• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembentukan Struktur-Aktor Tambang dalam Rentang Ruang dan Waktu Waktu

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

1. Tinjauan Pustaka

1.2. Strukturasi dalam Kontestasi Aktor Tambang di Ruang Tambang

1.2.1. Pembentukan Struktur-Aktor Tambang dalam Rentang Ruang dan Waktu Waktu

Istilah agen5 adalah khas Giddens. Namun menyangkut agensi maka banyak tokoh lain yang menggunakannya6. Agen dalam penjelasan ini tidak dapat diungkap dengan istilah agen semata. Penjelasan tentang agen hendaknya dikaitkan dengan aspek sosial kehidupan agen hingga kemudian dikenal dengan apa yang disebut sebagai agensi. Sederhananya, ‘action’ or agency, as I use it, thus does not refer to series of discrete acts combined together, but to a

continuous flow of conduct (Giddens, dalam, Calhoun, et.al, 2003: 233). Dalam

penelitian ini agen adalah aktor tambang. Aktor tambang bertindak. Aktor bertindak dilatar belakangi oleh maksud (intentions) dan alasan (reasons) yang kemampuan [maksud dan alasan] mengemukakan itu muncul melalui kesadaran praktis (practical consciousness)7. Aktor tambang sebagai agensi manakala aktor tambang itu telah dihubungan aktor-aktor lain seputar tambang. Oleh karena itu kontestasi aktor dipertambangan hendaknya dilihat sebagai aktor tambang dalam agensinya (Giddens, 2010a: 14).

Sebagaimana diungkap bahwa aktor tambang yang muncul dalam hubungannya dengan aktor lain seputar tambang adalah kesadaran praktis aktor

5

Penjelasan istilah agen oleh Giddens disamakan dengan aktor. Cf. Anthony Giddens, Teori Strukturasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010a, hlm. xxii. Namun ketika memahami uraian Giddens lebih lanjut maka istilah tersebut di Indonesia dapat disamakan tokoh, figur atau subjek/individu bertindak. Juga disamakan dengan elit (elite) sebagaimana dipakai oleh Mosca, Pareto, Michels, Dahrendorf, Kartodirdjo dll ketika menjelaskan the ruling class atau „ratu adil‟nya Sartono Kartodirdjo, Sinar Harapan, 1992. Oleh karena itu sebatas penyebutan maupun penulisan dapat digunakan saling bergantian.

6

Lihat Emir dan Mische, What is Agency?, New School for Social Research, AJS, Vol. 103, No. 4, Januari 1998

7

Dimaksudkan kesadaran praktis adalah tindakan yang dianggap aktor benar tanpa mampu mengungkapkan dengan kata-kata tentang apa yang mereka lakukan. Konsep kesadaran praktis perlu diungkap karena Giddens juga menjelaskan kesadaran lain yang disebutnya sebagai kesadaran diskursif. Kesadaran diskursif memerlukan kemampuan untuk melukiskan tindakan kita dalam kata-kata. Kesadaran praktis maupun struktur muncul melalui proses praktik sosial.

16 dalam dimensi ruang-waktu. Dalam kesadaran praktis setiap aktor tambang selalu merupakan proses pengulangan [reproduksi]. Pengulangan hakekatnya menyangkut dimensi ruang, sehingga di sini tentu sulit untuk menjelaskan waktu tanpa mengacu pada metapora spasial. Sifat pengulangan [reproduksi] sosial selalu berulang di ruang tambang, yang dipandu oleh tradisi dan secara tidak langsung ditujukan pada pengalaman maupun pemetaan akan waktu. Jadi aktor tambang sebagai agensi sosial adalah pilihan tindakan menyangkut dimensi ruang-waktu; dan terkait sosial adalah kemampuan dalam aktor menciptakan pertentangan-pertentangan. Aktor sosial [tambang] yang diikuti oleh massanya selalu ada hubungan dengan pertentangan-pertentangan itu; sehingga manakala seorang aktor kehilangan ke-aktor sosial-nya adalah karena kegagalannya dalam menciptakan pertentangan-pertentangan.

Dengan demikian dalam praktik sosialnya bahwa ketika aktor-bertindak dalam hubungannya dengan kontestasi aktor di ruang tambang maka beragam elemen ikutan terlibat. Secara sederhana dapat diringkas bahwa keterlibatan aktor-bertindak di ruang tambang dapat dirumuskan dalam dua faktor penyebab yaitu dari dalam dan dari luar. Berkenaan dengan dari dalam yaitu hadirnya aktor itu sendiri yang dibentuk oleh struktur/ruang tambang dan bentukan-bentukan yang bekerja secara dualitas. Pergulatan struktur-aaktor tambang tersebut, meminjam dualisme atau dalam batasan tertentu Bourdieu yaitu, melakukan objektivikasi maupun subjektivikasi adalah faktor penyebab struktur-aktor tambang yang ditentukan dari luar. Formasi inilah yang dapat digunakan untuk menjelaskan bahwa struktur-aktor tambang dalam kontestasi aktor di ruang tambang perebutan tidak pernah berdiri sendiri.

