• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadilan Ekologis dan Pertobatan Ekologis

BAB V MENANGGAPI MASALAH LINGKUNGAN HIDUP

5.4 Keadilan Ekologis dan Pertobatan Ekologis

Sebagai orang kristiani, mestinya kita segera sadar dan mengakui bahwa masalah lingkungan hidup (kerusakan alam) saat ini merupakan akibat sikap manusia yang tidak bertanggung jawab atas alam. Kita semua terpanggil untuk merenungkan dan memikirkan nasib bumi kita serta mencari solusinya. Kita perlu mengambil tindakan konkrit untuk menjaga dan mengkonservasi alam. Kita harus semakin menyadari kesatuan yang utuh antara kenyataan ekologis dan peradaban manusia. Dalam sebuah perspektif yang lebih luas, kita perlu memikirkan secara mendalam relasi antara mahluk hidup dan ciptaan abiotis serta antara alam dan budaya. Kita mesti berpikir tentang keseimbangan ekosistem.

Keadilan ekologis, atau yang juga disebut keadilan lingkungan (envinronmental justice), saat ini telah menjadi kesadaran global.17Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan menyangkut keadilan ekologis: (1) semua orang memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada lingkungan hidup; (2) masukan dari masyarakat menjadi bagian yang perlu dipertimbangkan untuk memutuskan regulasi oleh lembaga/pihak terkait; (3) perhatian publik atas masalah lingkungan hidup yang berpengaruh pada aktivitas sehari-hari harus menjadi unsur utama dalam proses pengambilan keputusan; (4) para pengambil keputusan harus secara aktif mencari tahu dan memfasilitasi keterlibatan masyarakat dalam penyusunan kebijakan yang secara potensial mempengaruhi mereka.

17Heru Nugroho, “Bencana Alam Dalam Perspektif Sosio-Kultural Menuju Politik Bumi Yang Melestarikan Lingkungan”, dalam Jurnal DIALOG KEBIJAKAN PUBLIK, Edisi I/Juni/Thn II/2008, 4-5.

Gereja sebagai suatu lembaga yang terstruktur rapi dan kuat seharusnya tidak hanya menyerukan seruan profetis dalam himbauan-himbauannya yang lebih banyak didengar oleh umatnya. Lewat pemimpin tertingginya, Gereja memang telah menunjukkan kepeduliannya atas masalah lingkungan hidup lewat himbauan-himbauan, meskipun belum ada satu pun ensiklik yang khusus berbicara mengenai lingkungan hidup.18Gereja seharusnya berperan lebih aktif dalam mengatasi masalah lingkungan hidup. Gereja perlu terlibat dalam masyarakat luas (dunia) dan tidak hanya bergerak dalam dirinya sendiri. Gereja sebagai sakramen hendaknya menghadirkan keselamatan Allah bagi dunia. Gereja terpanggil untuk menciptakan kehidupan yang baik di bumi ini dengan mengupayakan lingkungan hidup yang baik. Gereja tidak dapat bekerja sendiri.

Gereja perlu bekerja bersama dengan pemegang otoritas agar gerakan peduli lingkungan hidup sungguh berdampak pada kehidupan bersama. Di samping itu, Gereja hendaknya mengupayakan keadilan ekologis dalam kehidupan bersama.

Pertobatan ekologis merupakan perubahan pola pikir (paradigma) dan tindakan terhadap lingkungan hidup. Pertobatan ekologis mesti menunjukkan konsistensi antara tataran nilai-nilai berkenaan dengan alam ciptaan dan sikap terhadapnya. Dalam arti ini, pertobatan ekologis mencakup kesadaran dan tanggung jawab personal dan sosial atas tindakan dan gaya hidup yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup. Dalam pertobatan ekologis ini, pribadi

18Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Damai dari tahun 1979 sampai 1992 menunjukkan bahwa Paus sungguh memperhatikan masalah lingkungan hidup. Dari tahun 1979-1983 terdapat 28 teks Sri Paus yang menyinggung soal lingkungan hidup. Kemudian tahun 1989-1992 terdapat 65 teks yang menyinggung masalah lingkungan hidup. William chang, Moral Lingkungan Hidup, Kanisius, Yogyakarta, 2001, 64

dan masyarakat mengupayakan untuk mengurangi dan bahkan tidak melakukan tindakan-tindakan yang merusak keseimbangan lingkungan hidup (ekosistem).19

Panggilan untuk hidup dalam semangat pertobatan ekologis merupakan panggilan semua orang kristen. Hal ini antara lain diserukan Paus Yohanes Paulus II dalam dokumen kepausan berjudul, “Berdamai dengan Allah Pencipta, Berdamai dengan Segenap Ciptaan” (1 Januari 1990). Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa tugas setiap orang kristen terhadap alam dan ciptaan merupakan bagian esensial dari iman (no.15). Iman tidak hanya berhenti pada penghayatan batin dan ritus-ritus, tetapi harus nampak pada relasi dengan alam dan ciptaan. Allah Sang Pemilik dunia tidak saja mendesak kita untuk memperhatikan keadilan sosial, yakni relasi yang baik antara masyarakat, tetapi juga keadilan ekologis, yang berarti relasi yang baik antara manusia dengan ciptaan lainnya dan dengan bumi sendiri. Keutuhan ciptaan adalah bagian esensial dari tradisi iman dan merupakan hal penting, karena dengannya dialog, kerja sama dan saling pengertian dapat dibangun.20

