BAB V MENANGGAPI MASALAH LINGKUNGAN HIDUP
5.8 Peduli dan Terlibat melalui Kerja
Kejadian 1 dan 2 mengisahkan bahwa Allah menjadikan langit dan bumi beserta segala isinya. Allah digambarkan sebagai “pekerja” pertama dan utama.
Juga dikatakan bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya (Kej 1:27). Karena Allah berkarya, maka sebagai gambar Allah, manusia juga harus bekerja. Kerja manusia merupakan aktualisasi dirinya sebagai gambar Allah.
Antara manusia dan Allah tidak ada persaingan, seakan-akan semakin maju manusia semakin Allah tidak dibutuhkan.
Kerja manusia tidak boleh menghasilkan kerusakan lingkungan hidup.
Allah tidak menghendaki rusaknya lingkungan hidup. Sebaliknya, Allah ingin agar bumi yang Ia ciptakan itu tetap baik. Kerja bukanlah sarana persaingan serta perlombaan pemanfaatan kekayaan alam. Kerja merupakan aktualisasi diri manusia sebagai citra Allah yang menghadirkan Allah yang terus berkarya.
Konsili Vatikan II menegaskan:
“Hendaklah umat kristiani bergembira, bahwa mereka mengikuti teladan Kristus yang hidup bertukang, dan dapat menjalankan segala kegiatan duniawi, kerumahtanggaan, kejujuran, usaha di bidang ilmu pengetahuan maupun teknik dalam suatu sintesa yang hidup-hidup dengan nilai-nilai keagamaan, yang menjadi norma tertinggi untuk mengarahkan segala sesuatu kepada kemuliaan Allah” (GS 43).
Kerja yang menonjolkan kepuasan diri dapat merusak lingkungan hidup.
Kerja boleh mengubah alam namun jangan merusaknya. Bekerja itu berarti mempertahankan keutuhan ciptaan serta mengembangkan hidup perorangan, kelompok, maupun mahluk ciptaan lainnya. Allah telah memberikan alam ini dalam keadaan baik, maka tanggung jawab kita adalah mengusahakannya, memeliharanya dan merawatnya agar tetap baik.
VI Penutup
Masalah lingkungan hidup menjadi salah satu isu utama dunia saat ini.
Dari waktu ke waktu suhu bumi mengalami perubahan yang signifikan yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan hidup. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong perkembangan industri. Berbagai macam kekayaan alam dieksploitasi, melalui industri, guna memenuhi kebutuhan manusia. Karena eksploitasi itu, telah terjadi kerusakan lingkungan hidup, kerusakan lapisan ozon dan pemanasan global. Eksploitasi itu juga menyebabkan pencemaran lingkungan, yakni pencemaran air, tanah dan udara. Masalah-masalah tersebut berdampak negatif bagi kehidupan di bumi ini.
Berhadapan dengan situasi demikian, manusia perlu mengoreksi kembali perannya di bumi ini. Manusia harus menyadari ketergantungannya pada lingkungan hidup untuk bisa meneruskan kehidupannya. Manusia harus dapat memperbaiki lingkungan hidup, yang rusak, yang menjadi habitatnya. Manusia harus melihat lingkungan hidup sebagai sumber hidup, baik bagi dirinya maupun bagi mahluk ciptaan lainnya. Untuk itu, manusia harus menempatkan diri sesuai dengan maksud Allah yang telah menciptakannya di bumi ini. Manusia
seharusnya menyadari bahwa dia dan mahluk ciptaan lainnya saling membutuhkan, saling tergantung, selalu berelasi dan saling memperkembangkan.
Allah telah menjadikan bumi ini dan mempercayakannya kepada manusia untuk diusahakan dan dipelihara (bdk. Kej 1 dan 2). Manusia adalah ciptaan yang diciptakan sebagai citra Allah. Sebagai citra Allah ia diharap menjadi wakil Allah dalam berkarya/bekerja di bumi ini (bdk. Yoh 5:17). Martabat manusia sebagai citra Allah itu tidak menempatkan manusia sebagai superior bagi mahluk ciptaan lainnya, melainkan sebagai pemelihara yang sepadan dengan mereka. Perintah Allah untuk menguasai bumi (Kej 1:28) perlu dipahami sebagai perintah untuk meneruskan karya penciptaan Allah di bumi ini. Perintah itu juga perlu dipahami sebagai pemberian tanggung jawab kepada manusia untuk mengusahakan, memelihara dan merawat bumi.
