• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN LENGHT MODELSDAN METODE BALANCING PADA PEMBELAJARAN PERSAMAAN LINEAR SATU

Dalam dokumen Volume 4, Tahun ISSN KATA PENGANTAR (Halaman 159-168)

VARIABEL

Hermaini1

Mahasiswa Magister Pendidikan Matematika PPS Universitas Sriwijaya

hermaini16@yahoo.com

Ratu Ilma 2, Darmawijoyo3 Dosen Universitas Sriwijaya 2,3

Ratu.ilma@yahoo.com2 , darmawijoyo1965@gmail.com3

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana lenght models yang dikombinasikan dengan metode balancing dapat mendukung pemahaman siswa tentangPersamaan Linear Satu Variabel (PLSV). Metode yang digunakan adalah design research yang melaui tiga tahap, preparing for the experiment, design experiment, dan retrospective analysis. Penelitian ini dilaksanakan dilaksanakan dikelas VII 5 SMP Negeri 22 Palembang yang terdiri atas 6 siswa pada tahap pilot. PMRI mendasari desain konteks dan aktivitas pada penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, rekaman video, mengumpulkan hasil kerja siswa, pre-test dan post-pre-test. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh lintasan belajar (HLT)yang dapat mendukung konsep persamaan linear satu variabel yaitu makna “sama dengan” dan variabel pada persamaan, menggunakan metode balancing untuk menentukan bentuk setara serta penggunaan lenght models yang merupakan alat representasi yang mendukung models of ke model forpada pendekatan PMRI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui serangkaian aktivitas yang telah dilakukan dapat mendukung pemahaman siswa untuk menemukan solusi formaldaripersamaan linear satu variabel

Kata kunci:PLSV,lenght models, metode balancing, desain research, PMRI, HLT

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Persamaan linier satu variabel dapat digunakan untuk memahami pembelajaran dan pemikiran siswa sebagai transisi dari aritmatika ke dalam bentuk aljabar (Jupri, Drijevers & Heuvel Panhuizen, 2014). Namun Proses transisi inilah yang dapat menimbulkan banyak masalah, dikarenakan isi dari aljabar yang berbeda dengan aritmatika yang sering ditemukan oleh siswa, seperti yang dijelaskan oleh Tall, D (1992) bahwa“Approaching algebra as generalised arithmetic through patterns has a number of difficulties”. Siswa biasanya mengabungkan konstanta dan variabel (Huntley, M., Marcus, R., Kahan, J., & Miller, J. L, 2007).

Selanjutnya menurut Jupri, Drijevers & Heuvel Panhuizen (2014) bahwa siswa kesulitan memahami arti yang berbeda dari tanda sama (=), pada aritmatika, simbol sama dengan (=) sering ditemukan sebagai hasil dari perhitungan atau jawaban, sedangkan dalam aljabar,

Volume 4, Tahun 2016. ISSN 2338-8315

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 153 simbol sama dengan (=) mengarah pada bentuk setara (equivalen), misalnya 2 + 3 = 5 sebagai penjumlahan 2 dan 3 untuk mendapatkan jawaban 5, sedangkan dalam aljabar, simbol sama dengan (=) mengarah pada bentuk setara, misalnya x + 2 = 3x + 4 setara dengan x = 3x + 2, 5) siswa kesulitan membuat model matematika untuk menyelesaikan masalah persamaan linier satu variabel karena siswa di Indonesia kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal kontekstual, yang menuntut penalaran, argumentasi dan kreativitas dalam menyelesaikannya.

Pembelajaran yang sesuai untuk membantu siswa memahami soal-soal kontekstual tersebut adalah PMRI. Pernyataan tersebut didukung oleh Putri (2011), bahwa PMRI merupakan pendekatan pembelajaran yang akan menggiring siswa memahami konsep matematika dengan mengkonstruksi pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Selain tahapan situasi yang “real”. PMRI juga memiliki beberapa tahapan yaitu model of dan model for, pada tahapan ini dibutuhkan alat representasi yang baik yang dapat mendukung pergeseran menuju tahap formal (Gravemeijer, 1994). Alat representasi yang dipilih oleh peneliti adalah lenght models.

