• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDUAN TATA KELOLA DAN IDENTIFIKASI RISIKO BIDANG PEMBANGKITAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANDUAN TATA KELOLA DAN IDENTIFIKASI RISIKO BIDANG PEMBANGKITAN"

Copied!
281
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN TATA KELOLA DAN IDENTIFIKASI RISIKO BIDANG PEMBANGKITAN 2009

SATUAN MANAJEMEN RISIKO PT PLN (PERSERO)

(2)

PANDUAN TATA KELOLA DAN IDENTIFIKASI RISIKO BIDANG PEMBANGKITAN

Versi 1 / 2009

PT PLN (PERSERO)

(3)

Panduan Tata Kelola dan Identifikasi Risiko Bidang Pembangkitan Versi 1 – 2009

© 2009, Terbitan pertama PT PLN (Persero)

PT PLN (PERSERO)

Hak cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak atau menggunakan isi buku ini baik secara elektronik maupun cetak tanpa izin tertulis dari PT PLN (Persero)

(4)

  i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

SAMBUTAN

 Sambutan Direktur Utama PT PLN (Persero) iv

 Sambutan Kepala Satuan Manajemen Risiko. v

DIAGRAM PROSES BISNIS PEMBANGKITAN vi

BAB I Pendahuluan 1

BAB II Tata Kelola Pembangkit. 4

1. Penjelasan Umum.

2. Kesiapan Pembangkit. 5

2.1. Work Planning & Control (WP&C) Management 6

2.2. Outage Management 16

2.3. Manajemen Material / Material Manegement. 20

3. Keandalan Unit Pembangkit 31

3.1. Reliability Management 31

3.2. Operation Management 36

4. Efficiency Management 38

5. Sistim Manajemen Terpadu 41

BAB III Peta Kegiatan Proses Bisnis Pembangkitan 47

1. Kesiapan Unit Pembangkit 47

1.1. Work Planning & Control (WP&C) Management 47 1.1.1. Identifikasi Pekerjaan 47

1.1.2. Perencanaan Harian 47

1.1.3. Perencanaan Mingguan 47

1.1.4. Annual Planning (Perencanaan dan Penjadwalan PM) 48

1.1.5. Long Term Planning 48

1.1.6. Eksekusi Pekerjaan, Monitoring 48 1.1.7. Evaluasi Pelaksanaan Pekerjaan 48

1.1.8. Dokumentasi Feedback 48

1.1.9. Capital Planning & Maintenance Mix. 48

1.2. Outage Management 48

1.2.1. Pre – Outage (Perencanaan dan persiapan) 48 1.2.2. Outage / Pelaksanaan Overhaul 49

(5)

  ii

1.2.3. Post Outage 49

1.3. Material Management 49

1.3.1. Manajement Inventory 49

1.3.2. Manajemen Pengadaan 49

1.3.3. Manajemen Gudang 49

2. Keandalan Unit Pembangkit 50

2.1. Reliability Management. 50

2.1.1. SERP (System/Equipment Ranking Priority) 50 2.1.2. Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) 50 2.1.3. Root Cause Failure Analysis (RCFA) 50

2.1.4. Base line Audit 50

2.1.5. Predictive Maintenance 51

2.2. Operation Management. 51

2.2.1. Merencanakan dan mengoperasikan unit pembangkit berdasarkan kebutuhan sistem dan kesiapan unit. 51 2.2.2. Pengoperasian, pengujian dan pengaturan

jam kerja operasi peralatan. 51 2.2.3. Melakukan first line maintenance 51 2.2.4. Melakukan optimasi dan evaluasi kinerja operasi. 51 2.2.5. Pengelolaan bahan bakar 52 2.2.6. Melakukan komunikasi dan pelaporan Pusat

Pengatur Beban dan kantor pusat. 52

3. Efficiency Management 53

3.1. Operator Action. 53

3.2. Efficiency Improvement. 53

4. Sistim Manajemen Terpadu 53

4.1. Komitmen Manajemen 53

4.2. Tinjauan Manajemen 53

4.3. Pemahaman (Awareness) 53

4.4. Pengendalian Dokumen 53

4.5. Pengendalian Operasi K3 53

4.6. Pengendalian Operasi Lingkungan 54 BAB IV Persiapan Dalam Menjalankan Proses Bisnis Pembangkit. 55

1. Kesiapan Unit Pembangkit 55

1.1. Work Planning & Control (WP&C) Management 55

1.2. Outage Management 59

1.3. Material Management 61

(6)

  iii

2. Keandalan Unit Pembangkit 66

2.1. Reliability Management. 66

2.2. Operation Management. 69

3. Efficiency Management 70

3.1. Operator Action. 70

3.2. Efficiency Improvement. 71

4. Sistim Manajemen Terpadu 71

4.1. Komitmen Manajemen 71

4.2. Tinjauan Manajemen 71

4.3. Pemahaman (Awareness) 71

4.4. Pengendalian Dokumen 71

4.5. Pengendalian Operasi K3 71

4.6. Pengendalian Operasi Lingkungan 71

BAB V Identifikasi Risiko 72

1. Kesiapan Unit Pembangkit

1.1. Work Planning & Control (WP&C) Management 73

1.2. Outage Management 100

1.3. Material Management 139

2. Keandalan Unit Pembangkit

2.1. Reliability Management. 162

2.2. Operation Management. 193

3. Efficiency Management

3.1. Operator Action. 213

3.2. Efficiency Improvement. 214

4. Sistim Manajemen Terpadu 219

LAMPIRAN 257

(7)

SAMBUTAN

(8)

iv Sambutan

Direktur Utama PT PLN (Persero)

PT PLN (Persero) dalam penyelenggaraan korporasi telah menerapkan Prinsip- prinsip Good Corporate Governance (GCG) untuk meningkatkan nilai bagi pelanggan, pemegang saham dan Perusahaan.

Dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada iklim bisnis, maka PT PLN (Persero) memandang bahwa Penerapan Enterprise Risk Management (ERM) di PT PLN (Persero) sudah menjadi suatu keharusan yang tidak dapat dipisahkan.

Manajemen Risiko harus menjadi bagian dari pola pikir setiap karyawan.dan diimplementasikan secara sistematik pada setiap lini proses untuk menciptakan nilai tambah bagi perusahaan.

Penyusunan Panduan Tata Kelola dan Identifikasi Risiko Bidang Pembangkitan merupakan faktor yang sangat fundamental dalam pengembangan dan penerapan ERM pada level Strategic dan operasional proses bisnis Pembangkitan baik yang yang telah beroperasi maupun PLTU Batubara 10.000 MW.

