• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ina.asnawi@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini mengkaji keterampilan proses sains mahasiswa pendidikan Fisika FITK dan mahasiswa Fisika Saintek UIN Syarif Hidayatullah jakarta, semester 1 pada praktikum Fisika Dasar bab Pengenalan Alat Ukur. Keterampilan proses sains yang dinilai adalah keterampilan merencanakan percobaan, mengajukan pertanyaan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, berkomunikasi, klasifikasi, dan interpretasi. Dari penelitian ini diperoleh nilai rata-rata persentase ketercapaian indikator keterampilan proses sains mahasiswa pendidikan Fisika FITK sebesar 87% dan mahasiswa Fisika Saintek sebesar 86%. Kedua nilai persentase tersebut setelah

dilakukan pengujian selisih antara dua proporsi dengan taraf nyata sebesar α 0,025 menghasilkan nilai z hitung sebesar 0,272978. Nilai z hitung ini lebih rendah dari zα 1,96 sehingga kesimpulannya terima H0, yaitu tidak terdapat perbedaan antara nilai rata-rata persentase ketercapaian indikator keterampilan proses sains mahasiswa pendidikan Fisika FITK dengan mahasiswa Fisika Saintek. Apabila ditinjau dari setiap indikator keterampilan proses sains, mahasiswa pendidikan Fisika FITK memiliki nilai rata-rata persentase ketercapaian indikator berturut-turut dari tinggi ke rendah adalah keterampilan mengajukan pertanyaan dan interpretasi dengan nilai 100%, berkomunikasi 95%, klasifikasi 89%, menggunakan alat/bahan 81,67%, merencanakan percobaan 79%, dan menerapkan konsep 67%. Sementara pada mahasiswa Fisika Saintek diperoleh rata-rata persentase ketercapaian indikator berturut-turut dari tinggi ke rendah adalah keterampilan mengajukan pertanyaan, berkomunikasi, dan interpretasi dengan nilai 100%, klasifikasi 89%, menggunakan alat/bahan 87,33%, menerapkan konsep 77%, dan merencanakan percobaan 50%. Dari semua keterampilan proses sains hanya keterampilan merencanakan percobaan yang menunjukkan perbedaan yang nyata antara mahasiswa pendidikan Fisika FITK dengan mahasiswa Fisika Saintek dengan nilai persentase rata-ratanya berturut-turut adalah 79% dan 50%. Dalam hal ini, mahasiswa pendidikan Fisika FITK lebih unggul dari mahasiswa Fisika Saintek.

Kata Kunci: Keterampilan proses sains, hasil belajar, evaluasi

PENDAHULUAN

Evaluasi dan penilaian memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Dalam praktek pembelajaran secara umum, pelaksanaan evaluasi menekankan pada evaluasi proses pembelajaran atau evaluasi manajerial, dan evaluasi hasil belajar atau evaluasi substansial. Kedua jenis evaluasi ini dapat dipergunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan pelaksanaan dan hasil pembelajaran. Selanjutnya pada gilirannya dapat dipergunakan sebagai dasar memperbaiki kualitas proses pembelajaran menuju ke perbaikan kualitas hasil pembelajaran.

Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).

Secara khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan

pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta didik, pendidik, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta, serta keberadaan kurikukulum.

Penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran, salah satu diantaranya adalah menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai kompetensi. Dalam hal ini kompetensi diartikan sebagai (1) Seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu (SK. Mendiknas No. 045/U/2002); (2) Kemampuan yang dapat dilakukan oleh peserta didik yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan perilaku; (3) Integrasi domain kognitif, afektif dan psikomotorik yang direfleksikan dalam perilaku. Mengacu pengertian kompetensi tersebut, maka hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasikan dalam tiga ranah/domain, yaitu (1) domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika-matematika), (2) domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional), dan (3) domain psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal).

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa, baik di tingkat dasar hingga perguruan tinggi penilaian pembelajaran sains selama ini cenderung lebih difokuskan pada penilaian domain kognitif dan kurang memperhatikan domain afektif dan psikomotor. Saat praktikum, pendidik kerapkali mengabaikan keterampilan dan sikap ilmiah peserta didik dalam melakukan percobaan maupun menciptakan hasil karya. Sesungguhnya menurut Roth, kegiatan praktikum dan eksperimen dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses peserta didik, karena dalam kegiatan praktikum peserta didik dituntut untuk merumuskan masalah, membuat hipotesis, merancang eksperimen, merakit alat, melakukan pengukuran secara cermat, menganalisis data, membuat kesimpulan tentang konsep yang dipelajari melalui berbagai fakta langsung sehingga konsep tersebut menjadi lebih nyata dan bermakna bagi peserta didik.

