• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III REFLEKSI TEOLOGIS ATAS LINGKUNGAN HIDUP

3.7 Pandangan Gereja tentang Lingkungan Hidup

3.7.1 Allah Pencipta

Gereja sangat menekankan pentingnya iman kepada Allah yang menciptakan segala sesuatu. Kitab Suci dibuka dengan pernyataan “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej 1:1).29 Umat beriman ini mengakui

29Lih. Uraian pada bagian Ekologi dalam Kitab Suci. Hal ini berbeda dengan pandangan para astronomi tentang awal terbentuknya bumi dan segala isinya. Namun hal ini tidak dapat

dipertentangkan karena mempunyai sudut pandang yang berbeda. Ada dua pandangan dalam ilmu astronomi mengenai awal bumi. Pertama, teori ledakan besar (big bang). Teori ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1929 dan sekarang diikuti oleh kebanyakan ahli astronomi. Teori ini mengatakan bahwa alam semesta ini berawal dari gumpalan materi yang amat padat dan panas, yang kemudian mulai meluas atau membesar dan kemudian mendingin. Peristiwa dasyat ini diperkirakan terjadi antara 10.000.000.000.000 dan 20.000.000.000 tahun yang lampau dan secara metaforis disebut “ledakan besar”. Dalam proses pendinginan, bahan-bahan materi mulai terbentuk

bahwa Allah, Bapa yang mahakuasa adalah pencipta langit dan bumi, yang menciptakan segala sesuatu yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Penciptaan merupakan awal dari tata keselamatan atau awal dari sejarah keselamatan, yang berpuncak pada Kristus. Sebaliknya misteri Kristus menjelaskan tujuan Allah menciptakan langit dan bumi pada mulanya (bdk. Rm. 8:18-23).30

Kitab suci dan tradisi selalu mengajarkan bahwa dunia telah diciptakan Allah (Konsili Vatikan I: DS 3025). Tuhan menciptakan bumi dan segala isinya karena cinta-Nya dan kebaikan-Nya (KGK. 293). Kemuliaan-Nya nampak dalam ciptaan-Nya yang Ia ciptakan dengan penuh kasih dan dalam kasih pula Ia telah menentukan kita dari semula untuk menjadi anak-anak-Nya (bdk. Ef 1:5-6).

Allah menciptakan segalanya dengan sangat teratur (bdk. Kej 1:31; Keb 11:20). Manusia, sebagai citra Allah, dipanggil untuk memelihara hubungan pribadi dengan Allah dan sekaligus untuk mengelola dan memelihara dunia.

Keteraturan ciptaan berasal dari kemuliaan dan kebaikan Allah.31 Ciptaan mengambil bagian dalam kemuliaan dan kebaikan Allah tersebut. Maka sudah seharusnya manusia mengakui makna serta tujuan segenap alam semesta, yakni kemuliaan Allah (bdk. LG 36). Manusia menjaga dan memelihara ciptaan lainnya

dan lama-kelamaan terwujudlah bintang-bintang dan seluruh alam semesta. Proses meluas masih berjalan terus, sehingga dunia tidak hanya diperkirakan mempunyai awal tetapi juga akan berakhir.

Keuda, teori keadaan ajek (steady state). Teori ini mengatakan bahwa alam meluas terus. Tetapi ada suatu keseimbangan dalam materi, sehingga proses ini dapat berjalan terus tanpa awal dan tanpa akhir. Materi sendiri terus menerus menghasilkan atom-atom dan juga bintang-bintang yang baru dan “membuang” yang lama (regenerasi). Waulupun teori ini ingin menjawab pertanyaan yang tidak terjawab dalam teori pertama, pada umumnya teori ini kurang diterima. Walaupun demikian, kedua teori ini tidak berhubungan langsung dengan iman akan penciptaan. Sebab teori astronomi ini merupakan hipotese-hipotese yang dibuat atas observasi alam sekarang, yang memang memperlihatkan gejala “meluas” dan berkembang. Kedua teori ini berusaha merumuskan proses-proses yang sedang bekerja dalam alam semesta. Mengenai dasar atau sumber kehidupan di bumi ini, kedua teori ini tidak berbicara.

30Herman Embuiru (terj.), Katekismus Gereja Katolik, Nusa Indah, Ende, 1995, 76.

