ANALISIS KEKUATAN HIDDEN CURRICULUM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SANTRI DI PONDOK PESANTREN NURUL HARAMAIN NW PUTRA NARMADA
Oleh;
Musta’mam NIM: 210401055
Tesis ini ditulis untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Pendidikan Agama Islam
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM 2022
ANALISI KEKUATAN HIDDEN CURRICULUM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SANTRI DI PONDOK PESANTREN NURUL HARAMAIN NW PUTRA NARMADA
Pembimbing;
Dr. Syamsul Arifin, M.Ag Dr. Ribahan, M.Pd
Oleh;
Musta’mam NIM: 210401055
Tesis ini ditulis sebagai persyaratan untuk mendapat gelar Magister Pendidikan Agama Islam
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2022
LEMBAR PENGECEKAN PLAGIARISME
ANALISI KEKUATAN HIDDEN CURRICULUM
DALAM MEMBENTUK KARAKTER SANTRI DI PONDOK PESANTREN NURUL HARAMAIN NW PUTRA NARMADA
Oleh;
Musta’mam ABSTRAK
Pembentukan karakter dalam pendidikan di pesantren tidak dapat terlepas dari keterlibatan semua warga pesantren, baik itu pimpinan pondok, pengasuhan santri, guru, dan orang tua santri yang memiliki andil sangat besar dalam menentukan keberhasilannya. Selain itu, yang tak kalah pentingnya, terdapat beberapa unsur yang tersembunyi selain unsur kurikulum formal sekolah. The Hidden Curriculum adalah salah satu upaya yang sering terabaikan dalam pembentukan karakter. Seperti, pengelolaan kegiatan belajar mengajar, kegiatan-kegiatan kepondokan, penciptaan suasana belajar dan lingkungan pesantren berkarakter, pembiasaan, dan pembudayaan nilai dan etika yang baik dapat mendukung keberhasilan proses pembentukan karakter.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) bentuk hidden curriculum dalam mendidikan karakter yang menjadi acuan pelaksanaan pendidikan karakter di pondok pesantren Nurul Haramain NW Putra meliputi 3 hal, yaitu melalui program harian, program mingguan, dan program tahunan (2) Adapun nilai- nilai karakter yang ditanamkan melalui model pendidikan karakter ini antara lain: karakter religius, disiplin, jujur, mandiri, peduli sosial, peduli lingkungan, toleransi, dan tanggungjawab. Landasan nilai-nilai karakter tersebut bersumber dari falsafah dan nilai-nilai panca jiwa pondok, (3) strategi pelaksanaan hidden curriculum dalam pembentukan karakter ini adalah sebagai berikut, Merumuskan visi dan misi pesantren/madrasah, Mengadakan rapat dengan seluruh dewan guru dan karyawan pondok, Memberikan keteladanan dalam mendidik dan dimulai dari keteladanan guru, dan Kerjasama dalam setiap kegiatan
Kata kunci: hidden curriculum, karakter santri,
ةيفخلا جهانملا ليلح يف بلاطلا ةيصخش نيوكت يف ىدهعم
ادامرن نينبلل ةيملاسلإا نيمرحلا رون
لا نكيم لصف نيوكت ةيصخشلا في
ميلعتلا في سرادلدا ةيلخادلا ةيملاسلإا نع
كارشإ عيجم ناكس نيترناسيب ،
ءاوس اوناك ةداق ةسردلدا ةيلخادلا وأ ةياعر بلاطلا ينملعلداو ءايلوأو
رومأ بلاطلا نيذلا ملذ رود اًدج يربك
في
ديدتح اهحانج . ةفاضلإاب لىإ كلذ ، وهو رمأ لا لقي ةيهمأ ، كانه ديدعلا نم رصانعلا ةيفخلدا لىإ بناج رصانع
جهنلدا يسردلدا يسمرلا . برتعي جهنلدا يفلخا نم رثكأ دوهلجا ًلااهمإ في ءانب ةيصخشلا .
ىلع ليبس لاثلدا ، نكيم نأ
معدت ةرادإ ةطشنأ سيردتلا ملعتلاو ، ةطشنلأاو ةيلخادلا
، قلخو وج يميلعت ةئيبو ةيسردم ةيلخاد ةيملاسإ عتمتت
ةيصخشلاب ،
دوعتلاو ، سرغو ميقلا قلاخلأاو ةديملحا
، حانج ةيلمع ءانب ةيصخشلا .
اذه ثحبلا وه ثبح
نياديم جهنب يعون . يرشت جئاتن هذه ةساردلا لىإ نأ ( : 1 ) لكش جهنلدا يفلخا في ميلعت ةيصخشلا يذلاو
دعي
عجرلدا ذيفنتل ميلعت ةيصخشلا في
ةسردم رون ينمرلحا ارتوب ةيملاسلإا ةيلخادلا
نمضتي ةثلاث ءايشأ ، يهو نم
للاخ جمابرلا ةيمويلا ، جمابرلاو ةيعوبسلأا ،
ةيونسلاو . جمابرلا ( 2 ) ةبسنلاب ميقل ةيصخشلا تيلا
متي اهسرغ نم
للاخ جذونم ميلعت ةيصخشلا اذه
، لمشت : ةيصخشلا ةينيدلا
، طابضنلااو ،
قدصلاو ، للاقتسلااو ،
ةياعرلاو
ةيعامتجلاا ،
ةياعرلاو ةيئيبلا ، حماستلاو ، ةيلوؤسلداو . تيأي ساسأ ميق ةيصخشلا هذه
نم ةفسلف ميقو سوفنلا
سملخا لزنلل ، ( 3 ) ةيجيتاترسا ذيفنت
جهنلدا يفلخا في نيوكت هذه ةيصخشلا ىلع
وحنلا لياتلا ، ةغايص ةيؤر
ةلاسرو ةسردلدا / ةسردلدا ةيلخادلا ةيملاسلإا ،
دقعو تاعامتجا عم
سللر ينملعلدا لماكلاب يفظومو ةسردلدا
ةيلخادلا ، يمدقتو لاثم في ميلعتلا ءدبلاو نم جذونم ملعلدا ، نواعتلاو في لك طاشن
ةيصخش ، يفلخا جهنلدا :ةيحاتفلدا تاملكلا
بلاطلا
HIDDEN CURRICULUM STRENGTH ANALYSIS IN FORMING THE CHARACTER OF THE STUDENTS IN NURUL HARAMAIN ISLAMIC BOARDING SCHOOL FOR BOYS
By:
Musta‟mam ABSTRACT
Character formation in education of Islamic boarding schools cannot be separated from the involvement of all pesantren residents, be it the leaders of the boarding school, the care of students, teachers, and parents of students who have a very big role in determining its success. In addition, which is no less important, there are several hidden elements besides the elements of the formal school curriculum.
The Hidden Curriculum is one of the most neglected efforts in character building.
For example, the management of teaching and learning activities, boarding activities, creating a learning atmosphere and an Islamic boarding school environment with character, habituation, and cultivating good values and ethics can support the success of the character building process. This research is a field research with a qualitative approach. The results of this study indicate that: (1) the hidden curriculum form in character education which is the reference for the implementation of character education at the Nurul Haramain Islamic boarding school NW Putra includes 3 things, namely through daily programs, weekly programs, and annual programs (2) The values Characters that are instilled through this character education model include: religious character, discipline, honesty, independence, social care, environmental care, tolerance, and responsibility. The foundation of these character values comes from the philosophy and values of the five souls of the lodge, (3) the strategy for implementing the hidden curriculum in the formation of this character is as follows, Formulating the vision and mission of the Islamic boarding school/madrasah, Holding meetings with the entire board of teachers and boarding school employees, Providing an example in educating and starting from the example of the teacher, and cooperation in every activity
Keywords: hidden curriculum, studen character
MOTTO
ْمِهِسُفنَأِباَم اوُرِّيَغُي ىَّتَح ٍم ْوَقِباَم ُرِّيَغُيَلا َالله َّنِإ
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri
PERSEMBAHAN
Tesis ini saya persembahkan kepada ibunda tercinta (Raehan) dan ayahanda tersayang (Sahdi), yang telah mendidik dan membesarkan saya dengan curahan kasih sayang serta mengajarkan arti dari sebuah pengorbanan.
