penyerahan akan memastikan jumlah penyerahan yang harus disertakan dalam penghitungan PPN dalam suatu periode yang ditetapkan (misal, satu bulanan). Sejalan dengan alasan ini, Henkow berpendapat:16 “In addition, in order to assess the taxable amount, a specific time (or period) needs to be established and that time or period should be when the chargeable event occurs…”. Aturan umumnya adalah nilai penyerahan (pajak keluaran) yang terjadi pada suatu masa pajak akan diperhitungkan dengan nilai perolehan (pajak masukan) yang terdapat pada masa yang sama.17

(v) saat penyerahan akan menentukan kapan PKP harus melaksanakan kewajiban formalnya yang berkaitan dengan pemungutan pajak, meliputi penerbitan faktur pajak, penyetoran pajak yang terutang, serta pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) PPN kepada otoritas pajak.18

12 Michael A. Lambarth, A Really Basic Introduction to Value Added Tax (USA: Lexington, KY, 2014), 10-11.

13 Alan A. Tait, Value Added Tax: International Practice and Problems (Washington DC:

International Monetary Fund, 1988), 373.

14 Wolters Kluwer dan Deloitte, Op.Cit,.

15 Andrew Needham, Op.Cit,.

16 Oskar Henkow, Financial Activities in European VAT: A Theoritical and Legal Research of The European VAT System and The Actual and Preffered Treatment of Financial Activities (The Netherlands: Kluwer Law International, 2008), 246.

17 Wolters Kluwer dan Deloitte, Op.Cit,.

18 Kathryn James, The Rise of Value-Added Tax (Cambridge: Cambridge University Press, 2015), 136.

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

Ketentuan mengenai saat penyerahan juga menjadi elemen dalam menentukan tempat terutangnya PPN.19 Karena, dengan mengetahui saat penyerahan atas suatu barang atau jasa, akan dapat diidentifikasi lokasi dari terjadinya penyerahan tersebut. Sementara itu, dalam ketentuan PPN di India, saat penyerahan digunakan sebagai cara untuk menentukan saat penghitungan dan pelunasan utang pajak.20

Setiap negara menggunakan cara yang berbeda dalam menentukan saat penyerahan. Namun, menurut Tait, cara yang umum digunakan untuk menentukan saat terjadinya penyerahan adalah saat yang terjadi lebih dulu dari peristiwa-peristiwa sebagai berikut:21

(i) saat diterbitkannya faktur penjualan (tagihan). Ini merupakan cara yang terbaik dan jelas karena terdapat bukti berupa tanggal dokumentasi;

(ii) saat barang tersedia bagi pembeli atau saat jasa diberikan; atau (iii) saat pembayaran dilakukan.

Artinya, apabila dalam suatu transaksi, saat yang terjadi lebih dulu adalah saat diterbitkannya faktur penjualan maka meskipun barang belum diserahkan dan pembayaran belum dilakukan, transaksi dianggap telah dilakukan pada saat terbitnya faktur penjualan tersebut. Dengan demikian, saat terutangnya PPN atas transaksi tersebut adalah saat diterbitkannya faktur penjualan.

Lebih lanjut, Tait juga menjelaskan bahwa cara menentukan saat penyerahan sebagaimana diuraikan di atas tidak dapat diterapkan untuk beberapa transaksi dengan karakteristik khusus. Misalnya, transaksi penyerahan produk yang bersifat terus menerus, seperti listrik. Dalam transaksi ini, produk tersebut akan digunakan terlebih dahulu oleh pembeli dan setelahnya barulah faktur penjualan diterbitkan. Namun, atas transaksi ini sudah ditetapkan bahwa PPN hanya dapat dikenakan pada saat faktur penjualan diterbitkan. Atau dengan kata lain, saat terutangnya PPN atas transaksi ini adalah saat diterbitkannya faktur penjualan. Walaupun pada faktanya, saat yang terjadi lebih dulu adalah saat tersedianya barang untuk dimanfaatkan oleh pembeli.22

19 Lihat OECD Centre for Co-operation with Non-Members, Value-Added Taxes in Central and Eastern European Countries: Comparative Survey and Evaluation (Paris: OECD, 1998), 36.

20 Vivek KR Agrawal, Goods and Services Tax Made Easy (India: Independently Publish, 2017), 24. Lihat juga Masters India, “GST laws: Analysis of “Time of Supply of Goods and Services,”, Internet, dapat diakses melalui https://www.mastersindia.co/gst/gst-laws-analysis-time-supply-goods-services/.