31Allah melihat bahwa apa yang Ia jadikan itu baik bahkan baik sekali (Kej 1:4,10,12,18,21,31).

sebagai tanggapan atas kebaikan Allah. Ciptaan lain diberikan oleh Allah kepada manusia dan dipercayakan kepadanya. Untuk itulah Gereja berulang kali harus menegaskan bahwa segala yang telah dijadikan, termasuk dunia jasmani, itu baik (KGK 299).

Bumi dan semua yang ada di dalamnya merupakan ciptaan Tuhan. Hanya Tuhan sajalah yang dapat menciptakan dari ketiadaan. Manusia hanya dapat mengubah sesuatu dari yang telah ada; misalnya menciptakan mesin dari bahan-bahan yang telah disediakan oleh alam. Manusia sadar bahwa ia diciptakan dan seluruhnya tergantung pada Tuhan, sebagaimana dikatakan oleh Ayub, “Jikalau Ia menarik kembali roh-Nya dan mengembalikan nafas-Nya, maka binasalah bersama-sama segala yang hidup dan kembalilah manusia kepada debu” (Ayb 34:14-15). Memahami penciptaan berarti menyadari diri sebagai mahluk ciptaan, yang bergantung pada Allah sebagai sumber hidupnya. Manusia sungguh berbeda dari Dia yang memberikan hidup kepada manusia (bdk. Mzm 102:27-28).32

Allah pencipta jauh melebihi segala yang Ia ciptakan (bdk. Sir 43:28).

Kebesaran-Nya tak terduga dan nama-Nya mulia di seluruh bumi lewat segala karya ciptaan-Nya (bdk. Mzm 8:2; 145:3). Ia hadir dalam mahluk ciptaan-Nya karena Ia adalah pencipta yang bebas dan mulia; di dalam Dia kita hidup, bergerak dan ada (Kis 17:28). Setelah menciptakan bumi dan segala isinya, Ia tidak meninggalkan bumi dan segala isinya begitu saja. Ia memelihara agar berkembang dengan baik (bdk. Keb 11:24-26). Pengakuan manusia akan

32KWI, Iman Katolik, Kanisius-Obor, Yogyakarta-Jakarta, 1996,146-147.

ketergantungan ciptaan pada Allah sebagai pencipta menghasilkan kebijaksanaan dan kebebasan, kegembiraan dan kepercayaan.

Kepada manusia Allah memberi undangan untuk mengambil bagian secara bebas dalam karya-Nya dengan menyerahkan tanggung jawab kepada mereka untuk bertambah banyak dan “menaklukkan bumi” serta berkuasa atasnya (bdk.

Kej 1:26-28). Dengan demikian Allah memanggil manusia untuk melengkapi karya-Nya demi kesejahteraan manusia dan kebaikan ciptaan lainnya. Manusia, yang diciptakan Allah menurut citra-Nya, menerima perintah-Nya untuk menaklukkan bumi beserta segala isinya serta menguasai dunia dalam keadilan dan kesucian. Ia mengemban perintah untuk mengakui Allah sebagai Pencipta segala sesuatu dan mengarahkan diri beserta seluruh alam kepada-Nya, sehingga nama Allah dikagumi dan dimuliakan di seluruh bumi (bdk. GS 34)

Manusia sebagai rekan kerja Allah harus memperhatikan rencana ilahi dalam tindakannya, dalam doanya, dan dalam perjuangannya. Dengan demikian secara penuh dan utuh manusia menjadi rekan sekerja Allah (1 Kor 3:9; 1 es 3:2) [KGK. 307].

3.7.2 Ketergantungan Mahluk-Mahluk

Setiap mahluk atau ciptaan Allah memiliki keunikan atau kekhasan masing-masing. Dengan kata lain, mereka mempunyai kebaikan dan kesempurnaannya sendiri. Dalam penciptaan selama enam hari, selalu dikatakan

“Dan Allah melihat semuanya itu baik”. Segala sesuatu dikaruniai kemandirian, kebenaran dan kebaikannya sendiri dan manusia wajib menghormati itu (GS 36).