Dan buat istri dan anak terkasih (Sukma Handayani dan Imania Mustakmila) sebagai motivasi dalam perjuangan pendidikan.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, penulisan tesis yang berjudul “Analisis Kekuatan Hidden Curriculum dalam Membentuk Karakter Santri di Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra Narmada” dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga selslu tercurahkan untuk junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
Yang telah membimbing manusia dari zaman kejahiliahan menuju zaman yang penuh dengan cahaya iman dan Islam.
Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian tesis ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan keterlibatan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada:
1. Dr. Syamsul Arifin, M.Ag. sebagai pembimbing I dan Dr. Ribahan, M.Pd sebagai pembimbing II menggantikan alm. Dr. Ayip Rosidi, M.A yang memberikan bimbingan, motivas, dan koreksian mendetail, terus-menerus dengan sungguh-sungguh dan sabar meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dari awal hingga tersusunya tesis ini;
2. Dr. Fathurrahman Mukhtar, M.Ag. dan Dr. Sukri, M.Pd sebagai penguji yang telah memberikan saran konstruktif bagi penyempurnaan tesis ini;
3. Dr. Fathurrahman Mukhtar, M.Ag. sebagai Ketua Prodi PAI Program Magister Pascasarjana UIN Mataram;
4. Prof. Dr. Fahrurrozi, M.A. selaku Direktur Pascasarjana UIN Mataram;
5. Prof. Dr. Masnun, M.Ag. selaku Rektor UIN Mataram yang telah memberi tempat bagi penulis untuk menuntut ilmu.
6. Ayahanda sahdi dan ibunda raehan tercinta yang tidak pernah lelah mendo‟akan, menyemangati, dan mencurahkan daya dan upaya demi pendidikan anak-anaknya.
7. Istriku dan anakku tercinta yang selalu setia menemani dalam suka maupun duka, setia mendengar keluh kesah, selalu menyemangati dan mendoakan.
8. Kakah dan adik tercinta yang selalu mendo‟akan dan menyemangati dengan segala usahanya.
9. Ayhanda TGH. Khairi Habibullah selaku pimpinan pondok pesantren Nurul Haramain NW Putra Narmada yang telah memberikan izin dan bantuannya kepada penulis selama proses penelitian.
10. Ayahanda H. Ahmad Dahlan dan H. Ahmad syaifuddin Azhari, selaku pengasuhan santri dan direktur KMI di pondok pesantren Nrul Haramain NW Putra Narmada yang telah banyak meberikan informasi dan arahan serta bimbingan dalam proses penelitian
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
ب = B ز = Z
ف = F
ت = T س = S
ق = Q
ث = Th ش = SH
ك = K
ج = J ص = S{
ل = L
ح = H{ ض = D{
م = M
خ = Kh ط = T{
ن = N
د = D ظ = Z{
و = W
ذ = Dh ع = „
ي = y
ر = R غ = Gh
Short : a = „ L = ِ
Long : a< = ا i> = ي u = و Diphthong : ay = اي Aw = او
DAFTAR ISI
Cover Luar ... ... i
Lembar Logo ... ... ii
Cover Dalam ... ... iii
Persetujuan Pembimbing ... ... iv
Pengesahan penguji ... ... v
Pernyatan keaslian Karya ... ... vi
Lembar Pengecekan Palagiarisme ... ... vii
Abstrak ... ... viii
Motto ... ... xi
Persembahan ... ... xii
Kata pengantar ... ... xiii
Pedoman Translitrasi Arab-Latin ... ... xv
Daftar Isi ... ... xvi
Daftar Tabel ... ... xvii
Daftar Gambar ... ... xviii
Daftar Lampiran ... ... BAB I PENDAHULUAN ... ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... ... 1
B. Rumusan Masalah ... ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... ... 6
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ... ... 7
E. Penelitian Terdahulu dan Relavan ... ... 7
F. Kerangka Teori ... ... 9
1. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ... 9
2. Kajian teoritik ... ... 11
G. Metode Penelitian ... ... 33
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... ... 33
2. Kehadiran Peneliti ... ... 33
3. Data dan Sumber Data Penelitian ... ... 34
4. Teknik Pengumpulan Data ... ... 35
5. Teknik Analisa Data ... ... 37
6. Pengecekan Keabsahan Data ... ... 38 BAB II DALAM KEGIATAN DAN KONDISI APA SAJA HIDDEN
CURRICULUM TERJADI DI PONDOK PESANTREN NURUL HARAMAIN NW PUTRA NARMADA
A. Gambaran Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra ... 40
1. Sejarah berdirinya pesantren Nurul Haramain NW Putra ... 40
2. Letak geografis pesantren Nurul Haramain NW Putra ... 42
3. Visi Misi pesantren Nurul Haramain NW Putra Narmada ... 42
4. Struktur organisasi pondok Nurul Haramain NW Putra Narmada. 43 5. Kurikulum pendidikan dan pengajaran pondok . ... 45
6. Keadaan guru dan santri pesantren Nurul Haramain ... 46
7. Keadaan sarana dan prasarana ... ... 53
B. Paparan Data ... ... 53
C. Temuan peneliti ... ... 66
D. Pembahasan ... ... 68
BAB III NILAI-NILAI KARAKTER YANG DITANAMKAN PONDOK PESANTREN NURUL HARAMAIN NW PUTRA NARMADA A. Paparan Data ... ... 76
B. Temuan peneliti ... ... 85
C. Pembahasan ... ... 86
BAB IV STRATEGI HIDDEN CURRICULUM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SANTRI DI PONDOK PESANTREN NURUL HARAMAIN NW PUTRA NARMADA. A. Paparan Data ... ... 90
B. Temuan peneliti ... ... 96
C. Pembahasan ... ... 97
PENUTUP ... 102
A. Kesimpulan ... 102
B. Saran- Saran ... 102 DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN ...
DAFTAR TABEL Tabel 1 Orisinalitas Penelitian. 8
Tabel 2 Nilai-Nilai dalam Karakter, 23.
Tabel 3 Daftar Nama Guru KMI Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra, 46.
Tabel 4 Data Jumlah Santri Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra, 2019/2020, 52.
Tabel 5 Keadaan Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra, 53.
Table 6 Nilai-Nilai Yang Ditanamkan di Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra, 83.
Table 7 Nilai-Nilai Yang Ditanamkan di Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra, 86.
Daftar Gambar
Gambar 1 Suasana asrama santri di Pondok Pesantren Nurul Haramain. 55.
Gambar 2 Suasana pelaksanaan shalat dhuha di Pondok Pesantren Nurul Haramain 56.
Gambar 3 Suasana pelaksanaa shalat berjamaah di Pondok Pesantren Nurul Haramain. 59.
Gambar 4 Suasana pelaksanaa latiha kepramukaan di Pondok Pesantren Nurul Haramain. 62.
Gambar 5 Suasana pelaksanaa lari pagi di Pondok Pesantren Nurul Haramain. 63.