Penilaian kegiatan praktikum biasanya lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui laporan hasil praktikum peserta didik. Hasil penelitian multi kecerdasan menunjukkan bahwa kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika- matematika yang termasuk dalam domain kognitif memiliki kontribusi hanya sebesar 5% terhadap kesuksesan kehidupan seseorang. Kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi yang termasuk domain afektif memberikan kontribusi yang sangat besar, yaitu 80%. Kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spatial dan kecerdasan musikal yang termasuk dalam domain psikomotor memberikan sumbangannya sebesar 5%. Oleh sebab itu, sudah seharusnya paradigma penilaian berubah dari sesuatu yang mudah dinilai menjadi sesuatu yang penting dinilai. Artinya, kompetensi inti yang harus dimiliki oleh pendidik adalah kompetensi menyelenggarakan penilaian dan evaluasi hasil belajar. Untuk menilai sejauhmana peserta didik telah menguasai beragam kompetensi, tentu saja berbagai jenis penilaian perlu diberikan sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, salah satunya dengan menerapkan penilaian berbasis kelas.

Penilaian berbasis kelas merupakan salah satu pilar dalam kurikulum berbasis kompetensi. Penilaian berbasis kelas adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh pendidik untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar peserta didik berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya, sehingga didapatkan potret/profil kemampuan peserta sesuai dengan daftar kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian berbasis kelas dilaksanakan secara terpadu dalam kegiatan belajar mengajar.

Dalam penelitian ini akan diterapkan penilaian berbasis kelas, yaitu penilaian unjuk kerja. Penilaian unjuk kerja untuk mengungkap hasil belajar peserta didik dalam domain psikomotorik. Menurut Pusat Kurikulum Balitbang, penilaian unjuk kerja tepat digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu. Misalnya, tugas untuk melakukan percobaan, pengamatan, hipotesis, ataupun tugas keterampilan proses sains lainnya saat praktikum di laboratorium.

Mengingat kegiatan evaluasi yang belum optimal dan kenyataan di lapangan pun menunjukkan adanya kesenjangan antara pembelajaran sains dengan teknik penilaiannya, maka penelitian ini dirasakan sangat penting sebagai upaya terobosan alternatif penilaian komprehensif. Realitas menunjukkan bahwa penilaian dengan cara konvensional belum mampu mengungkap hasil belajar peserta didik dari aspek unjuk kerja peserta didik secara aktual. Oleh sebab itu diperlukan penerapan penilaian yang dapat mengungkap aspek tersebut. Penilaian dengan cara ini dirasakan lebih adil dan fair bagi peserta didik, selain itu juga dapat meningkatkan motivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

METODE

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejasian yang terjadi pada saat sekarang. Sedangkan deskriptif analitik adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang realitas pada obyek yang diteliti secara obyektif. Pada penelitian ini obyek yang ditelitinya adalah keterampilan proses sains mahasiswa prodi Fisika fakultas Saintek dan mahasiswa Prodi pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini meliputi dua tahap yaitu tahap persiapan penelitian dan tahap pelaksanaan penelitian

Persiapan Penelitian

Persiapan yang dilakukan untuk melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut:1)Melakukan studi pustaka mengenai teori yang melandasi penelitian; 2)Melakukan survey ke fakultas yang akan dijadikan tempat penelitian; 3) Melakukan konsultasi dengan laboran di tempat dilaksanakannya penelitian; 4) Melakukan penentuan populasi dan sampel; dan 5) Melakukan pembuatan instrument.