Lenght models adalah salah satu alat manipulative yang dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran aljabar berupa garis batang dan garis bilangan (McClung, 1998). Menurut Dickinson & Eade (2004) bahwa garis bilangan tidak hanya memungkinkan siswa untuk mengekspresikan solusi matematika mereka tetapi juga memfasilitasi solusi mereka, dengan prosedur seperti menandai langkah-langkah pada garis bilangan, ini menunjukkan operasi penyelesaian yang akan dilakukan, garis bilangan juga dapat mendukung pergeseran bertahap dari model of ke model for dan garis bilangan mendukung makna “sama dengan (=)” yang memenuhi sifat kesetaraan pada persamaan linear satu variabel.

Selain itu peneliti juga menggunakan metode balancing. Menurut Merzbach & Boyer (2011) bahwa metode balancingdigunakan untuk menghilangkan suku-suku pada sisi-sisi yang berlawanan pada persamaan. Sehingga diharapkan dengan menggunakan metode tersebut, siswa dapat mengetahui nilai yang tidak diketahui (variabel) pada persamaan linear satu variabel. Sehingga berdasarkan deskripsi diatas maka peneliti tertarik untuk merancang desain pembelajaran persamaan linier satu variabel dengan pendekatan PMRI yang dikolaborasikan menggunakan lenght models dan metode balancing sehingga diharapkan menjadi pembelajaran matematika yang bermakna serta dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan pemahaman siswa terhadap materi tersebut mulai aktivitas informal menuju aktivitas formal.

Ada banyak metode pembelajaran aljabar yang telah dikembangkan, diantaranya adalah Saraswati, S., Putri, R.I.I & Somakim (2016) menggunakan pendekatan PMRI yang didukung dengan alat manipulative berupa algebra tiles untuk membantu siswa memahami dan menyelesaikan persamaan linear satu variabel dinilai cukup berhasil. Selanjutnya Khuluq, M.H., Zulkardi &Darmawijoyo (2015)juga meneliti tentang persamaan linear satu variabel dengan kegiatan menyeimbangkan, kegiatan ini berhasil membantu siswa untuk lebih luwes dalam menerapkan strategi pemecahan masalah aljabar.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki bagaimana lenght models dan metode balancing dapat mendukung pemahaman siswa dalam memecahkan persamaan linear satu variabel. Oleh karena itu peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana lenght models dan metode balancing dapat mendukung pemahaman siswa dalam memecahkan persamaan linear satu variabel di kelas VII SMP?

Volume 4, Tahun 2016. ISSN 2338-8315

154 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat diantaranya guru dapat menerapkan desain pembelajaran dengan pendekatan PMRI sebagai strating point dalam pembelajaran matematika di kelas VII SMP serta siswa dapat meningkatkan kemampuan penalaran, mengembangkan strategi penyelesaian dan mengemukkan ide melalui penggunaan lenght models yang difokuskan pada garis bilangan dan metode balancing.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 22 Palembang dikelas VII. Metode penelitian yang digunakan adalah Design Research (Penelitian Desain), yaitu mendesain pembelajaran persamaan linier satu variabel dengan pendekatan PMRI menggunakan garis bilangan. Menurut Akker, Gravemeijer, McKenney, Nieveen (2006) desain riset bertujuan untuk mengembangkan lintasan pembelajaran atau HLT.Bakker (2004), Gravemeijer & Cobb (2006), Gravemeijer & Eerde, (2009) menyatakan bahwadesign researchdapat terdiri dari beberapa tahap yaitu preparing for the experiment, (2) teaching experiment in the classroom, dan (3) conducting retrospective analysis.

Tahap pertama yaitu Preparing for the experiment. Peneliti membuat kajian literatur dengan melakukan diskusi dengan guru kelas mengenai kondisi kelas, keperluan penelitian, memilih observer, menyesuaikan jadwal dan cara pelaksanaan penelitian dengan guru yang bersangkutan. Selanjutnya meneliti kemampuan awal siswa dengan melakukan wawancara dengan beberapa siswa untuk dijadikan informasi mengenai sejauh mana pemahaman siswa yang berkaitan dengan materi prasyarat pembelajaran. Hasil tersebut akan digunakan peneliti sebagai bahan dalam mendesain aktivitas untuk siswa dan mendesain HLT.

Tahap kedua yaitu Teaching experiment in the classroom. Peneliti mengimplementasikan desain pembelajaran yang telah didesain pada tahap pertama dengan tujuan untuk mengeksplorasi, mengetahui strategi dan pemikiran siswa dalam mempelajari konsep-konsep persamaan linear satu variabel. Ada 2 siklus pada tahap ini yaitu pilot experiment (siklus 1) dan teaching experiment (siklus 2) dengan masing-masing siklus terdiri dari 4 aktivitas yang dilakukan.