Selanjutnya struktur-aktor tambang di mana aktor-tambang-bertindak selalu berlangsung dalam ruang dan waktu. Berkenaan dengan ruang dan waktu dalam praktik sosial masyarakat modern maupun pra-modern menyangkut persoalan kehidupan sehari-hari. Tetapi dalam masyarakat modern bahwa waktu lebih utama dibandingkan dengan ruang. Berbeda dengan masyarakat pra-modern bahwa ruang-waktu adalah bagian dalam sosiokultural mereka. Dalam masyarakat modern waktu menunjuk pada ketepatan dan capaian tujuan-tujuan, sementara ruang dianggap sebagai bagian yang tidak terlalu penting. Dalam konfigurasi tahap lanjut, penjelasan-penjelasan ini masuk ke dalam struktur yang mengikat melalui sistem sosial. Agen bertindak, kata Giddens, adalah sosok

17

yang karena dialektikanya dengan struktur merubahnya menjadi agensi. Sosok aktor yang agensi adalah mereka yang memiliki sumberdaya-sumberdaya. Pada dasarnya sumberdaya-sumberdaya demikian sama dengan yang dimiliki oleh agen lain; perbedaannya adalah karena sumberdaya-sumberdaya atau tepatnya sumberdaya yang telah terlekatkan kekuasaan.

Aktor dalam kontestasi di ruang tambang adalah aktor yang memiliki sumberdaya-sumberdaya kekuasaan. Sumberdaya-sumberdaya kekuasaan dalam ruang sosial pertambangan merupakan modalitas/sarana yang dimainkan aktor untuk mencapai tujuan. Dengan demikian bahwa sumberdaya kekuasaan memiliki arti khusus terutama kemampuannya dalam menggerakkan terhadap sesuatu objek yang menjadi sasaran untuk digerakkan. Objek yang ingin digerakkan adalah untuk kepentingan aktor bertindak tadi. Dalam relasi dualitas adalah kemampuan aktor melalui sarana/modalitas sumberdaya kekuasaan yang memiliki kemampuan untuk menggerakkan massa. Pergerakkan dalam pengertian ini tidak sekadar pergerakan melain pergerakan yang mengandung muatan-muatan. Aktor dalam konteks pertambangan adalah kemampuan aktor dalam memposisikan diri menggunakan sarana/modaitas sumberdaya kekuasaan yang penggunaannya sangat tergantung pada sejauh mana kebutuhan atau yang diinginkan objek/massa. Kebutuhan akan ekonomi oleh massa tambang misalnya maka sumberdaya yang digunakan aktor adalah sumberdaya kekuasaan alokatif; sebaliknya kebutuhan massa tambang dalam ruang tambang memerlukan kekuasaan (yang bagi massa untuk kepentingan mereka sendiri) maka distribusi yang diberikan aktor terhadap massa tambangnya adalah sumberdaya kekuasaan otoritatif.

Selanjutnya melalui operasionalisasi sumberdaya kekuasaan baik sumberdaya kekuasaan alokatif maupun sumberdaya kekuasaan otoritatif itulah kemudian aktor tambang sebagai aktor agensi lantas menggunakannya sebagai basis dalam melakukan pertentangan-pertentangan. Motif atau tujuan aktor-tambang-bertindak dengan pertentangan-pertentangan menunjuk kemampuan mengikrar diri hingga diikuti massa tambang guna mendapatkan legitimasi sekaligus menempatkan sosok dirinya sebagai agen sosial. Dalam praktik sosial semua itu berjalan dalam realitas historisnya dan proses tersebut bergerak dalam sosial sosial tambang yang terus menerus direproduksi hingga mengukuhkan dialektika struktur-aktor tambang itu sendiri.

18 1.2.2. Dualitas Struktur-Aktor Tambang dalam Praktik Ruang Tarung

Tambang

Hubungan antara struktur-agensi selalu dalam relasi dualitas. Dimaksud, adalah hubungan aktor tambang dengan struktur yang membentuk aktor tambang itu dalam praktik sosial yang berulang (Ritzer dan Goodman, 2010: 507). Di sini aktor tambang dalam dualitasnya (timbal-balik) berlangsung secara internal internal dan mengekang (constraining) namun juga memungkinkan lahirnya aktor tambang-bertindak (enabling). Dualitas struktur ini terjadi dan berlangsung dalam praktik pertambangan dan direproduksi dalam interaksi yang terpola dalam lintasan ruang-waktu. Pergulatan aktor tambang dengan aktor lainnya terjadi dalam perulangan8.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dualitas. Pengenaan terhadap keduanya menunjukkan bahwa relasi dualitas berulang di mana agen menunjuk pada sosok pelaku (aktor/orang) dalam arus kontinum tindakan, sementara struktur merupakan aturan-aturan (rules) dan sumberdaya-sumberdaya (resourses) atau seperangkat relasi-relasi transformatif yang ditata dalam ruang sistem-sistem sosial. Dalam struktur terjadi perulangan [reproduksi] antar aktor yang disusun sebagai praktik sosial yang teratur dan terlembagakan serta stabilisasikan dalam ruang-waktu. Aneka kondisi yang mempengaruhi kontinuitas atau transformasi struktur adalah juga reproduksi sistem (Giddens, 2009: 115) atau strukturasi. Di sini strukturasi menyangkut sifat struktural yang sama dan ikut aktif dalam membentuk subyek/aktor seperti halnya dalam obyek/masyarakat. Dalam struktur, dengan demikian adalah kemampuan