Tata Kelola Bidang Pembangkit akan memandu semua pihak yang terkait untuk mengenali dan memahami proses bisnis yang sedang ditangani dan yang akan dijalankan sehingga dapat melakukan identifikasi setiap potensi risiko yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran- sasarannya.

Identifikasi resiko pada seluruh proses bisnis Pembangkitan PT PLN (Persero) merupakan langkah yang paling kritis dalam proses Managemen Risiko dan juga sebagai factor kunci bagi keberhasilan kegiatan tersebut karena pada dasarnya Risiko tidak akan dapat dikelola apabila tidak teridentifikasi. Manajemen, terutama yang berkaitan langsung dengan Pengelolaan Unit Pembangkit harus keluar dari

“Fire Fighting Mode” agar perusahaan terhindar dari kerugian yang besar.

Proses bisnis Pembangkitan di PT PLN (Persero) pada umumnya adalah kegiatan berulang, sehingga untuk memudahkan pelaksanaan penyusunan Analisa Risiko yang dihadapi perusahaan, maka diperlukan suatu standarisasi pada kegiatan dan identifikasi risiko untuk seluruh proses bisnis pembangkitan di PT PLN (Persero) agar mudah dalam pelaksanaannya.

Dengan selesainya penyusunan buku Pedoman Tata Kelola Pembangkit dan Identifikasi Risiko ini diharapkan dapat digunakan sebagai Panduan dalam Pengelolaan Pembangkit serta Penyusunan Analisa Risiko Bisnis Pembangkit dalam kaitannya dengan pencapaian sasaran-sasaran sesuai visi, misi PT PLN (Persero) sehingga semua langkah-langkah yang harus dilakukan menjadi terstruktur dengan jelas, baku dan standar.

(9)

v Sambutan

Kepala Satuan Manajemen Risiko

Pengelolaan dan penerapan manajemen risiko di PT PLN (Persero) sesuai dengan Keputusan Direksi No. 229.K/010/DIR/2004 merupakan tanggung jawab seluruh Manajemen PT PLN (Persero) dengan mengacu pada Pedoman Good Corporate Governance PT PLN (Persero). Untuk mendukung pengelolaan dan penerapan manajemen risiko secara menyeluruh pada setiap level organisasi, maka Satuan Manajemen Risiko telah menyusun road map manajemen risiko dengan tujuan akhir adalah terintegrasinya manajemen risiko dalam proses bisnis.

Manajemen risiko secara praktis terdiri dari tahapan: identifikasi risiko, analisa dan evaluasi risiko, serta penyiapan rencana tindakan (mitigasi). Tahapan-tahapan tersebut merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan untuk menghasilkan pengelolaan risiko yang komprehensif.

Mengawali proses pengelolaan risiko di bidang pembangkitan, penyusunan buku pedoman yang berisi tentang tata kelola dan identifikasi risiko merupakan langkah awal yang penting dan menentukan tercapainya tingkat operational excellence pada pengelolaan pembangkit di Perusahaan. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan bahwa pengelolaan pembangkit di lingkungan PT PLN (Persero) hingga saat ini belum terstruktur dengan baik, walaupun PT PLN (Persero) memiliki sejarah dan catatan yang panjang dalam pengelolaan pembangkit. Sebagai konsekuensinya para pengelola unit pembangkit tidak dibekali dengan informasi yang cukup dan komprehensif untuk asset yang menjadi tanggungjawabnya. Dari sisi lain hal tersebut dapat dipandang bahwa para pengelola tidak memiliki informasi yang akurat mengenai risk dan tingkat exposure dari asset yang dikelolanya. Keadaan tersebut menjadi kendala dalam pencapaian sasaran target kinerja yang dibebankan kepada para pengelola unit pembangkit tersebut, sehingga pada akhirnya berpotensi menimbulkan ketidakefisienan dalam pengelolaan asset perusahaan.

Pemetaan Kegiatan dan Identifikasi Risiko adalah salah satu cara untuk memperoleh informasi tentang jenis dan tingkatan risiko yang dihadapi dalam pengelolaan asset perusahaan sehingga harus dilakukan secara berkelanjutan dan menyeluruh dengan mengetahui secara spesifik risiko dan dampak yang terkait, namun demikian proses Identifikasi Risiko ini hanya dapat dilakukan dengan baik dan benar apabila Tata Kelola Pembangkitannya telah disusun sesuai standard ataupun best practice yang berlaku di dunia Internasional.

Sehubungan dengan hal tersebut Satuan Manajemen Risiko PT PLN (Persero) bersama PT Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB) memprakarsai penyusunan buku Pedoman Tata Kelola dan Identifikasi Risiko Bidang Pembangkitan sebagai bagian dari proses pengelolaan risiko secara keseluruhan di Perusahaan.

Buku ini disiapkan untuk dipergunakan dan menjadi pedoman dalam pengoperasian unit pembangkit existing maupun pembangkit baru seperti PLTU Batubara Proyek 10.000 MW yang akan segera beroperasi.

(10)

vi

Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT, kami menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Tim Penyusun, terutama kepada Saudara Purnomo Jati Agung dan Saudara Abdullah Dahlan, yang telah bekerja keras untuk menyelesaikan penyusunan buku pedoman ini. Semoga buku ini dapat dijadikan Panduan/ Pedoman oleh Anak Perusahaan/ Unit Pengelola Pembangkit dilingkungan PT PLN (Persero) sehingga risiko pada pengelolaan pembangkitan dapat dikelola secara baik dan terstruktur yang pada akhirnya dapat menciptakan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan (stakeholders).

Jakarta, Desember 2009

Kepala Satuan Manajemen Risiko PT PLN (Persero)

Didy Poeriadi

(11)

vi   

DIAGRAM PROSES BISNIS PEMBANGKITAN

 

(12)

I

PENDAHULUAN

(13)

BAB I PENDAHULUAN

 

Berdasarkan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 229.K/00/DIR/2004 tanggal 2 November 2004, tentang penerapan Enterprise Risk Management (ERM) pada manajemen PT PLN (Persero), maka proses manajemen risiko harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan strategis / Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) maupun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) dan merupakan tanggung jawab operasional seluruh manajemen PT PLN (Persero).

Dalam bisnis PT PLN (Persero), pusat listrik adalah salah satu dari rangkaian proses bisnis yang berada diposisi hulu. Pusat listrik merupakan instalasi yang padat teknologi dan padat modal yang dalam pengoperasiannya membutuhkan suatu tata kelola yang baik, terintegrasi dan sumber daya manusia yang kompeten dan peduli.

