• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menagih Akuntabilitas

Dalam dokumen BERHARAP PADA 560. Catatan Kinerja DPR (Halaman 52-55)

Salah satu terobosan yang diperkenalkan dalam UU MD3 adalah kepastian tentang penegakan prinsip akuntabilitas di lingkungan DPR melalui penyusunan dan penyampaian laporan kinerja. Pasal 80 ayat (2) UU MD3 memerintahkan setiap fraksi untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja anggotanya dan melaporkannya kepada publik. Aturan itu dipertegas oleh Pasal 18 ayat (6) Peraturan DPR No. 1 Tahun 2009 tentang Tata Tertib dengan ketentuan batasan waktu penyampaian laporan kepada publik, yakni paling sedikit satu kali dalam satu tahun sidang.

Kedua aturan normatif tersebut dengan jelas memandatkan kesembilan fraksi yang ada di DPR untuk menjalankan salah satu upaya mekanisme akuntabilitas individu Anggota DPR. Mekanisme itu dilakukan melalui Laporan Evaluasi Kinerja dengan skema waktu sedikitnya satu kali dalam satu tahun sidang. Artinya, dalam kurun waktu sejak Anggota DPR periode 2009—2014 dilantik per 1 Oktober 2009 (yang merupakan awal dari Tahun Sidang 2009—2010) hingga memasuki Tahun Sidang kedua (2010—2011), Laporan Evaluasi Kinerja Anggota Fraksi harus tersedia dan terdokumentasikan.

Laporan tersebut kemudian harus disampaikan kepada publik dengan segala kemudahan untuk mengakses dan mendapatkannya. Isinya berupa informasi yang akurat serta memenuhi prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, dan Peraturan DPR No. 1 Tahun 2010 tentang Keterbukaan Informasi Publik di DPR. Namun, hingga berakhirnya Masa Sidang I Tahun Sidang 2009—2010, belum ada satu laporan pun yang dapat diakses oleh publik.

Selain sebagai sarana penyampaian informasi kepada konstituen, Laporan Evaluasi Kinerja Anggota DPR juga merupakan bentuk kontrol kualitas oleh fraksi atas kinerja anggota mereka. Evaluasi itu berisikan mulai dari kedisiplinan hingga kontribusi yang sudah mereka berikan dalam kerja-kerja legislasi, pengawasan, dan anggaran, termasuk peran mereka memperjuangkan kepentingan rakyat. Dari sisi yang lebih fundamental, makna representasi yang selama ini terkesan semu berusaha dijawab melalui mekanisme laporan itu. Kuasa yang dititipkan oleh rakyat kepada para wakilnya di DPR diharapkan dapat terkoreksi dan terevaluasi secara periodik.

Ketiadaan Laporan Evaluasi Kinerja Anggota DPR akan mempersulit masyarakat memahami apa yang telah dilakukan wakil mereka. Maraknya kunjungan Anggota DPR ke luar negeri dalam rangka studi banding belakangan ini dapat menjadi salah satu contoh. Sulit bagi masyarakat memaklumi urgensi aktivitas studi banding itu mengingat uang negara yang digunakan sangat besar sementara kondisi ekonomi nasional tak dapat dianggap baik.

Salah satu penyebabnya adalah pemenuhan aspek akuntabilitas yang tidak terpenuhi. Setiap Anggota DPR mengusulkan perlunya kegiatan studi banding.

Pada saat yang sama, DPR dihadapkan pada kegagalan sistematis yang terjadi berulang kali. Kegagalan yang dimaksud adalah mempertanggungjawabkan dan mengolah lebih lanjut berbagai temuan studi banding selama ini untuk kepentingan proses legislasi.

Pemeriksaan Melalui Survei Integritas

Untuk memastikan komitmen fraksi-fraksi di DPR dalam melaksanakan kewajiban akuntabilitas tersebut, PSHK melakukan survei integritas dengan cara mendatangi dan mengajukan permohonan untuk mendapatkan dokumen Laporan Evaluasi Kinerja Anggota Fraksi.

Hingga akhir Desember 2010, dari sembilan fraksi yang ada di DPR, pihak yang dapat diketahui telah melakukan dan mendokumentasikan proses evaluasi terhadap kinerja fraksi, yaitu FPKB, FPG, dan FPD. Sementara itu, informasi tentang enam fraksi lain tidak berhasil didapatkan. Tidak tertutup kemungkinan, keenam fraksi lain menyusun Laporan Evaluasi Kinerja Anggota Fraksi untuk konsumsi internal fraksi tanpa mempublikasikannya ke publik.

Cara ketiga fraksi tersebut menyiapkan, menyusun, dan mendokumentasikan laporan evaluasi kinerja fraksi berbeda-beda. Saat mendatangi Sekretariat FPD, diperoleh informasi bahwa FPD sebenarnya telah mempersiapkan laporan kinerja fraksi untuk 2010, tetapi belum tuntas karena masih ada laporan dari komisi yang belum diserahkan.

Laporan dibuat dua versi. Pertama, laporan dibuat untuk kepentingan internal yang memuat penilaian terhadap semua Anggota FPD. Kedua, laporan dibuat untuk disampaikan kepada publik. Sekretariat FPD memberikan hasil kopi berupa model kliping koran yang berjudul “Perjalanan Setahun Fraksi Partai Demokrat” dimuat di Rakyat Merdeka, edisi Senin, 13 Desember 2010. Isinya, semacam paparan sikap FPD terhadap fungsi legislasi, penganggaran, pengawasan, kiprah fraksi dalam mendukung pemerintah, penguatan kelembagaan fraksi dan kompetensi anggota, serta aksi sosial. Publikasi yang dilakukan FPD itu kurang lebih serupa dengan yang dilakukan FPDIP pada 2008. FPDIP mempublikasikan laporannya di Kompas, Juli

2008. Bedanya, FPDIP mengelompokkan isu yang menarik perhatian masyarakat selama 2008. Kemudian, laporan itu dilengkapi pandangan fraksi; disertakan pula dua nama Anggota FPDIP yang memegang peran dalam isu terkait berikut nomor telepon selular yang dapat dihubungi.

