• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

Tabe 9 : Relasi Antar Pengetahuan dalam Badan Amil Zakat Daerah

5.3. Konstruksi Sosial Kuasa Pengetahuan Zakat

5.3.1. Konstruksi Sosial Kuasa Pengetahuan Zakat LAZ Komunitas

5.3.1.2. Kuasa Tatakelola Zakat Melekat Pada Kuasa Agamawan

Ulama secara historis dalam diskursus agama dari waktu ke waktu ditempatkan sebagai sosok yang bijak, suci dan mulia. Ulama juga dikontruksi sebagai orang yang memiliki pengetahuan yang luas, sholeh dan memiliki kedekatan dengan Allah, SWT. Konstruksi kesucian dan kemuliaan selalu disertai dengan keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan supranatural sebagai wujud dari kedekatannya Allah. Makanya tak jarang seorang ulama selain sebagai pemimpin agama, ia juga dipercaya orang memiliki kemampuan mengobati dengan doa dan jampi-jampinya, karena diyakini telah dianugrahkan Allah kemampuan (karamah).

Kontruksi sosial masyarakat desa terhadap ulama yang sedemikian rupa membuat ulama begitu dipercaya, dihormati dan dipatuhi. Kenyataan tersebut terlihat dalam fenomena tatakelola zakat komunitas pada petikan-petikan wawancara dengan informan dalam box 5.3.1.2.

Box 5.3.1.2 : Agamawan Sebagai Pemangku Kuasa Zakat

H. AN (40 tahun) Muzakki di Desa Simburnaik, menyatakan bahwa Panrita (ulama) adalah orang yang bersih dan mulia, mereka itu orang yang alim, takut dengan Allah, dan selalu dekat dengan Allah . Mereka itu orang yang terpercaya karena jujur dan ihlas dengan orang. Contohnya puang Imang (imam masjid) setiap

saat bersedia menjadi imam, datang medo‘akan orang, dan mengajari anak-anak mengaji tanpa dibayar, dan tak pernah minta bayar.

Desa PMS dan SBN merupakan desa yang mempraktekkan pengelolaan zakat dibawah pengelolaan puang imang (imam masjid) dengan berbasis masjid. Disana para amil menerima zakat dari para muzakki yang datang sendiri mengantarkan zakat fitrahnya ke masjid atau kerumah sang ustad atau imam. Sementara untuk zakat Maal, namun jika dalam bentuk hasil pertanian selalu di ditipkan di gudang zakat (sekarang sudah tidak ada lagi) atau di simpan di gudang penggilingan dan yang dalam bentuk uang selalu diserahkan langsung ke imam masjid atau Guru Ngaji.

Keterangan H. TMRN (45 tahun) sebagai seorang muzakki yang aktif membayar zakat di PMS

dengan bahasa yang kental dengan ciri bugisnya ia menyatakan bahwa : ‖...saya tak perlu tau uang zaka‘

(zakat) yang saya bayarkang kepada pak Imang (imam atau Guru agama kampung) digunakang untuk apa atau diberikan kepada siapa, itu terserah pak Imang, pak orang tahu agama, dia taulah mana yang baik.

Yang penting saya sudah mengeluarkang zaka‘, jadi saya sudah melaksanakang kewajiban saya‖.

Namun menurut Ustad BHD (50 tahun) pengelola Zakat Desa Lambur I Kecamatan Muara Sabak, bahwa : ....perlu di ingat bahwa Amil harus memenuhi beraberapa syarat moral dan ilmu tentang zakat. Amil harus orang yang memiliki sifat Shidiq (jujur), Istiqamah (berkomiitmen), Amanah (menjaga kepercayaan), dan Tablig (Komunikatif). Amil juga harus orang yang taat beragama, .... kalau kami disini yah amilnya imam masjid.

Desa SBN merupakan desa yang sudah mengelola zakat sejak lama, dan menempatkan imam masjid (puang imang) sebagai pemangku kuasa kelola secara personal. Seorang imam masjid memiliki ruang kuasa yang luas dalam menentukan harta apa saja yang dikenai zakat, berapa yang harus dikeluarkan, bagaimana zakat di pungut dari muzakki, siapa yang berhak menerima, dan apa saja kriteria mustahik. Konstruksi pengetahuan zakat komunitas yang menempatkan puang imang sebagai penguasa penuh wacana tatakelola zakat, tidaklah terbangun dengan sendirinya sebagai akumulasi pengetahuan yang terbentuk secara bebas dari pemahaman dan pemaknaan ummat.

Konstruksi tersebut merupakan hasil dari pergumulan wacana yang dibentuk dan diarahkan oleh kaum agamawan sendiri dan membentuk kerangka pemaknaan ummat terhadap tradisi berzakat. Disana sang puang imang

membangun dan membentuk wacana melalui mimbar khatib, pengajian, madrasah, hingga kelembagaan masjid. Wacana dibangun, dikomunikasikan dan disosialisasikan secara satu arah kepada publik. Publik menyerap dan mengkonsumsi dalam ruang gagasan dan bergumul dalam logika terdalam. Konstruksi sosial ulama sebagai yang selalu benar, suci dan tanpa kepentingan memberikan pengaruh pada penerimaan masyarakat terhadap kemurnian gagasan sang imam. Konstruksi sosial terhadap sang agamawan atau imam sebagai sosok yang shaleh, suci, jujur, dan ikhlas17, membuat agamawan medapatkan kekuasaan yang didelegasikan oleh ummat melalui kepercayaan untuk memimpin ritual beragama khususnya berzakat.

Konstruksi pengetahuan zakat yang terbangun, didalamnya terbentuk keyakinan bahwa, berzakat harus ikhlas hanya karena Allah dan membuang semua rasa ragu, prasangka dan motif duniawi. Karena itu ummat kemudian tidak banyak bertanya, dan kurang mau tahu tentang bagaimana zakat mereka dikelola dan kemana saja dimanfaatkan oleh agamawan. Mereka takut amalnya rusak atau berkurang pahalanya karena dianggap tidak ikhlas. Mereka tidak mau

17

Menurut bahasa, di dalam kata Ikhlas terkandung beberapa makna yang menggambarkan inti dari Ihklash, yaitu; jernih, bersih, suci dari campuran dan pencemaran, baik berupa materi maupun non materi. Rasulullah saw pernah bersabda tentang sifat yang mulia ini, “Barangsiapa yang tujuan utamanya meraih pahala akhirat, niscaya Allah akan menjadikan kekayaannya dalam kalbunya, menghimpunkan baginya semua potensi yang dimilikinya, dan dunia akan datang sendiri kepadanya seraya mengejarnya. Sebaliknya, barangsiapa yang tujuan utamanya meraih dunia, niscaya Allah akan menjadikan kemiskinannya berada di depan matanya, membuyarkan semua potensi yang dimilikinya, dan dunia tidak akan datang sendiri kepadanya kecuali menurut apa yang telah ditakdirkan untuknya“. (HR: Tirmidzi).

150

terpublikasikan karena takut masuk kategori riya‟18

. Banyak bertanya diangggap tabu dan tidak ikhlas ketika ingin mengetahui dan menelusuri lebih jauh kemana dan bagaimana zakatnya dimanfaatkan oleh sang puang imang. Pemahaman ini membuat sang agamawan memiliki ruang kuasa yang luas dan leluasa, namun bukan berarti tanpa kontrol sosial dari masyarakat. Sekali saja sang agamawan diketahui melenceng dari tata aturan norma tradisi, maka mereka akan hancur dan terbuang, bahkan akan terasing secara sosial dalam komunitas.

Konstruksi sosial terhadap agamawan Puang Imang (sang imam) yang terbangun dalam keyakinan ummat bahwa mereka sebagai ulama/agamawan merupakan pewaris kenabian (prophetic) atau sebagai wakil Allah untuk mengatur ummat, memberikan kekuatan untuk memiliki kuasa yang kokoh dan luas dalam ruang agama termasuk zakat dan akibantnya merekapun harus menyesuaikan diri dan tunduk pada konstruksi sosial ummat. Bagi komunitas mematuhi agamawan/ulama adalah sebuah kewajiban yang menyertai kewajiban kepada Allah dan Rasul-Nya. Konstruksi pengetahuan zakat dan peran prophetic

sang puang imang, menggiring ummat berzakat hanya sebatas mematuhi, dan melaksanakan kewajibannya dengan membayarkan zakat ke amil (puang imang/Guru Agama).

Sikap apatis muzakki atas pemanfaatan dana zakat yang telah dikeluarkannya, atau kepercayaan muzakki terhadap amil (puang imang), merupakan hasil dari bangunan pengetahuan yang terbangun melalui proses transfer pengetahuan agama yang dilakukan oleh guru agama dalam komunitas. Konstruksi pengetahuan yang memandang berzakat dan bershadaqah yang baik adalah tanpa perlu diketahui oleh orang lain (memberikan dengan tangan kanan tanpa harus diketahui oleh tangan kiri). Akibatnya motivasi berzakat sebatas memenuhi kewajiban, tidak ada motivasi untuk tahu dan mencampuri lebih jauh atas pemanfaatan dana zakat yang telah di keluarkannya.

Kepemilikan harta dikonstruksi sebagai rezeki yang anugerah Allah yang harus dipertanggungjawabkan, tidak bisa dijamin kesuciannya dan selalu disana ada hak orang lain karena bisa jadi dalam proses memperolehnya menzolimi

18

Lawan dari Ikhlas adalah Riya. Makna riya dapat diartikan di mana seorang muslim memperlihatkan amalnya pada manusia dengan harapan mendapat posisi, kedudukan, pujian, dan segala bentuk keduniaan lainnya. Riya merupakan sifat atau ciri khas orang-orang munafik. Disebutkan dalam surat An-Nisaa ayat 142,

―Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat itu) di

orang lain, sehingga harus dizakati sebagai sebuah prosesi ritual pembersihan harta. Prosesi ritual zakat melibatkan orang yang terpercaya sebagai pemimpin ritual pembersihan harta dari kotoran dan memimpin doa untuk memperoleh berkah dan kedepan memperoleh harta berlipat ganda.

Ritual penyerahan zakat diyakini sebagai proses yang sakral. Pada proses ritual tersebut dilakukan dengan rentetan doa-doa suci, oleh karena itu maka orang suci yang dekat dengan Allah dibutuhkan disini. Konstruksi sosial yang suci dan dekat dengan Allah membuat puang imang menjadi sosok yang paling tepat sebagai pemimpin ritual zakat. Disini bangunan pengetahuan zakat yang memandang zakat sebagai kewajiban pembersih diri dan melipat gandakan harta, dan sebagai proses pelepasan hak atas kewajiban terhadap harta dari muzakki ke mustahik melalui tangan amil (puang Imang).

Ritual transaksi kemudian menjadi awal dari terbangunnya pemaknaan bahwa zakat setelah diserahkan ke imam, maka sejak itu sudah berpindah hak kepada amil untuk disalurkan kepada yang berhak, dan salah satu yang berhak adalah Amil sekaligus sebagai puang imang sebagai kelompok orang yang berjuang di jalan Allah untuk menyiarkan dan menegakkan agama. Lepasnya hak kuasa atas harta dari mustahik ke Amil memposisikan imam yang bertindak sebagai amil menjadi penguasa tunggal atas hak mendistribusikan dan memanfaatkan harta zakat yang terkumpul.

Semua pemahaman di atas memberikan ruang kuasa yang luas kepada sang agamawan/sang imam dalam ruang kuasa zakat dan tatakelolanya. Mereka diposisikan sebagai orang yang diberikan hak oleh Allah, pantas karena memiliki penguasaan pengetahuan dan mendapatkan legitimasi dari ajaran dan masyarakat sebagai hasil dari proses dilalektika konstruksi sosial kuasa agamawan dalam arena berzakat ummat.

5.3.1.3. Lembaga Tatakelola Zakat Melekat Pada Kelembagaan Masjid