• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN TEORITIS

dalam pembahasannya adalah negara demokratis, berkeadilan, memiliki

2.3. Pandangan Teoritis

2.3.7. Teori Pilihan Rasional (Rational Chioce Theory)

Dalam tulisan Coleman, dan juga Little (1991), menjelaskan bahwa teori pilihan rasional dari ekonomi neo-klasik memiliki empat konsep, yaitu: Pertama, individualisme metodologis (Methodological Individualism). Dalam menjelaskan tindakan aktor, teori pilihan rasional dihubungankan dengan susunan sistem sosial yang melingkupinya. Sistem sosial itulah yang kemudian mempengaruhi tindakan aktor. Tindakan aktor dilihat dalam kerangka individual, dan aktor berperan secara rasional, artinya bahwa tindakan seseorang itu mengarah pada satu tujuan dan tujuan itu ditentukan oleh nilai atau pilihan (preference) (Coleman, 1990) yang dipilih dengan pertimbangan rasional. Analisis di tingkat individual lebih disukai karena data biasanya dikumpulkan di tingkat individu dan kemudian disusun untuk menghasilkan data di tingkat sistem sosial. Selain itu intervensi dilakukan untuk menciptakan perubahan sosial.

Kedua, konsep maksimisasi atau optimisasi aktor. Di sini aktor dilihat atau diasumsikan sebagai manusia yang dituntun oleh tujuan. Artinya manusia dalam

50

bertindak selalu didasari oleh tujuan tertentu, dan untuk meraihnya tujuan itu manusia akan mencari cara yang paling efisien. Oleh sebab itu tujuan tersebut menjadi hierarkis. Sejalan dengan itu maka aturan, cara, atau jalan untuk meraih tujuan itupun kemudian bersifat hierarkis. Preferensi di antara kedua hierarki tersebut menghasilkan tindakan ekonomis atau efisien (Polanyi, 2003).

Ketiga, konsep optimum sosial (terkadang disebut Pareto optimum). Optimum sosial diterapkan pada level sistem (bukan lagi individual) merujuk kepada keadaan di mana seseorang tidak bisa lagi memaksimalkan keuntungan tanpa merugikan pihak lain. Dalam teori pengambilan keputusan rasional, optimisasi ini berlangsung dalam interaksi dari tingkatan sistem ke tingkatan individual, dan sebaliknya dari tingkatan individual ke tingkatan sistem sosial.

Keempat, konsep keseimbangan sistem--membandingkan dengan konsep optimum sosial di atas masih memungkinkan peran aktor, sementara dalam konsep keseimbangan sistem ini benar-benar tindakan aktor tidak bisa lagi menentukan sistem. Hal ini disebabkan aktor tidak memiliki insentif dan dorongan untuk berubah.

Coleman (1994) kemudian mencoba membaca teori pilihan rasional ke dalam ruang pertimbangan sosial dengan empat elemen dari sosiologi, yaitu:

Pertama, meraih kegunaan dengan memberikan kontrol kepada aktor lain. Sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat dikontrol oleh aktor. Dalam kondisi informasi sangat langka, maka kepastian hasil suatu tindakan menjadi minimal. Oleh karena itu aktor mempercayakan tindakan mengontrol ini kepada pihak lain. Pada saat itulah ia percaya, atau tepatnya menciptakan kepercayaan (trust), kepada pihak lain. Implikasinya terletak pada perubahan otoritas. Selanjutnva, keefektifan norma tergantung pada kemampuan melaksanakan konsensus itu. Konsensus antar aktor dan pelaksanaannyalah yang mencegah tanda-tanda ketidakseimbangan perilaku kolektif. Namun, jika pemilik otoritas (yang memperoleh kontrol) ternyata banyak, sistem sosial menjadi tidak stabil. Massa akhirnya akan memilih kepada siapa kontrol akan dia berikan sesuai dengan keuntungan tertinggi yang akan dia peroleh.

Kedua, modal sosial (social capital)--ialah aspek informal dari organisasi sosial yang mampu mendukung seorang aktor atau kelompoknya untuk memperoleh sumber daya produktif. Keberadaan modal sosial tergantung dari kedekatan antar warga, kelangsungan suatu hubungan sosial yang sudah terjalin,

dan kemajemukan relasi (orang yang memiliki beragam status dan peranan, lalu berinteraksi dengan orang lain yang juga memegang peranan majemuk, secara tidak langsung akan memperoleh keuntungan yang majemuk atau berlipat pula).