Pelaksanaan Penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian meliputi: Pertama, Penilaian terhadap aspek psikomotor terhadap mahasiswa yang melakukan praktikum sains; Kedua, Analisis data terhadap aspek psikomotor mahasiswa dalam melakukan praktikum. Adapun teknik analisis datanya adalah dengan menggunakan uji selisih dua proporsi dengan rumus. Uji ini adalah mencari nilai z hitung melalui persamaan





2 1 2 1

1

1

ˆ

ˆ

n

n

q

p

p

p

z

(1) 2 1 2 1

ˆ

n

n

x

x

p

(2)

qˆ1

pˆ

(3)

dengan taraf nyata α = 0,025.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan penilaian terhadap keterampilan proses sains mahasiswa Fisika Saintek dan mahasiswa Pendidikan Fisika FITK semester 1. Keterampilan proses sains yang diukur pada penelitian ini meliputi enam keterampilan, yaitu merencanakan percobaan, mengajukan pertanyaan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, klasifikasi, berkomunikasi, dan interpretasi. Pada penelitian ini penilaian dilakukan dengan menggunakan lembar observasi dengan skala penilaian ya dan tidak. Penilaian dilakukan pada saat praktikum Fisika Dasar pada bab pengenalan alat ukur.

Observasi dilakukan terhadap enam kelompok mahasiswa, setiap kelompok terdiri dari enam sampai tujuh orang mahasiswa. Observasi dilakukan oleh dua orang observer dengan masing-masing observer mengobservasi tiga kelompok praktikan. Adapun penilaiannya adalah dengan melihat indikator pada masing- masing keterampilan proses sains. Selanjutnya dari lembar observasi masing-masing kelompok dihitung persentase ketercapaian setiap indikator pada masing-masing keterampilan proses sains. Berikut adalah tabel persentase ketercapaian indikator keterampilan proses sains mahasiswa pendidikan Fisika FITK dan mahasiswa Fisika Saintek pada praktikum pengenalan alat ukur.

Tabel 1. Persentase Ketercapaian Indikator Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Pendidikan Fisika FITK

Keterampilan Proses Sains Persentase ketercapaian indikator (%)

Kel 1 Kel 2 Kel 3 Kel 4 Kel 5 Kel 6 Rata-rata

Merencanakan percobaan 75 100 75 75 75 75 79 Mengajukan pertanyaan 100 100 100 100 100 100 100 menggunakan alat/bahan 83 83 75 83 83 83 81.67 Menerapkan konsep 60 60 80 60 60 80 67 Klasifikasi 100 67 100 67 100 100 89 Berkomunikasi 100 100 67 100 100 100 95 Interpretasi 100 100 100 100 100 100 100 Rata-rata 88 87 85 84 88 91 87

Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada Tabel 1, menunjukkan bahwa rata-rata persentase ketercapaian indikator keterampilan proses sains mahasiswa pendidikan Fisika FITK sebesar 87%. Berdasarkan indikator keberhasilan nilai persentase tersebut, mempunyai arti sangat baik. Perolehan persentase tersebut jika dianalisis dari indikator keterampilan proses sains berturut dari tinggi ke rendah adalah kemampuan untuk mengajukan pertanyaan dan interpretasi menempati nilai rata-tata paling tinggi yaitu 100%. Berdasarkan indikator keberhasilan nilai persentase tersebut, mempunyai arti sangat baik. Keterampilan proses yang berada di urutan kedua adalah keterampilan berkomunikasi dengan nilai 95%. Diikuti oleh keterampilan klasifikasi yang berada di urutan ke tiga dengan nilai rata-rata persentasenya 89%. Selanjutnya keterampilan menggunakan alat dan bahan dengan nilai rata-rata persentase 81,67% menempati urutan ke empat. Ketiga nilai rata-rata tersebut apabila ditinjau berdasarkan indikator keberhasilan, mempunyai arti sangat baik. Selanjutnya keterampilan merencanakan percobaan menempati urutan ke lima dengan nilai rata-rata persentasenya 79%. Berdasarkan indikator keberhasilan, nilai persentase tersebut mempunyai arti baik. Dan keterampilan proses dengan nilai rata-rata terendah pada mahasiswa pendidikan Fisika FITK adalah keterampilan menerapkan kosep dengan nilai rata-rata persentasenya sebesar 67%. Nilai rata-rata persentase ini berdasarkan indikator keberhasilan, mempunyai arti cukup.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada tabel 2, menunjukkan bahwa rata-rata persentase ketercapaian indikator keterampilan proses sains mahasiswa Fisika Saintek sebesar 86%. Berdasarkan indikator keberhasilan nilai persentase tersebut, mempunyai arti sangat baik. Perolehan persentase tersebut jika dianalisis dari indikator keterampilan proses sains berturut dari tinggi ke rendah adalah kemampuan untuk mengajukan pertanyaan, berkomunikasi dan interpretasi menempati nilai rata-tata paling tinggi yaitu 100%. Berdasarkan indikator keberhasilan nilai persentase tersebut, mempunyai arti sangat baik. Keterampilan proses yang berada di urutan kedua adalah keterampilan klasifikasi dengan nilai rata-rata 89%. Diikuti oleh keterampilan menggunakan alat/bahan yang berada di urutan ke tiga dengan nilai rata-rata persentasenya 87,33%.