Setiap aktifitas dalam proses bisnis pembangkitan akan meng-ekspose karyawan atau organisasi kepada potensial loss. Pada bidang operasi dan pemeliharaan, impact risiko yang terjadi akan terkait dengan kerusakan / kegagalan peralatan, kesehatan & keamanan serta lingkungan.

Kegagalan dalam mempertahankan unjuk kerja peralatan akan menyebabkan kegagalan dalam mempertahankan mutu dan keandalan supply listrik kepada konsumen. Kondisi ini tidak hanya berakibat kepada gagalnya perusahaan dalam pencapaian target, tetapi juga dapat berakibat kepada terjadinya risiko kerugian finansial dan citra perusahaan, bahkan dapat memicu terjadinya kecelakaan kerja serta pencemaran lingkungan.

Dalam rangkaian proses manajemen risiko pada tahap awal, proses yang paling kritis adalah identifikasi risiko dan proses yang baru bisa dilakukan dengan baik dan benar apabila Tata Kelola Unit Pembangkitan telah terlebih dahulu dilakukan berdasarkan praktek - praktek terbaik (best practice) yang berlaku di dunia internasional.

Pusat listrik tidak hanya dituntut memiliki tata kelola, namun semua pihak terkait harus memahami setiap proses kegiatan yang ada agar dapat melakukan identifikasi risiko yang terkandung didalamnya sehingga dapat melakukan analisa dan mitigasi.

Berdasarkan Statistik tahun 2008, PT PLN (Persero) mempunyai 5.006 Unit pembangkit, tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan kapasitas terpasang 25.593 MW ditambah lagi dengan akan segera selesainya proyek PLTU Batubara 10.000 MW yang sampai saat ini belum memiliki tata kelola dan identifikasi risiko pembangkitan yang standard, baik Standar Nasional Indonesia (SNI/PLN) maupun Standard Internasional.

(14)

Satuan Manajemen Risiko PT PLN (Persero) bersama PT Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB) yang telah terlebih dahulu menyusun dan mengimplementasikan Tata Kelola Unit Pembangkitan, menyusun suatu Panduan Tata Kelola dan Identifikasi Risiko Unit Pembangkitan untuk dapat diimplementasikan atau dijadikan pedoman dalam pengoperasian dan pemeliharan unit pembangkitan berbasis risiko baik untuk pusat listrik existing maupun beberapa pusat listrik yang masih dalam tahap pembangunan, yang dalam waktu dekat akan beroperasi.

Pedoman Tata Kelola dan Identifikasi Risiko Unit Pembangkitan ini terdiri atas :

1) Business process pada Proses & Mekanisme Tata Kelola Unit Pembangkitan yang ditekankan pada 6 bidang operasional ditambah dengan Sistem Manajemen Terpadu (Mutu, Lingkungan dan Keselamatan &

Kesehatan Kerja)

2) Peta business process pada Proses & Mekanisme Tata Kelola Unit Pembangkitan

3) Persiapan dalam menjalankan business process pada Proses &

Mekanisme Tata Kelola Unit Pembangkitan

4) Identifikasi risiko business process pada Proses & Mekanisme Tata Kelola Unit Pembangkitan

 

Bidang-bidang diatas diuraikan secara terstruktur dalam setiap kelompok dan sub kelompok kegiatan sampai kepada kegiatan pendukung agar mudah dipahami.

Buku ini diharapkan dapat membantu manajemen dan semua karyawan terkait untuk mengenali dan memahami proses bisnis dari usaha yang dikelola sehingga dapat melakukan identifikasi terhadap setiap risiko yang terkandung pada setiap proses.

Pengenalan dan pemahaman terhadap risiko yang terkandung pada setiap proses bisnis pembangkitan akan mempermudah manajemen untuk melakukan analisis dampak serta mitigasinya, sehingga adanya kerusakan atau kegagalan yang tidak dapat dihindari sudah dapat diantisipasi sejak dini.

Pada prakteknya pengelolaan unit pembangkitan ataupun intalasi lainnya akan selalu ada tarik menarik kepentingan antara pencapaian tingkat keandalan dengan biaya.

Diharapkan dengan mengenali dan menguasai Tata Kelola dan Identifikasi Risiko Unit Pembangkitan, manajemen unit pembangkitan bisa melihat celah yang dapat dijadikan jalan keluar (breakthrough) ataupun melakukan tradeoff diberbagai hal untuk mendapatkan keseimbangan agar mampu bersaing dalam kompetisi bisnis pembangkitan.

Selanjutnya agar identifikasi dan pengelolaan risiko serta mitigasi yang diperlukan dapat dilakukan secara sistimatis, maka diterbitkan edaran Direksi No. 04.E/DIR/2006 tentang Pedoman Proses Pencapaian Sasaran melalui Enterprise Resource Management (ERM) di PT PLN (Persero).

(15)

Beragamnya jenis pembangkitan di PT PLN (Persero) dengan karakteristik yang berbeda, maka manajemen unit pembangkitan berpotensi untuk menemukan alur proses yang sedikit berbeda sehingga risiko yang terkandung juga akan berbeda. Walaupun demikian penyesuaian atas peta kegiatan dan identifikasi risiko ini masih dimungkinkan, sehingga risiko - risiko yang bersifat khusus / spesifik dapat ditambahkan dalam tabel deployment analisa risiko.

Secara prinsip dengan philosophy yang sama, pengelolaan pembangkitan dan identifikasi risiko dapat dilakukan walaupun terdapat beberapa perbedaan.

(16)

II

TATA KELOLA UNIT PEMBANGKITAN

(17)

BAB II

TATA KELOLA UNIT PEMBANGKITAN

1. Penjelasan Umum

Dalam rangka mencapai visi dan misi perusahaan, pengoperasian unit - unit pembangkitan sebagai asset utama perusahaan memerlukan pengelolaan yang sistematis, terstruktur dan terukur agar dapat memenuhi target Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP), Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) dan kontrak kinerja dengan hasil yang optimal. Pengelolaan tersebut dijabarkan dalam tata kelola unit pembangkitan dengan menerapkan manajemen asset yang mengadopsi praktek terbaik (best practices), dan selanjutnya menjadi pedoman bagi seluruh jajaran manajemen unit pembangkitan dalam menjalankan proses bisnis sekaligus melaksanakan perbaikan berkelanjutan (continuous improvement).