Ketiga, lahirnya hak dari masyarakat. Sejauhmana suatu tindakan tergolong rasional dalam suatu konteks sosial tergantung kepada distribusi hak di sana. Dengan demikian hak tersebut diperoleh dari proses sosial lebih lanjut, sebagai hasil tindakan yang menguntungkan atau untuk kepentingannya sendiri maupun kelompoknya. Implikasinya akan muncul pula hierarki tindakan, yaitu sejauh mana tindakan itu akan memberikan hak yang lebih besar. Jika distribusi hak tidak merata, bisa terjadi proses sosial untuk memperoleh hak tersebut berwujud pada konflik.

Keempat, kelembagaan--mengagregatkan tindakan-tindakan individu untuk membentuk sistem sosial. Di samping itu, kelembagaan juga menerjemahkan kebutuhan sistem sosial ke dalam tindakan-tindakan individu. Sesuai dengan tingkat kesulitan perolehan sumber daya pada masing-masing masyarakat, maka di sana akan ditemukan kelembagaan yang berbeda dalam rangka memperoleh sumber daya tersebut.

Little (1991) mencoba mengajukan teori pilihan rasional yang radikal dengan dilandasi pandangan normatif kulutralisme, yang membawa teori pilihan rasional ke dalam penimbangan akar budaya lokal (culturally specific mode of behavior).

Menurut Litlle, bahwa rasionalitas individu merupakan hasil dari rekonstruksi sosial (culturally constructed), oleh sebab itu maka, rasionalitas individu tidak dapat terhindar dari jebakan etnosentrisme. Little mencoba mengembangkan perspektif teori pilihan rasional dan memperluasnya pada tataran struktural atau kultural. Dengan cara ini lingkup kajian pendekatan teori pilihan rasional mampu menyediakan basis penjelasan sosial dalam ragam konteks kultural dan mendukung generalisasi lintas kultural.

Paradigma pilihan rasional dalam perilaku individu terarah pada tujuan yang dilandaskan pada pertimbangan-pertimbangan kepentingan, biaya, keuntungan, dan keyakinan, serta penjelasannya tergantung pada teori tindakan rasional mean-end yang ditekankan pada utility maximization, oleh sebab itu dapat digambarkan sebagai teori ‖thin‖ dari tindakan individu. Sementara itu teori interpretif dalam postulatnya mencerminkan gambaran ”thick” dari tindakan manusia, yang secara detil mempertimbangkan norma, nilai, kultur, metafor, keyakinan agama, dan

52

praktis. Pendekatan pilihan rasional di sini memiliki kekurangan dalam menjelaskan tentang tiga hal, yaitu: pertama, mengenai kepentingan yang dikejar individu, apakah diarahkan pada kepentingan sendiri, orang lain atau kombinasi;

kedua, aturan (prosedur) yang digunakan untuk mengambil keputusan atas tindakan yang akan dilakukan; ketiga, gambaran lingkungan pilihan, apakah dalam konteks pasar atau institusi khusus di mana individu berfungsi.

Kekurangan pertama terkait dengan konsep narrow economic rationality yaitu suatu model untuk memaksimumkan kepentingan diri sendiri (egoist). Berkaitan dengan lingkungan pilihan di mana pertimbangan individu dilakukan, yang menurut pendekatan pilihan rasional tertuju pada price dan income terkait dengan berbagai alternatif pilihan. Terakhir, terkait dengan peranan norma dan nilai dalam membentuk perilaku individu. Model ini membatasi banyaknya masalah yang dapat diungkap oleh ilmu sosial terapan. Oleh karena itu Little mengajukan konsep ‖rasionalitas praktis yang diperluas‖ (broadened practical rationality). Dalam konsep ini Little berasumsi bahwa individu (agents) memiliki seperangkat tujuan di mana tindakannya diarahkan; separangkat keyakinan tentang lingkungan sosial dan lingkungan alam yang khusus di mana dia berada; dan seperangkat norma yang memainkan peranan dalam mempertimbangkan tindakan yang akan dilakukan.

Teori pilihan rasional dari Little tersebut merupakan gabungan antara aspek individual dan struktural, yang menurutnya dapat diterapkan dalam menganalisis fenomena sosial khusus, dan tidak menolak konsep ‖aggregative explanation‖, sebagaimana yang telah digunakan oleh Philip Huang (1985), Popkin (1979), dan Brener (1976). Kesemuanya menunjukkan adanya perilaku individu rasional sebagai respon terhadap seperangkat insentif dan tekanan-tekanan khusus, dan bagaimana pola perilaku individu tersebut bersifat aggregate di dalam tataran pola makro.

Little (1991) menolak pandangan bahwa tindakan manusia terarah pada tujuan, tetapi dia juga menekankan bahwa tindakan yang dilakukan individu tersebut selalu berada pada ranah sosial yang konkrit, mengandung unsur normatif, ada pada lingkungan politik, dan perbedaan lingkungan tersebut mempengaruhi perbedaan perilaku individu. Dengan mengutip Scott (1979), Little menjelaskan adanya terketerkaitan erat antara tindakan individu dalam mencapai tujuan peribadi yang tidak terlepas dari pertimbangan kondisi lingkungan

masyarakatnya. Pada tataran individual agency terkait dengan motivasi, kalkulasi kepentingan diri, sedangkan pada tataran struktural terkait dengan lingkungan sosial yang menentukan pilihan-pilihan dalam tindakan.

Little (1991) juga memberikan contoh penerapan analisis pilihan rasional radikal dalam karya Polanyi (expressve vs instrumental) dan karya Geertz (interpretive), di mana keduanya menggambarkan model perilaku yang dikendalikan oleh kepentingan diri sendiri secara kultural merupakan bentuk perilaku yang spesifik dalam kultur tertentu. Rasionalitas individu di sini lebih merupakan konstruksi kultural, sehingga merupakan etnosentrisme. Hafner (1983), juga mencoba menunjukkan bahwa rasionalitas dalam ekonomi terlalu sempit dan mengabaikan faktor-faktor nilai dan budaya. Hefner menunjukkan bagaimana rasionalitas masyarakat Tengger yang selalu diwarnai dengan pertimbangan nilai kultural dan agama yang terlihat dalam organisasi ekonomi ritual (economic organization of ritual).

Feeny (1983), dengan mengutip karya James C. Scott (1984) tentang moral ekonomi petani, melihat kaum petani enggan mengambil resiko dan untuk mengamankan diri mereka membangun mekanisme yang bisa menciptakan rasa aman dengan jaminan keamanan sosial dalam bentuk Patron Client dan etika subsisten dan resiprositas. Asuransi sosial petani dapat dipahami sebagai jaminan-jaminan sosial bersifat informal namun penting bagi kehidupan petani miskin. Jaminan-jaminan tersebut menggambarkan semacam model normatif yang hidup, berisi tentang kewajaran-kewajaran dan keadilan-keadilan sosial dan ekonomi (Scot, 1981). Jaminan sosial tersebut selanjutnya sangat mewarnai relasi sosial dan ekonomi dalam sistem sewa, dan bagi hasil petani miskin pedesaan. Feeny juga mengutip Popkin (1979) tentang gambaran rasionalitas kaum petani. Feeny menggambarkan pentingnya politik interpreneurship dalam tindakan organisasi kolektif dan pemaknaan kepentingan ekonomi dalam tindakan politik. Feeny menambahkan dengan pentingnya peran supply dalam perubahan kelembagaan sosial dan pengaruhnya terhadap sifat dan langkah perubahan kelembagaan.

Rasionalitas tindakan individu yang digambarkan oleh Little bahwa di sana dalam pertimbangan-pertimbangan rasional sangat kental dengan nilai-nilai dan norma yang berasal dari agama dan budaya. Hefner dalam melihat rasionalitas masyarakat Tengger menujukkan kalau di sana rasionalitas yang bermain dalam

54

masyarakat petani adalah rasionalitas yang diwarnai oleh etika subsistensi dan resiprositas yang berlandaskan pada nilai-nilai kewajaran secara sosial dan hak-hak subsisten. Sementara Feeny dalam melihat masyarakat petani dengan rasionalitas yang lebih diwarnai oleh pertimbangan-pertimbangan sosial yang berasal dari norma-norma, nilai-nilai budaya, dan semangt kolektifitas.