• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Masyarakat

Dalam dokumen full proseding JILID 1 (Halaman 149-151)

MODEL PEMBERDAYAAN TRANSFORMATIF DALAM MEREKONSTRUKSI LIFE SKILL MASYARAKAT MELALUI SEKOLAH KOMUNITAS PERBATASAN DI KALIMANTAN BARAT

TINJAUAN PUSTAKA 1 Wilayah Perbatasan

2. Pemberdayaan Masyarakat

Kehidupan masyarakat yang tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup yang membuat mereka tergolong dalam masyarakat miskin. Hal ini menjadi salah satu sasaran dalam pemberdayaan masyarakat yakni bagaimana masyarakat yang tidak berdaya ini kemudian diberdayakan dan diintegrasikan model-model pembangunan. Pembangunan dapat dilakukan dengan melakukan pemberdayaan kelompok-kelompok masyarakat dengan pemanfaatan sumber daya yang ada. Pemberdayaan masyarakat (communty development) merupakan

suatu tindakan atau proses dalam melakukan perubahan terhadap masyarakat yang tidak memiliki kekuatan (powerless) untuk mengakses dan mendapatkan sumber daya yang potensial untuk peningkatan kualitas hidup.

Pemberdayaan dilakukan untuk mingkatkan kemajuan dan pembangunan kesejahteraan masyarakat baik secara ekonomi maupun sosial. Sehubungan dengan program pembangunan maka aspek yang hendak dicapai adalah kemandirian masyarakat, yang meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan (Kesi, 2011)

Suharto (2010) menyatakan pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, memperoleh sumber-smber produktif dan mampu berpartisipasi dalam proses pembangunan. Lebih lanjut Anwas (2013) menerangkan bahwa pmbangunan dalam konteks pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah proses yang panjang dan berkesinambungan dan di dalam pemberdayaan terkandung makna proses pendidikan dalam meningkatakan kualitas individu, kelompok, atau masyarakat sehingga berdaya, memiliki daya saing serta mampu hidup mandiri. Oleh sebab itu dalam proses pemberdayaan masyarakat beberapa aspek yang perlu ditekankan seperti perencanaan sosial, partisipasi masyarakat dan penentapan kebijakan. Ketiga aspek tersebut sebagai unsur yang harus diperhatikan guna efektivitas proses pemberdayaan, karena dalam konteks good governance setidaknya

ada tiga pilar yang harus menopang jalannya proses pembangunan yakni masyarakat sipil, pemerintah dan swasta (Sulistiyani, 2004). Berikut diterangkan ketiga aspek penting terkait proses pemberdayaan.

a. Perencanaan Sosial

Setiap program pemberbedayaan masyarakat hampir tidak terlepas dari sebuah perencanaan sosial, hal ini guna menentukan cara-cara ataupun alternatif yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan dalam setiap pelaksanaan nantinya. Aktivitas yang dilakukan dalam Perencanaan sosial pemberdayaan masyarakat, tidak bersifat tunggal akan tetapi kolektif, dimana diperlukan kerjasama dan dukungan baik perumus program, pelaksana maupun penerima pelayanan dalam setiap program dengan tujuan mensejahterakan masyarakat. Menurut Nieras seperti dikutip dalam Sawitri (2006), proses perencanaan melibatkan penyusunan suatu strategi mengenai bagaimana mendapatkan persoalan yang dihadapi sekarang ini dan berpindah setahap demi setahap menuju visi diinginkan tentang kondisi kota atau desa di masa depan. Perencanaan tidak mengambil tempat dalam suatu dunia yang ideal, perencanaan selalu diatur dalam suatu konteks yang ada.

b. Partisipasi

Pada proses perencanaan keikutsertaan ataupun partisipasi masyarakat diperlukan untuk menyusun perumusan-perumusan maupun strategi, guna mengetahui permasalahan-permasalahan yang dialami serta menyiapkan alternatif dan model pendekatan yang harus dilakukan dalam pembangunan. Pembangunan masyarakat selalu beriringan dengan program-program pemerintah, sasaran utama dari pembangunan

masyarakat adalah manusia itu sendiri oleh karenanya keberadaan peran serta masyarakat itu menjadi indikator penting. Karena keberdayaan masyarakat itu sendiri akan terwujud melalui partisipasi aktif masyarakat yang difasilitasi oleh pelaku pemberdayaan (Kesi, 2011). Lebih lanjut Soetrisno (1995) mendefinisikan partisipasi, pertama partisipasi masyarakat sebagai pendukung proyek pemerintah yang perencanaan maupun tujuannya ditentukan oleh pemerintah. Kedua, parisipasi masyarakat diartikan sebagai kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengembangan hasil yang dicapai. Dengan demikian keterlibatan partisipasi masyarakat tersebut dapat dikatakan sebagai penentu arah dan strategi pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.

