• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III REFLEKSI TEOLOGIS ATAS LINGKUNGAN HIDUP

3.10 Ekoteologi dan Eskatologi

Eskatologi berbicara tentang apa yang akan terjadi di masa yang akan datang dan tentang apa yang akan terjadi pada penghakiman terakhir. Teolog-teolog kontemporer menekankan bahwa bayangan tentang apa yang akan terjadi nanti sudah dialami saat ini dalam real eschatology. Jürgen Moltman menekankan bahwa seluruh teologi harus memuat eskatologi yakni harapan akan kebangkitan hidup yang telah ada baik sekarang maupun yang akan datang.44

3.10.1 Peran Kristus

Situasi yang tidak menentu dan terjadinya bencana dapat melemahkan harapan. Situasi dunia yang penuh dengan bencana, kerusakan alam dan kekacauan iklim yang sangat berdampak negatif bagi manusia. Situasi demikian membawa kita pada suatu pertanyaan reflektif tentang peran Kristus dalam menebus dunia.

Sejak awal mula Allah menciptakan langit dan bumi ini baik adanya (Kej 1:31). Namun karena manusia menyalahgunakan kebebasannya, yang diberikan Allah kepadanya (bdk. Kej 1:28-30; Kej 2:15), dengan melanggar kehendak Allah (bdk. Kej 2:17), maka manusia jatuh dalam dosa. Dosa itu membuat manusia mengalami kesulitan atau penderitaan dalam hidup. Dengan susah payah manusia menjalani hidup di bumi ini (Kej 3:15-19). Selain itu, terjadi konflik antara manusia dan binatang (Kej 9:2-3). Walaupun Allah sudah “memurnikan” ciptaan-Nya (memusnahkan mereka kecuali Nuh dan mahluk yang ditentukan oleh Allah)

44Celia Deane-Drummond, Eco-Theology, Saint Mary’s Press, USA, 2008, 164.

dengan air bah, manusia kembali jatuh dalam dosa. Berulang kali Allah telah berbicara dan mengingatkan manusia akan kedosaannya melalui perantaraan para nabi-nabi-Nya (bdk. Ibr 1:1). Walaupun demikian, manusia tetap “tegar” dalam dosa dengan tidak taat pada kehendak Allah, dengan menjauh dari apa yang dikehendaki Allah. Syukurlah, Allah begitu mengasihi manusia dan ciptaan-Nya sehingga Ia tidak mau mereka binasa karena dosa. Oleh karena itu, “Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadanya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16). Kristus datang bukan untuk menghakimi dunia dan segala kedosaannya, melainkan untuk menyelamatkannya (bdk. Yoh 3:17) lewat peristiwa salib.

Menurut Injil sinoptik maupun surat-surat Paulus,45 penebusan Kristus lewat peristiwa salib ditujukan kepada mereka yang percaya kepada-Nya.

Menurut Injil Yohanes, sejak awal mula Kristus telah ada dan Ia juga yang menjadikan segala sesuatu (Yoh 1:3; bdk. Kol 1:15).46Ia menciptakan langit dan bumi serta segala isinya karena Ia adalah Allah (Yoh 1:1). Ia kemudian menjadi manusia lewat peristiwa inkarnasi untuk menyertai, membimbing sekaligus menyelamatkan seluruh ciptaan-Nya lewat penebusan-Nya (Rm 3:24-26; 6:3-4).

Tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang dijadikan dan Ia diutus Allah kedalam dunia untuk menyelamatkan dunia. Penebusannya juga

451 Kor 15:13-17,20,29,32,35,42-44,52; 2 Kor 5:15; Luk 7:22; 9:22; 20:36; Yoh 12:1,9; Kol 2:12;

3:1; 1 Tes 1:10; Ibr 11:35; 1Ptr 3:18.

46Jesus Is “the beginning”, it does not mean simply that he is the beginning of creation, but that he is the “first-born from the dead”, the origin and foundation of resurrection life for other creatures.

In this sense he is before all things. Denis Edwards, Jesus the Wisdom of God: An Ecological Theology, Orbis Books, Maryknoll, New York, 1995, 82.

mencakup seluruh dunia, bukan hanya manusia (bdk. Kol 1:20) karena segala sesuatu ada di dalam Dia.47

Setelah kematian Yesus, para murid-Nya melanjutkan pewartaan tentang keselamatan Allah bagi dunia (bdk. 1 Kor 15:14). Para murid menantikan kedatangan Yesus kembali di bumi dengan semarak mulia sebagai Anak Manusia (parusia), saat semua orang (beriman) akan dihidupkan kembali dalam Kristus (1 Kor 15:21-22). Para ekoteolog meyakini bahwa pada parusia, yang diselamatkan bukan hanya manusia, tetapi seluruh ciptaan Allah.

