• Tidak ada hasil yang ditemukan

Novisca Dyah Ayu L.

Dalam dokumen KOPI CAFE DAN CINTA Antologi Cerpen Beng (Halaman 33-40)

Lonceng tanda pulang sekolah telah berbunyi. Sesampainya di rumah, Mama sudah menyiapkan makan siang untuku. Ayam goreng pun habis aku santap di meja makan. Mama yang melihatku makan begitu lahapnya hanya menggelengkan kepala. Selesai makan aku duduk di teras rumah dan bermain-main dengan Lala, kucingku yang pintar dan cantik. Lala selalu menemaniku dalam keadaan apa pun. Lala selalu mengerti setiap keinginanku.

Bang Rado, abangku, orangnya super jail. Dulu aku sering dibuat menangis olehnya. Menurut teman-teman sekolahku, abangku orangnya ganteng dan pesonanya bikin cewek-cewek tertarik. Memang sejak SMP dia selalu pintar menaklukan hati cewek,

“Wah Icha, udah pulang sekolah Cha? Lagi main sama Lala, ya?” Bang Rado yang baru pulang kuliah sok menyapaku dengan mengelus-elus kepala Lala.

“Udah tahu, tanya lagi!” jawabku ketus.

“Kok ditanya jawabnya jutek sih, adiku yang cantik!” dengan tangannya mencubit pipiku.

“Tumben baik? Pasti ada maunya?” selidikku.

“Enggak. Cuma mau minta tolong saja. Nanti kalau Filla datang ke sini, tolong bilang saja kalau aku lagi pergi, nganterin Mama membeli bunga.”

“Tapi, kan Mama beli bunganya nanti sore sama Papa, Bang?” kataku sambil mengkerutkan kening.

“Alah …, bilang aja gitu Cha, nanti gue kasih surprise, deh!” “Oke! Awas Saja ngasih kecoa! Tidak akan pernah aku tolongin lagi!”

“Makasih, adiku yang cantik.”

Bang Rado dengan mencubit pipiku dan bergegas masuk rumah. ***

“Permisi,” suara wanita terdengar dari pintu gerbang.

“Iya…! Tunggu sebentar!” teriakku sambil berjalan menuju gerbang.

“Cha, abangmu ada?” tanya Kak Rusyda dengan suara yang lembut.

Aku pun terdiam sejenak dan berpikir. Tadi kata Bang Rado kalau Kak Filla datang, suruh bilang kalau Bang Rado lagi nganterin Mama membeli bunga. Peraturan ini berlaku nggak ya buat Kak Rusyda.

“Sayang…, sudah lama? Gimana sih Cha, kok pacarku tidak disuruh masuk?” Bang Rado yang tiba-tiba keluar dari rumah menuju gerbang.

“Baru saja nyampek kok. Langsung berangkat, yuk!” Kak Rusyda langsung menggandeng tangan Bang Rado untuk masuk ke mobil.

“Inget pesanku tadi, ya Cha!” teriak Bang Rado dari mobil dan langsung melaju kencang.

“Dasar playboy nggak modal! Masa pergi pakai kendaraan milik ceweknya, sih?” desisku lirih.

***

Aku dan Lala yang lagi asik menonton teve. Tiba-tiba terdengar bunyi bel depan rumah.

“Pasti Papa?” kataku lirih dengan berjalan menuju pintu. “Hai Icha, abangmu ada?” suara Kak Filla yang serak-serak basah mengawali pembicaraan setelah aku membuka pintu.

“Oh, baru aja pergi sama Mama beli bunga, Kak” jawabku dengan menggaruk kepala.

“Kira-kira pulang jam berapa ya? Tadi aku telepon handphon-nya nggak bisa” dengan wajah kecewa dan cemas.

“Mungkin nanti sore, Kak!” jawabku dengan keningku meng- kerut.

“Ya sudah besok Kakak kesini lagi saja. Tolong sampaikan ke Abangmu ya, Cha. Kakak pulang dulu, salam buat Papa dan Mama,” katanya dengan wajah yang penuh kekecewaan.

“Iya Kak, hati-hati ya. Pasti nanti aku sampaikan!” balasku yang membuat Kak Filla tersenyum.

Kak Filla pun bergegas pergi. Aku dan Lala melanjutkan menon- ton teve di ruang keluarga. Tak terasa aku tertidur hingga jam makan

malam. Mama tidak membangunkanku. Mungkin Mama tahu kalau aku suntuk menyelesaikan tugas-tugas di sekolah. Aku pun segera mandi dan menyusul ke ruang makan. Terlihat Mama, Papa, dan Bang Rado sedang menungguku untuk makan malam bersama.

“Eh…, Tuan Putri sudah datang. Kita baru bisa makan nih, padahal perutku sudah keroncongan dari tadi,” ledekan Bang Rado di meja makan.

“Sini, Sayang!” kata Papa dan Mama kompak.