Gambar 6 Suasana pelaksanaa latihan berpidato di Pondok Pesantren Nurul Haramain. 64.
Gambar 7 Suasana pelaksanaa pembukaan NHSCC di Pondok Pesantren Nurul Haramain . 65.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia.
Artinya, pendidikan merupakan upaya untuk mengubah dirinya atau orang lain selama ia hidup. Pendidikan hendaknya lebih dari masalah akademik atau perolehan pengetahuan, skill dan mata pelajaran secara konvensional.
Melainkan harus mencakup berbagai kecakapan yang diperlukan untuk menjadi manusia yang lebih baik.1
Beberapa pandangan lain tentang pendidikan, menempatkan pendidikan sebagai sebuah upaya memanusiakan manusia, dalam arti mengembangkan potensi dalam diri individu secara optimal dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai makhluk pribadi maupun makhluk sosial. Pandangan ini mengandung beberapa pengertian, yaitu bahwa pendidikan merupakan sebuah upaya sadar yang memiliki tujuan, terjadi dalam proses yang panjang dan melibatkan interaksi manusia yang tidak terbatas ruang dan waktu.2
Dalam jalur pendidikan formal, untuk mencapai tujuan pendidikan, baik secara kelembagaan maupun secara nasional diperlukan sebuah alat dan sarana pendidikan, salah satunya adalah kurikulum. Kurikulum mencakup seperangkat program mengenai tujuan, isi dan materi pelajaran, serta strategi dalam pelaksanaan pembelajaran yang di dalamnya tercermin panduan interaksi guru dengan siswa.3Dengan demikian kurikulum merupakan hasil perumusan kebijakan tentang pembelajaran dan pada umumnya kurikulum tersaji dalam bentuk dokumen yang dapat memberikan penjelasan dan dapat diamati.
Kurikulum merupakan panduan pembelajaran. Segala sesuatu yang berkaitan dengan proses pembelajaran, yang meliputi tujuan, metode, media, materi, evaluasi dan sebagainya tertuang dalam kurikulum. Sehingga, proses pembelajaran merupakan manifestasi dari kurikulum yang telah ada.
Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia No. 20. Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 butir 19. Kurikulum didefinisikan sebagai, “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
1H. M. Saleh Marzuki, Pendidikan Nonformal, Dimensi dalam Keaksaran, Fungsional, Pelatihan, dan Andragogi, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2010) hal. 136.
2Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah (Bandung: Sinar Baru, 1991), 2.
3Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), 4-6.
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan”.4
Pada dasarnya terdapat dua terminologi dalam kurikulum yakni, terminologi kurikulum eksplisit (tertulis) dan kurikulum implisit (tidak tertulis) atau kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Sedangkan jika ditinjau dari konsep dan pelaksanaanya, kita mengenal istilah kurikulum sebagai berikut:
1. Kurikulum ideal, yaitu suatu bentuk kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal, sesuatu yang dicita-citakan sebagaimana tertuang dalam dokumen kurikulum.
2. Kurikulum aktual atau faktual, yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam proses pengajaran dan pembelajaran.
3. Kurikulum tersembunyi, yaitu segala sesuatu yang terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual. Segala sesuatu yang terjadi di kelas seperti, kehadiran guru, kebiasaan guru, kepala sekolah, tenaga administrasi, atau bahkan dari peserta didik itu sendiri.5
Dalam konteks pendidikan Islam, Pondok Pesantren yang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebut sebagai pendidikan keagamaan (Islam) formal,6 juga berpedoman kepada kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan pesantren merupakan perwujudan nilai-nilai yang hendak ditanamkan dalam pribadi peserta didik menuju terwujudnya manusia berkarakter, beriman dan bertakwa, berilmu pengetahuan dan mampu mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat.
Pondok pesantren merupakan sistem pendidikan tertua di Indonesia.
Peantren merupakan fenomena sosio-kultural yang unik dan eksistensinya telah teruji oleh sejarah dan berlangsung hingga kini. Madjid menyatakan bahwa dari segi historis, pesantren tidak hanya identik dengan ke-Islaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indegenous).7 Kata pesantren sendiri berasal dari kata “santri”, yang diberi awalan “pe” dan akhiran “an”, kemudian digabung menjadi sebuah kata pesantren. Pesantren berarti tempat tinggal santri, sedangkan santri adalah orang yang menuntut ilmu agama Islam.
Pesantren di Jawa dan Madura sering disebut dengan pondok. Sementara itu, di Aceh disebut dengan dayah atau rangkang atau meunasah dan di Sumatera
4Tedjo Narsoyo Reksoatmodjo, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, (Bandung :PT Refika Aditama, 2010), hal. 4-5.
5Suparlan, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2011), hal: 56
6 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
7Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), 3.
Barat disebut dengan surau.8 Abdurrahman Wahid memaknai pesantren sebagai a place where santri (student) live.9 Sedang Abdurahman Mas‟ud menulis, “The word pesantren stems from santri which means one who seeks Islamic knowledge. Usually the word pesantren refers to a place where santri devotes most of his or her time live in and acquire knowledge”.10
Mastuhu memberikan definisi pesantren sebagai berikut, Pondok Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam, dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian, atau disebut taffaqquh fī al-dīn dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat.11
Pesantren merupakan lembaga pendidikan agama Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam di bawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.12Oleh karena itu, kyai, santri, masjid, pondok atau asrama, dan pendidikan agama Islam adalah unsur-unsur penting di dalam pondok pesantren. Apabila pondok pesantren tidak memiliki salah satu dari unsur-unsur tersebut, maka tidak dapat dikatakan sebagai pondok pesantren.
Dari uraian singkat di atas, dapat dipahami bahwa inti dari dunia pesantren adalah pendidikannya. Pendidikan di pesantren berlangsung selama 24 jam dalam lingkungan asrama. Pendidikan semacam itu tentu saja mencakup berbagai bidang yang sangat luas, meliputi aspek spritual, intelektual, moral emosional, sosial, dan pendidikan fisik. Dengan demikian, dapat dikatakan segala yang dilihat, didengar, dan dirasakan adalah pendidikan yang dapat diambil dan ditanamkan dalam jiwa untuk membentuk kepribadian dari segi akal, akhlak, jasmani, dan faktor pendidikan lainnya.
Model pendidikan sehari semalam penuh dalam dunia pesantren dengan batas waktu yang relatif, serta hubungan guru-murid yang tidak pernah putus adalah implementasi dari ajaran Nabi yang menekankan keharusan menuntut ilmu dari buaian sampai liang lahat (min al-maḥdi ilā al-laḥdi). Singkatnya, bahwa ajaran dasar Islam adalah landasan ideologis kaum santri untuk
8Tim Penyusun IAIN (sekarang UIN) Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia, (Jakarta:Djambatan, 1992), 771.
9Abdurahman Wahid, “ Principle of Pesantren Education”, dalam Ismail SM, Dinamika Pesantren dan Madrasah,. (Pustaka Pelajar: Semarang, 2002), 50.
10Ibid, 50
11Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai SistemPendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), 3.
12Tim, Bibliografi KH. Imam Zarkasy dari Gontor Merintis Pesantren Modern, (Gontor:
Gontor Press,1996), 556.
menekuni agamanya sebagai ilmu dan petunjuk yang bermanfaat di dunia dan di akhirat.13
Perlu dicatat, bahwa pendidikan di pesantren tidak hanya sebatas kegiatan transfer of knowledge, akan tetapi lebih dari itu. Pendidikan dimaknai sebagai proses pembentukan sikap moral dan sikap sosial dengan baik. Pada saat itulah pendidikan sebagai sebuah sistem dan sebagai sub-budaya benar- benar akan memiliki kekuatan sebagai agen pengubah (agent of change).