Tata kelola unit pembangkitan di lingkungan PT PLN (Persero) dengan mengadopsi proses bisnis pembangkitan berdasarkan praktek terbaik (best practices) seperti yang telah diimplementasikan dan dibuktikan oleh PT Pembangkitan Jawa Bali dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, menunjukkan perlu adanya pengelolaan yang terintegrasi, konsisten dan berkelanjutan seperti digambarkan sebagai berikut (Referensi : Keputusan Direksi PT Pembangkitan Jawa Bali Nomor. 105.K/010/DIR/2007 tentang Tata Kelola Unit Pembangkitan PT pembangkitan Jawa Bali) :

Gambar 2.1. Proses & Mekanisme Tata Kelola Unit Pembangkitan

(18)

Identifikasi risiko untuk Proses dan Mekanisme Tata Kelola Unit Pembangkitan : 1) Dilakukan pada business process.

2) Generation plan merupakan penjabaran dari Corporate Strategy Map, Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) pada level operasional Unit Pembangkitan. Sistem ini digunakan untuk menentukan sasaran, program kerja dan pengendalian oleh Manajemen dalam rangka pengelolaan Unit Pembangkitan. Dalam implementasinya, Generation Plan diwujudkan pada perencanaan kinerja manajemen pengelolaan unit pembangkitan yang dikaskade pada tiga level manajemen (Manager, Deputi Manajer dan Supervisor). Pada system ini tidak dilakukan identifikasi risiko.

Business process dalam Proses dan Mekanisme Tata Kelola Unit Pembangkitan meliputi implementasi di beberapa program sebagai berikut :

1. Kesiapan Unit Pembangkitan

 Work Planning & Control Management

 Outage Management.

 Material & Fuel Management.

2. Keandalan Unit Pembangkitan

 Reliability Management

 Operation Mangement 3. Efficiency Management 4. Sistem Manajemen Terpadu.

Pengembangan dokumen beserta implementasinya untuk mendukung kinerja unit pembangkitan yang dilakukan secara terintegrasi / terpadu dengan mengacu pada standard :

 Sistem Manajemen Mutu, berdasarkan ISO 9001 : 2000 (atau versi upgrade- nya ISO 9001 : 2008)

 Sistem Manajemen Lingkungan, berdasarkan ISO 14001 : 2004

 Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja, berdasarkan OHSAS 18001 : 1999 serta Sistem Manajemen K3 berdasarkan OHSAS 18001:1999 dan Permenaker No. Per.05/Men/1996

2. Kesiapan Unit Pembangkitan

Peningkatan kesiapan, keandalan dan efisiensi merupakan target utama dari proses operasional Unit Pembangkitan, yaitu : kesiapan yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka panjang, menjaga dan meningkatkan keandalan aset serta meningkatkan koordinasi antar bidang dengan melakukan praktek terbaik dalam bidang operasi dan pemeliharaan. Pencapaian target tersebut salah satunya ditentukan oleh maintainability (kecepatan dan ketepatan pemeliharaan), dimana salah satu key success factor – nya adalah pelaksanaan perencanaan dan pengendalian

(19)

pemeliharaan secara terencana dan menyeluruh, yang dalam Proses dan Mekanisme Tata Kelola Unit Pembangkitan disebut dengan Work Planning & Control (WP&C) Management.

2.1. Work Planning & Control (WP&C) Management

2.1.1. Proses WP&C Management

Proses WP&C management menekankan pada optimalisasi peran fungsi perencanaan & pengendalian pemeliharaan dalam daily planning, weekly planning, monthly planning dan annual planning untuk memastikan bahwa seluruh program kerja telah direncanakan, dijalankan, dievaluasi, dikendalikan dan ditingkatkan berdasarkan kaidah manajemen yang baik.

Untuk dapat membangun budaya WP&C management secara efektif di Unit Pembangkitan, harus dipahami terlebih dahulu perihal pokok dari WP&C management, kemudian melaksanakan berdasarkan kaidah praktek terbaik (best practices).

Perihal pokok dalam proses WP&C management yang efektif adalah sebagai berikut :

1. Menjamin safety dengan melakukan identifikasi, pemilihan, perencanaan, koordinasi, dan eksekusi pekerjaan yang tepat untuk mengoptimalkan availability dan reliability dari equipment dan system.

2. Mengelola risiko terkait dengan pelaksanaan kerja.

3. Identifikasi dampak pekerjaan terhadap unit dan kelompok kerja dan memproteksi unit dari kondisi transient yang tidak diantisipasi karena pelaksanaan kerja.

4. Mengoptimalkan efisiensi dan efektivitas sumber daya / resources (staf, material, tool, teknologi)

Proses WP&C management harus melaksanakan hal – hal berikut:

1. Mengoptimalkan kinerja dan meningkatkan kesehatan equipment dan system.

2. Meningkatkan kinerja safety

3. Meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya melalui penggunaan sumber daya (resources) secara efisien.

4. Menyediakan perencanaan jangka panjang untuk memasukkan perubahan desain yang besar dan aktivitas perawatan predictive dan preventive. Harus memasukkan ketetapan untuk menangani equipment yang obsolete dan manajemen asset.

5. Mengintegrasikan semua organisasi di unit dalam proses, memberikan penjelasan mengenai proses, kontribusi terhadap proses, serta pertanggungjawaban dan komitmen terhadap proses. Integral terhadap budaya ini merupakan bentuk rasa memiliki dan bertanggung jawab.

6. Menyediakan metodologi yang sesuai dalam memprioritaskan pekerjaan untuk menjamin pekerjaan pada unit secara benar dan selesai pada waktu yang tepat.

7. Menyertakan jalur umpan balik yang efektif untuk meningkatkan dan menjamin proses perbaikan secara berkelanjutan (continuos improvement). Termasuk indikator yang terukur dan berarti serta membangun budaya yang sehat untuk mendorong mempelajari hal yang pernah terjadi dan tersalurnya feedback

8. Menyediakan metodologi yang tepat untuk pendekatan bertingkat pada perencanaan dan penjadwalan sehingga menjamin kesesuaian pada setiap aktivitas di unit.

(20)

Gambar 2.2. Aliran Proses Dasar WPC

(Ref. : Physical Asset Management Handbook, Edisi Empat, John S Mitchel, Diterjemahkan oleh Ir. Hendro Purwanto, MTS Indonesia)

Output dari WP&C management adalah:

1. Proses bisnis yang menjelaskan setiap aspek dari fungsi perencanaan

& pengendalian pekerjaan pemeliharaan, mulai dari identifikasi pekerjaan, perencanaan & penjadwalan, pelaksanaan, closing out, pemecahan masalah dan pengawasan kinerja.