Tabel 2. Persentase Ketercapaian Indikator Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Fisika Saintek

Keterampilan Proses Sains

Persentase ketercapaian indikator (%)

Kel 1 Kel 2 Kel 3 Kel 4 Kel 5 Kel 6 Rata-rata

Merencanakan percobaan 50 50 50 50 50 50 50 Mengajukan pertanyaan 100 100 100 100 100 100 100 menggunakan alat/bahan 83 83 100 100 75 83 87.33 Menerapkan konsep 80 80 80 80 80 60 77 Klasifikasi 100 100 100 100 67 67 89 Berkomunikasi 100 100 100 100 100 100 100 Interpretasi 100 100 100 100 100 100 100 Rata-rata 88 88 90 90 82 80 86

Kedua nilai rata-rata tersebut apabila ditinjau berdasarkan indikator keberhasilan, mempunyai arti sangat baik. Selanjutnya keterampilan menerapkan konsep menempati urutan ke empat dengan nilai rata-rata persentasenya 77%. Berdasarkan indikator keberhasilan, nilai persentase tersebut mempunyai arti baik. Dan keterampilan proses dengan nilai rata-rata terendah pada mahasiswa Fisika Saintek adalah keterampilan merencanakan percobaan dengan nilai rata-rata persentasenya sebesar 50%. Nilai rata-rata persentase ini berdasarkan indikator keberhasilan, mempunyai arti kurang dari cukup.

Kedua tabel 1 dan 2 dapat disajikan dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu dengan mengambil nilai rata-rata persentase ketercapaian keterampilan proses sains mahasiswa pendidikan fisika FITK dan mahasiswa fisika Saintek. Seperti terlihat pada tabel 3 keterampilan merencanakan percobaan mahasiswa pendidikan Fisika FITK lebih unggul dari mahasiswa Fisika Saintek dengan nilai rata-rata 79% untuk mahasiswa pendidikan Fisika FITK dan 50% untuk mahasiswa Fisika Saintek. Jadi dalam hal ini, keterampilan merencanakan percobaan mahasiswa Fisika Saintek masih kurang dari cukup. Di lain pihak, untuk keterampilan menggunakan alat dan bahan nilai tertinggi dicapai oleh mahasiswa Fisika Saintek dengan nilai rata-rata persentase ketercapaian indikator sebesar 87,33%, sementara mahasiswa pendidikan Fisika FITK hanya mencapai nilai 81,67%. Walaupun demikian keduanya sudah mencapai nilai dengan indikator sangat baik.

Tabel 3.Perbandingan Nilai Rata-Rata Persentase Ketercapaian Indikator Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Pendidikan Fisika FITK dan Mahasiswa Fisika Saintek

Keterampilan Proses Sains

Persentase ketercapaian indikator (%) FITK Saintek Merencanakan percobaan 79 50 Mengajukan pertanyaan 100 100 menggunakan alat/bahan 81.67 87.33 Menerapkan konsep 67 77 Klasifikasi 89 89 Berkomunikasi 95 100 Interpretasi 100 100 Rata-rata 87 86

Keterampilan menerapkan konsep mahasiswa Fisika Saintek lebih unggul dengan nilai rata-rata persentase ketercapaian indikator sebesar 77% dari mahasiswa pendidikan Fisika FITK yang hanya memiliki nilai rata-rata persentase 67%. Dalam hal ini mahasiswa pendidikan Fisika FITK masih memiliki nilai dengan kategori cukup. Demikian pula untuk keterampilan berkomunikasi, mahasiswa Fisika Saintek lebih unggul dari mahasiswa pendidikan Fisika FITK. Namun keduanya sudah menunjukan nilai persentase rata-rata dengan kategori sangat baik. Sementara itu, keterampilan klasifikasi dan interpretasi antara mahasiswa pendidikan Fisika FITK dan mahasiswa Fisika Saintek keduanya memiliki nilai pencapaian yang sama yaitu 100%.

Selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana perbedaan persentase ketercapaian indikator dari setiap

keterampilan proses sains, dilakukan pengujian selisih antara dua proporsi dengan taraf nyata (α) 0,025. Untuk

taraf nyata 0,025 ini proporsi keberhasilan diuji dengan wilayah kritik z > 1,96. Apabila nilai z yang diperoleh lebih besar dari 1,96 maka tolak H0, berarti persentase ketercapaian indikator Keterampilan Proses Sains dari mahasiswa FITK dan Saintek berbeda nyata. Sebaliknya apabila nilai z yang diperoleh lebih kecil dari 1,96 maka terima H0, berarti persentase ketercapaian indikator antara mahasiswa pendidikan fisika FITK dan mahasiswa fisika Saintek tidak berbeda nyata. Berikut adalah tabel hasil pengujian selisih antara dua proporsi ketercapaian indikator Keterampilan Proses Sains mahasiswa pendidikan fisik FITK dan mahasiswa fisika Saintek.

Tabel 4. Pengujian Selisih antara Dua Proporsi Ketercapaian Indikator KPS Mahasiswa Pendidikan Fisika

FITK dan Mahasiswa Fisika Saintek

Keterampilan Proses Sains

Persentase ketercapaian

indikator (%) Uji selisih dua proporsi

FITK Saintek

Merencanakan percobaan 79 50 2.099411 Tolak H0

Mengajukan pertanyaan 100 100 0.000000 Terima H0

menggunakan alat/bahan 81.67 87.33 0.938391 Terima H0

Menerapkan konsep 67 77 0.862582 Terima H0

Klasifikasi 89 89 0.000000 Terima H0

Berkomunikasi 95 100 1.240356 Terima H0

Interpretasi 100 100 0.000000 Terima H0

Rata-rata 87 86 0.272978 Terima H0

Data-data yang tersaji pada tabel 4 memperlihatkan keterampilan merencakan percobaan antara mahasiswa pendidikan Fisika FITK dan mahasiswa Fisika Saintek berbeda nyata (tolak H0). Sementara untuk keterampilan proses yang lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (terima H0). Data-data tersebut dapat disajikan dalam bentuk grafik batang seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1.Perbandingan Nilai Rata-rata Persentase Ketercapaian Indikator Keterampilan Proses Sains

Gambar 1 memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan pada keterampilan merencanakan percobaan. Perbedaan yang tidak terlalu signifikan pada keterampilan menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, dan berkomunikasi.

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan-keterampilan yang biasa dilakukan ilmuwan untuk memperoleh pengetahuan. Keterampilan proses ini perlu untuk dikaji karena sangat bermanfaat bagi mahasiswa. Mahasiswa yang terlatih menggunakan keterampilan proses ini akan mudah menerapkan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari. Dari beberapa keterampilan proses sains pada penelitian ini hanya mengambil tujuh keterampilan proses sains yang diobservasi pada mahasiswa saat melakukan praktikum pengenalan alat ukur. Berikut akan dijelaskan hasil observasi pada masing-masing keterampilan proses sains

Merencanakan Percobaan

Keterampilan merencanakan percobaan pada penelitian ini meliputi beberapa indikator yang harus dipenuhi oleh mahasiswa pada saat memulai praktikum pengenalan alat ukur. Adapun beberapa indikator tersebut adalah:

1. Membaca buku panduan praktikum dengan baik sebelum praktikum dimulai

2. Menyiapkan/memeriksa alat dan bahan sesuai yang tercantum dalam buku panduan praktikum 3. Melakukan kalibrasi sederhana sebelum melaksanakan praktikum

4. Melakukan aspek-aspek keamanan (diri, alat, dan lingkungan) sesuai dengan pedoman kerja

Berdasarkan Tabel 1, hasil observasi terhadap enam kelompok mahasiswa pendidikan Fisika FITK diperoleh nilai persentase ketercapaian indikator rata-rata sebesar 79%. Dari ke enam kelompok mahasiswa pendidikan fisika FITK yang diobservasi, tidak melakukan indikator ke 3 yaitu melakukan kalibrasi sederhana sebelum melaksanakan praktikum. Sedangkan hasil observasi terhadap enam kelompok mahasiswa fisika saintek dapat dilihat pada Tabel 2. Dari tabel terlihat nilai rata-rata persentase ketercapaian indikator untuk mahasiswa saintek sebesar 50%. Semua kelompok tidak melakukan indikator ke 3 yaitu melakukan kalibrasi sederhana sebelum melaksanakan praktikum dan indikator ke 4 yaitu melakukan aspek-aspek keamanan (diri, alat, dan lingkungan) sesuai dengan pedoman kerja.