Mendidik dengan mengembangkan aspek kognisi (transfer of head) saja hanya akan melahirkan generasi yang pandai namun lemah moralnya, ataupun mengembangkan aspek afeksinya (transfer of heart) saja akan melahirkan manusia saleh namun lemah intelektualitasnya. Prinsip keseimbangan (al-tawāzun) yang diterapkan dalam dunia pesantren adalah hal yang sangat penting dalam pendidikan. Hal ini dikarenakan manusia memiliki aspek head, hand dan heart yang merupakan satu komponen utuh dan saling terkait. Dalam hal ini empat pilar pendidikan sebagaimana yang direkomendasikan oleh UNESCO sangatlah tepat, yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan learning how to live together.
Pesantren sebagai sebuah sistem pendidikan yang memiliki akar historis dalam tradisi dan budaya bangsa ini, telah berkiprah secara signifikan pada setiap zaman yang dilaluinya, baik sebagai lembaga pendidikan dan pengembangan ajaran-ajaran Islam, sebagai kubu pertahanan Islam, sebagai lembaga perjuangan dan dakwah, maupun sebagai lembaga pemberdayaan dan pengabdian masyarakat. Dalam hal ini, pesantren berarti telah banyak berbuat untuk mendidik santri. Lebih jelasnya lagi adalah bahwa pesantren mempunyai kontribusi yang signifikan dalam membangun atau membentuk pribadi warga negara dan bangsa menjadi pribadi muslim yang tangguh, harmonis, mampu mengatur kehidupan pribadinya, mengatasi persoalan-persoalan, dan mencukupi beragam kebutuhannya. Pendidikan pesantren sebagaimana diuraikan di atas, memiliki berbagai macam dimensi, baik psikologis, filosofis, religius, ekonomis, dan politis, sebagaimana ragamnya dimensi-dimensi pendidikan pada umumnya.14
Berpijak pada pola pendidikan dalam sistem pendidikan pesantren, kurikulum pesantren yang tercermin dalam materi dan tradisi keilmuan pesantren, bukanlah satu-satunya aspek yang mendukung efektifitas pencapaian tujuan pendidikan di Pesantren.15 Namun ada aspek lain dari
13Abdurrahman Mas‟ud, dalam Ismail, S.M (Ed.), Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Semarang:Pustaka Pelajar, 1999), 32.
14Mukhtaram HM., dalam Ismail S.M., Dinamika Pesantren dan Madrasah. (Semarang:
PustakaPelajar, 2002), 40-41.
15Penelusuran yang dilakukan oleh Martin Van bruinessen membawa kepada kesimpulan bahwa kurikulum universal yang digunakan kalangan pesantren bersumber pada tradisi keilmuan
kurikulum, yang tidak direncanakan secara terprogram, tidak tertulis dalam bentuk dokumen, bukan menjadi bagian yang dipelajari, tetapi berpengaruh terhadap hasil pendidikan yang disebut dengan hidden curriculum atau kurikulum tersembunyi.
Hidden curriculum secara luas berkaitan dengan hal-hal yang meliputi sosialisasi politik, kepercayaan, kepatuhan, nilai dan adat budaya, termasuk pengembangan sikap terhadap kekuasaan yang diharapkan menjadi hasil pendidikan.16 Dengan demikian, kurikulum tersembunyi dapat merujuk pada transmisi norma, nilai, dan kepercayaan yang disampaikan baik dalam isi pendidikan formal dan interaksi sosial di dalam lembaga-lembaga tersebut.
Semua variabel pembentuk hidden curriculum tersebut, termasuk interaksi sosial dalam lembaga pendidikan, meskipun sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian peserta didik, namun ia terjadi secara tidak langsung karena bukan sebagai bahan ajar, tetapi merupakan manifestasi sikap, kebijakan dan pengkondisian lingkungan sesuai tujuan pendidikan, yang memberikan pengaruh penting terhadap perkembangan peserta didik.17
Berkenaan dengan hidden curriculum ada salah satu lembaga pendidikan yang menerapkan hidden curriculum yaitu Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra, dan menurut ustad Abdul Basith selaku pengasuhan santri di Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra, penerapan hidden curriculum di Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra sudah sejak berdirinya pondok karena pada dasarnya apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan adalah pendidikan yang dapat diambil dan ditanamkan dalam jiwa mereka untuk membentuk kepribadian dari segi akal, akhlak, jasmani, dan faktor pendidikan lainnya. Jadi tidak heran jika karakter santri sudah terbentuk.
Sehingga penulis tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai bagaimana bentuk, nilai dan strategi hidden curiculum yang dilaksanakan dalam membentuk karakter siswa di pondok ini.
Pelaksanaan hidden curriculum di pondok pesantren Nurul Haramain NW Putra lebih menekankan pada bentuk kegiatan kedisiplinan, pembiasaan beribadah, kegiatan kepramukaan dan kegiatan-kegiatan pondok lainnya yang tidak luput dari nilai pendidikan, sebagai upaya membentuk karakter yang baik.
Dengan adanya uraian-uraian di atas peneliti menyadari akan pentingnya pelaksanaan hidden curriculum dalam membentuk karakter santri.
Sehingga penulis tertarik dan ingin menggali lebih dalam tentang peran hidden curriculu dalam dalam pembentukan karakter. maka penulis bermaksud Islam di Tanah Hijaz secara dominan yang dikembangkan oleh ulama Kurdi, “dalam” Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Bandung: Mizan, 1999), 13.
16Subandijah, Pengembangan dan Inovasi, 27.
17Rohinah M. Noor, The Hidden Curriculum: Membangun Karakter Melalui Kegiatan Ekstra Kurikuler ( Yogyakarta: Insan Madani, 2012), 35.
mengadakan penelitian yang berjudul “Analisis kekuatan Hidden Curriculum dalam Membentuk Karakter Santri di Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra Narmada”.
B. Rumusan Masalah
Sebagaimana latar belakang di atas, maka penulis ingin meneliti bagaimana kekuatan hidden curriculum dalam membentuk karakter di pondok pesantren Nurul Haramain NW Putra. Dalam hal ini peneliti merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apa saja bentuk hidden curriculum yang dapat membentuk karakter di Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra Narmada?
2. Apa saja nilai-nilai yang ditanamkan di Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra Narmada?
3. Bagaimana strategi hidden curriculum dalam membentuk karakter di Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra Narmada?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui apa saja bentuk hidden curriculum dalam membentuk karakter santri di Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra Narmada?
b. Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai yang ditanamkan di Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra Narmada
c. Untuk mengetahui bagaimana strategi hidden curriculum dalam membentuk karakter santri di Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra Narmada
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak terutama yang berperan dalam dunia pesantren. Adapun kegunaan yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi teori-teori pendidikan Islam dan dapat menambah wawasan dan khazanah keilmuan, dan bahkan mungkin memunculkan teori baru dalam sistem pendidikan Islam yang dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dalam Islam.
2. Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan refrensi dalam hal pengembangan kurikulum tersembunyi dengan memperhatikan berbagai aspek yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan karakter
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian 1. Ruang lingkup penelitian
Sebagaimana pemaparan latar belakang di atas, yang akan menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini adalah bagaimana peran kekuatan hidden curriculum dalam membentuk karakter santri. Dari beberapa permasalahan yang peneliti temukan, penelitian ini akan memfokuskan pada permasalahan, “kekuatan hidden curriculum yang membentuk karakter (religius, jujur, mandiri, berdisiplin, kerja keras, peduli social, kerja peduli lingkungan, toleransi dan bertanggungjawab) santri dari struktural dan kultural di Pondok Pesantren.
