• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asep Ikin Sugandi

Dalam dokumen Volume 4, Tahun ISSN KATA PENGANTAR (Halaman 69-73)

asepikinsugandi@yahoo.co.id

STKIP Siliwangi Bandung

ABSTRAK

Artikel ini melaporkan hasil temuan suatu kuasi eksperimen dengan disain tes awal dan akhir kelompok kontrol untuk menelaah penerapan pendekatan Berbasis Masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah dan diposisi matematik . Studi ini melibatkan 78 siswa dari salah satu SMP sedang di kota Cimahi. Instrumen penelitian terdiri dari satu set soal , yaitu satu set soal mengenai kemampaun pemecahan masalah matematis dan satu set angket untuk menukur disposisi matematika . Penelitian ini menemukan bahwa: (1) Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan berbasis masalah lebih baik dari pada pembelajaran biasa secara (a) Keseuruhan (b) berdasarkan Tingkat Kemampuan Awal Siswa (TKAS). (2) Disposisi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan berbasis masalah lebih baik dari pada pembelajaran biasa secara secara (a) keseluruhan (b) TKAS (3) Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan TKAS terhadap kemamapuan pemecahan masalah matematis (4) Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan TKAS terhadap disposisi matematis (5) Terdapat asosiasi antara kemampuan pemecahan masalah dan diposisi matematis pada kelas yang pembelajarannya menggunakan pendekatan berbasis masalah.

Kata Kunci : Pemecahan masalah, disposisi matematik, pendekatan berbasis masalah

A. Pendahuluan

Kemampuan Pemecahan masalah dan disposisi matematis merupakan dua hal yang penting dalam pendidikan matematika, dan perlu dilatihkan pada siswa dari mulai jenjang pendidikan dasar sampai menengah. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Sumarmo, 2012 : 5) tujuan yang ingin dicapai melalui pembelajaran matematika adalah: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Disamping itu kemampuan pemecahan masalah perlu dikembangkan. hal ini sesuai dengan pendapat NCTM (2000) mengataan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan fokus dari pembelajaran matematika. Tidak saja kemampuan untuk untuk memecahkan

Volume 4, Tahun 2016. ISSN 2338-8315

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 63 masalah menjadi alasan untuk mempelajari matematika, tetapi kemampuan pemecahan masalah memberikan suatu konteks dimana konsep-konsep dan kecakapan-kecakapan dapat dipelajari. Pentingnya kepemilikan kamampuan pemecahan masalah pada matematika dikemukakan oleh Branca (Sumarmo, 2012 : 9) sebagai berikut : (1) kemampuan penyelesaian masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika, (2) penyelesaian masalah meliputi metode, prosedur, strategi dalam pemecahan masalah merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, dan (3) pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Demikian pula Pentingnya kepemilikan kemampauan pemecahan masalah sejalan dengan pendapat Cooney (2012 : 9) mengemukakan bahwa pemilikan kemampaun pemecahan masalah membantu siswa berpikir analitik dalam mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari dan mampu membantu meningkatkan kemampaun berpikir kritis dalam menghadapi situasi baru.

Berdasarkan pendapat Branca tersebut, maka kita dapat memandang pemecahan masalah dalam matematika sebagai suatu tujuan, proses dan kemampuan dasar. Adapun pemecahan masalah dalam matematika sebagai tujuan berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan, 1) mengapa matematika diajarkan? dan 2) apa tujuan pengajaran matematika tersebut? Jawaban dari kedua pertanyaan tersebut dikemukakan oleh Sumarmo (1994 : 9) adalah karena matematika merupakan bidang studi lain dan kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan matematika; matematika sebagai alat untuk membangkitkan serta melatih kemampuan pemecahan masalah.

Lebih lanjut Polya (Sumarmo. 2012 : 9) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak dengan bigitu saja segera dicapai. Lebih lanjut Polya menyatakan bahwa dalam matematika terdapat dua macam masalah yaitu masalah untuk menemukan (problem to find) dan masalah untuk membuktikan (problem to prove). Adapun kegiatan dalam pemecahan masalah adalah :

(1) Memahami masalah (understanding the problem), hal ini meliputi : (a). apa yang diketahui ? (b). apa yang ditanyakan ? (c). apakah kondisi permasalahan yang diberikan cukup atau tidak cukup lengkap untuk mencari apa yang ditanyakan ?