c. Penetapan Kebijakan

Menurut Suharto (2007), Kebijakan sosial adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik. Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Kinerja pemerintah yang baik harus diiringi dengan kebijakan yang baik pula, terkait aspek model pemberdayaan transformatif yang mengedepankan masyarakat bukan sebagai obyek namun subyek pembangunan maka perumusan kebijakan harus merupakan hasil keputusan bersama tidak lagi hanya menggunakan pola bottom up. Konsep partisipasi masyarakat turut

menjadi bagian penting dalam penetapan kebijakan. Paradigma pemberdayaan masyarakat harus mampu menyeimbangkan peran dan fungsi antar aktor, termasuk dalam mensinergikan kebijakan. Hal ini menjadi penting terhadap masyarakat yang diberdayakan, kebijakan yang berpihak pada masyarakat akan memberi kekuatan bagi mereka untuk mengakses sumber-sumber produktif termasuk dalam mengembangkan kemampuan diri. Kebijakan pembangunan wilayah perbatasan di Indonesia saat ini orientasinya mengalami perubahan yang dulunya “inward looking” menjadi “outward looking” yang menjadikan wilayah perbatasan

sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan antar negara (Sutaat, 2012). 3. Life Skill Masyarakat

Konsep life skill (kecakapan hidup) pada dasarnya merupakan suatu model pendidikan yang berupaya

mengedepankan aspek ketrampilan seseorang dalam betahan dan mengatasi segala problema kehidupan, termasuk dalam aspek pengetahuan, sikap maupun mental. Borlin mendefinisikan life skill sebagai suatu kontinum

pengetahuan dan kemampuan yang harus dimiliki seseorang (Mawardi, 2012). Sedangkan menurut Tim Broad- Based Education Depdiknas seperti dikutip dalam Marwiyah (2012) menafsirkan kecakapan hidup sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya. Dengan demikian life skill atau kecakapan hidup merupakan keahlian, kemampuan

maupun kesanggupan yang harus dimiliki oleh seseorang untuk mampu bertahan dan menjalani hidup dengan baik serta mampu mengatasi beragam masalah yang muncul.

Pendidikan life skill dapat diadopsi sebagai model transformatif untuk menyiapkan diri seseorang baik

secara mental maupun keterampilan yang tidak hanya dapat diterapkan di institusi pendidikan formal, namun juga sangat penting bagi masyarakat biasa guna menempa sumber daya manusia guna mampu berdaya saing dalam menghadapi segala tantangan dan kesulitan hidup. Oleh sebab itu pendidikan kecakapan hidup harus mampu merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata sehari-hari baik yang bersifat preservative maupun progresif (Marwiyah, 2012). Terkait dalam lingkungan kehidupan masyarakat perbatasan yang memiliki beragam problema ini, pengembangan life skill pada masyarakat merupakan salah-satu upaya yang dapat disinergikan dengan model

pemberdayaan dalam koteks ini ialah terintegrasi pada sekolah komunitas perbatasan.

Setidaknya dengan mengintegrasikan pengembangan life skill kedalam model pemberdayaan berbasis sekolah

komunitas perbatasan ini,masyarakat dapat mengenal potensi diri, mengetahui keunggulan sumber daya lokal dan mampu menyusun strategi hidup secara kreatif dan kompetitif dalam memanfaatkan kekayaan sumber daya yang ada di kawasan perbatasan. Permasalahan yang dialami masyarakat perbatasan dengan pendidikan yang rendah ialah kualitas sumber daya manusia (SDM) yang tidak mampu bersaing sehingga masyarakat hanya

dapat memanfaatkan sumber daya dan mengolahnya dengan hasil yang nilainya rendah. Meskipun demikian mengunstruksi life skill masyarakat bukan hanya sebatas aspek ekonomi namun mencakup berbagai aspek lainnya. Dalam kosepsi pendidikan seperti dikutip dari Marwadi (2012), bahwa life skill dibagi kedalam dua jenis utama,

pertama, kecakapan hidup generik (generic life skill/GLS), dan kecakapan hidup spesifik (specific life skill/ SLS).

Kedua jenis kecakapan hidup ini memiliki masing-masing dua jenis kecakapan lagi, yakni kecakapan hidup generik terdiri atas kecakapan personal (personal skill), dan kecakapan sosial (social skill), sedangkan kecakapan

personal mencakup kecakapan dalam memahami diri (self awareness skill) dan kecakapan berpikir (thinking skill).

Kecakapan sosial itu sendiri didalamnya termasuk kecakapan berkomunikasi (communication skill) dan bekerjasama

(collaboration skill). Kecakapan hidup yang kompleks ini menjadi modal yang apabila mampu diaplikasikan baik

dalam proses pemberdayaan maupun kehidupan masyarakat secara personal maka masyarakat perbatasan akan lebih progresif.

METODE PENELITIAN

Penulisan artikel ini menggunakan metode Penelitian kualitatif melalui studi pustaka yang dilakukan dengan mencari informasi dari buku teks, laporan, berita-berita dan artikel di media online, serta data-data sekunder lainnya yang dianggap valid dan sesuai dengan topik yang dibahas. Penulis juga memanfaatkan pengalaman observasi di beberapa wilayah perbatasan yang ada di Kalimantan Barat untuk memperkuat argumen dalam penulisan artikel ini. Analisis data yang dilakukan secara deskriptif yang diharapkan dapat memberikan penjelasan terhadap model pemberdayaan masyarakat khusus di wilayah perbatasan yang ada di Kalimantan Barat

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen full proseding JILID 1 (Halaman 149-151)