• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Kebijakan dan Strateg

a. Strategi dan Langkah Kebijakan

Berdasarkan kondisi saat ini, terdapat dua sungai yang membelah Kota Samarinda, yaitu Sungai Mahakam dan Sungai Karang Mumus yang merupakan anak Sungai Mahakam. Sungai Karang Mumus saat ini sebagian besar di sekitarnya menjadi wilayah pertambangan batubara. Kota Samarinda terutama berkembang di sekitar tepian Sungai Mahakam dan sebagian Sungai Karang Mumus karena lokasinya yang datar. Dari luasan Kota Samarinda seluas 71.800 ha, luas hutan kota hanya 690,24 ha. Padahal sesuai dengan pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota, luas hutan di wilayah perkotaan minimal 10% dari luas wilayah perkotaan. Luas hutan kota di Samarinda tersebut adalah yang dinyatakan dalam SK Walikota Samarinda Nomor 178/HK-KS/2005 (Prabaneni, 2013). Di wilayah pinggir Samarinda banyak wilayah hutan yang digunakan untuk berbagai kegiatan, seperti pemukiman, perkebunan dan pertambangan.

Gambar 90 Indeks keberlanjutan multidimensi pada berbagai skenario - 20 40 60 80 100 2014 2018 2022 2026 2030 2034 Indeks Pesimis Moderat Optimis

Berdasarkan survei terhadap penilaian masyarakat menyiratkan perlunya langkah tindakan seperti:

i. Peningkatan pembinaan dan pengawasan (binwas) terhadap dampak

negatif pertambangan batubara. Hal ini karena kerusakan lingkungan yang terjadi khususnya pada wilayah hutan, diantaranya akibat keberadaan pertambangan batubara.

ii. Peningkatan peran dan tanggung jawab perusahaan terhadap kualitas

lingkungan hidup. Hal ini juga dikaitkan dengan kewajiban perusahaan sebagaimana disebutkan dalam AMDALnya. Namun dalam prakteknya banyak yang masih belum melaksanakan secara baik, sehingga diperlukan konsistensi binwas oleh pemerintah.

iii. Pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat yang menjadi kunci

dalam pembangunan yang berkelanjutan untuk mempersiapkan masyarakat setempat terhadap keberadaan tambang baik selama atau sesudah pascatambang. Pengembangan masyarakat tersebut meliputi berbagai aspek seperti: pendidikan, kesehatan, dan perekonomian rakyat. Faktor kunci disini adalh mempersiapkan pertumbuhan ekonomi rakyat yang terus berkembang selama dan saat pascatambang.

Berdasarkan hasil analisis keberlanjutan dengan metode MDS yang dilakukan dari 55 atribut pada dimensi lingkungan, ekonomi, sosial, hukum serta infrastruktur dan teknologi, diketahui bahwa Kota Samarinda masih masuk kategori kurang berkelanjutan. Dari analisis ini terdapat 10 atribut yang merupakan atribut pengkungkit.

Dari kesepuluh atribut pengungkit tersebut, ditemukan bahwa pengendalian terhadap tingkat gangguan terhadap ekosistem menjadi fokus utama dalam pengelolaan pertambangan batubara yang berkelanjutan. Berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2009, ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas lingkungan hidup. Ekosistem yang terganggu dalam kegiatan pertambangan termasuk ekosistem alam seperti ekosistem tanah dan ekosistem hutan yang tercakup dalamnya unsur biotik dan abiotik. Termasuk juga ekosistem buatan, seperti pemukiman termasuk adanya sarana dan prasanana buatan. Tabel 39 menunjukkan dimensi kebijakan, strategi dan langkah kebijakan.