Yesus Krisus merupakan Alpha dan Omega. Ia yang telah memulai karya-Nya sejak penciptaan akan menyelesaikannya. Semua orang mendapat martabat dan identitasnya dalam langit dan bumi yang baru dalam Kristus.48Kristus telah menjadi manusia dan mengambil bagian dalam kemanusiaan bahkan turun ke alam maut, untuk mengangkat manusia ke taraf ilahi (bdk. 1Kor 15:45-49; Rm 8:19-23).49Dosa menghancurkan relasi dengan Allah dan juga dengan sesama dan alam. Kristus bukan hanya kurban, tetapi dia adalah pendamai dan sekaligus penanggung dosa dunia.

47Denis Edwards, Jesus the Wisdom of God: An Ecological Theology, Orbis Books, Maryknoll, New York, 1995, 83.

48Celia Deane-Drummond, Eco-Theology, Saint Mary’s Press, USA, 2008, 166.

49Denis Edwards, Jesus the Wisdom of God: An Ecological Theology, Orbis Books, Maryknoll, New York, 1995, 83.

3.10.2 Masa Depan Seluruh Ciptaan

Masa depan Allah tidak sama dengan masa depan manusia.50 Untuk membedakannya, Jürgen Moltman menyebut masa depan manusia sebagai futurum dan masa depan Allah sebagai adventus.51 Futurum dipahami sebagai ekstrapolasi dari proses masa lampau dan masa sekarang dan ekstrapolasi itu berupa ramalan mitis atau futurologi ilmiah, sedangkan adventus adalah kedatangan sesuatu yang lain dan serba baru yang tidak dapat diekstrapolasi dari sejarah melainkan harus diantisipasi. Supaya yang akan datang dapat diantisipasi, maka yang akan datang itu memberitakan kedatangannya. Dan inilah yang terjadi dalam sejarah keselamatan manusia. Para nabi mewahyukan apa yang akan datang bukan dari tendensi masa kini, melainkan dari Kristus yang sudah diberitakan kepada mereka. Mereka mengantisipasikan pengadilan atau penghakiman sejauh mereka menyatakan adventus dalam masa sekarang (bdk. Mrk 4:22; Luk 8:17; Ef 3:9; Kol 1:26).

Salib dan kebangkitan Kristus, yang merupakan inti iman Kristiani, mendasari pengharapan. Iman muncul dari kebangkitan Kristus yang tersalib dan mengharapkan masa depan yang terlaksana pada parusia. Eskatologi berpusat pada teologi tentang salib (Moltman). Pada salib Kristus, kematian manusia

50Bagi Karl Rahner, masa depan yan eskatologis adalah masa depan yang tidak dapat dipahami, yang harus diterima dalam kebebasan, yang dapat dibayankan dengan gambaran tetapi tidak dapat dijelaskan dengan gamblang, yang dinyatakan kepada manusia dan mendekati manusia namun tidak evolutif, tidak direncanakan, tidak terjangkau dan tidak terbatas. Masa depan eskatologis adalah masa depan yang mutlak, yakni Allah sendiri dan pemberian diri Allah yang hanya dapat dilakukan oleh Dia sendiri. Masa depan ini harus dibedakan dengan masa depan intramundan (Latin: intra, berarti di dalam dan mundus, berarti dunia). Masa depan intramundan adalah sesuatu yang untuk waktu tertentu masih bersifat mendatang, tetapi yang di dalam dunia, dalam ruang dan waktu, akan datang, entah sebagai suatu kejadian khusus, entah sebagi suatu keadaan tertentu di dunia ini. Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika Jilid 2, Kanisius, Yogyakarta, 2004, 554.

51Nico Syukur Dister, Teologi Ssitematika Jilid 2, Kanisius, Yogyakarta, 2004, 542.

mendapat arti bagi Allah. Kebangkitan Kristus adalah awal kebangkitan orang-orang mati. “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru” (Rm 6:4). Segala bentuk kehidupan di bumi tidak akan sia-sia, sebab Kristus telah mati, namun dibangkitkan Allah. Kalau Kristus dibangkitkan dari kematian, maka tidak mungkin bahwa kehidupan di dunia ini tidak mempunyai tujuan (bdk. 1 Kor 15:12).

Kebangkitan Kristus yang mengangkat seluruh ciptaan kepada Allah mengandung arti bahwa dalam Dia yang bangkit dari antara orang mati terlaksanalah hidup eskatologis yang dijanjikan kepada semuanya (bdk. 1Kol 1:20). Karena kebangkitan-Nya, masa depan Kerajaan Allah yang diwartakan oleh-Nya kini diperlihatkan kepada segala ciptaan-Nya. Kematian atau kebinasaan di bumi bukanlah akhir dari segala-galanya, melainkan (karena kebangkitan Kristus) masa depan bagi seluruh mahluk ciptaan-Nya.52