Kekhasan tersebut mencerminkan kebijaksanaan dan kebaikan Allah yang tidak terbatas. Oleh karena itu, manusia harus menghormati kodrat dari setiap mahluk dan menjauhi sikap dan perlakuan yang tidak bijaksana kepada mereka.33

Manusia mengira bahwa ia boleh menggunakan seluruh kekayaan bumi dan menikmati hasilnya, dengan menaklukkannya tanpa sayarat untuk memenuhi keinginannya, (CA 37). Manusia tidak menjalankan tugasnya untuk bekerja sama dengan Allah di bumi ini. Ia justru mau menggantikan tempat Allah (bdk. Kej 2:16-17) dan dengan demikian membangkitkan pemberontakan alam (kerusakan alam; bdk. CA 37). Oleh karena itu, demi perkembangan manusia dan ciptaan lainnya, manusia harus mempunyai sikap hormat kepada ciptaan, tidak memakai seenaknya aneka macam mahluk, entah hidup entah tidak – binatang, tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati – menurut kehendaknya sendiri, sesuai dengan kebutuhan ekonomis sendiri. Harus diperhitungkan kekhususan masing-masing dan hubungan timbal balik dalam suatu sistem tersusun yang disebut kosmos.

Perlu disadari bahwa SDA itu terbatas dan ada SDA yang tidak dapat diperbarui lagi. Kalau SDA dipakai seolah-olah tidak dapat habis, ada bahaya sungguh-sungguh bahwa tidak lagi tersedia SDA, bukan hanya untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Selain itu, akibat langsung atau tidak langsung dari industri, yang selalu terjadi, adalah pencemaran lingkungan, dengan konsekuensi berat bagi manusia (bdk. SRS 34). Bukan saja lingkungan materiil yang terus-menerus merupakan ancaman (pencemaran, penyakit-penyakit baru dan daya-daya penghancur) melainkan juga lingkungan hidup manusiawi tidak

33KGK 339-344.

lagi dikendalikan oleh manusia, sehingga menciptakan lingkugan yang tidak baik untuk masa depan (OA 21).

Ketergantungan mahluk ciptaan satu sama lain dikehendaki oleh Allah.

Semua perbedaan atau kekhasan menunjukkan bahwa tidak ada satu pun mahluk di bumi ini yang dapat mencukupi dirinya sendiri. Semuanya berada dalam saling ketergantungan untuk saling melengkapi dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Selain itu, keunikan mahluk-mahluk ciptaan menciptakan keindahan alam semesta. Keindahan tersebut mencerminkan keindahan Pencipta yang tanpa batas.

Keindahan tersebut semestinya membangkitkan rasa hormat dan menggerakkan manusia supaya tunduk pada Allah, Pencipta semuanya.

3.7.3 Diperuntukkan bagi Semua

Ensiklik Paus Paulus VI tentang perkembangan bangsa-bangsa (Populorum Progressio) membahas kepedulian Gereja pada bangsa-bangsa yang berusaha membebaskan diri dari bencana kelaparan, kemiskinan dan kebodohan.

Dalam ensiklik ini, Paus menegaskan bahwa seluruh ciptaan diperuntukkan bagi manusia (bdk. perintah Allah kepada manusia dalam Kej 1:26-28). Manusia diberi tugas untuk menyempurnakannya melalui daya upaya untuk kepentingan bersama.

Allah memaksudkan bumi dan segala isinya untuk dimanfaatkan oleh semua orang dan semua bangsa. Demikianlah, karena tuntutan keadilan dan cinta kasih, hal-hal yang tercipta harus terjangkau oleh semua sebagaimana mestinya (GS 69).

Oleh karena itu, manusia harus memandang hal-hal lahiriah yang dapat dikelolanya bukan hanya sebagai miliknya sendiri dan bukan pula untuk

kepentingannya sendiri, tetapi juga sebagai milik umum dan untuk kepentingan bersama (bdk. PP 22-23).

Paus Yohanes Paulus II, dalam amanat bagi Hari Perdamaian Dunia, 8 Desember 1989 menyesalkan bahwa sumber-sumber alam seperti minyak, logam, mineral dihabiskan tanpa memikirkan masa depan; produksi barang-barang kimia seperti plastik dan pestisida meracuni alam dan memenuhi dunia dengan sampah yang bertimbun-timbun; pencemaran oleh industri dan pupuk buatan merusak tanah, air dan udara; segala macam obat untuk manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan mempunyai aneka macam efek samping yang tak terkendalikan; energi atom dan terutama senjata-senjata nuklir menimbulkan ancaman terus menerus bagi kehidupan di bumi. Seluruh alam semesta, sampai lapisan ozon yang meliputi dunia, telah terkena pencemaran lingkungan. Lebih lanjut Paus mengatakan bahwa selain menyebut kerugian besar yang sudah dibuat terhadap lingkungan alam, semua harus memberi perhatian kepada apa yang setiap hari diderita oleh orang-orang karena segala macam pencemaran, makanan yang berbahaya dan lalu lintas yang tak terkendalikan, yang membuat udara tidak sehat lagi.