2. Setting penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di pondok pesantren Nurul Haramain Putra Narmada, yang di mana pondok pesantren Nurul Haramain NW Putra berlokasi di desa Lembuak Kecamatan Narmada. Pondok pesantren ini merupakan salah satu pesantren yang menerapkan kurikulum formal dan kurikulum kepondokan yang diadopsi langsung dari Pondok Modern Darussalam Gontor. Pesantren ini juga menerapkan hidden curriculum dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter kepada santrinya yang terimplementasi dalam kegiatan-kegiatannya. Lulusannya diharapkan menjadi generasi yang baik, benar, mencintai keindahan, bermanfaat bagi sesama, serat makmur dan memakmurkan.18
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Bagian ini menyajikan persamaan dan perbedaan Orisinalitas penelitian diperlukan untuk menghindari adanya pengulangan kajian terhadap hal-hal yang sama. Dengan demikian, akan diketahui sisi-sisi apa saja yang membedakan antara penelitian kita dengan penelitian terdahulu.
Agar mudah dipahami, beberapa penelitian terdahulu tersebut, dipaparkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
18Observasi, Letak Geografis Poondok Nurul Haramain Putra Narmada, (tgl 02 Februari 2020) .
Tabel 1
No
Nama Peneliti, judul Penelitian,
dan Tahun Penelitian
Persamaan Perbedaan Orisinalitas Penelitian 1. Rahmadhani Al
Barauwi, “Hidden Curriculum
Pembentuk Sikap dan Perilaku Religius Siswa di Sekolah
Berasrama (Studi Fenomenologi di
SMA 10
Malang)”. ( Tesis, 2015)
Terletak pada kesamaan dalam meneliti tentang Hidden Curriculum dan
Karakter.
Terletak pada variabel, objek, dan fokus penelitian
Analisis kekuatan Hidden Curriculum dalam Membentuk Karakter Siswa di Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra Narmada”
dengan fokus
penelitian:
1. Apa saja bentuk hidden curriculum yang dapat membentuk karakter di Pondok Pesantren Nurul Haramain
NW Putra
Narmada?
2. Apa saja nilai- nilai karakter yang ditanamkan
di Pondok
Pesantren Nurul Haramain NW Putra Narmada?
3. Bagaimana strategi hidden curriculum dalam membentuk karakter di Pondok
Pesantren Nurul Haramain NW 2. Adlan Fauzi
Lubis, “Hidden Curriculum dan Pmbentukan Karakter (Studi Kasus di MA Pembangunan UIN Jakarta)”.
(Tesisi, 2015)
Terletak pada kesamaan dalam meneliti tentang Hidden Curriculum dan
Pembentukan Karakter
Terletak pada variabel, objek, dan fokus penelitian
3. Tri Widiastuti,
“Pelaksanaan Kurikulum
Tersembunyi Anti Korupsi di SMP IT Nurul Hidayah Surakarta Tahun Pelajaran
2013/2014”.
(Tesisi, 2015)
Terletak pada kesamaan dalam meneliti tentang hidden curriculum
Terletak pada variabel, objek, dan fokus penelitian
4. Kharun Nisa,
“hidden
curriculum: upaya peningkatan kecerdasan
spiritual siswa”.
(jurnal, 2009).
Terletak pada kesamaan dalam meneliti tentang hidden curriculum
Terletak pada variabel, objek, dan fokus penelitian
Putra Narmada?
F. Kerangka Teori
1. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian
Pentingnya peran hidden curriculum dalam pendidikan moral merupakan fokus pemikiran dan studi Lawrence Kohlberg, sebagai peneliti pertama dalam hal tersebut. Dalam perspektif Kohlberg, kurikulum sebagai salah satu unsur dalam menjalankan salah satu fungsi pendidikan yakni mengajarkan nilai-nilai yang telah ada ataupun nilai-nilai baru yang tidak ada dalam masyarakat, yang akan membawa mereka ke generasi mendatang, maka guru hendaknya mengajarkan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik melalui kurikulum formal dan kurikulum tersembunyi. Namun menurutnya, kurikulum tersembunyi lebih efektif dalam proses belajar nilai-nilai.19
Sebagian besar waktu, siswa belajar melalui lingkungan moral dan suasana yang dibentuk melalui kurikulum tersembunyi, bukan melalui buku pelajaran atau materi pendidikan. Oleh karena itu, menurut Kohlberg, menyampaikan pendidikan moral melalui kurikulum formal tidaklah cukup, sehingga ia menekankan pentingnya menciptakan sekolah dan lingkungan yang pantas dalam memberikan kerangka perkembangan moral anak.
Perspektif Kohlberg tersebut dekat pada pendekatan fungsionalis, yaitu bahwa sekolah memiliki andil dalam menciptakan tatanan sosial, sehingga sekolah harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai kepada peserta didik. Demikian juga masyarakat perlu membantu mereka agar dapat menyesuaikan diri dengan sistem yang berlaku di masyarakat. Proses ini dapat dilakukan dengan bantuan hidden curriculum.20
Nilai-nilai pendidikan moral (afektif) yang hanya disampaikan melalui kurikulum resmi seperti pada kursus, dalam beberapa kasus menunjukkan bahwa nilai-nilai tersebut hanya diingat dalam konteks mengerjakan tugas, tidak sampai tercermin dalam sikap dan perilaku.21
19 Sedat Yuksel, “Hidden Curriculum in Moral Education: An Opportunity for Students‟
Acquisition of Moral Values in The New Turkish Primary Education Curriculum”, Journal of Educational Science: Theory and Practice, 5(2) (Nopember, 2005), 330.
20Sedat Yuksel, “Hidden Curriculum in 330-331
21Sedat Yuksel, “Hidden Curriculum in 334
Secara garis besar, pemikiran Kohlberg tersebut tertuang dalam tiga pokok pikiran utama, yaitu: pertama, hidden curriculum berkaitan dengan hubungan sosial di sekolah, kedua, hidden curriculum adalah kurikulum yang paling efektif dan kompleks dalam rangka mengembangkan moral peserta didik, ketiga, perkembangan moral harus diarahkan pada pematangan moral yang wajar.
Analisis Kohlberg tentang pengaruh hidden curriculum pada pendidikan moral mendasarkan pada contoh-contoh situasi diantaranya:
pertama, kecurangan, menurut Kohlberg terkondisikan oleh hidden curriculum, dimana disatu sisi guru melarang kecurangan dalam perolehan nilai di sekolah, sementara di sisi lain diciptakan lingkungan yang kompetitif, sehingga siswa terdorong untuk mendapatkan nilai baik dengan segala cara, termasuk berbuat curang. Kedua, perilaku dan otoritas guru sebagai salah satu faktor penentu hidden curriculum dalam menyampaikan pesan moral melalui penerapan reward dan punishment lebih berpengaruh dibanding pola demokratis yang diprogramkan oleh kurikulum resmi dalam rangka mendorong kebebasan berfikir dan kreatif, karena pembelajaran terpusat pada guru dan penciptaan lingkungan berada pada guru, sebagai pusat otoritas.22
Dalam konteks pendidikan agama Islam, pendidikan moral (akhlak) sebagai upaya mentransfer nilai-nilai sebagai standar nilai yang dijadikan acuan manusia dalam bersikap dan berperilaku dalam kedudukannya sebagai hamba Allah SWT, maka perlu dirumuskan nilai-nilai keutamaan apa saja yang berimplikasi pada terciptanya kebajikan dalam diri manusia (peserta didik).