Tabel 39 Dimensi kebijakan, strategi dan langkah kebijakan Dimensi

Kebijakan

Strategi Langkah Kebijakan

1) Lingkungan • Pengendalian tingkat gangguan kegiatan pertambangan terhadap ekosistem

• Menyiapkan NSPK terhadap aspek gangguan ekosistem, yaitu: kesehatan masyarakat, pencemaran, banjir, kualitas air, hilangnya vegetasi tanah

2) Ekonomi • Pembinaan operasi pertambangan

• Mengendalikan kewajiban perusahaan atas langkah persiapan dan pelaporan kegiatan operasi (RKAB, laporan bulanan, tahunan)

• Pengendalian biaya Pemulihan Kerusakan Lingkungan

• Menerapkan tahapan evaluasi pengendalian lingkungan (jaminan reklamasi, evaluasi dampak lingkungan)

Dimensi Kebijakan

Strategi Langkah Kebijakan

• Program ekonomi untuk rakyat pada pascatambang

• Menerapkan peraturan dan tata-cara penyiapan ekonomi rakyat

pascatambang

• Penciptaan peluang usaha baru

• Melakukan sinergi atas program pengembangan ekonomi kerakyatan 3) Sosial • Kegiatan binwas

pemberdayaan masyakat dalam kegiatan

pertambangan batubara

• Melakukan sinergi atas program pengembangan masyarakat

4) Hukum • Pengawasan penyelesaian kewajiban ganti rugi lahan sebelum penambangan dilakukan

• Menyiapkan tata-cara atas ganti rugi lahan sebelum dilakukannya pertambangan

• Penegakan hukum terhadap terhadap pelanggaran aspek lingkungan

• Menerapkan aturan sanksi atas pelanggaran ketentuan lingkungan

5) Infrastruktur dan teknologi

• Peningkatan binwas atas sarana dan prasarana pendukung penambangan (jalan angkut, pelabuhan, dll)

• Menerapkan sanksi atas penggunaan sarana dan prasarana umum oleh kegiatan pertambangan

• Penyiapan SDM pengawas/inspektur pertambangan (kualitas dan kuantitas)

• Melakukan kerjasama lintas sektor terkait (pemerintah pusat, peme-rintah daerah, perguruan tinggi, dll) serta aspek regulasi dan kelembagaannya

Analisis penelitian menunjukkan bahwa gangguan kegiatan pertambangan terhadap ekosistem khususnya mencakup aspek: gangguan terhadap dampak kesehatan masyarakat, pencemaran tanah, banjir, kualitas air dan hilangnya vegetasi hutan. Penelitian terhadap valuasi ekonomi juga menunjukkan bahwa secara agregat dampak lingkungan terhadap wilayah hutan atas kegiatan pertambangan juga menimbulkan kerugian ekonomi total yang memberikan dampak terhadap manfaat netto kegiatan pertambangan.

Kondisi kurang berkelanjutan sebagaimana ditunjukkan oleh analisis MDS merupakan kondisi saat ini yang diakibatkan oleh masih lemahnya pelaksanaan aspek kebijakan pertambangan. Perbaikan kondisi ini memerlukan sejumlah langkah pada setiap dimensi berupa tahapan langkah kebijakan sesuai dengan temuan 10 elemen atribut kunci dari 55 atribut yang diujikan, sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 40.

Simulasi dengan sistem dinamik disusun untuk melihat dua aspek, yaitu: 1) dampak kegiatan pertambangan dalam kurun waktu tertentu, yang dalam hal ini adalah tahun 2012 sampai tahun 2035; 2) dengan melihat kurun waktu tersebut juga dipelajari terhadap dampak keberlanjutan atas 5 dimensi keberlanjutan yang di ujikan, yaitu dimensi lingkungan, ekonomi, sosial, teknologi, serta infrastuktur dan teknologi. Terhadap urgensi langkah kebijakan dilakukan dengan melakukan simulasi terhadap 3 skenario, yaitu: skenario pesimis, moderat dan optimis. Dalam Tabel 40 ditunjukkan tentang hasil analisis dan interpretasi dari simulasi serta implikasi langkah kebijakan yang diperlukan.