membentuk „kepribadian‟ dan masyarakat secara serentak, tetapi tidak utuh,

karena menyangkut signifikasi konsekuensi tindakan yang tidak dikehendaki. Dari sini tidaklah cukup karena strukturasi tersebut sebagaimana dipaparkan di atas bersifat internal. Dalam konteks perubahan maka pergerakan strukturasi atau struktur-agensi hanya berada di dalam (enabling). Hubungannya dengan kontestasi aktor dalam memperebutkan sumberdaya timah tidak dapat

8

Artinya, aktivitas bukanlah dihasilkan sekali jadi oleh aktor sosial, tetapi secara terus menerus mereka ciptakan-ulang melalui suatu cara, dan dengan cara itu juga mereka menyatakan diri mereka sendiri sebagai aktor. Di dalam dan melalui aktivitas mereka, agen menciptakan kondisi yang memungkinkan aktivitas itu berlangsung. Struktur dengan demikian diciptakan ulang di dalam dan melalui rangkaian praktik sosial berulang-ulang yang diorganisir oleh praktik sosial itu sendiri. Dengan kata lain, apapun yang terjadi, takkan menjadi struktur seandainya individu tidak mencampurinya. George Ritzer dan Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Modern, Prenada, Jakarta, 2011, hlm. 508

19

terjelaskan oleh aktor yang melulu berdialektika dengan strukturnya di luar tambang. Diakui bahwa pergerakan struktur dengan sendirinya menyiratkan adanya pengaruh kuat akan peran kekuasaan. Pada dasarnya kekuasaan sebagai kemampuan seorang aktor untuk mewujudkan keinginan-keinginan; sekaligus mengorbankan kepentingan dan keinginan pihak lain yang boleh jadi menentangnya (di sini Giddens meminjam kekuasaan versi Weber). Dalam institusi-institusi kekuasaan boleh jadi diperlakukan sebagai sumberdaya-sumberdaya di mana sumberdaya-sumberdaya-sumberdaya-sumberdaya itu diperlakukan sebagai kendaraan kekuasaan yang terdiri struktur dominasi, signifikansi dan legitimasi yang dimunculkan dalam aturan-aturan dan praktik sosial.

Penjelasan berikut bahwa struktur dominasi (domination) yang mencakup skema kekuasaan atas orang (politik) dan barang (ekonomi), struktur signifikasi (signification) yang menyangkut skema simbolik, penyebutan dan wacana; dan struktur legitimasi (legitimation) menyangkut skema peraturan normatif yang terungkap dalam tatanan hukum (Gambar 2.1).

Struktur

Modalitas

Interaksi

Gambar 2.1

Dualitas Struktur-Agensi dari Giddens9

Membaca teori strukturasi Giddens di atas adalah juga dualitas sebenarnya sudah cukup untuk menjelaskan pertarungan aktor tambang di Bangka. Tidak akan ada aktor-aktor yang bertarung adalah keinginan mereka sendiri tanpa ada faktor eksternal yang mempengaruhinya. Sekurang-kurangnya penentuan dan penetapan harga timah dalam kasus Bangka misalnya cukup realistis untuk

9

Antony Giddens, Teori Strukturasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010a, hlm. 46 Signifikansi Dominasi Legitimasi

Bingkai Interpretatif

Fasilitas Norma

20 mengungkapkan tentang adanya keterlibatan pihak luar dari aktor-aktor yang bertikai itu. Boleh saja jika ingin mengungkap semata dualitas tetapi hendaknya dipahami pula bahwa timah bukan barang yang dapat langsung dimanfaatkan, sehingga untuk sampai kepada pemanfaatan diperlukan proses tambahan dan tambahan mana tidak mungkin dilakukan oleh aktor yang bertikai tadi. Meminjam Marx sebagai Komoditas-Modal-Komoditas. Artinya ada pihak lain di luar aktor-aktor bertikai yang ikut menentukan permainan itu. Berdasarkan argumentasi inilah dalam tinjauan pustaka ini cukup dibangun dengan dualitas belaka (Giddens, 2010a: xxix). Hubungan antar konsep tindakan dengan kekuasaan di tingkat perilaku strategis, menurut Giddens (2009: 273) berwujud: adanya ketidak-sesuaian sumberdaya (dominasi); relasi otonomi/ketergantungan (kekuasaan); relasi antagonisme atau perjuangan (konflik); dan oposisi prinsip-prinsip struktural (kontradiksi). Hubungan-hubungan antar konsep tindakan dengan kekuasaan dalam suatu sistem yang integratif berlangsung dalam rentang ruang-waktu.