Dalam hal tersebut, Ibnu Maskawayh, intelektual muslim pertama dalam bidang filsafat etika, mengatakan bahwa para filosof menyepakati ada empat jenis keutamaan, yaitu arif, sederhana, berani dan adil. Selanjutnya, Ibn Maskawayh menjelaskan bahwa kearifan mempunyai enam bagian tingkatan, yaitu: pandai, ingat, berfikir, jernih fikiran, ketajaman dan kekuatan otak, dan kemampuan belajar dengan mudah.
Sikap sederhana terdiri dari dua belas bagian tingkatan, yaitu: malu, tenang, sabar, dermawan, jujur, puas (qana‟ah), loyal, berdisiplin diri, optimis, kelembutan, anggun berwibawa, mencetak diri agar senantiasa berbuat baik (wara‟). Dermawan sendiri memiliki gradasi: murah hati, mementingkan orang lain, rela, berbakti dan tangan terbuka.
Berani juga memiliki tingkatan, yaitu delapan bagian, terdiri dari besar jiwa, ulet, tegar, tenang, tabah, menguasai diri, perkasa, tekun dalam bekerja.
22Sedat Yuksel, “Hidden Curriculum in, 332-333
Adil, merupakan bentuk kebajikan yang menurut Ibn Maskawayh menjadi pusat dari kebajikan-kebajikan yang lain. Ia juga memiliki tingkatan-tingkatan sebagai berikut: bersahabat, bersemangat sosial, bersilaturrahmi, memberi imbalan, bersikap baik dalam bekerja sama, jeli dalam memutuskan masalah, cinta kasih, beribadah, jauh dari rasa dengki, berpenampilan lembut, berwibawa di segala bidang, menjauhkan diri dari permusuhan, memberi imbalan yang terbaik meskipun diri ditimpa keburukan, tidak menceritakan hal yang tidak layak, mengikuti perkataan yang benar, tidak membicarakan sesama muslim, menghindari berkata buruk, tidak suka berbicara hal yang menjatuhkan orang lain, mengabaikan perkataan orang pelit di muka umum, mendalami permasalahan orang yang akan dibantu, dan mengulang pertanyaan jika belum jelas.23
Seseorang dikatakan memiliki kebajikan-kebajikan tersebut, jika kebajikan itu juga dirasakan oleh orang lain. Untuk itu, manusia harus bergaul dalam satu masyarakat dan saling berinteraksi dengan baik, mengupayakan kebaikan untuk sesama, agar mencapai kesempurnaan kemanusiaannya, karena kebaikan menjadi tujuan diciptakannya manusia.24
Tingkatan paling tinggi dari kebajikan, menurut Ibn Maskawayh, adalah jika seluruh perbuatan manusia bersifat ilahi, menjadikan tuhan sebagai orientasi segala perbuatan.25
Rincian tentang rumusan nilai keutamaan yang dikemukakan Ibn Maskawayh tidak lepas dari prinsip-prinsip etika yang telah disinggung di atas, termasuk tentang adanya implikasi berfikir bagi terbentuknya kebajikan.
2. Kajian teorotik
a. Kurikulum Tersembunyi (hidden curriculum)
1) Pengertian Hidden Curriculum (kurikulum tersembunyi)
Berbicara tentang hidden curriculum tentunya kita tidak akan pernah terlepas dari istilah-istilah asing. Istilah hidden curriculum, terdiri dari dua kata, yaitu hidden dan curriculum. Secara etimologi, kata hidden berasal dari Bahasa Inggris, yaitu hide yang berarti tersembunyi (terselubung).26Sedangkan istilah kurikulum sendiri sebagaimana telah disebutkan di atas berarti sejumlah mata pelajaran dan pengalaman belajar yang harus dilalui oleh siswa demi menyelesaikan tugas pendidikannya. Dengan demikian, hidden
23M. Anton Athoillah. Filsafat Etika Yunani Dalam Pemikiran Ibn Miskawayh, Al Thūsi dan Al Dawwāni”, Mimbar Studi, Nomor 1 (September-Desember, 1998), 135-137.
24M. Anton Athoillah. Filsafat Etika Yunani, 132-133
25M. Anton Athoillah. Filsafat Etika Yunani, 34.
26 Hilda Taba, Curriculum Development Theory and Practice, 1962, hal. 143.
curriculum adalah kurikulum tersembunyi atau kurikulum terselubung. Maksud tersembunyi/terselubung di sini adalah kurikulum ini tidak tercantum dalam kurikulum ideal. Meski demikian, kurikulum ini memiliki andil dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Jika dihubungkan dengan istilah tersembunyi, maka secara umum dapat dipahami bahwa kurikulum tersebut merupakankurikulum yang tidak terlihat, namun berperan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sehingga kurikulum tersembunyi dalam hal ini merupakan sesuatu yang menjadi misi tertentu yang hanya diketahui oleh seorang guru ataupun pengelola pendidikan.
Menurut Jane Martin dalam Made, hidden curriculum secara umum dapat dideskripsikan sebagai hasil sampingan dari pendidikan di dalam atau di luar sekolah, khususnya hasil yang dipelajari, tetapi tidak secara tersurat dicantumkan sebagai tujuan.27Kurikulum tersembunyi juga dapat merujuk pada penyaluran norma, nilai, dan kepercayaan yang disampaikan oleh guru baik dalam isi pendidikan formal dan interaksi sosial di dalam lembaga sekolah.28
Istilah hidden curriculum juga sering diartikan sebagai segala bentuk pendidikan, termasuk aktivitas rekreasional dan sosial tradisional, yang dapat mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang sebetulnya tidak sengaja karena bukan berhubungan dengan sekolah tetapi dengan pengalaman belajar.
Hidden curriculum tidak tampak dalam teori, tetapi terlihat dalam implementasinya, sebagaimana yang tampak dalam intraksi antara guru dengan peserta didik, atau intraksi antara peserta didik dengan peserta didik. Semua itu bukti bahwa hidden curriculum tidak hanya mampu mempengaruhi siswa dengan kata-kata tetapi juga dengan gerakan dan perilaku yang tampak.
Banyaknya definisi yang berkembang dan beragamnya aspek yang dimasukkan ke dalam kurikulum tersembunyi memunculkan pemikiran akan pentingnya merujuk pada beberapa tokah terkait definisi kurukulum tersembunyi berdasarkan pandangan masing- masing.
Glatthorn dalam Dede Rosyada mengungkapkan definisi hidden curriculum sebagai aspek dari sekolah di luar kurikulum yang mampu
27 Made Pidarta, Landasan Kependidikan (Jakarta ; Rineka Cipta, 1997), cet I, hal. 208.
28 Giroux, Henry and Anthony Penna. Social Education in the Classroom: The Dynamics of the Hidden Curriculum. The Hidden Curriculum and Moral Education, (California: McCutchan Publishing Corporation, 1983), hal. 100
mempengaruhi peserta didik.29Valance daz overly mendefinisikan hidden curriculum dengan kurikulum yang tidak dipelajari‖, tersembunyi atau samar, laten, hasil dari persekolahan non akademik dan sebagainya.30
Dari definisi di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa hidden curukulum adalah kurikulum yang tidak tertulis secara langsung tapi mampu mempengaruhi tujuan pendidikan.
Adapun mengenai aspek hidden curriculum beberapa tokoh mempunyai kecendrungan masing-masing dalam memberikan pandangan.