2. Menetapkan budaya kerja yang sesuai dengan proses bisnis WP&C dalam rangka mendukung kebutuhan pemeliharaan secara keseluruhan.

2.1.2. Perencanaan Pemeliharaan

Perencanaan pemeliharaan terdiri atas :

 Rencana 5 tahunan

 Rencana tahunan

 Rencana 3 bulanan

 Rencana mingguan

 Rencana harian

(21)

4.1 Develop 5 year

Plan

4.2 Develop Plan of the

Year

4.3 Develop Plan of the

Quarter

4.4 Develop Plan of the

Week

4.5 Develop Plan of the

Day Detail Planning

& Scheduling of individual Outages First Line Maintenance Work Orders Monthly Schedule &

Load Balancing

Work outside Outages

– not urgent (required after 7 days)

Preventative Maintenance UHAR Contractor Corrective Yearly

Quarterly

Monthly

Weekly

Daily Yearly PM &

PdM Schedule

& Load Balancing Yearly Maintenance Budget Planned

Outage Scheduling

Work outside Outages

– urgent (required in less than 7 days)

Preventative Maintenance UHAR Corrective

Gambar 2.3 : Frame work Perencanaan Pemeliharaan

Dalam proses perencanaan pemeliharaan dilakukan identifikasi serta memasukkan semua tugas-tugas yang relevan yang dibutuhkan oleh rencana Pemeliharaan serta menjadwalkan outage untuk mengidentifikasi sumber daya, peralatan dan spesialis yang diperlukan, dan termasuk pembiayaan yang tidak terbatas pada :

 Consumables

 Suku cadang.

 Identifikasi peralatan kritis dan strategis.

 Layanan dari subkontraktor dan penyedia layanan.

 Negosiasi tahunan kontrak pemeliharaan pihak ketiga dengan mitra dan sub-kontraktor untuk pekerjaan pemeliharaan outsourced.

 Kontrak pengawasan dan pengelolaan pihak ketiga

 Personil pemeliharaan

 Jadwal dan kerja shift

 Transportasi

 Pembelian dan re-source

 Pengujian

 Modifikasi

 Preventive  Maintenance 

 Contractor 

 Corrective   Preventive  Maintenance 

 Corrective

(22)

 

1) Rencana 5 Tahunan / Long Term Planning

Maksud dari rencana 5 tahunan / Long Term Planning adalah untuk menyediakan baseline kerangka kerja dari kegiatan pemeliharaan utama yang akan dilakukan dalam periode 5 tahun kedepan. Berlaku sebagai “roadmap” yang memberikan petunjuk bilamana kegiatan pemeliharaan lainnya bisa dilakukan. Juga berfungsi sebagai baseline untuk menentukan “dependable capacity” dari unit pembangkitan.

   

 

Gambar 2.4 : Skema Perencanaan 5 Tahunan

Materi yang dibutuhkan untuk membuat dan mereview rencana produksi dan pemeliharaan jangka panjang adalah sebagai berikut:

 Rencana terakhir produksi 5 tahunan dari dispatcher untuk masing-masing unit pembangkitan

 Rencana terakhir pemeliharaan 5 tahunan dari unit pembangkitan

 Perkiraan planned outage untuk berbagai unit pembangkitan

 Sejarah forced outage selama 5 tahun kebelakang

 Sejarah derating selama 5 tahun kebelakang

 Kapasitas produksi untuk masing-masing unit pembangkitan.

 Project yang akan dilakukan :

 Modifikasi besar / upgrade (capital budget)

 Kegiatan penting lain yang akan dilakukan 

 Jadwal shutdown untuk major, intermediate dan minor inspection, dalam bentuk tanggal kalender

 Kebutuhan bahan bakar selama 5 tahun kedepan

 Kebutuhan peralatan keselamatan kerja

 Persyaratan asuransi

 Kebutuhan / persyaratan lingkungan hidup

Fungsi bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasi dan Pemeliharaan (Rendal Ops dan Har) harus mampu melakukan koordinasi dengan baik dalam melakukan review rencana 5 tahunan dan updates dengan menambahkan perencanaan untuk tahun ke 5 yang baru untuk pekerjaan sebagai berikut :

J F M A M J J A S O N D

4.1.6: YEARLY Planning Meeting No. 2 4.1.4: YEARLY Planning Meeting No. 1 4.1.3: Distribute Draft 5-Year Plan 4.1.2: Start Compiling Draft 5-Year Plan Yearly Planning Meeting No. 2 Yearly Planning Meeting No. 1  Distribute Draft 5 year plan 

(23)

10 

 Kompilasi jadwal 5 tahunan, untuk mengetahui seluruh kebutuhan planned outage (major, Intermediate, minor inspection), modifikasi besar dan kejadian penting lainnya (production loss dan / atau pemeliharaan) yang akan dibuat perencanannya.

 Menghitung dependable capacity untuk setiap entitas (pusat listrik) dengan cara:

a) Menghitung total jam produksi yang tersedia tiap unit pembangkit (total jam kalender dikurangi jam planned outage dikurangi perkiraan jam forced outage)

b) Menghitung perkiraan jam derating untuk masing-masing unit pembangkit

c) Menghitung perkiraan rata-rata derating untuk masing-masing unit pembangkit

d) Menghitung dependable capacity untuk setiap unit pembangkit (a x kapasitas unit) - (b x c)

 Membandingkan dependable production capacity dengan rencana produksi 5 tahunan terakhir dari dispatcher. Menyesuaikan jadwal untuk memenuhi rencana produksi

 Jika rencana produksi tidak dapat dipenuhi, dilakukan negosiasi ulang rencana produksi.

 Melakukan estimasi biaya untuk pelaksanaan outage.

 Melakukan kalkulasi perkiraan konsumsi bahan bakar tiap bulan untuk masing-masing unit pembangkit.

 Identifikasi suku cadang dan kebutuhan material outage, yang membutuhkan waktu pengadaan (lead time) 12 bulan atau lebih (membutuhkan waktu 12 bulan atau lebih untuk sampai di lokasi sejak tanggal order dimulai).