Pertobatan ekologis diupayakan dengan jalan solidaritas. Solidaritas memuat sejumlah kesadaran.21Pertama, kesadaran akan yang lain (sesama dan alam ciptaan) sebagai independen dan bernilai. Hal ini mendorong kita untuk menyesuaikan sikap, agar menghormati “yang lain” dan memperlakukan mereka sesuai dengan nilai intrinsiknya. Mereduksi makhluk non-manusia lainnya hanya sebagai instrumen telah menyebabkan degradasi dan desakralisasi pada

19Keith D. Warner, “Get Him out of the birdbath, 372.

20Kelompok Kerja Pemanasan Global dari Para Promotor KPKC, Keutuhan Ciptaan, Tantangan bagi Kaum Religius Masa Kini, 2002, 5. Dalam jpicclimatechange@yahoo.co.uk.

21Kelompok Kerja Pemanasan Global dari Para Promotor KPKC, Keutuhan Ciptaan, Tantangan bagi Kaum Religius Masa Kini, 2002, 6. Dalam jpicclimatechange@yahoo.co.uk.

lingkungan hidup. St. Fransiskus dan St. Bonaventura telah menunjukkan betapa alam ciptaan perlu dihargai, karena dengan itu juga kita menghargai dan menghormati Sang Pencipta.

Kedua, kesadaran akan visi bersama dan visi masa depan. Perhatian terhadap keutuhan ciptaan saat ini tidak hanya menjadi keprihatinan satu orang, satu kelompok, maupun suatu negara. Masalah lingkungan merupakan masalah global, yang mewajibkan kita untuk merumuskan kembali peran manusia di bumi ini dan pencapaian kesejahteraan umum dalam lingkup global. Bila kita mengkonsumsi sumber alam lebih cepat dari proses penggantiannya atau menghamburkan sumber-sumber alam yang tidak ada gantinya tanpa mempedulikan kebutuhan generasi mendatang, maka kita merampok modal mereka. Refleksi seperti ini membantu kita untuk mengevaluasi kembali keterkaitan seluruh ciptaan dan merumuskan prinsip-prinsip yang adil, yang menunjang kesejahteraan manusia sekarang dan di masa depan. Sementara manusia mempunyai tempat khas dan peranan dalam keseluruhan rencana Allah bagi alam semesta, maka manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa relasi yang sehat dengan lingkungan sekitarnya.

Ketiga, kesadaran akan tanggung jawab bersama untuk melestarikan lingkungan hidup. Keutuhan lingkungan yang nyata hanya akan dicapai dengan upaya terpadu dari semua pihak. Jika semua pihak sadar akan peran dan tanggung jawabnya terhadap alam, maka keutuhan lingkungan hidup dapat dilestarikan.

Krisis lingkungan pada dasarnya adalah krisis nilai. Orang tidak lagi melihat nilai intrinsik alam melainkan nilai instrumental (= nilai ekonomis) dan orang tidak

lagi melihat nilai keberadaannya sebagai penanggungjawab kelangsungan alam ini.

Selain solidaritas, hidup kontemplasi akan membantu kita dalam menghayati pertobatan ekologis. Kontemplasi yang dimaksudkan bukanlah pertama-tama sikap duduk dan diam di tempat sambil memejamkan mata, tetapi sikap aktif yang mampu melihat Allah lewat alam dalam hidup sehari-hari. Dalam kontemplasi kita merenungkan keindahan dan kehadiran Allah dalam segala sesuatu. Kontemplasi tersebut membimbing kita kepada metanoia, pertobatan hati, yang merupakan tempat yang bagus bagi kita semua untuk mulai menanggapi krisis di bumi ini, krisis rumah kita, ciptaan Allah. Dengan mengkontemplasikan keindahan dan kehadiran Allah dalam alam ciptaan, kita ditantang untuk melestarikan alam, karena alam mengantar kita dalam kesatuan dengan Sang Pencipta.22

Sejalan dengan hal-hal ini, Keith D. Warner menawarkan tiga bentuk konkret pertobatan ekologis, yakni (1) ikut serta dalam upaya pengambilan kebijakan publik yang mengindahkan kelestarian lingkungan hidup, (2) gerakan lokal untuk melestarikan alam atau mencegah kerusakan alam (antara lain dengan gerakan 3R [reuse, reduce, dan recycle]), dan (3) tindakan konkret peduli terhadap alam dalam hidup sehari-hari.23Upaya-upaya ini merupakan bagian dari penghayatan dan perwujudan iman. Pendekatan St. Fransiskus dan St.

Bonaventura dalam hal ini amat membantu untuk menghayati semangat pertobatan ekologis yang mendalam.

22Kelompok Kerja Pemanasan Global dari Para Promotor KPKC, Keutuhan Ciptaan, Tantangan bagi Kaum Religius Masa Kini, 2002, 5.

23Keith D. Warner, “Get Him out of the birdbath, 372.