Tahap ketiga, Retrospective Analysis. Data yang telah diperoleh pada tahap kedua dianalisis dan hasil analisis ini digunakan untuk merencanakan kegiatan dan mengembangkan rancangan kegiatan pada pembelajaran berikutnya. Tujuan dari retrosprective analysis secara umum adalah untuk mengembangkan local instructional theory. Pengumpulan data dilakukan melalui rekaman video, lembar aktivitas siswa dan wawancara kemudian dianalisis untuk memperbaiki HLT yang telah didesain. Data dianalisis secara retrospektif dengan HLT sebagai acuan. Untuk analisis data, peneliti melakukan diskusi dengan pembimbing dan guru model untuk meningkatkan reliabilitas dan validitas pada penelitian ini.

Selama melakukan penelitian, beberapa teknik pengumpulan data seperti pre-test dan post-test, observasi, wawancara, dokumentasi dan catatan lapangan dikumpulkan dan dianalisis untuk memperbaiki dan merevisi HLT yang telah didesain. Design research merupakan penelitian kualitatif sehingga analisis data dilakukan secara kualitatif. Analisis data dilakukan oleh peneliti dan bekerjasama dengan pembimbing untuk meningkatkan kalibrasi penelitian ini mulai tahap preliminary design, pilot experiment(siklus 1), dan teaching experiment(siklus 2).

Volume 4, Tahun 2016. ISSN 2338-8315

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 155

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

PembelajaraninimenghasilkanlintasanbelajarpadaPembelajaranPersamaan Linear Satu Variabel(PLSV) di kelas VII.PembelajaranPLSV menggunakanlenght models dan metode balancing dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dapatmembantusiswamemahamimateriPLSV. Terdapat4aktivitasyaitu aktivitas pertama siswa menggunakan karton warna pink, biru, dan kuning untuk mengukur karton putih yang bertujuan untuk memahami makna variabel dan tanda “sama dengan (=)” pada persamaan. Aktivitas kedua siswa diminta menyelesaikan soal kontekstual menggunakan metode balancing untuk menemukan bentuk seimbang dari kedua sisi persamaan. Aktivitas ketiga siswa mengkalaborasikan metode balancing dengan lenght models dan aktivitas keempat siswa memodelkan dan menyelesaikan beberapa soal yang berkaitan dengan PLSV. Semua aktivitas dilakukan secara berkelompok dengan setiap kelompok terdiridari 3 siswa. Setiap kelompok memiliki kemampuan akademik yang heterogen.

Aktivitas pertama, pembelajarandimulaidenganmemberikanapersepsimengenaikalimat terbuka yang merupakan materi prasyarat sebelum memahami PLSV karena persamaan merupakan kalimat terbuka yang memuat variabel dan tanda “sama dengan (=)”. Siswa diminta untuk berdiskusi dengan masing-masing kelompok untuk menyelesaikan dan melakukan aktivita ssesuai Lembar Aktivitas Siswa (LAS) yang telah dibagikan. Siswa melakukan kegiatan mengukur panjang karton putih sesuai dengan perintah pada LAS 1, siswa menempelkan beberapa karton biru, pink dan kuning untuk menutupi karton putih seperti pada gambar berikut ini:

Gambar 1. Kelompok 1dan kelompok 2 melakukan kegiatan pada LAS 1 Pada saat siswa melakukan kegiatan pengukuran, guru menjelaskan bahwa siswa boleh menggunakan berbagai karton warna sesuai dengan strategi masing-masing kelompok. Kemudiansiswa menganalisis hasil pengukuran tersebut dan menjawab beberapa soal pada LAS 1. Guru membantu siswa memahami soal-soal yang diberikan. Guru mengamati dan memberikan arahan kepada siswa yang mengalami kesulitan. Selanjutnya siswa diarahkan untuk menyimpulkan kegiatan yang dilakukan pada LAS 1, yaitu memahami penggunaan variabel, dan makna “sama dengan (=)”. Berikut dialog percakapan guru dengan siswa dalam melakukan aktivitas.