 Membuat kompilasi draft rencana pemeliharaan 5 tahunan (jadwal outage, kebutuhan sumber daya)

 Membuat kompilasi draf rencana operasi 5 tahunan (jadwal outage)

Penyusunan rencana 5 tahunan di lingkungan unit pembangkitan PT PLN (Persero) ini melibatkan:

 Kantor Wilayah

 Manajer Unit

 Deputy Manager Pemeliharaan

 Deputy Manager Operasi

 Supervisor bidang Pemeliharaan

 Supervisor bidang Operasi

 Supervisor bidang Enjinering 2) Rencana Tahunan

Maksud dari rencana tahunan adalah :

 Identifikasi sedini mungkin dimana puncak beban kerja dapat diperkirakan

(24)

11 

 Untuk sedini mungkin menjawab permasalahan puncak beban kerja dengan:

 Menggeser jadwal yang memiliki frekuensi lebih rendah, misalnya tahunan atau 6 bulanan.

 Menunda pekerjaan yang memiliki frekuensi tinggi seperti tugas harian atau mingguan

 Mengeliminasi kegiatan yang tidak perlu

 Alokasi kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan oleh tenaga kerja yang lebih rendah kualifikasinya

 Melakukan review terhadap persyaratan tenaga kerja

 Untuk menciptakan kerangka kerja baseline dalam perioda satu tahun, sebagai “roadmap” dimana kegiatan corrective maintenance dapat dilakukan.

Rencana tahunan harus di review dan diperpanjang setiap tiga bulan.

Review dilakukan pada pertengahan bulan terakhir dalam tiap kwartal seperti terlihat digambar berikut.

Gambar 2.5 : Skema Perencanaan Tahunan

Penyusunan rencana tahunan di lingkungan unit pembangkitan PT PLN (Persero) ini melibatkan :

 Kantor Wilayah

 Manajer Unit

 Deputy Manager Pemeliharaan

 Deputy Manager Operasi

 Supervisor Bidang Pemeliharaan

 Supervisor Bidang Operasi

 Supervisor Bidang Enjinering

J F M A M J J A S O N D

4.2.11: Plan of the Year Review MeetingsPlan of the Year Review Meetings 

(25)

12  3) Rencana 3 Bulanan

Maksud utama dari rencana 3 bulanan adalah untuk merencanakan dan menjadwalkan outage untuk overhaul dan project besar lain yang akan dilakukan dalam perioda 3 bulanan. Rencana 3 bulanan harus di review setiap bulan, pada akhir bulan, dengan acuan perioda 3 bulanan dimulai 1 bulan sejak tanggal meeting.

J F M A M J J A S O N D

“Plan of the Quarter” Window to be reviewed These move on

with a month - from month to month.

Plan of the Quarter Meeting

1. Approve Plans & Schedules for 1st month in Window

2. Review & refine scope,/ priorities & Specific Materials for 2nd month in Window 3. Confirm Outages & Projects for “Plan of the Quarter” window & Start prepare scope, priorities & Specific Materials for 3rd month in Window

Gambar 2.6 : Skema Perencanaan 3 Bulanan

Penyusunan rencana 3 bulanan di lingkungan unit pembangkitan PT PLN (Persero) ini melibatkan :

 Manajer Unit

 Deputy Manager Pemeliharaan

 Deputy Manager Operasi

 Supervisor Bidang Pemeliharaan

 Supervisor Bidang Operasi

 Supervisor Bidang Enjinering

4) Rencana Mingguan

Tujuan dari rencana mingguan adalah untuk menyiapkan jadwal pekerjaan, diluar dari planned outage, untuk setiap bagian pemeliharaan untuk minggu berikutnya.

Kegiatan rencana mingguan dilakukan pada hari Senin, ekstrak daftar seluruh WO (Work Order) normal (baru dikerjakan setelah 7 hari didepan dan tidak tergolong planned outage).

Penyusunan rencana mingguan di lingkungan unit pembangkitan PT PLN (Persero) ini melibatkan :

 Deputy Manager Pemeliharaan

 Deputy Manager Operasi

 Supervisor Bidang Pemeliharaan

 Supervisor Bidang Operasi

 Supervisor Bidang Enjinering.

(26)

13  5) Rencana Harian

Tujuan dari rencana harian adalah mereview dan mengidentifikasi Work Order yang perlu segera ditindak lanjuti serta membahas Service Request yang terbit setiap hari untuk dilakukan Planning and Schedulling.

Fungsi dan agenda :

 Bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasi menyampaikan kondisi unit terakhir

 Membahas Backlog Emergency Repair (dalam 48 jam harus sudah selesai)

 Tidak untuk mendiskusikan Incident Log Sheet (ILS) yang terbit terbaru secara mendalam, tapi untuk mengalokasikan grup kerja (workgroup) dimana dibutuhkan tindakan pemeliharaan.

 Untuk menentukan urgensi dari tindakan pemeliharaan yang dibutuhkan

 Urgent direncanakan, dijadwalkan dan diselesaikan dalam waktu 7 hari kedepan (Daily Planning)

 Normal diatas 7 hari – range 1 bulan

 Outage dapat ditunda sampai periode shutdown yang direncanakan ke depan.

 Menentukan tanggal tindakan pemeliharaan diharapkan selesai.

 Review pekerjaan urgent yang backlog

 Review pekerjaan urgent yang hampir backlog

Penyusunan rencana harian di lingkungan unit pembangkitan PT PLN (Persero) ini melibatkan :

 Deputy Manager Pemeliharaan

 Deputy Manager Operasi

 Supervisor Bidang Pemeliharaan

 Supervisor Bidang Operasi

 Supervisor Bidang Enjinering   

6) Eksekusi Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan yang dibahas dalam Work Planning and Control (WP&C) Management ini adalah sebagai berikut:

 Non Tactical Maintenance yaitu pemeliharaan tidak terencana yang mencakup Pemeliharaan Emergency dan Pemeliharaan Corrective.

 Tactical Maintenance yaitu pemeliharaan terencana yang mencakup Pemeliharaan Preventive, Project / Modifikasi, Pemeliharaan Predictive dan Run to Failure.

(27)

14  i. Pemeliharaan Corrective

Pemeliharaan corrective adalah kegiatan pemeliharaan atau perbaikan peralatan yang tidak terjadwal, yang dilakukan untuk mengembalikan (termasuk memperbaiki dan adjusment) peralatan yang tak bekerja atau berfungsi sebagaimana mestinya.

pemeliharaan corrective dapat dilakukan saat peralatan sedang beroperasi, stand by atau peralatan sedang tidak beroperasi.

ii. Pemeliharaan Emergency

Pemeliharaan emergency merupakan pemeliharaan yang harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan atau akibat lain yang lebih serius. Kasus emergency terjadi dimana unit pembangkit mengalami force outage sehingga penanganan kerusakan atau kelainan pada pemeliharaan emergency harus dilakukan segera pada prioritas tinggi. Perbedaan utama pemeliharaan emergency dengan pemeliharaan corrective terletak pada tingginya dampak terhadap operasional unit pembangkit maupun keselamatan kerja dan keselamatan instalasi (safety), dimana pemeliharaan corrective dilakukan saat unit pembangkit sedang beroperasi sedangkan pemeliharaan emergency dilakukan saat unit pembangkit mengalami force outage dan dituntut segera beroperasi kembali.

iii. Project / Modifikasi

Project / modifikasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk suatu proyek atau modifikasi peralatan atau unit, baik untuk mengembalikan atau menambah kemampuan dan keandalan peralatan maupun unit pembangkit. Dengan demikian pelaksanaan pekerjaan ini bisa bersifat menambah asset atau bisa juga hanya menyempurnakan kinerja peralatan atau unit pembangkit. Kegiatan ini juga merupakan tindak lanjut dari problem solving yang direkomendasikan Bidang Enjinering berupa Failure Defense Task (FDT) atau Engineering Change Management (ECM). Termasuk dalam jenis pemeliharaan ini adalah tindak lanjut dari pekerjaan pemeliharaan corrective dan repair dengan cakupan lingkup kerja serta biaya yang besar sehingga memerlukan perhatian dan penanganan khusus.

Termasuk juga dalam project / modifikasi ini adalah paket pekerjaan diluar standard inspection, walaupun pengerjaannya dilakukan bersamaan pada waktu inspection.

iv. Pemeliharaan Predictive

Pemeliharaan predictive merupakan pemeliharaan yang dilakukan dengan melakukan kegiatan condition monitoring dan diagnosa gejala kerusakan suatu peralatan serta melakukan kajian failure analysis secara dini sehingga tindakan pemeliharaan selanjutnya dapat dilakukan dengan tepat sebelum terjadinya kerusakan/kegagalan. Pelaksanaan pemeliharaan predictive

(28)

15 

dilakukan tanpa harus melakukan shutdown unit pembangkit, namun dimungkinkan bila hanya membutuhkan shutdown peralatan. Dengan demikian, pekerjaan pemeliharaan predictive dalam pelaksanaanya merupakan kegiatan monitoring secara berkala atas dasar interval waktu, interval operasi atau kriteria tertentu lainnya yang ditetapkan lebih dulu. Tindak lanjut terencana dari kegiatan pemeliharaan predictive seperti perbaikan atau penggantian part dari suatu peralatan, apalagi sampai melakukan kegiatan bongkar pasang atau overhaul peralatan, tidak termasuk dalam cakupan pemeliharaan predictive, melainkan termasuk kegiatan pemeliharaan corrective, repair atau overhaul.

Pemeliharaan predictive termasuk pemeliharaan terrencana jangka pendek sehingga termasuk dalam kategori pemeliharaan rutin.

v. Pemeliharaan Preventive

Pemeliharaan preventive merupakan pemeliharaan rutin yang dilakukan atas dasar interval waktu (hari, minggu, bulan, jam operasi atau kali operasi) yang telah ditetapkan lebih dulu atau kriteria tertentu lainnya serta dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan dari suatu item peralatan mengalami kondisi yang tak diinginkan.

Namun demikian, ruang lingkup pekerjaan pemeliharaan preventive tidak termasuk bongkar pasang peralatan atau overhaul peralatan (termasuk penggantian spare part utama), karena kegiatan tersebut sudah termasuk kategori pemeliharaan overhaul.

Dengan demikian, temuan-temuan kerusakan serta penanganan tindak lanjutnya tidak lagi termasuk pemeliharaan preventive, namun sudah masuk pada kriteria pemeliharaan corrective, repair, overhaul atau Engineering / Project. Pelaksanaan pemeliharaan preventive dilakukan tanpa harus melakukan shutdown unit pembangkit, namun dimungkinkan bila hanya membutuhkan shutdown peralatan. Pemeliharaan preventive termasuk pemeliharaan terrencana jangka pendek sehingga termasuk dalam kategori pemeliharaan rutin.

vi. Run to Failure

Kegiatan pemeliharaan run to failure diberlakukan pada peralatan yang tidak kritikal sehingga peralatan tersebut dibiarkan beroperasi terus sampai mengalami kerusakan. Setelah itu dilakukan penggantian dengan peralatan baru. Kriteria peralatan run to failure adalah :

 Tidak kritikal

 Ada redundan

 Effort untuk melakukan pemeliharaan lebih berat dibandingkan run to failure (biaya penggantian dan perbaikan)

 Kerusakan tidak berdampak terhadap availability, produksi dan efisiensi unit pembangkit.

(29)

16 

vii. Penerimaan Hasil Pekerjaan Pemeliharaan

Proses penerimaan ini meliputi penerimaan pekerjaan Non Tactical (pemeliharaan corrective – emergency) dan Tactical (Project/Modifikasi, pemeliharaan preventive dan pemeliharaan predictive). Prosedur ini dilakukan ketika suatu kegiatan pemeliharaan telah selesai dilakukan oleh bagian pelaksana pekerjaan. Personil yang melakukan proses penerimaan adalah :

 Supervisor Bidang Operasi

 Supervisor Enjinering

 Deputi Manajer Bidang Pemeliharaan

viii. Dokumentasi Pemeliharaan

Merupakan kegiatan untuk mendokumentasikan kegiatan pemeliharaan yang telah selesai dengan tujuan mempermudah menelusuri histori peralatan. Kegiatan ini meliputi Work Order Closed Out, Post Maintenance Test dan Maintenance Report.

 Work Oder Closed Out adalah memasukkan seluruh informasi pemeliharaan yang telah dilakukan kedalam Computerized Maintenance Management System (CMMS).

 Post Maintenance Test adalah kegiatan untuk menjamin kualitas pemeliharaan termasuk performance test, prosedur kualitas standar dan tindakan pemeliharaan lainnya.

 Maintenance Report adalah kegiatan pelaporan hasil pelaksanaan pemeliharaan beserta rekomendasi yang harus ditindak lanjuti untuk meningkatkan keandalan peralatan.

ix. Continous Improvement

Merupakan kegiatan lanjutan setelah selesainya rangkaian proses pemeliharaan yang menindak lanjuti masukan dan rekomendasi yang didapat. Tindak lanjut tersebut meliputi Analisa Prioritisasi dan Kesempatan Optimalisasi Pemeliharaan, Maintenance Optimization (Failure Defense Planning Procedure), Performance Monitoring dan Engineering Change Management.