(2) Membuat rencana pemecahan/merencanakan penyelesaian (devising a plan), hal ini meliputi : (a). teori apa yang dapat digunakan dalam masalah ini ? (b). apakah harus dicari unsur lain agar dapat memanfaatkan soal tadi atau menyatakan dalam bentuk lain ?

(3) Melakukan perhitungan (carrying out the plan), hal ini meliputi : (a). pelaksanaan penyelesaian dengan cara memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum ? (b). melakukan pembuktian bahwa langkah yang dipilih sudah benar.

(4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back), pada bagian ini lebih ditekankan bagaimana cara memeriksa jawaban yang telah didapat

Namun kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa-siswa Indonesia masih rendah dan belum memuaskan. Terlihat dari rendahnya persentase jawaban benar siswa-siswi SMP Indonesia dalam dua indikator hasil belajar internasional yaitu Trends in International Mathematics and Science Study TIMSS (1999) dan 2003 serta dalam Program for International Students Assessment (PISA) 2003 (OECD PISA, 2003). Data yang diperoleh dari TIMSS, kelemahan siswa-siswi Indonesia terletak pada bagian menyelesaikan soal-soal tidak rutin yang memerlukan justifikasi atau pembuktian, pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematika, menemukan generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau akta yang diberikan. Sedang dari data yang diperoleh PISA, letak kelemahan siswa Indonesia yaitu dalam hal menyelesaikan

Volume 4, Tahun 2016. ISSN 2338-8315

64 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

soal-soal yang difokuskan pada literature matematika yaitu berupa kemampuan siswa dalam menggunakan matematika yang mereka pelajari untuk menyelesaikan persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan kedua fakta tersebut, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan reflektif siswa pada umumnya masih tergolong rendah.

Disamping itu pembelajaran matematika saat ini masih berpusat pada guru, guru sebagai sumber informasi dan siswa sebagai penerima informasi, hal ini menyebabkan pembelajaran terjadi hanya satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Siswa tidak banyak diberi kesempatan untuk berinteraksi dalam kegiatan belajar mengajar sehingga pembelajaran lebih beorientasi pada hasil dari pada beorientasi pada proses.

Selain aspek kognitif perlu juga dikembangkan aspek afektif yang disebut dengan disposisi matematik yang mempunyai indikator sebagai berikut : (a) rasa percaya diri, (b) fleksibel, (c) gigih, tekun mengerjakan tugas matematik, (d) berminat, rasa ingin tahu dan daya temu dalam melakukan tugas matematik, (e) memonitor, merefleksikan penampilan dan penalaran sendiri, (f) bergairah dan perhatian serius dalam belajar matematik, (g) mengaplikasikan matematika ke situasi lain, (h) mengapresiasi peran matematika, (i) berekpek dan metakognisi, (j) berbagi pendapat dengan orang lain (Hendriana dan Sumarmo, 2014:97). Dengan demikian disposisi matematik merupakan faktor penting dalam meningkatkan kesuksesan pendidikan.

Mengingat matematika adalah ilmu yang terstruktur artinya untuk menguasai suatu konsep matematika diperlukan penguasaan konsep dasar matematika lainnya, maka kemampuan kognitif awal siswa yang dinyatakan dalam tingkat kemampuan awal siswa (TKAS) terhadap matematika memegang peranan yang sangat penting untuk penguasaan konsep baru matematika, maka dalam penelitian ini akan dilihat pengaruh kemampuan awal siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa.

Temuan mengenai kemampuan pemecahan masalah yang masih rendah, aktivitas siswa yang kurang memuaskan, dan disposisi matematik siswa yang masih perlu pengembangan mendorong para peneliti mencari alternatif untuk memecahkan masalah tersebut. Salah satu alternatif tersebut adalah diadakannya penelitian mengenai penerapan pendekatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa untuk belajar baik secara mental, fisik mapun sosial. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang diprediksi dapat efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, aktivitas siswa dalam belajar dan disposisi matematik siswa adalah Pembelajaran dengan pendekatan berbasis masalah.