3.7.4 Tanggung Jawab Manusia atas Hidup di Bumi

Mempertahankan dan memajukan hidup, dengan menghormati hidup dan mencintainya merupakan tugas yang diberikan Allah kepada setiap orang dalam panggilannya sebagai citra Allah yang nampak pada kuasanya atas bumi: Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka.Perintah tersebut jelas

menunjukkan luas dan dalamnya kuasa yang dilimpahkan Allah kepada manusia.34Hal tersebut menunjukkan kuasa atas seluruh bumi dan atas seluruh ciptaan yang hidup, sebagaimana yang sangat jelas dinyatakan dalam kitab Kebijaksanaan: “Allah nenek moyang dan Tuhan belas kasihan, dengan firman-Mu telah Kaujadikan segala sesuatu, dan dengan kebijaksanaan Kau bentuk manusia, agar ia menguasai segala makhluk yang telah Kauciptakan dan memerintah dunia semesta dengan suci dan adil serta memegang kekuasaan dengan tulus hati” (Keb 9:1-3). Pemazmur memuji kuasa yang diberikan kepada manusia sebagai suatu tanda kemuliaan dan hormat dari Allah:

6 Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. 7 Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya: 8 kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang; 9 burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan” (Mzm 8:6-9).

Sebagai orang yang dipanggil untuk mengusahakan dan memelihara bumi (bdk. Kej 2:15), manusia mempunyai tanggung jawab atas kelangsungan hidup bumi (lingkungan hidup), atas kelangsungan hidup seluruh ciptaan yang telah Allah berikan pada martabat hidup mereka masing-masing, bukan hanya untuk hidup generasi saat ini tetapi juga untuk hidup generasi di masa depan.35Manusia harus menjaga dan memelihara habitat-habitat alami untuk segala jenis mahluk hidup dan segala bentuk kehidupan. Kuasa yang diberikan kepada manusia oleh

34John Paul II, Evangelium Vitae, to the Bishops, Priests and Deacons, Men and Women Religious lay Faithful and all People of Good Will in the Value and Inviolability of Human Life, 42.

http://www.vatican.va/holy_father/john paulii/encyclicals/documents/hf_jp-ii_enc_25031995_evangelium -vitae_en.html, 4 November 2012, pkl. 11.00.

35Bdk. John Paul II, Ecclesia In Asia, to The Bishops,Priests And Deacons, Men And Women In The Consecrated Life And All The Lay Faithful On Jesus Christ The Saviour And His Mission Of Love And Service In Asia, 41.

http://www.vatican.va/holy_father/john_paul_ii/apost_exhortations/documents/hf_jp-ii_exh_06111999_ecclesia-in-asia_en.html, 4 November 2012, pkl. 10.20.

Allah bukanlah kuasa yang mutlak. Manusia tidak dapat berkata bahwa ia dapat dengan bebas menggunakan mahluk ciptaan lainnya untuk kesenangan pribadi (bdk. SRS 34). Batasan yang telah ditentukan sejak awal oleh Allah, Sang Pencipta, dan yang secara simbolik dinyatakan melalui larangan untuk tidak memakan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat (Kej 2:16-17) menunjukkan bahwa manusia tidak dapat seenaknya bertindak atas alam atau bebas dari hukum alam dan hukum moral.

Kepada Adam dan Hawa, Allah mempercayakan pemeliharaan bumi ini (bdk. Kej 2:15).36 Kepercayaan ini membawa kewajiban ekologis untuk setiap orang. Pemenuhan kewajiban tersebut mengandaikan adanya keterbukaan pada perspektif spiritual dan etis yang melampaui sikap egois dan gaya hidup yang mengarah pada pemborosan kekayaan alam. Semua orang harus bekerja untuk memastikan efektivitas perlindungan lingkungan hidup dan memahami bahwa lingkungan hidup (alam) merupakan pemberian Allah.37

Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa manusia yang mengubah bumi ini dan menciptakan berbagai hal yang menunjang hidupnya lupa bahwa semua itu telah disediakan Allah untuk kelangsungan hidup di bumi. Manusia mengira bahwa ia dapat memanfaatkan dunia semaunya dengan menundukkannya tanpa batas pada kehendaknya sendiri, seolah-olah tidak ada syarat-syarat tertentu.