 

2.2. Outage Management.

Outage Management merupakan proses yang mengatur seluruh pekerjaan, yang membutuhkan unit pembangkit dikeluarkan secara terencana dari sistem tenaga listrik.

Pengelolaan outage atau keluarnya unit dari sistem jaringan tenaga listrik dimaksudkan agar pekerjaan yang dilakukan pada masa tersebut dapat berjalan dengan efektif (cepat dan berkualitas).

Proses sinergi dan berkesinambungan didalam outage management meliputi kegiatan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring, evaluasi dan rencana tindak lanjut program pemeliharaan “planned outage”

yang mencakup:

(30)

17 

 Penentuan lingkup pemeliharaan

 Penjadwalan

 Pembuatan work package

 Penetapan kebutuhan sumber daya (SDM, material dan tools)

 Penetapan kesiapan sarana

 Penetapan standar kualitas dan sasaran hasil pekerjaan

 Penetapan anggaran dan biaya

 Penentuan metode / standar prosedur komunikasi

 Pelaksanaan overhaul (OH)

 Pelaporan hasil overhaul (OH)

Parameter utama dari keberhasilan pelaksanaan suatu overhaul adalah peningkatan kinerja mesin, penurunan biaya operasi dan efisiensi sumber daya.

2.2.1. Prosedur Implementasi Outage Management

Kegiatan - kegiatan yang dilakukan dalam outage management dijelaskan sebagai berikut dan diilustrasikan pada Gambar 2.7 :

1. Menyusun dan menetapkan jadual kegiatan Outage Management berdasarkan jadual pemeliharaan tahunan (Overhaul) Unit Pembangkit.

2. Mengadakan kegiatan meeting pre-outage untuk persiapan pelaksanaan outage, dengan tahapan sebagai berikut:

 Meeting perencanaan 18 bulan sebelum overhaul (R1)

Menetapkan ruang lingkup, menerbitkan dan menetapkan form monitoring RO/PO/DO/BA untuk spare parts spesifik, project, rehabilitasi dan jasa (untuk delivery time 12 s/d 18 bulan).

(31)

18 

6 bln

0 bln

3 bln 1 bln

1 Mng PRE

PRE OUTAGE OUTAGE

OUTAGE OUTAGE EXECUTION EXECUTION

POST POST OUTAGE OUTAGE

OHOH OH

FEED BACK ( Input next Inspection )

PLANNING

PLANNING PREPARATIONPREPARATION

R2

( Skope, Anggaran, Sparepart Utama )

( Skope, Anggaran,R1 Sparepart Utama )

18 bln

12 bln

OH

( Skope, Anggaran, R3 Sparepart Pendukung )

P1 , P2 , P3 ( Skope, Anggaran, Sparepart Umum ) 6 bln

0 bln

3 bln 1 bln

1 Mng PRE

PRE OUTAGE OUTAGE

OUTAGE OUTAGE EXECUTION EXECUTION

POST POST OUTAGE OUTAGE

OHOH OH

FEED BACK ( Input next Inspection )

PLANNING

PLANNING PREPARATIONPREPARATION

R2

( Skope, Anggaran, Sparepart Utama )

( Skope, Anggaran,R1 Sparepart Utama )

18 bln

12 bln 12 bln

OH

( Skope, Anggaran, R3 Sparepart Pendukung )

P1 , P2 , P3 ( Skope, Anggaran, Sparepart Umum )

Gambar 2.7. Frame Work Outage Management

 Meeting perencanaan 12 bulan sebelum overhaul (R2)

Menetapkan ruang lingkup, menerbitkan dan menetapkan form monitoring RO/PO/DO/BA untuk spare parts spesifik, project, rehabilitasi dan jasa (untuk delivery time 6 s/d 12 bulan).

 Meeting Perencanaan 6 bulan sebelum overhaul (R3)

Menetapkan ruang lingkup, menerbitkan dan menetapkan form monitoring RO/PO/DO/BA untuk spare parts spesifik, project, rehabilitasi dan jasa (untuk delivery time 3 s/d 6 bulan).

 Meeting perencanaan 3 bulan sebelum overhaul (P1)

Menetapkan pengadaan, menerbitkan dan menetapkan form monitoring RO/PO/BA untuk spare parts spesifik, spare parts umum dan jasa (delivery time 1 s/d 3 bulan). Selain itu juga dilakukan penetapan detail ruang lingkup OH, tim OH, tools dan sarana serta perkiraan kebutuhan tenaga kerja.

 Meeting perencanaan 1 bulan sebelum overhaul (P2)

Menetapkan pengadaan, menerbitkan dan menetapkan form monitoring RO/PO/BA untuk spare parts umum, consumable material dan jasa (delivery time s/d 1 bulan). Selain itu juga dilakukan penetapan detail ruang lingkup OH,tim OH, tools dan sarana.

 Meeting perencanaan 1 minggu sebelum OH (P3)

Melakukan review ruang lingkup OH, kesiapan tim, tools, sarana, spare parts, consumable material, jasa serta RO/PO.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai signifikansi pertumbuhan yang lebih besar dari signifikansi yang diharapkan (0,05) menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan

Program Pemberdayaan Masyarakat berbasis Ekonomi Kewilayahan (PEW) merupakan program yang bertujuan untuk memberikan fasilitasi kepada usaha mikro kecil

 Coordinating with Ministry of Finance-DJPK in establishing Physical SINKRON DAK Application as well as Non-Physical DAK Reporting Application especially related to

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Gambaran umum wilayah Sukorejo ditinjau dari segi pendidikan; (2) Bagaimana proses masuknya Muhammadiyah di kecamatan Sukorejo;

 Bahwa setelah sampai Terdakwa dan Saksi Korban kemudian duduk di pasir di pinggir pantai, Terdakwa kemudian memeluk Saksi Korban dari belakang dan mengisap leher Saksi

Hampir 1/5 pembeli mampir ke pusat belanja tanpa petunjuk di mana untuk membeli barang-barang yang diinginkan, yang menyebabkan 51% dari mereka harus mencoba lebih dari 3 toko

Garam rangkap adalah garam yang terdiri dari dua kation yang berbeda dengan sebuah Garam rangkap adalah garam yang terdiri dari dua kation yang berbeda dengan sebuah anion yang sama

Bursa Kerja Khusus adalah suatu organisasi struktural di tingkat sekolah menengah kejuruan Bursa Kerja Khusus adalah suatu organisasi struktural di tingkat sekolah