Pengujian selisih dua proporsi untuk nilai rata-rata persentase ketercapaian indikator pada keterampilan merencanakan percobaan antara mahasiswa Pendidikan Fisika FITK dan mahasiswa Fisika Saintek dengan

nilai taraf nyata (α) 0,025 menghasilkan nilai z sebesar 2.099411. Keputusannya adalah tolak H0 karena nilai z hitung lebih besar dari zα, hal ini mengindiasikan bahwa mahasiswa pendidikan Fisika FITK lebih unggul ketercapaian indikator merencanakan percobaanya daripada mahasiswa Fisika Saintek.

Apabila dilihat secara keseluruhan baik mahasiswa pendidikan Fisika FITK maupun mahasiswa Fisika Saintek belum memperhatikan pentingnya kalibrasi alat sebelum melakukan pengukuran. Pada saat mereka menggunakan jangka sorong, mikrometer skrup dan neraca analitik semua kelompok langsung menggunakan alat-alat ukur tersebut tanpa memastikan bahwa skala pada alat tersebut benar-benar sudah berada di posisi nol.

Keterampilan merencanakan percobaan ini penting karena dari pengukuran keterampilan ini dapat dilihat kesiapan mahasiswa untuk melakukan percobaan dalam hal ini penggunaan alat ukur. Apabila mahasiswa sudah mengalami kesalahan pada tahap ini maka akan berakibat pada kesalahan selanjutnya. Mengenai kalibrasi alat sebelum digunakan, pada buku panduan praktikum Fisika Dasar Pendidikan Fisika FITK itu

sudah tercantum dengan jelas pada langkah pertama baik itu untuk penggunaan alat ukur mikrometer sekrup, jangka sorong maupun neraca analitik. Namun pada saat praktikum kemungkinan mahasiswa tidak menyadari bahwa kalibrasi itu benar-benar penting dan harus selalu dilakukan di awal pengukuran. Dalam hal ini peran asisten lab diperlukan untuk selalu mengingatkan praktikan agar melakukan kalibrasi. Sementara itu, pada buku panduan praktiukum Fisika Dasar mahasiswa Fisika Saintek tidak dicantumkan tahap kalibrasi ini. Ini bisa dijadikan masukan kepada tim penyusun buku panduan praktikum bahwa tahap kalibrasi harus dinyatakan secara eksplisit dalam buku panduan praktikum.

Adapun mengenai aspek-aspek keselamatan diri mahasiswa masih terlihat tidak terlalu memperhatikan hal ini karena mereka menganggap bahwa praktikum Fisika tidak sebahaya praktikum Kimia. Akibatnya mereka terlihat tidak hati-hati dalam menggunakan alat bahkan ada beberapa orang yang justeru memainkan beberapa alat ukur, becanda dengan teman dan masih ada beberapa tidak menggunakan jas lab.

Petunjuk praktikum fisika dasar yang sudah ada, menyebutkan tujuan, alat dan bahan praktikum serta langkah kerja dengan rinci, sehingga mahasiswa tinggal melaksanakan praktikum, tanpa membuat perencanaan percobaan terlebih dahulu. Sehingga dalam pelaksanaan, petunjuk praktikum yang digunakan selama ini kurang mengembangkan keterampilan ilmiah.

Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wawan Kuriawan dan Diana Endah H mengenai pembelajaran fisika dengan metode inquiry terbimbing untuk mengembangkan keterampilan proses sains menjelaskan bahwa buku panduan praktikum dapat dibuat sedemian rupa sehingga menuntut mahasiswa calon guru untuk dapat mengembangkan keterampilan ilmiah.

Wawan Kurniawan juga memaparkan dalam jurnalnya bahwa yang jadi penyebab rendahnya keterampilan merencanakan percobaan salah satunya dimungkinkan karena mahasiswa belum memiliki persiapan dalam menghadapi praktikum. Hal ini disebabkan mungkin karena mahasiswa saat belajar di sekolah menengah jarang atau belum pernah melakukan praktikum fisika. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wawan Kurniawan tersebut keterampilan merencanakan percobaan hanya mencapai nilai rata-rata persentase pada