Tabel 40 Simulasi, analisis model dan kebijakan yang diperlukan

Simulasi Analisis Model Kebijakan yang diperlukan

1) Dinamika cadangan dan produksi

• Cadangan batubara diperoleh dari hasil eksplorasi dan penghitungan studi kelayakan

• Cadangan terus berkurang seiring dengan produksi sesuai dengan jumlah dan umur tambang atau izin IUP OP selama periode 2012-1035

• Mengendalikan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi • Melaksanakan program

dan kebijakan konservasi

2) Dinamika

Tenaga Kerja tambang

• Kebutuhan tenaga kerja berbanding lurus dengan kegiatan operasi produksi

• Penambahan jumlah tenaga kerja di tambang berbanding terbalik dengan jumlah penduduk kota (karena produksi terus berkurang)

• Mewajibkan tenaga kerja lokal sebagai prioritas untuk pelaksanaan kegiatan pertambangan 3) Dinamika dampak pengangkutan batubara

• Angkutan batubara berbanding lurus dengan kerusakan jalan dan polusi udara

• Polusi udara berbanding lurus dengan penduduk yang sakit • Polusi udara berbanding lurus

dengan pengadaan sarana dan prasarana penunjang

• Skenario optimis memiliki periode pencemaran udara terpendek (2018), dibandingkan skenario moderat (2025) dan pesimis (2030)

• Mewajibkan perusahaan tambang untuk memiliki fasilitas sarana dan prasarana penunjang pengangkutan batubara sendiri

• Sinergi beberapa

perusahaan tambang untuk membangun fasilitas bersama

• Menetapkan jalur transportasi khusus batubara diluar jalur umum

4) Dinamika lahan dan cadangan kayu

• Pembukaan lahan untuk

penambangan berbanding terbalik dengan cadangan kayu

• Kegiatan reklamasi sebagai faktor penentu pengembalian kondisi hutan

• Pada skenario pesimis laju kecepatan pembukaan lahan untuk pertambangan lebih cepat dibandingkan dengan kegiatan reklamasi

• Mengawasi dan menindak terhadap perusahaan tambang yang tidak melaksanakan kewajiban reklamasi

• Menetapkan peruntukan lahan pascatambang bersama para pihak (hutan, kebun, pemukiman, dll)

5) Dinamika manfaat finansial tambang

• Penerimaan negara, daerah dan perusahaan menurun seiring dengan berkurangnya produksi

• Manfaat tambang termasuk gaji, pembelanjaan lokal, sarana dan prasarana

• Pembelanjaan lokal berbanding terbalik dengan sarana dan prasarana masyarakat

• Menerapkan aturan main tentang pascatambang termasuk aspek keman- dirian ekonomi rakyat • Menerapkan aturan main

untuk mendorong lokal content dan lokal expenditure

6) Dinamika valuasi ekonomi tambang

• Kerugian dari deplesi kayu dan ekonomi total hutan berdampak cukup besar pada manfaat tambang

• Memantau, mengawasi pelaksanaan reklamasi dan sanksi terhadap pelang-

• Deplesi kayu pada skenario pesimis semakin besar karen kegiatan reklamasi lebih lambat dari kebutuhan pembukaan lahan untuk pertambangan

garan aturan reklamasi tambang

7) Dinamika status keberlanjutan

• Skenario pesimis:

- Dimensi lingkungan tetap kurang berkelanjutan (2014-2035) - Dimensi lain cukup berkelanjutan

sampai berkelanjutan

• Indeks multidimensi masuk kategori cukup berkelanjutan. Namun tidak dianjurkan untuk diterapkan (kategori: kurang baik) • Skenario moderat:

- Dimensi ekonomi cukup berkelanjutan

- Dimensi lain cukup berkelanjutan sampai berkelanjutan

• Indeks multidimensi masuk kategori cukup berkelanjutan sampai berkelanjutan (kategori: cukup)

• Skenario optimis:

Semua dimensi cukup berkelanjutan sampai berkelanjutan

• Indeks multidimensi masuk kategori

berkelanjutan (kategori: baik)

b. Arah Kebijakan Penataan Kota

Berdasarkan pada disain model kebijakan pada pembahasan dan disain model kebijakan, maka dapat terdapat beberapa aspek kebijakan terkait penataan kota ke depan sebagai berikut.