Dede Rosyada mengaitkan aspek hidden curriculum meliputi lingkungan sekolah, suasana kelas, pola intraksi, guru dengan peserta didik di dalam kelas serta kebijakan maupun manajmen pengelolaan sekolah yang dapat mempengaruhi peserta didik.31Sedangkan kohelberg mengaitkan aspek hidden curriculum dengan transmisi norma, nilai, dan kepercayaan yang disampaikan baik dalam isi pendidikan formal dan interaksi sosial di dalam sekolah- sekolah.32Henry lebih terbatas pada aspek hubungan antara guru dengan siswa, yang diciptakan dalam rangka mendidik kepatuhan.33
Melihat beberpa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa hidden curriculum adalah segala kegiatan yang mempengaruhi siswa, baik itu menyangkut aturan di dalam atau di luar sekolah yang keberadaannya dapat mempengaruhi kurikulum dan hasil pendidikan. Dan dapat dipahami pula bahwa hidden curriculum dikelompokkan dalam kurikulum karena kegiatan-kegiatan yang terdapat di dalam hidden curriculum merupakan pengalaman- pengalaman siswa di sekolah yang dilakukan secara terorganisir.
Sedangkan dikatakan hidden karena kegiatan-kegiatan tersebut tidak tertulis secara jelas di kurikulum ideal maupun aktual dalam praktek pelaksanaan di sekolah.
2) Aspek Hidden Curriculum
Dengan mengutip pendapat Glatthorn, Wina Sanjaya menuliska dalam bukunya bahwa ada dua asfek hidden curriculum yaitu:
a) Aspek tetap
29Giroux, Henry and Anthony Penna. Social Education. 34
30 Arno A. Bellack, Herberth M. Kliebard. Curriculum and Evaluation, (Mr. Cutrhan Publishing Corporation, California, 1977), hal. 591.
31Dede Rosyada. Pradigma Pendidikan Demokratis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), 31
32Sanjaya, kurikulum dan Pembelajaran, 31
33 Subandijah, Pengembangan dan Inovasi, 26.
Aspek tetap dalam hidden curriculum adalah hal-hal yang ada di dalam hidden curriculum yang relative tidak akan pernah mengalami perubahan yang signifikan. Aspek ini yaitu: ideologi, keyakinan, kultur budaya masyarakat, disamping juga pengaturan lingkungan.34
b) Aspek tidak tetap
Aspek tidak tetap ini relative berubah-ubah dan adapun yang termasuk aspek tidak tetap ini yaitu:
1.1. Variable organisasi
Variable organisasi adalah kebijakan penugasan guru dan mengelompokkan siswa untuk proses pembelajaran
1.2. Variable budaya
Variable budaya yaitu dimensi sosial yang terkait dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai, dan struktur kognitif.
1.3. Variable sistem sosial
Variable sistem sosial di sini yaitu suasana sekolah yang tergambar dari pola-pola hubungan semua komponen sekolah.35
3) Fungsi Hidden Curriculum
Dalam kehidupan sehari-hari nyatanya apa yang kita perolah dari hidden curriculum sering lebih bisa kita rasakan manfaatnya ketimbang apa yang kita peroleh dari kurikulum formal. Sejalan dengan hal itu dapat diidentifikasi beberapa fungsi hidden curriculum di antaranya:
a. Sebagai pencair suasana, memunculkan minat dan apresiasi terhadap guru, jika guru mampu menjadi figur yang mumpuni dan menyenangkan bagi siswa, sehingga menjadi motivator bagi siswa untuk belajar.
b. Sebagai alat dan metode untuk memperluas wawasan dan pengetahuan anak didik tentang materi yang tidak menjadi bagian dalam silabus, meliputi dalam kaitannya dengan internalisasi nilai untuk melahirkan sikap-sikap yang mendukung. Misalnya, budi pekerti, sopan santun dan seterusnya.
c. Sebagai mekanisme kontrol social yang efektif terhadap perilaku peserta didik maupun guru.
34 Subandijah, Pengembangan dan Inovasi, 27.
35Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 25
d. Sebagai alat untuk menciptakan masyarakat yang demokratis melalui berbagai kegiatan. Misalnya melalui berbagai pelatihan, ekstrakulikuler, dan diskusi
e. Berfungsi meningkatkan motivasi dan prestasi belajar peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan seperti shalat berjamaah dan tadarus al-Qur‟an.36
f. Memberi kecakapan, keterampilan yang sangat bermanfaat bagi peserta didik sebagai bekal dalam kehidupan dikemudian hari g. hidden curriculum juga dapat dipandang sebagai alat untuk
menumbuhkan moral siswa. karena figur dan karakteristik moral dan ideologi seorang guru, tanpa disadari akan diterjemahkan oleh siswa dan menjadi pengalaman belajar yang berarti.37
4) Sifat perkembangan hidden curriculum (kurikulum tersembunyi)
Agar hidden curriculum sejalan dengan kurikulum formal maka dalam pengembangannya memiliki sifat sebagai berikut:
a). Organisasional, meliputi pengaturan masalah waktu dan bahan ajar.
b). Interpersonal, mengusahakan terwujudnya hubungan yang harmonis antara guru dengan peserta didik, tenaga sekolah, orang tua dan sesama peserta didik.
c). Institusional, menyakut hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan, struktur sosial dan kegiatan ekstrakurikuler.38
5) Karakteristik hidden curriculum (kurikulum tersembunyi)
Jeane H. Blantine dalam Caswita, mengatakan bahwa hidden curriculum yang dapat membentuk karakter terbentuk dari tiga R yang sangat penting untuk dikembangkan, yaitu:
a). Rules atau aturan, sekolah atau madrasah harus menciptakan berbagai aturan untuk menciptakan situasi dan kondisi sekolah atau madrasah yang kondusif untuk belajar.
b). Regulations atau kebijakan, sekolah harus membuat kebijakan yang mendukung terhadap tercapainya tujuan dari pembelajaran di sekolah tersebut, kebijakan tersebut tidak hanya bersangkutan
36 Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, 31-32.
37 Subandijah, Pengembangan dan Inovas, 28.
38Anik faridah, Membangun Karakter Melalui Hidden Curriculum, dalam Jurnal AlMabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial, Volume 9, No.2, 2015, hal, 45
terhadap peserta didik, tetapi perlu dibuat kebijakan untuk semua komponen sekolah,tentunya dengan formulasi yang berbeda.
c). Routines atau kontinyu, sekolah harus menerapkan segala kebijakan dan aturan secara terus menerus dan adaptif, tujuanya agar kebijakan tersebut dapat diterima dengan baik dan terus dilaksanakan.39
6) Hidden Curriculum di Pesantren/Sekolah
Pesantren telah eksis ditengah masyararakat sejak 6 abad yang lalu (mulai dari abad ke-15 sampai dengan sekaran ini) dan semenjak munculnya, pesantren telah membawa perubahan dalam membentuk masyarakat melek huruf (literacy) dan melek budaya (culture literacy).40
Pesantren merupakan sistem pendidikan yang muncul dan berkembang dari kultur Indonesia yang bersifat indigenous.41Pada awal kemunculannya pesantren hanya sebuah pengajian yang dilaksanakan di rumah kyai yang kemudian berkembang menjadi pesantren salafi, dan seiring perubahan zaman terus berkembang hingga menjadi pesantren modern, seperti pondok Modern Darussalam Gontor, pondok pesantren Al-Ishlah Lamongan, pondok pesantren Darul Ulum, dan termasuklah pondok pesantren Nurul Haramain, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan dalam proses mendidik peserta didik tidak hanya sebatas kegiatan transfer of knowledge, akan tetapi lebih dari itu. Pendidikan dimaknai sebagai proses pembentukan sikap moral dan sikap sosial dengan baik. Pada saat itulah pendidikan sebagai sebuah sistem dan sebagai sub-budaya benar-benar akan memiliki kekuatan sebagai agen pengubah (agent of change). Dalam proses perkembangannya pondok pesantren tidak hanya terfokus pada kurikulum formal tetapi berinovasi dengan menerapkan hidden curriculum.