Alam semesta bukanlah objek yang bisa dieksploitasi tanpa batas. Alam diberikan Allah untuk semua ciptaan-Nya di bumi ini. Kekayaan alam hendaklah dikelola dengan baik dan bijaksana agar ia dapat memenuhi kebutuhan baik generasi sekarang maupun generasi selanjutnya. Untuk itu, alam hendaknya diperlakukan berdasarkan nilai intrinsiknya. Alam tidak hanya boleh dinilai berdasarkan nilai kegunaannya bagi manusia. Alam hendaknya dikelola, dipelihara, dirawat, dan digarap dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab.
Kelebihan kemampuan yang ada pada manusia dibandingkan dengan ciptaan lainnya hendaknya digunakan untuk menampakkan kehadiran Allah.
Masalah lingkungan hidup bisa diselesaikan jika semua pihak, khususnya para pelaku industri dan pemegang otoritas, mau bertanggung jawab atas
lingkungan hidup. Semua pihak harus mempunyai komitmen untuk menolak segala bentuk pencemaran lingkungan, di udara, air dan tanah. Selain itu, perlu diusahakan adanya perubahan sikap dan cara pandang terhadap lingkungan hidup.
Di samping itu semua, juga perlu adanya tindakan konkret lain untuk mengatasi krisis lingkungan hidup.
Gereja dapat berperan penting dalam usaha dunia mengatasi masalah lingkungan hidup. Gereja dapat memberi pemahaman yang tepat tentang lingkungan hidup melalui refleksi teologis dan ajaran sosialnya. Gereja dapat mendorong umatnya untuk menjalankan peran dan tugasnya di bumi ini sebagai citra Allah. Iman kepada Sang Pencipta dapat meluruskan kebenaran mengenai relasi manusia dengan lingkungan hidup dan dengan Allah. Gereja mampu merevisi konsep masyarakat modern tentang relasi manusia dengan alam. Gereja mampu mengubah pola pikir dunia yang antroposentris menjadi ekosentris dan teosentris lewat refleksi iman atas situasi lingkungan hidup. Selanjutnya, Gereja dapat mendorong umatnya untuk bershabat dengan alam. Gereja dapat membangun gerakan cinta alam yang melakukan berbagai macam kegiatan pelestarian alam.
Perbaikan lingkungan hidup akan membutuhkan waktu yang cukup lama.1 Kita semua harus memilih apakah kita ingin bersahabat dengan alam? Ataukah kita merasa tidak perlu bersahabat dengannya? Jika bersahabat dengan alam, kita akan dapat hidup dengan baik dan nayaman. Sebaliknya, jika kita tidak bersahabat dengan alam, maka alam pun tidak akan bersahabat dan “marah” terhadap kita.
1Bdk. Al Gore, Our Choice, A Plan to Solve the Climate Crisis, Rodale, 2009. Diterjamahkan oleh P. Hardono Hadi, Our Choice, Rencana untuk Memecahkan Krisis Iklim, Kanisius, Yogyakarta, 2010, 12.
“TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu” (Kej 2:15). Allah menempatkan manusia di bumi sebagai pengusaha dan pemelihara, bukan sebagai penguasa. “Sebab mereka yang menabur angin, akan menuai puting beliung” (Hos 8:7). Jika kita bersahabat dengan alam, maka alam akan bersahabat dengan kita dan demikian sebaliknya. Kepada kita diperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. “Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu” (Ul 30:9).
DAFTAR PUSTAKA
DOKUMEN-DOKUMEN GEREJA:
Konferensi Waligereja Indonesia,
1996 Iman Katolik, Obor, Jakarta.
1996 Dokumen Sidang-Sidang Federasi Konferensi-Konferensi para Uskup Asia 1995-1998 Vol. I, Departemen Dokpen. KWI, Jakarta.
1999 Kumpulan dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-1991 dari Rerum Novarum sampai Centessimus Annus, Grafika Mardi Yuana, Bogor.