Temuan yang berbeda ada pada laporan kinerja fraksi versi FPG. Laporan yang dimaksud sebenarnya tidak tersedia; hanya ada laporan setiap komisi dan hasil reses. Menurut pengakuan salah seorang staf Sekretariat FPG, kalaupun nanti dibuat laporan evaluasi kinerja fraksi untuk 2010, laporan itu hanya untuk kepentingan internal.

Laporan yang dihasilkan FPKB dapat dikatakan lebih baik dari kedua fraksi sebelumnya, yakni FPD dan FPG. FPKB adalah fraksi pertama yang mengumumkan dan mempublikasikan laporan kinerja fraksinya sepanjang 2010 dalam bentuk buku kepada masyarakat. Isinya cukup lengkap, mulai dari cetak biru FPKB, daftar kerja unggulan25, hingga kiprah fraksi dalam pelaksanaan fungsi-fungsi kelembagaan DPR.

Laporan evaluasi kinerja dari ketiga fraksi tersebut memiliki persamaan, yaitu didominasi deskripsi dan dokumentasi kegiatan fraksi, tetapi dangkal dalam hal penilaian kinerja individu anggota fraksi. Padahal, Pasal 80 ayat (2) UU MD3 dan Pasal 18 ayat (6) Tata Tertib DPR sangat jelas memerintahkan penyampaian laporan evaluasi kinerja fraksi ditujukan kepada individu (anggota) fraksi. Bahkan, untuk menelusuri pernyataan-pernyataan individu anggota fraksi, baik di dalam maupun luar rapat, datanya pun tak tersedia.

Survei integritas yang dilakukan PSHK juga menemukan adanya permasalahan di lingkungan sekretariat fraksi, terutama dalam hal penyediaan informasi ke publik. Sebagai contoh, masih ada staf sekretariat fraksi yang belum mengetahui apa yang dimaksud dengan laporan evaluasi kinerja fraksi. Beberapa dari mereka juga belum dapat memastikan ketersediaan dokumen.

Namun, fakta yang menarik adalah adanya dua Anggota DPR yang menerbitkan laporan pertanggungjawaban kinerja tahunan secara individu, yaitu Akbar Faizal (Fraksi Partai Hanura) dan Harry Witjaksono (FPD). Selain itu, ada pula praktik publikasi profil dan kegiatan Anggota DPR melalui situs web pribadi, seperti yang dilakukan oleh Basuki T. Purnama (FPG) melalui situs www.ahok.org dan Ramadhan Pohan (FPD) melalui situs www.ramadhanpohan.com.

Laporan Pengelolaan Anggaran

Selain kewajiban fraksi melakukan evaluasi kinerja anggotanya dan melaporkan kepada publik, UU MD3 juga memerintahkan DPR untuk melaporkan pengelolaan anggaran kepada publik dalam laporan kinerja tahunan. Pasal 73 ayat (5) UU MD3 secara jelas dan tegas mengatur tentang kewajiban kelembagaan DPR menjalankan prinsip akuntabilitas, yaitu melaporkan pengelolaan anggaran kepada publik dalam laporan kinerja tahunan.

Dalam pelaksanaannya, kerangka waktu yang menjadi ruang lingkup laporan kinerja tahunan setidaknya dapat dibagi dalam empat pemahaman. Pada akhirnya,

25 Daftar kerja unggulan antara lain persoalan anggaran 10% untuk desa, pembangunan infrastruktur, lingkungan hidup, pahlawan devisa, pemberantasan korupsi, hingga usulan program partai.

DPR harus menentukan kerangka waktu kinerja tahunan yang digunakan agar mengetahui waktu yang pasti laporan itu harus dipersiapkan dan dipublikasikan.

Sebenarnya, empat pemahaman tersebut, yaitu:

a. kinerja tahunan berdasarkan Tahun Sidang yang dimulai setiap 16 Agustus dan diakhiri pada 15 Agustus tahun berikutnya;

b. bersamaan dengan Pidato Ketua DPR pada Rapat Paripurna DPR peringatan ulang tahun DPR setiap tahunnya yang pada periode 2009—

2010 mulai dibiasakan disertai dengan penyampaian Laporan Kinerja DPR, yaitu setiap 30 Agustus;

c. kinerja tahunan dimulai sejak Anggota DPR resmi dilantik, mulai dari 1 Oktober 2009 hingga 1 Oktober 2010 dan seterusnya; serta

d. dihitung setiap akhir tahun (31 Desember).

Apabila menggunakan ketiga kerangka waktu pertama, semua batas waktu sudah terlewati. Mulai saat ini, seharusnya DPR sudah dibebankan atas utang pelaporan pengelolaan anggaran. Sementara itu, kerangka waktu yang terakhir tidak lazim digunakan karena DPR tidak pernah menggunakan akhir tahun sebagai patokan waktu. Dengan demikian, DPR dapat memilih salah satu alternatif dari kerangka waktu pertama, kedua, ataupun ketiga sebagai pijakan batasan kinerja tahunan dalam menjalankan mandat Pasal 73 ayat (5) dan Pasal 225 ayat (5) UU MD3.

B. Independensi Anggota dan Keterwakilan 

Dalam dokumen BERHARAP PADA 560. Catatan Kinerja DPR (Halaman 52-55)