Setiap pesantren dan institusi pendidikan memiliki hidden curriculum alias kurikulum tersembunyi, yang tidak diajarkan di kelas, tapi tidak secara tersurat dicantumkan sebagai tujuan.
39Caswita. The Hidden Curriculum : Studi Pembelajaran PAI di Sekolah, (Yogyakarta:Leotikaprio, 2013), 45
40Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2005), 10.
41Qomar, Pesantren dari, 82
Kurikulum tersembunyi memegang peran penting dalam proses membangun sikap dan moral santri.
Kurikulum di pesantren bukan sebatas rancanagan pembelajaran di dalam kelas tetapi mencakup semua proses pendidikan yang terprogram maupun tidak terprogram (hidden curriculum).
Dalam seluruh bentuk kegiatan di pondok yang bersistem madrasah dan berjiwa pesantren ini saling terkait dan saling mendukung, sebagaimana “prinsip integrasi”42 yaitu “semua yang ada di pondok ini sengaja diciptakan untuk pendidikan”. Begitu juga dengan “al-muhafadzah „ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bial- jadiid al-ashlah” (memelihara nilai lama yang baik dan mengambil nilai yangbaru yang lebih baik).
Pesantren bisa dikatakan sebagai lembaga pendidikan yang kaya akan hidden curriculum ini berdasarkan pola kehidupan pada pesantren yang disebut sebagai subkultur yang berbeda dengan tradisi masyarakat sekitar.
Pelaksanaan hidden curriculum di pesantren dapat dilakukan di rayon atau asrama, Organisasi Santri Nurul Haramain (OSNH), Koordinator Gerakan Pramuka. Di asrama, kurikulum ini dilaksanakan selama 24 jam setiap hari. Selama waktu tersebut para santri mendapatkan pendidikan hidup dan menghidupi, berjuang dan memperjuangkan, berkorban dan mengorbankan. Santri kelas 5 yang diberi tanggungjawab oleh pengasuh pondok untuk menjadi pengurus rayon diharapkan terdidik untuk bisa menjadi pemimpin yang hakiki. Mereka dituntut sewaktu-waktu untuk bisa menjadi
„ayah‟ atau „ibu‟. Sewaktu-waktu juga bisa menjadi „kakak‟ bahkan
„teman‟ biasa bagi anggotanya masing-masing. Sedangkan anggota rayon, santri kelas 1-4 dan kelas 5-6 yang tinggal di asrama, perlu memperoleh bimbingan, pengawalan, motivasi bahkan kadang- kadang perlu shock terapy.
Hidden curriculum pada pesantren tercermin dari nilai-nilai yang terdapat dalam pesantren. Seperti, keikhlasan, kesederhanaan dan kemandirian.43 Nilai ini tidak terencana secara sistematis dalam perencanaan kurikulum pada pesantren, akan tetapi nilai-nilai ini menjiwai setiap santri yang hidup di pesantren.
Dalam konteks ini (hidden curriculum) pesantren menjadi salah satu lembaga pendidikan yang secara tidak langsung telah
42KH. Imam Zarkasyi, dari Gontor merintis pesantren modern, (Jakarta: Jakarta, 1984), 67
43Abd. A‟la, Pembaharuan Pesantren, (Yogyakarta: PT LKiS, 2006), 5
menerapkannya sejak awal berdirinya hingga saat ini. Sebagai satusatunya lembaga pendidikan Islam yang tulen/asli milik Indonesia yang tidak membedakan pendidikan agama dan umum tanpa lupa akan pentingnya karakter bangsa.
Pesantren adalah tempat menggembleng bibit umat. Ini terjadi sejak 1000 tahun yang lalu, baik di Indonesia maupun diluar Indonesia, maka dari itu, tempat pendidikan pemuda-pemuda yang berupa pondok ini sudah ada di Indonesia sebelum adanya sekolah- sekolah ala Barat, untuk itu pendidikan di pondok itulah yang sebenarnya disebut dengan pendidikan Nasional, yang tulen atau pure National.44
Nilai-nilai yang ada di pesantren terbentuk dari disiplin- disiplinyang diterapkan pesantren, mulai dari bagaimana santri dididik untuk taat terhadap setiap peraturan, seperti shalat lima waktu, melaksanakan tugas piket, melaksanakan semua kewajiban yang ditetapkan pesantren, termasuk pola interaksi yang baik antara ustad dengan santri dan sesama santri. Disamping itu, suri tauladan dari figur seorang kyai tentang pola hidup sederhana, disiplin dalam melaksanakan kewajiban, pekerja keras, tidak menggantungkan nasip kepada orang lain dan tidak mudah putus asa.
b. Karakter peserta didik
1) Hakikat karakter peserta didik
Kata karakter memiliki pengertian yang beragam ada yang menyamakan dengan watak, ada yang menganggap sifat atau juga kepribadian. Allport sebagaimana dikutip Suryabrata mengatakan
“character is personality evaluated, and personality is character devaluated” yang artinya watak atau karakter adalah kepribadian yang dinilai atau berkenaan dengan norma-norma.
Karakter juga sering diartikan sebagai nilai-nilai yang unik yang terpatri dalam diri dan tercermin dalam perilaku. Sebagaimana yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat- sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.45
Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya di mana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari factor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat
44Zarkasyi, dari Gontor Merintis, 67
45 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), 62
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The stamp of individually or group impressed by nature, education or habit.” Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Karakter berasal dari bahasa latin yang memiliki arti “dipahat”.46 Artinya kehidupan ini diibaratkan seperti memahat sebuah patung, jika memahatnya dengan telaten maka akan menghasilkan patung yang bagus. Begitu pula dalam membentuk karakter anak, jika kita bentuk dengan cara yang baik maka akan menghasilkan karakter yang baik pula.
Sedangkan Imam Ghazali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap atau melakukan perbuatan yang telah menyatu dengan diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.47
Menurut Berkowitz“Character is the complex set of psychological characteristics that enable an individual to act as a moral agent. In other words, character is multifaceted. It is psychological. It relates to moral functioning. In the frst author‟s moral anatomy, seven psychological aspects of character are identifed: moral action, moral values, moral personality, moral emotions, moral reasoning, moral identity, and foundational characteristics” Karakter adalah himpunan yang kompleks tentang karakteristik psikologis yang memungkinkan seorang individu untuk bertindak sebagai agen moral. Dengan kata lain, karakter itu beragam. Hal ini terkait dengan fungsi moral. Tujuh aspek psikologis sebagai identifkasi karakter yaitu: tindakan moral, nilai-nilai moral, kepribadian moral, emosi moral, penalaran moral, identitas moral, dan karakteristik dasar. Jadi karakter berkaitan dengan keadaan psikologis untuk memberikan respon terkait dengan moralitas seseorang.48
Terkait dengan pendidikan karakter Doni A Koesoema dalam Q- Anees menjelaskan ada dua paradigma dasar pendidikan karakter.
Pertama, memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman
46Abdullah dkk, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, 12
47Heri gunawan, Pendidikan Karakter:Konsep dan Implementasi (Bandung: Alfabeta, 2012), 21
48Berkowitz, Marvin W. and Melinda C. Bier. Research Based Character Education. ( Marquete University, 2004), 2