Pembelajaran berbasis masalah yang berasal dari bahasa inggris Problem-based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu mahasiswa (siswa) memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya. Lebih lanjut Moffit (Ratnaningsih, 2007) bahwa Belajar Berbasis Masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa aktif secara optimal, memungkinkan siswa melakukan eksplorasi, observasi, eksperimen, investigasi, komunikasi yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep-konsep dasar dari berbagai konten area

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran diawali dengan menghadapkan siswa pada masalah dan siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan pengetahuan yang dimilikinya. Masalah dalam kegiatan pembelajaran menggunakan masalah dunia nyata dan dalam pembelajaran ini

Volume 4, Tahun 2016. ISSN 2338-8315

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 65 kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, yang dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Fase-fase dalam PBM meliputi: Fase 1: memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa, fase 2: mengorganisasikan siswa untuk meneliti, fase 3: membantu investigasi mandiri dan kelompok, fase 4: mengembangkan dan mempresentasikan artefak atau exhibit, fase 5: menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka rumusan dan batasan masalah pada tulisan ini adalah :

1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan berbasis masalah lebih baik dari pada pendekatan konvensional dilihat secara (a) keseluruhan, (b) Tingkat Kemampuan Awal Siswa (TKAS)

2. Disposisi matematsi siswa yang pembelajaranya menggunakan pendekatan berbasis berbasis masalah lebih baik dari pada pendekatan konvensional dilihat secara (a) keseluruhan, (b) TKAS

3. Apakah terdapat interaksi antara pendektan pembelajaran dengan TKAS terhadap kemampuan pemecahann masalah matematis:

4. apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan TKAS terhadap Disposisi matematis siswa

5. Apakah terdapat interaksi antara kemampuan pemecahan masalah matematis dan disposisi matematis siswa yang pembelajarannya menggunkn pendekatan berbasis masalah?

B. Metode dan Prosedur

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan didasain sebagai berikut :

O X O --- O X O Keterangan :

A : Pengambilan sampel secara acak

X : Penerapan Pendekatan Berbasis Masalah O : Tes awal/Tes Akhir

Populasi dalam Penelitian ini adalah seluruh Siswa SMP yang mempunyai kemampuan matematika sedang di Kota Cimahi. Sampelnya diambil siswa kelas VIII dari salah satu SMP Negeri di Kota Cimahi sebanyak 78 orang. Instrumen penelitian yang digunakan berupa satu perangkat tes berbentuk essai untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah dan

satu set

angket untuk mengukur disposisi matematik siswa.

C. Hasil Penelitian

1. Hasil Peneliatian Mengenai Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Dari Hasil pengolahan data terhadap kemampuaan pemecahan masalah matematis didapat sebagai berikut :

Volume 4, Tahun 2016. ISSN 2338-8315

66 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

Tabel 1

Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

TKAS

Pendekatan Pembelajaran Total

Berbasis Masalah Bisa

Sd n Sd N Sd n Tinggi 44,93 2,73 14 38,00 4,69 11 41,88 5,05 25 Sedang 41,61 1,88 18 35,64 4,54 22 38,22 4,66 40 Rendah 35,67 4,46 6 33,71 5,34 7 34,62 4,86 13 Total 41,89 4,09 38 35,95 4,82 40 38,85 5,36 78 Skor Maksimum : 50

1) Secara keseluruhan rata-rata kemampuan Pemecahan Masalah matematis siswa adalah 38,85 (dari skor maksimum 50). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa secara keseluruhan termasuk kategori tinggi (77%).

2) Skor kemampuan pemecahan matematis siswa secara keseluruhan berdasarkan jenis pembelajaran (Berbasis Masalah dan biasa) adalah 41,89 dan 35,95 ; simpangan baku masing-masing 4,09 dan 4,82; dan jumlah siswa 38 dan 40. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendektan Berbasis Masalah lebih baik dari pada pendekatan biasa. 3) Skor kemampuan pemecahan masalah matematis siswa berdasarkan TKAS (atas,

sedang, rendah) adalah : 41,88 ; 38,22 dan 34,62 simpangan baku 5,05 ; 4,66 dan 4,86 , jumlah siswa 25, 40 dan 13. Hal ini menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa bersifat ajeg terhadap pengklasifikasiaan TKAS siswa berdasarkan tes kemampuan matematis secara umum.

Berdasarkan Hasil Uji Anova dua jalur kemampuan pemecahan matematis dengan faktor pendekatan pembelajaran dan TKAS didapat hasil sebagai berikut :

Tabel 2

Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dengan Faktor Pendekatann Pembelajaran dan TKAS

Sumber Jumlah Kuadrat Dk Rata-rata Kuadarat F Sign. Keterangan Pembelajaran 385,24 1 385,24 25,66 0,000 Ho ditolak TKAS 393,92 2 196,99 13,12 0,000 Ho ditolak Interaksi 55,249 2 27,62 1,84 0,166 Diterima

Dalam dokumen Volume 4, Tahun ISSN KATA PENGANTAR (Halaman 69-73)