Dialog memahami penggunaan variabel sebagai berikut:

1. Guru : Sekarang coba, tau ngak panjangnya karton ini (sambil menunjukan satu karton warna pink)

2. Bela, Agung: Tidak tau & Nathasa

3. Guru : Nah, makanya tadikalau tidak tau, diapakan? 4. Nathasa : Disimbolkan dengan variabel

5. Guru : Iya disimbolkan

6. Bela : Jadi variabel adalah ukuran yang tidak diketahui Dialog memahami makna “sama dengan (=)” sebagai berikut :

Volume 4, Tahun 2016. ISSN 2338-8315

156 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

7. Guru : Dari kegiatan kalian tadi apa? Artinya “sama dengan”. 8. Agung : “Sama dengan” adalah

9. Bela : O.. sama dengan adalah bahwa kedua karton memiliki panjang yang sama

10. Guru : Cubo maksudnya cagmano?

11. Bela : Nah.. cak keduo karton ini kan panjangnya samowalaupun

menggunakan kombinasi warna yang berbeda(sambil menunjukkan 2 karton putih yang telah ditempel dengan beberapa karton warna)

Pada pertemuan kedua guru memberikan apersepsi dengan mengulangi makna “sama dengan (=)‟ pada persamaan. Menjelaskan tujuan pembelajaran yaitu untuk menyelesaikan PLSV dapat digunakan menggunakan metode balancing. Pada awalnya siswa kebingungan karena kata balancing merupakan hal baru bagi mereka, selanjutnya guru menjelaskan bahwa metode balancing adalah metode menyeimbangkan atau menyetarakan kedua sisi yang berbeda, seperti pada timbangan. Pertemuan kedua ini konteks yang digunakan adalah menyetarakan kedua susunan tripleks untuk menyesuaikan ukuran panjang teras rumah. Selanjutnya siswa dibagi menjadi 2 kelompok seperti pada pertemuan sebelumnya. Guru membagikan LAS 2. Siswa bekerja secara berkelompok dan berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan pada LAS 2.

Gambar 2. Siswa berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan pada LAS 2 Selama kegiatan berlangsung,guru mengamati, memberi arahan dan membantu siswa jika mengalami kesulitan. Kegiatan balancing ini digunakan sebagai pengetahuan dasar bagi siswa untuk menentukan bentuk seimbang atau setara pada persamaan dan menjadi langkah awal untuk menyelesaikan persamaan linear satu variabel. Pada kegiatan ini terlihat siswa memahami makna seimbang bahwa kedua ruas (dalam konteks susunan tripleks) harus sama-sama dikurangi dengan jumlah tripleks yang sama-sama banyak agar tetap memiliki susunan tripleks yang sama panjang.

Berikut dialog percakapan siswa yang berdiskusi dalam melakukan aktivitas LAS 2 12. Bela : Ya sama, kan samo-samo dipotong cak tadi

13. Nathasa : Hmmm...(sambil berfikir)

14. Bela : Nah.. inikan dikurang 1 (menunjukkan susunan 1 dan susunan 2 tripleks pada soal). Samo-samo dikurang 1.

15. Nathasa : Kalau misalnya?

16. Agung : Kalau misalnya ini dikurang 1 (menunjuk soal) 17. Bela&Agung : Iyo tetap samo

18. Nathasa : iya (mengangguk)

Selain strategi mengurangi siswa menemukan strategi menyeimbangkan (balancing) pada kedua susunan tripleksyang lain seperti dialog dibawah ini:

19. Guru : Ada lagi ngak?

Volume 4, Tahun 2016. ISSN 2338-8315

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 157 21. Agung : Dibagi..

22. Guru : Dibagi dengan apa misalnya? 23. Nathasa : Dibagi 2..hehhe..

24. Guru : Dibagi 2 (meyakinkan siswa), nah cubo kalau dibagi 2?

25. Bela : Kalau dibagi 2, batas sini (menunjuk batasan yang akan dibagi menggunakan jari pada kedua susunan tripleks), samo-

samo dibagi 2.