KITAB SUCI:
Lembaga Biblika Indonesia,
2005 Kitab Suci Katolik, Arnoldus, Ende.
BUKU-BUKU:
Adrianus Sunarko,
2008 “Perhatian pada Lingkungan: Upaya Pendasaran Teologis”, Menyapa Bumi Menyembah Hyang Ilahi, Kanisius, Yogyakarta.
Al Gore,
2009 Our Choice, A Plan to Solve the Climate Crisis, 33 East Minor Street, Rodale.
______,
2007 An Inconvenient Truth, Rodale, New York.
______,
2010 Our Choice, Rencana Untuk Memecahkan Krisis Iklim, Kanisius, Yogyakarta.
Arya Wardhana, Wisnu,
2010 Dampak Pemanasan Global, Andi, Yogyakarta.
__________________,
2004 Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi, Yogyakarta.
Bergan, Dianne & Karris, Robert J. (ed.),
2002 Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, Kanisius, Yogyakarta.
Bertens, K.,
2001 Etika, Gramedia, Jakarta.
Brown, Lester R. (ed.),
1987 Dunia Penuh Ancaman, Obor, Jakarta.
_____________,
2007 Plan B3.0. Mobilizing to Save Civilization, Obor, Jakarta.
Chang, William,
2001 Moral Lingkungan Hidup, Kanisius, Yogyakarta.
Cobb, John B.,
1995 Is It Too Late? A Theology of Ecology, Denton, Texas.
Daniel Murdiyarso,
2003 Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim, Kompas, Jakarta.
Darragh, Neil,
2009 “An Ascetic Theology, Spirituality and Praxis”, Eco-Theology, SCM Press, London.
Deane-Durromond, Celia E.,
2008 Eco-Theology, Saint Mary’s Press, USA.
de Heer, J. J.,
1978 Tafsiran Wahyu Yohanes II, BPK Gunung Mulia, Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional,
2008 Kamus Bahasa Indonesia Edisi Keempat, Gramedia, Jakarta.
Dister, Nico Syukur,
2004 Teologi Ssitematika Jilid 2, Kanisius, Yogyakarta.
Douglas, J. D. (ed.),
1962 The New Bible Dictionary, Inter Varsity Press, Liecester, England.
Eddy Kristyanto,
2008 “Ecosophia dan Asketisme Politis: Gagasan Alternatif Kepedulian Ekologis”, Menyapa Bumi Menyembah Hyang Ilahi, Kanisius, Yogyakarta.
Edwards, Denis,
2006 Ecology at the Heart of Faith:the Change of Heart that Leads to a New Way of Living on Earth, Orbis Books, Maryknoll, New York.
____________,
1995 Jesus the Wisdom of God: An Ecological Theology, Orbis Books, Maryknoll, New York.
Embuiru, Herman (terj.),
1995 Katekismus Gereja Katolik, Nusa Indah, Ende.
Fakultas Teologi Wedabhakti,
2007 Buku Pedoman Studi Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Harun, Martin,
1998 “Taklukkanlah Bumi dan Berkuasalah”, Alkitab Ibrani dan Dampaknya untuk Lingkungan Hidup, STF Driyarkara, Jakarta.
___________,
2013 “Alkitab: Sumber Teologi Lingkungan Hidup?”, Iman yang Merangkul Bumi, Obor, Jakarta.
Horell, David G. Cherryl Hunt & Southgate, Christopher,
2010 Greening Paul: Rereading the Apostle in a Time of Ecological Crisis, Waco, Baylor University Press, Texas.
Huijbers, Theo,
1990 Filsafat Hukum, Kanisisus, Yogyakarta.
Indara Sanjaya,
2011 Pentateukh, Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
J. B. Banawiratma,
2002 10 Agenda Pastoral Transformatif, Kanisius, Yogyakarta.
Kant, Immanuel,
1964 Groundwork of the Metaphysic of Moral, translated and analysed by H. J. Paton, Harper & Row Publisher, Harper Torchbooks, New York.
Keraf, A. Sony,
2010 Etika Lingkungan Hidup, Kompas, Jakarta.
___________,
2010 Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup, Kanisius, Yogyakarta.
Kementrian Negara dan Lingkungan Hidup,