36John Paul II, Ecclesia In Oceania, To The Bishops Priests And Deacons Men And Women In The Consecrated Life And All The Lay Faithful On Jesus Christ And The Peoples Of Oceania:

Walking His Way, Telling His Truth, Living His Life,31.

http://www.vatican.va/holy_father/john_paul_ii/apost_exhortations/documents/hf_jp-ii_exh_20011122_ecclesia-in-oceania_en.html, 4 November 2012, pkl. 10.25.

37John Paul II, Ecclesia In America, To The Bishops, Priests And Deacons, Men And Women Religious, And All The Lay Faithful On The Encounter With The Living Jesus Christ: The Way To Conversion, Communion And Solidarity In America, 25.

http://www.vatican.va/holy_father/john_paul_ii/apost_exhortations/documents/hf_jp-ii_exh_22011999_ecclesia-in-america_en.html, 4 November 2012, pkl. 10.20.

Manusia tidak mau bekerja sama dengan Allah, Ia mau menduduki tempat Allah dan dengan demikian menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.38

3.8 Kristus dan Ekologi

Refleksi mengenai Kristus dan lingkungan hidup dapat kita dasarkan pada hymne Kolose 1:15-20.39Berikut ini adalah teks Kolose 1:15-20:

15 Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, 16 karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. 17 Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. 18 Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. 19 Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, 20 dan oleh Dialah Ia

memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.

Pandangan Paulus dalam Kol 1:15-20 nampaknya dipengaruhi oleh kitab Kebijaksanaan dan tradisi rabinik. Yesus sebagai ikon atau gambar Allah (ay.15) tidak mempunyai makna jasmaniah. Pandangan ini mengacu pada gagasan bahwa kebijaksanaan merupakan gambaran kebaikan Allah (bdk. Keb 7:26). Dalam kol 1:15-20, Paulus menunjukkan adanya keterkaitan Kristus dengan kosmos. Hymne ini memuat dua hal yakni: kesatuan Kristus dengan seluruh ciptaan dan penebusan kosmos oleh Kristus.

Ayat 15-17 menjelaskan bahwa Kristus telah ada sebelum segala sesuatu diciptakan serta bahwa di dalam Dia telah diciptakan segala sesuatu yang ada di bumi, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Alam semesta merupakan

38KWI, Iman Katolik, Kanisius-Obor, Yogyakarta-Jakarta, 1996, 152.

39Telah disinggung sangat singkat mengenai Kolose 1:15-20 pada bagian 3.2.10. Pada bagian ini (3.8) akan diuraikan lebih lanjut Kolese 1:15-20 untuk memahami bagaimana hubungan atau kaitan antara Kristus dan ekologi.

penyingkapan kehadiran Kristus sebagai perwujudan Allah. Dalam diri Yesus Allah hadir dan Dialah kepenuhan ciptaan sebagai ikon Allah (ay. 19). Dalam diri Yesus alam semesta mencapai puncak karena dalam Dia semua yang telah diciptakan mendapat perdamaian dengan Allah (ay. 20). Dengan kata lain, di dalam Yesus segala sesuatu telah diciptakan dan kini didamaikan dengan Allah.

Pandangan Paulus ini sangat relevan untuk ekoteologi. Hymne ini mengajak kita untuk mengoreksi pemahaman kita mengenai alam. Peristiwa inkarnasi, wafat dan kebangkitan Kristus merupakan jawaban atas penghancuran yang disebabkan oleh dosa manusia. Peristiwa inkarnasi tidak hanya terkait dengan manusia, melainkan seluruh dunia, seluruh mahluk hidup.40 Salib dan kebangkitan Kristus menyatukan manusia, alam/ciptaan dan Allah. Karena dosa manusia, manusia terspisah dari Allah dan alam. Karena salib dan kebangkitan Kristus, manusia diperdamaikan kembali dengan Allah dan alam (bdk. kisah air bah di mana terjadi konflik manusia dengan manusia serta manusia dengan alam dan Allah membinasakan ciptaan-Nya karena dosa manusia, [Kej 6-7; 1 Kor 15:46-47]).