“Maaf, ya Pa, Ma, Icha ketiduran,” jawabku sedikit menghela nafas.

“Ih, tadi habis buat pulau di bantal, ya Cha. Ih jorok, bau. Mama, besok bantalnya langsung dicuci, ya jangan sampai baunya menyebar ke seisi rumah ini!” ejekan Bang Rado dengan tertawa lepas.

“Apa sih! Kamu tuh yang jorok. Diam kenapa? Lihat saja nggak bakalan gue bantuin lagi besok-besok!” balasku dengan wajah yang memerah.

“Sudah-sudah ini meja makan bukan tempat sidang!” Mama mencoba meleraiku dengan Bang Rado.

“Bang Rado yang mulai duluan! Oh iya, tadi Kak Filla ke sini, Ma, nyariin Si playboy gak modal ini! Oh ya, Kak Filla titip salam buat Mama sama Papa,” ujarku dengan suara lantang yang menyindir Bang Rado.

Bang Rado tiba-tiba tersedak dan Mama segera memberikan segelas air putih, sedangkan Papa hanya tersenyum.

“Oh, iya surprize yang aku janjiin tadi siang sudah ada di kamarmu, Cha!” ujar Bang Rado dengan wajah yang tidak meyakinkan.

***

Setelah selesai makan malam aku langsung bergegas masuk kamar dan membayangkan surprize yang diberikan Bang Rado kepadaku. Saat menaiki tangga aku baru sadar bahwa Lala tidak bersamaku. Biasanya Lala selalu menemaniku. Ketika aku mandi pun Lala selalu menungguku di depan pintu kamar mandi. Aku bingung mencari Lala, di dapur, di kamar Papa, Mama, ruang tamu, ruang keluarga, ke semua ruangan sudah aku geledah sampai taman depan rumah pun sudah aku cari, tetapi hasilnya nihil. Lala menghilang bak

ditelan bumi, padahal tadi saat menonton teve, bahkan ia juga tidur di sampingku.

“Ma, tahu Lala?” teriakku dengan wajah yang bingung.

“Enggak, Sayang. Dari tadi kan main sama kamu,” jawab Mama yang sedang melihat-lihat majalah di ruang keluarga.

“Pa, tahu Lala?

“Enggak, dong. Tadi kan tidur di depan teve sama kamu,” jawab Papa yang sedang sibuk menyelesaikan tugas kantornya.

Aku memang sengaja tidak menanyakan Lala pada Bang Rado karena pasti dia akan mengejek dan menertawakan aku. Aku pun bergegas masuk kamar. Perasaanku sedih kehilangan Lala malam ini. Saat aku merebahkan tubuhku, terdengar suara Lala disekitar ruang kamarku.

“Meaong, meaong”

Saat aku mencari-cari di mana asal suara itu, ternyata suara itu adalah Lala yang ada di bawah tempat tidur dengan kaki terikat serta badan Lala penuh dengan cat. Dan aku menemukan surat yang bertuliskan seperti ini.

Cha, ini surprize buat kamu. Lala aku bikin anak gaul. Aku kasih cat biar tambah funky men. Dari Abangmu paling ganteng.

Rado.

“Mamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!” teriakanku

“Iya, kenapa Icha?” Mama yang terlihat panik menghampiri kamarku.

“Ini Ma, Lala jadi kayak gini gara-gara Bang Rado,” kataku sambil meneteskan air mata.

“Haduh, Lala malang sekali nasibnya. Sudah-sudah jangan menangis!” Mama memeluku dan mengusap air mata yang menetes membasahi pipiku.

“Ada apa, Ma? Icha kenapa?” tanya Papa yang langsung datang ke kamarku dengan raut wajah panik.

“Ini, Pa. Si Lala jadi kayak gini. Ini pasti ulah Rado!” Mama menjelaskan kepada Papa.

paling cantik pasti tidak cengeng, kan? ” Papa mencoba menenang- kanku.

“Tapi Bang Rado, Pa, bikin kesel!” letusku dengan terus menetes- kan air mata.

“Abangmu sayang kok sama kamu, makanya dia senang sekali menjailimu” hibur Papa mengheningkan suasana.

Perasaanku masih kesal, rasanya ingin aku caci maki tuh playboy nggak modal. Kamarnya yang bersebelahan dengan kamarku. Teramat berisik suara dari kamarnya. Seperti biasa Bang Rado menutar musik sampai bikin gendang telinga mau pecah.

***

Pagi telah menyambut, semua sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan, termasuk Bang Rado.

“Tuan Putri mau makan apa?” seloroh Bang Rado.

Aku pun hanya terdiam karena masih marah mengenai perlakuannya tadi malam.

“Meaong..meaong.”

Suara Lala yang meraung-raung juga kesal melihat Bang Rado. “Icha kok diem? Sakit gigi, ya? Wah nanti harus di bawa ke dokter tuh biar di suntik giginya,” ledek Bang Rado semakin menjadi.

“Mau ayam goring, nggak?” Aku tetap diam tak bereaksi

“Nggak mau, ya. Ya sudah. Ayam gorengmu aku makan, ya? Nyam, nyam,” ujar Bang Rado yang membuat wajahku mulai meme- rah menahan amarah

“Ini, La. Gue kasih. Enak, kan?” ujar Bang Rado menyodorkan setengah daging ayam kepada Lala

“Meaong,” Lala mengiyakan ucapan Bang Rado

Aku tetap diam dan semakin kesal melihat Lala menikmati ayam yang Bang Rado berikan. Aku hanya minum susu yang sudah disedia kan Mama. Setelah selesai aku pamitan dengan Papa Mama tanpa mempedulikan Bang Rado di sebelahku. Dalam hati aku masih dongkol dan marah dengan Bang Rado, aku lalu menceritakan kepada sahabatku Devi.

“Hah sampai segitunya?” ujar Devi setelah aku selesai bercerita “Iya, dia keterlaluan banget!” ujarku menunjukan kekesalan

“Abangmu emang harus dikasih pelajaran, Cha. Biar dia ka pok!” Devi memberi solusi

“Tapi apa? Nanti kalau aku kerjain balik, dia bakalan lebih ngeri lagi ngerjain aku”

“Gini, dia paling takut sama apa? Kamu kan adiknya pasti tau dong kelemahan abangnya apa? Manusia itu nggak ada yang sempurna, Cha,” ujar Devi.

“Hmmm, aku inget sekarang kalau Abangku paling takut kalau ketahuan selingkuh.”

“Nah, mendingan kamu jebak, tuh Abangmu” ***

Sepulang sekolah aku mengatur rencana supaya bisa menjebak Bang Rado. Di teras rumah aku dan Lala bermain seperti biasa tapi kini aku banyak diam karena memikirkan strategi yang tepat.

“Icha,” suara lembut dari dalam rumah memanggilku

“Eh, kak Rusyda? Udah lama kak?” suaraku yang mendadak serak.

“Sebelum kamu pulang sekolah, kakak sudah didalam, Cha. Sekarang mau ke Mall cari baju sama Abangmu,” kata Kak Rusyda dengan tatapan wajah yang berbinar.

Aku bergegas masuk kamar dan segera menelefon kak Filla, aku akan ajak kak Filla ke Mall biar bisa mergokin Bang Rado dengan kak Rusyda.

***

“Kak Filla?” teriaku dengan melambaikan tangan pada kak Filla yang terlihat di seberang toko dalam Mall. Kak Filla pun menghampiriku.

“Ada apa, Cha? Kok ngajak ketemu disini?” suara kak Filla yang terdengar tenang dan dewasa.

“Kasihan kak Filla harus jadi korbannya Abangku yang playboy itu,” desisku lirih.

“Apa sih, Cha? Kakak nggak denger,” kata Kak Filla sambil memegang tanganku.

“Nggg, ngajak jalan-jalan aja. Icha bosen kak dirumah,” jawabku bohong.

“Ya sudah kita lihat baju-baju disana, yuk! Biasanya Abangmu selalu nemenin kakak cari baju disana,” ajak Kak Filla.

Dari jauh terlihat Bang Rado sedang menemani Kak Rusyda melihat-lihat kemeja. Aku pun segera menggandeng kak Filla untuk menghampiri mereka.

“Abaaaaaaang!” teriaku dari belakang Bang Rado seakan-akan kaget. Bang Rado dan kak Rusyda membalik arah yang menatap aku dan Kak Filla.

“Nggak nyangka Abang punya dua pacar. Sadar, Bang kasihan kakak-kakak cantik ini,” ucapan panjangku dengan menggeleng- gelengkan kepala.

Suasana pun tiba-tiba menjadi hening, keheningan yang cukup membosankan. Tiba-tiba Bang Rado, Kak Filla, dan Kak Rusyda tertawa terbahak-bahak. Bang Rado sampai mengusap air mata yang keluar dari matanya, sedangkan Kak Filla dan Kak Rusyda tertawa dengan memegang perut mereka. Aku bingung melihat kejadian ini. Mengapa mereka malah tertawa, bukankah seharusnya mereka bertiga bertengkar.

“Icha, Icha kedua kakak cantik ini memang benar pacar Abang. Tetapi, mereka yang memaksa Abang untuk menjadi pacar mereka, karena mereka berdua nggak akan rela kehilangan Abang,” ujar Bang Rado dengan menahan tawa

“Iya, Cha, kami yang setuju kalau diduakan,” Kak Filla menyam- bung.

“Bener, Icha, kami sama-sama sayang sama Abangmu,” Kak Rusyda menambahkan.

Dalam dokumen KOPI CAFE DAN CINTA Antologi Cerpen Beng (Halaman 33-40)