21 Alan A. Tait, Op.Cit,.

22 Ibid.

BAB 5:

Saat Terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam kasus lainnya, penentuan saat terutangnya PPN atas penyerahan barang dan jasa yang dilakukan dengan metode angsuran atau pembayaran ditangguhkan juga diatur melalui aturan khusus. Pada umumnya, cara yang digunakan untuk menentukan saat terutangnya PPN atas kasus ini adalah pada saat barang atau jasa tersebut dijual kepada pembeli atau pada saat faktur penjualan diterbitkan. Adapun PPN dipungut atas keseluruhan harga jual atau penggantian, tanpa memperhatikan metode pembayaran yang diterapkan.23 Misalnya, diasumsikan harga jual suatu barang adalah sebesar Rp1.000. Barang tersebut dijual kepada pembeli dengan metode pembayaran secara angsuran selama 10 tahun dengan bunga sebesar jumlah yang belum dibayar. Dengan tarif PPN 10%, penjual harus menyetorkan dan melaporkan PPN keluaran sebesar Rp100 atas penjualan yang terjadi. Dalam kasus ini, PPN yang terutang akan ditanggung oleh penjual sebelum pembeli melunasi pembayaran atas barang tersebut. Cara ini yang diterapkan oleh banyak negara dalam menentukan saat terutangnya PPN atas penyerahan barang atau jasa yang dilakukan dengan metode pembayaran secara angsuran atau ditangguhkan.

Beberapa negara mempunyai ketentuan saat penyerahan yang berlaku khusus untuk transaksi tertentu, seperti taruhan, undian, perjudian, pemberian tunjangan karyawan, door to door sales, dan lainnya. Contohnya, ketentuan PPN di negara-negara Afrika yang memuat ketentuan khusus mengenai saat penyerahan atas transaksi perjudian dan undian.24

Malaysia juga merupakan salah satu negara yang ketentuan peraturan perundang-undangan PPN-nya sudah memiliki aturan khusus saat penyerahan untuk jenis transaksi tertentu. Dengan demikian, penentuan saat penyerahan untuk transaksi tertentu tidak dapat menggunakan aturan yang berlaku secara umum. Tabel 5.1 pada halaman berikut merinci daftar transaksi tertentu yang saat penyerahannya telah diatur secara khusus dalam ketentuan peraturan perundang-undangan PPN Malaysia.

Tabel 5.1: Aturan Khusus untuk Saat Penyerahan di Malaysia

Jenis Transaksi Saat Penyerahan

Penjualan secara konsinyasi (i) Saat barang yang dititipkan kepada consignee (si penerima barang) terjual;

atau

(ii) 12 (dua belas) bulan sejak barang dikirimkan kepada consignee

23 Alan Schenk dan Oliver Oldman, Value Added Tax: A Comparative Approach (United Kingdom: Cambridge University Press: 2007), 240.

24 Lihat Alan Schenk, “Gambling and Lotteries,” dalam VAT in Africa, ed. Richard Krever (South Africa: Pretoria University Law Press (PULP), 2008), 56-57 & 70.

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

tergantung mana yang terjadi lebih dulu.

Dalam hal faktur pajak diterbitkan oleh consigner (si pengirim barang) tidak lebih dari 21 hari setelahnya maka penyerahan dianggap terjadi pada saat diterbitkannya faktur pajak.

Penjualan aset perusahaan Saat aset kegiatan usaha di alihkan atau di dipindahtangankan

Penggunaan aset perusahaan

untuk kepentingan pribadi Saat aset perusahaan disediakan untuk kepentingan pribadi

Impor jasa Saat jasa dibayarkan oleh si penerima jasa Mesin yang dioperasikan dengan

koin Saat koin dipindahkan dari mesin

Barang di kawasan berikat Saat pemindahan barang dari kawasan berikat

Sumber: Chan Quan Min, The Essential Guide to Malaysia GST (Singapore: John Wiley

& Sons Singapore Pte. Ltd, 2015), 49.

Min menegaskan bahwa PKP harus berhati-hati dalam menentukan saat terjadinya penyerahan karena akan berpengaruh terhadap arus kas dari kegiatan usaha PKP.25 Namun faktanya, menentukan saat terjadinya penyerahan tidaklah mudah. Bahkan, menimbulkan banyak ketidakpastian dalam PPN.26 Perbedaan karakteristik setiap transaksi menjadi salah satu penyebab sulitnya menentukan saat penyerahan yang berlaku secara umum.

Oleh karena itu, ketentuan peraturan perundang-undangan PPN sebagai sumber hukum penerapan PPN perlu mengatur secara jelas dan spesifik mengenai apa yang dimaksud dengan saat penyerahan dan bagaimana cara menentukan saat terjadinya penyerahan untuk setiap transaksi. Khususnya, transaksi dengan karakteristik tertentu.

Umumnya, ketentuan saat penyerahan untuk tujuan PPN paling sedikit memuat dua macam aturan, yaitu saat penyerahan atas barang dan saat penyerahan atas jasa. Namun, di beberapa negara, ketentuan ini juga mencakup saat terutang PPN untuk transaksi lintas batas (cross border transaction), yaitu saat penyerahan atas impor dan saat penyerahan atas ekspor.

25 Chan Quan Min, Op.Cit,. 49

26 Michael A. Lambarth, Op.Cit, 10.

BAB 5:

Saat Terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Dalam dokumen PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Halaman 152-158)