Kristus adalah sumber dan tujuan segenap ciptaan. Dalam Kristus dan salib-Nya, Allah telah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya. Segala ciptaan diciptakan di dalam Kristus, didukung oleh-Nya, dan diperdamaikan di dalam Dia. Pujian di atas memberikan gambaran bahwa kematian dan

40Denis Edwards, Ecology at the Heart of Faith: the Change of Heart that Leads to a New Way of Living on Earth, Orbis Books, Maryknoll, New York, 2006,58.

kebangkitan Yesus merupakan permulaan transformasi segala ciptaan. Ia adalah Alpha dan Omega (bdk. Why 22:13).41

3.9 Yesus Kristus sebagai Kebijaksanaan Allah

Peristiwa salib, yakni wafat dan kebangkitan Yesus, bagi jemaat Kristen awal memberi suatu kekuatan istimewa, sebab dengan peristiwa tersebut mereka diyakinkan bahwa kematian Yesus bukanlah akhir dari segala sesuatu. Bagi jemaat Kristen awal, peristiwa salib memiliki makna universal. Oleh karena itu, mereka mewartakan bahwa Yesus Kristus adalah “Allah Beserta Kita” (Mat.

1:23).

Menurut Paulus, Yesus memiliki peran kosmis: “…bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang daripada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup” (1 Kor 8:6). Segala sesuatu yang ada di bumi mendapatkan esksistensinya melalui Yesus (bdk. Kol 1:17-20). Darimanakah peran kosmis Yesus ini muncul? Menjawab pertanyaan tersebut, seorang ekoteolog, Denis Edwards, mengatakan bahwa keyakinan bahwa Yesus memiliki peran kosmis lahir dari sebuah teologi mengenai “Kebijaksanaan Allah.” Dalam teks-teks Kebijaksanaan di dalam Kitab Suci, Allah dipersonifikasikan sebagai “Perempuan Kebijaksanaan.”42

41Denis Edwards, Ecology at the Heart of Faith: the Change of Heart that Leads to a New Way of Living on Earth, Orbis Books, Maryknoll, New York, 2006, 57.

42Secara etimologis, istilah wisdom woman berasal dari kata Ibrani hokhmâ dan kata Yunani yakni Sophia. Kedua kata ini bergenus feminis. Bagi Edwards, Kebijaksanaan Allah (Wisdom of God) yang dipersonafikasikan dengan Wisdom Woman mengandung arti keterlibatan secara intim

Menurut Edwards ada dua karakteristik pokok dari “Perempuan Kebijaksanaan” itu. Pertama, bahwa “dia terlibat secara intim dengan segenap ciptaan.” Dia digambarkan sebagai Allah dalam ciptaan, sebagai co-creator Allah;

yang bersama dengan Allah menyertai seluruh ciptaan Allah (bdk. Amsal 8:22-31;

Sir. 24:3-7). Kebijaksanaan ini adalah “pohon kehidupan” (bdk. Amsal 3:18).

Dengannya Allah telah meletakkan dasar bumi. Dengan pengertian-Nya ditetapkan-Nya langit, dengan pengetahuan-Nya air samudera raya berpencaran dan awan menitikkan embun” (bdk. Amsal 3:19-20). Kedua, bahwa “Dia datang untuk tinggal di tengah-tengah kita.” Pernyataan tersebut menampakkan bahwa

“Perempuan Kebijaksanaan” itu seumpama orang yang tinggal di tengah kita, mengadakan perjamuan dengan kita, dan mengundang orang miskin yang membutuhkan makanan dan minuman, menikmati apa yang sudah dipersiapkannya (bdk. Amsal 9:1-6; Sir 24:8-22). “Perempuan Kebijaksanaan” ini adalah sosok yang di dalamnya kita semua diciptakan.

Berbeda dengan orang Yahudi yang menganggap Torah sebagai Kebijaksanaan Allah, jemaat Kristen Awal mengakui Yesus Kristus sebagai Kebijaksanaan Allah. Sebagai Kebijaksanaan Allah, Yesus adalah Sang Sabda yang menjadi daging (bdk. Yoh 1:1-18) yang membawa penyembuhan dan pembebasan: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku

Berbeda dengan orang Yahudi yang menganggap Torah sebagai Kebijaksanaan Allah, jemaat Kristen Awal mengakui Yesus Kristus sebagai Kebijaksanaan Allah. Sebagai Kebijaksanaan Allah, Yesus adalah Sang Sabda yang menjadi daging (bdk. Yoh 1:1-18) yang membawa penyembuhan dan pembebasan: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku