• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Nilai Manfaat Hutan yang Hilang

a. Deplesi Kayu

Hutan terkait dengan aktifitas ekonomi memiliki berbagai fungsi yang dapat dideskripsikan sebagai jasa sumberdaya hutan, di antaranya sebagai penyedia bahan baku, penyaringan air, penyerap karbon, dan pengendalian erosi. Kegiatan pertambangan pada wilayah studi sebagian besar dilakukan di wilayah hutan. Hal

ini dikarenakan secara alami posisi sumberdaya batubara terletak di bawah permukaan tanah sedangkan di atas permukaan tanah dapat berupa hutan.

Kegiatan pertambangan yang dimulai dengan pembersihan lahan termasuk penebangan kayu dari hutan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk biaya ekonomi. Berdasarkan konteks ini, di satu sisi perlu dipahami tentang kerugian yang ditimbulkan dari sebuah kegiatan pertambangan, namun di sisi lain biasanya dalam kegiatan pertambangan telah terdapat pula aturan main yang cukup ketat dalam proses kegiatan pertambangan di wilayah hutan. Aturan main tersebut mulai dari perijinan, penghitungan biaya kompensasi termasuk di antaranya dana reboisasi, biaya penebangan pohon, dan lain-lain.

Berkenaan dengan kondisi pengembangan perkotaan, pilihan tumpang tindih lahan dengan sektor kehutanan dapat dinilai kurang merepresentasikan karakteristik kasus pertambangan di wilayah kota. Dalam kasus ini terdapat fakta bahwa sebagian wilayah kota terutama di wilayah pinggiran merupakan wilayah hutan yang tumpang tindih dengan pertambangan batubara, sekalipun umumnya hutan pada kasus ini merupakan hutan sekunder.

Terdapat karakteristik yang berbeda pada wilayah penelitian di IBP dan LHI yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu kawasan areal penggunaan lain (APL) dan kawasan budidaya kehutanan (KBK). Blok Simpang Pasir dan Blok Sambutan pada wilayah IBP termasuk dalam APL. Seluruh wilayahnya sudah hampir terbuka tinggal tanam-tanaman kecil, beberapa sisa pohon kayu dan semak belukar. Wilayah KBK dengan tanaman kayu kebanyakan berjenis kayu sengon dan trembesi masih terdapat cukup banyak pada wilayah LHI. Seluruh sisa

tebangan pohon kayu dan semak belukar yang ada, setelah dilakukan land

clearing untuk persiapan pembukaan di tumpuk atau ditanam kembali pada saat dilakukan reklamasi. Berdasarkan hal ini maka penghitungan deplesi kayu dihitung terutama untuk wilayah LHI, sedangkan pada wilayah IBP sudah merupakan wilayah APL dengan amat sedikit jumlah pohon kayu, dengan rata- rata jumlah pohon kayu yang ada sekitar 5-10 pohon per hektar, atau rata-rata 7,5 m3/ha. Jumlah rata-rata pohon kayu di wilayah PT LHI adalah 24.30 m3/ha untuk wilayah studi di PIT 3, dan 30,93 m3/ha pada PIT 4. Berdasarkan nilai rata-rata diperoleh bahwa untuk wilayah IUP BRA dan CEM memiliki rata-rata kerapatan pohon kayu sebesar 27,6 m3/ha. Berdasarkan hal ini maka jumlah volume pohon yang dibuka pada luas 156,07 ha adalah sebesar 2.191,47 m3 .

Jenis pohon kayu di wilayah studi kebanyakan adalah jenis jabon, mahoni, nangka, rambutan dan karet. Harga pasar berdasarkan survei adalah kayu jabon sekitar Rp 1 juta/m3, kayu mahoni Rp 600 rb/m3. Harga kayu nangka, rambutan dan karet diperkirakan sama yaitu sebesar Rp 500 rb/m3. Rata-rata harga dari semua jenis kayu yang ada adalah Rp 700.000/m3. Unit rent kayu dihitung berdasarkan harga kayu dikurangi biaya produksi dan laba layak. Unit rent

diketahui sebesar Rp. 420.000/m3 untuk biaya produksi Rp 210.000/m3 dan laba layak 10% atau Rp 70.000/m3. Berdasarkan hal ini, maka nilai deplesi kayu adalah sebesar Rp 920 juta, atau dengan nilai tukar US$ 1 US$ sebesar Rp. 10.000, nilai deplesi kayu diperoleh sebesar sekitar US$ 92 ribu (Tabel 27).

Tabel 27 Nilai deplesi kayu pada lahan terbuka di wilayah studi

Beberapa penjelasan terkait Tabel 27 di atas adalah:

i. Volume kayu merupakan perkalian antara kerapatan pohon dengan luas lahan terbuka.

ii. Harga kayu merupakan karga kayu rata-rata.

iii. Biaya produksi, merupakan biaya produksi bila kayu tersebut diproses dengan asumsi 30% dari harga kayu.

iv. Laba layak diasumsikan 10%.

v. Unit rent kayu adalah harga kayu dikurangi biaya produksi dikurangi laba layak.

vi. Dengan asumsi 1 US$= Rp 10.000,-, maka diperoleh nilai deplesi kayu

sebesar US$ 92.041,88.

b. Serapan Karbon

Kemampuan hutan dalam menyerap karbon atau gas CO2 merupakan salah

satu dari fungsi hutan. Emisi gas CO2 merupakan salah satu gas rumah kaca yang

berperan utama dalam pencemaran udara. Sumber emisi gas CO2 berasal dari

kegiatan industri, transportasi, rumah tangga dll. Dampak kegiatan industri salah satunya adalah emisi CO2 yang berasal dari PLTU batubara. Perdagangan karbon

yang dikenal saat ini memberikan kesempatan atas pelestarian hutan untuk dimanfaatkan jasanya sebagai penyerap karbon. Jasa hutan sebagai penyerap karbon menjadi salah satu upaya dalam kaitannya untuk analisis gas rumah kaca.

Perhitungan nilai penyerapan karbon dilakukan dengan berbagai metode. Menurut Brown dan Pierce dalam Syamsu Alam et al. (2009) hutan primer dan hutan sekunder memiliki kemampuan menyerap karbon sebesar 283 ton/ha/tahun dan 194 ton/ha/tahun dengan nilai karbon sebesar US$ 30/ton. Berdasarkan hasil

penelitian Natural Resources Management (NRM) USAID tahun 1998 yang

digunakan untuk Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 tahun 2012 tentang Panduan Valuasi Ekonomi Ekosistem Hutan, nilai ekologi hutan

No Nama Perusahaan Blok Luas Lahan Terbuka (ha) Kerapatan Pohon (m3/ha) Jumlah Pohon yang Hilang per Blok (m3/ha) Harga Kayu (Rp/m3) Biaya Produksi Kayu (Rp) Laba Layak (Rp) Unit rent Kayu (Rp) Nilai Deplesi Kayu (Rp) PKP2B

1 IBP Simpang Pasir 20,33 7,50 152,48 700.000 210.000 70.000 420.000 64.039.500 Sambutan 17,46 7,50 130,95 700.000 210.000 70.000 420.000 54.999.000 2 LHI Pit 3 11,88 24,30 288,68 700.000 210.000 70.000 420.000 121.247.280 Pit 4 7,81 30,93 241,56 700.000 210.000 70.000 420.000 101.456.586 57,48 813,67 341.742.366,00 IUP 1 BEK BEK 15,00 7,50 112,50 700.000 210.000 70.000 420.000 47.250.000 2 ECI Natvara 51,83 7,50 388,73 700.000 210.000 70.000 420.000 163.264.500 3 BRA BRA 16,65 27,60 459,54 700.000 210.000 70.000 420.000 193.006.800 4 CEM CEM 15,11 27,60 417,04 700.000 210.000 70.000 420.000 175.155.120 98,59 1.377,80 578.676.420,00 156,07 2.191,47 920.418.786,00 Jumlah PKP2B Jumlah IUP Jumlah keseluruhan

Indonesia untuk serapan karbon adalah sebesar US$ 5/ha/ton/tahun. Kegiatan reklamasi pascatambang dapat dipandang juga sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi gas rumah kaca. Kementerian ESDM pada tahun 2012 mencatat bahwa jumlah reklamasi tambang seluruh Indonesia sebesar 25.251,7 ha dengan tingkat penyerapan karbon sebesar 953.221,5 ton CO2/tahun atau 35,6 ton CO2/ha/tahun

(Tabel 28). Dengan demikian nilai manfaat serapan karbon hutan Indonesia adalah US$ 5 ha/ton/tahun dikalikan dengan 35,6 ton/ha/tahun diperoleh US$ 178/ha/tahun.

Tabel 28 Lahan reklamasi tambang dan penurunan emisinya

Tahun Luas Reklamasi (ha) Penurunan Emisi (Ton CO2)

2010 6.082,7 228.709

2011 18.902,2 710.722,2 2012 25.351,7 953.221,5 Sumber: Success Story KESDM (2013)

c. Penggunaan Air

Berdasarkan survei penggunaan air oleh penduduk di wilayah studi, sebanyak 73% di wilayah IBP dan 70% di wilayah LHI menggunakan PDAM, sebanyak 22% diwilayah IBP dan 24% di wilayah LHI menggunakan sumur, sisanya menggunakan air sungai (Gambar 38).

Gambar 38 Penggunaan air di wilayah IBP dan LHI

Biaya rata-rata pembuatan sumur adalah Rp 1.980.000/KK, sedangkan rata- rata pembayaran PDAM adalah Rp 76.760/bulan/KK atau Rp 921.000/tahun/KK. Penggunaan sungai tidak membutuhkan biaya. Dengan mengambil sampel untuk Kelurahan Sambutan yang memiliki 1150 KK, serta asumsi potensi bukaan lahan adalah untuk wilayah Blok Sambutan pada PT IBP seluas 764 ha, biaya penyediaan air diperoleh sebesar US$ 109,20/ha/tahun (Tabel 29).

% 73% 22% 5% 70% 24% 6% 0% 20% 40% 60% 80% 100%

PDAM Air sumur Sungai

IBP LHI

Tabel 29 Pengeluaran masyarakat untuk penyediaan air

d. Satuan Nilai Manfaat Hutan

Nilai manfaat hutan terdiri atas fungsi hutan yang terdiri atas nilai guna langsung, nilai guna tak langsung, dan nilai bukan guna. Nilai guna langsung merupakan fungsi hutan yang didapat dari penggunaan kayu, kayu bakar, hasil hutan non kayu dan penggunaan air. Nilai guna tak langsung terdiri atas produktifitas tanah, serapan karbon, pelindung banjir, transportasi air, dan keanekaragaman hayati. Nilai bukan guna merupakan nilai pilihan dan nilai keberadaan hutan.

Perhitungan atas besaran nilai manfaat hutan dengan satuan dalam US$/ha/tahun dilakukan menggunakan nilai-nilai yang diperoleh melalui pendekatan seperti benefit transfer, pendekatan harga pasar dan hasil perhitungan, serta nilai yang digunakan dan telah ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan tahun 2012 berdasarkan hasil penelitian dari NRM study, serta hasil studi dari peneliti sebelumnya. Pendekatan benefit transfer, digunakan untuk menentukan nilai manfaat hutan yaitu dengan memanfaatkan hasil studi pada wilayah lain yang memiliki karakteristik seperti penduduk, jenis tanaman hutan dan tanah sama atau hampir sama dengan wilayah studi dan berada pada satu wilayah yang berdekatan. Analisis nilai manfaat hutan dalam studi ini dilakukan pendekatan nilai valuasi dengan Benefit Transfer, yaitu dengan formula:

Vi = (1+i)t Vp (Nahib et al., 2011)

keterangan:

Vi = nilai tahun ke i (tahun 2011)

i = tingkat inflasi rata-rata dari tahun ke i sampai ke p (present) (tahun 2012) t = periode tahun ke p – tahun ke I (tahun 2012-2011 = 1)

Vp = nilai tahun ke p (tahun 2012).

Besaran nilai manfaat keseluruhan hutan di wilayah studi baik nilai guna dan nilai bukan guna dalam satuan US$/ha/tahun. Nilai bukan guna termasuk nilai pilihan, keberadaan dan warisan, adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 30.

Komponen Satuan Keterangan

1 Rata-rata penggunaan air 88,18 liter/org hasil survey

2 Biaya langganan PDAM 76.760,00 Rp/bln hail survey

3 Biaya pembuatan sumur 1.980.000,00 Rp hasil survey

4 Penduduk Sambutan (a) 18.470,00 orang

Jumlah KK (b) 1.150,00 KK

5 Biaya PDAM/kelurahan/tahun 773.280.240,00 Rp/thn [5]=73%x[4b]x[2]x12bln Biaya

6 Biaya pembuatan sumur 50.094.000,00 Rp/thn [6]=22%x[4b]x(3/10)

asumsi umur sumur 10 tahun 7 Biaya keseluruhan penyediaan air 823.374.240,00 Rp/thn

8 Luas blok Sambutan 754,00 ha

9 Penyediaan air 1.092.008,28 Rp/ha/thn

Tabel 30 Besaran nilai manfaat total hutan (US$/ha/thn)

Sudirman (2011) melakukan penelitian menghitung nilai manfaat hutan pada wilayah hutan di PT Indominco Mandiri, sebuah perusahaan batubara PKP2B yang berlokasi di Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, dengan ibukota Kabupaten Kutai Timur adalah Kota Bontang. Jarak Kota Bontang ke Samarinda adalah 116 km. Penggunaan kayu bakar pada wilayah studi masih digunakan untuk keperluan rumah tangga dan untuk keperluan lain. Sudirman (2011) menyebutkan nilai guna kayu bakar ini sebesar US$ 10,47/ha/tahun. Nilai penggunaan air sebesar US$ 109,20/ha/tahun dan nilai serapan karbon US$ 178,00/ha/tahun dihitung menggunakan pendekatan harga pasar. Hasil industri non kayu pada sekitar wilayah studi menggunakan hasil penelitian Sopiannur et al. (2011) sebesar US$ 27,24/ha/tahun.

Nilai guna tak langsung seperti produktifitas tanah, pengatur iklim, dan pengatur air juga mengambil dari nilai yang juga digunakan oleh Sudirman (2011). Nilai guna tak langsung lainnya, yaitu pelindung banjir, transportasi air dan keanekaragaman hayati menggunakan nilai yang telah ditetapkan pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 15 tahun 2012 tentang Panduan Valuasi Ekonomi Ekosistem Hutan. Permen LH ini sendiri disusun berdasarkan hasil penelitian NRM study.

Nilai bukan guna terdiri dari nilai pilihan dan keberadaan bersumber dari Sudirman (2011), serta nilai warisan bersumber dari Yani (2011).

Secara keseluruhan diperoleh nilai satuan manfaat total hutan sebesar US$ 818,22/ha/tahun. Berdasarkan pada pendekatan formula Benefit Transfer di atas, dengan nilai inflasi rata-rata tahun 2012 adalah 4,3%, diperoleh konversi nilai ekonomi total hutan dari semula US$ 818,22/ha/tahun menjadi US$ 838,33/ha/tahun. Besaran ini menjadi faktor pengali terhadap luas bukaan lahan

Nilai Guna

Nilai Guna langsung

Kayu bakar 10,47 Sudirman (2011) 10,92 hasil industri non kayu 27,24 Sopiannur (2011) 28,41 penggunaan air 109,20 Hasil perhitungan 109,20 Nilai Guna Tak Langsung

Produktifitas tanah 76,99 Sudirman (2011) 80,30 Pengatur iklim 302,40 Sudirman (2011) 315,40 Pengatur air 17,10 Sudirman (2011) 17,84 Serapan karbon 178,00 Hasil perhitungan 178,00 Pelindung banjir 48,64 KLH (2012) 48,64 Transportasi air 5,30 KLH(2012) 5,30 Keanekaragaman hayati 9,45 KLH (2012) 9,45

Nilai Bukan Guna

Nilai pilihan 2,69 Sudirman (2011) 2,81 Nilai keberadaan 11,34 Sudirman (2011) 11,83 Nilai warisan 19,40 Yani (2011) 20,23

Nilai Manfaat Keseluruhan 818,22 838,33 Manfaat Hutan Nilai Ekonomi

(US$/ha/tahun) Keterangan

Nilai Manfaat th 2012 - Konversi dengan Benefit Transfer - (US$/ha/tahun)

terganggu akibat kegiatan pertambangan. Tabel 31 menunjukkan nilai manfaat hutan yang hilang secara keseluruhan, yang merupakan perkalian besaran nilai manfaat dalam US$/ha/tahun dikalikan dengan luas bukaan lahan terbuka yang belum direklamasi.

Tabel 31 Nilai manfaat hutan yang hilang pada bukaan lahan terganggu

Beberapa penjelasan pada Tabel 31 di atas adalah:

i. Nilai manfaat menggunakan nilai manfaat total hutan seperti pada Tabel 30. ii. Nilai manfaat yang hutan yang hilang dihitung pada bukaan lahan terganggu

yang merupakan areal yang dibuka untuk kegiatan operasi produksi batubara dengan total wilayah bukaan lahan terganggu sebesar 156,07 ha. Bukaan lahan terganggu ini dikalikan dengan satuan nilai manfaat hutan, sehingga diperoleh US$ 130.837.

iii. Nilai deplesi kayu dihitung dari volume kayu dilalikan dengan unit rent

kayu, sehingga diperoleh US$ 92.041.

iv. Nilai manfaat hutan yang hilang secara keseluruhan adalah nilai deplesi kayu dijumlahkan dengan nilai manfaat kayu yang hilang, atau US$ 92.041 ditambah US$ 130.089, diperoleh US$ 222.879.