26. Guru : Selain dibagi, diapain lagi 27. Nathasa : Dikali misalnya

28. Guru : Misalnya susunan 1 dikaliin?

29. Bela : Dikali 2, bearti ditambah sepanjang ini (menunjukkan susunan tripleks)

30. Guru : iya..sipp

Setelah memahami strategi yang dapat digunakan untuk menyetarakan kedua susunan tripleks tersebut, maka pertemuan ketiga siswa diperkenalkan dengan lenght models yaitu alat representasi yang menggunaka garis batang dan garis bilangan. Penggunaan lenght models ini diharapkan dapat membantu siswa untuk menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan PLSV. Pada LAS 3, siswa diberikan masalah kontekstual. Masalah 1 yaitu mengenai panjang jembatan gantung yang rusak dengan cara melihat 2 kemungkinan susunan yang ada. Langkah pertama siswa mengelompokkan susunan kayu yang memiliki permukaan berbentuk persegi dan persegi panjang, selanjutnya siswa diminta menghitung panjang kayu persegi panjang jika panjang kayu persegi adalah 1 meter. Pada gambar berikut ini siswa menunjukkan bahwa panjang kayu persegi panjang adalah 3 meter, karena 1 kayu persegi panjang mewakili 3 kayu persegi. Jawaban tersebut didapat siswa dengan cara metode balancingpada pertemuan sebelumnya yaitu kedua susunan sama-sama dikurang 3 kayu persegi dan 1 kayu persegi panjang. Sehingga didapatlah panjang jembatan gantung tersebut adalah 15 meter. Secara keseluruhan siswa tidak mengalami kesulitan untuk memahami masalah 1.

Gambar 3. Jawaban siswa pada LAS 3

Selanjutnya siswa diberikan masalah 2 dengan menggunakan konteks lompatan kelinci (penggunaan garis bilangan). Namun ketika siswa menyelesaikan masalah 2, siswa kelompok 2 mengalami kesulitan, karena kesalahan memahami soal. Pada soal diberikan informasi bahwa dua kelinci (Lala dan Pow) akan disergap oleh seekor ular, sehingga kedua kelinci harus menghindar. Pada lompatan pertama Lala melompat sejauh 90 cm selanjutnya melompat 6 kali sedangkan Pow pada lompatan pertama melompat sejauh 60 cm dan kemudian melompat tujuh kali, pertanyaannya berapakah jarak 1 lompatan. Permasalahan tersebut menjadi pemahaman yang ganda bagi siswa. Siswa menggangap bahwa untuk lompatan kedua dan lompatan selanjutnya, siswa menambahkan 6 cm setelah lompatan pertama Lala, sehingga lompatan keduanya menjadi 101 cm dan lompatan kedua pada Pow menjadi 67 cm.

Volume 4, Tahun 2016. ISSN 2338-8315

158 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

31. Guru : Nah ini (menunjuk hasil jawaban siswa) kenapa 101 nak? 32. Oksi : 95 ditambah 6. 6 kali lompatan Lala tadi.

Sehingga untuk tahapan selanjutnya peneliti menganti soal dengan menambahkan kata “sebanyak 6 lompatan” dan “sebanyak 7 lompatan”

Gambar 4. Lembar jawaban siswa pada LAS 3

Guru memberikan arahan kepada siswa untuk memahami selanjutnya siswa dapat menyelesaikan LAS 3 dengan menjawab bahwa setiap lompatan memiliki jarak 35 cm. Jawaban tersebut didapat dari hasil pengamatan pada diagram garis bilangan yang telah diberikan oleh guru.

Pada pertemuan keempat guru membagikan LAS 4. Siswa diminta memodelkan dan menyelesaikan permasalahan kontekstual yang berkaitan dengan PLSV. Pada kegiatan ini peneliti menemukan permasalahan baru. Siswa mengalami kesulitan ketika membuat persamaan pada permasalahan yang diberikan. Hal ini dikarena pertanyaan pada soal kurang dimengerti, sehingga siswa menjawab soal no 1 dan no 2dengan menggunakan penyelesaian langsung (menggunakan garis bilangan) tanpa membuat persamaan terlebih dahulu.

Gambar 5. Siswa berdiskusi untuk menjawab permasalahan pada LAS 4 Pada soal no 3, siswa tidak diminta membuat persamaan tetapi siswa dapat menyelesaikan PLSV menggunakan garis bilangan. Siswa mengamati dan menganalisa soal dengan cara berdiskusi bersama kelompoknya. Berikut jawaban siswa pada kelompok 1 dan kelompok 2.

Volume 4, Tahun 2016. ISSN 2338-8315

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 159

Gambar 7. Jawaban kelompok 2 pada soal no 3 LAS 4

Dari jawaban kedua kelompok tersebut, siswa memiliki jawaban yang hampir sama. Kedua kelompok tersebut menggunakan metode balancingyang telah diperkenalkan pada pertemuan sebelumnya namun siswa lebih terbiasa menggunakan kata “dipotong” dibandingan kata “dikurang”. Maka untuk perbaikannya peneliti akan mengajak siswa untuk lebih sering menggunakan kata dikurang walaupun kata dipotong memiliki makna yang sama. Sehingga secara keseluruhan siswa sudah bisa memahami penggunaan garis bilangan sebagai salah satu alternatif untuk menyelesaikan PLSV.

4. Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan proses pembelajaran yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa siswa dapat menggunakan lenght modelsyang dibantu dengan metode balancinguntuk menyelesaikan persamaan linear satu variabel dengan cara formal serta penggunaan lenght modelsdapat meminimalkan kesalahan umum yang terjadi ketika memecahkan persamaan linear dengan satu variabel. Pemahaman siswa dikembangkan dari informal tingkat formal.

4.2 Saran

Guru dapat menggunakan metode balancing dan lenght models dibantu dengan masalah kontekstual yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa untuk mendukung pemahaman siswa memecahkan persamaan linear dengan satu variabel, Bahkan, melalui penggunaanlenght models dan metode balancing, siswa dapat meningkatkan kemampuan penalaran, mengembangkan strategi penyelesaian dan mengemukkan ide sertadapat membuat proses belajar menjadi bermakna.

Daftar Pustaka

Akker, J.V.D., Gravemeijer, K., McKenney, S., & Nieveen, N. (2006). Educational design research. London dan New York : Routledge Taylor and Francis Group.

Bakker, A. (2004). Design Research in Statistics Education on Symbolizing and Computer Tools. Amersfoort: Wilco Press.

Dickinson, P. & Eade, F. (2004). Using The Number Line to Investigate The Solving of Linear Equations. For the Learning of Mathematics.FLM Publishing Association, Kingston, Ontario, Canada. 24 (2): 41-47.

Volume 4, Tahun 2016. ISSN 2338-8315

160 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

Gravemeijer, K. (2004). Creating Opportunities For Students To Reinvent Mathematics. ICME. Regular Lecture.

Gravemeijer, K., & Cobb, P. (2006). Design research from a learning design perspective. In J. V. Akker, K. Gravemeijer, S. McKenny, & N. Nieveen, Educational Design Research (pp. 17-51). London and New York: Routledge Taylor & Francis Group. Gravemeijer, K., & van Eerde, D. (2009). Design Research as a Means for Building a

Knowledge Base for Teaching in Mathematics Education. The Elementary School Journal, 109 (5).

Huntley, M., Marcus, R., Kahan, J., & Miller, J. L. (2007). Investigating high school students‟ reasoning strategies when they solve linear equations. Journal of Mathematical Behavior. 26(2): 115-139. Retrieved from the ScienceDirect database. Jupri, A., Drijvers, P., & Van Den Heuvel Panhuizen, M. (2014). Difficulties in Initial

Algebra Learning in Indonesia.Mathematics Education Research Journal, 1-28. DOI : 10.1007/S13394-013-0097-0.

Khuluq, M.H., Zulkardi & Darmawijoyo. (2015). Enhancing Student‟s Strategies to Solve Linear Equations with One Variable Through Balancing Activities. Proceeding the 3rd SEA-DR International conference (pp.1-10), Sriwijaya University, Palembang. McClung, Lewis W. (1998). A Study on the Use of Manipulatives and Their Effect on

Student Achievement in a High School Algebra I Class.University Salem Teikyo.A ThesisPresentedtoThe Faculty of the Graduate SchoolSalemTeikyo University.

Merzbach, U.C., & Boyer, C.B. (2010). A History of Mathematics. John Wiley & Sons, Inc. Hoboken. New Jersey.

Putri, R. I. I. (2011). Professional Development of Mathematics Primary School Teacher in Indonesia Using Lesson Study and Realistic Mathematics Education Approach.Lymasol, Cyprus: Proceeding of International Congress for school Effectiveness and Improvement (ICSEI).

Saraswati, S., Putri, R.I.I.& Somakim. (2016). Supporting Students‟ Understanding of Linear Equations with One Variable Using Algebra Tiles. Jurnal IndoMS. J.M.E, 7(1), 19-30.

Tall, D. (1992). The Transition from Arithmetic to Algebra:Number Patterns, or Proceptual Programming?. Published in New Directions in Algebra Education, Queensland University of Technology, Brisbane, 213–231

Volume 4, Tahun 2016. ISSN 2338-8315

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 161

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER

Dalam dokumen Volume 4, Tahun ISSN KATA PENGANTAR (Halaman 159-168)