• Tidak ada hasil yang ditemukan

PADA KONSEP MOMENTUM DAN IMPULS Ilusi Pangart

HASIL DAN PEMBAHASAN Rekapitulasi Hasil Belajar

Hasil belajar siswa untuk setiap jenjang kognitif dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1. Diagram Hasil Pretest dan Posttest pada Jenjang kognitif

Berdasarkan diagram Gambar 1, terlihat bahwa hasil belajar akhir (posttest) kelas kontrol dan kelas eksperimen mengalami peningkatan dari hasil pretest. Pada saat pretest kemampuan kelas kontrol dalam mengingat (C1) 31%, memahami (C2) 34%, menerapkan (C3) 40%, dan menganalisis (C4) 16%. Pada saat

posttest kemampuan kelas kontrol dalam mengingat (C1) 93%, memahami (C2) 77%, menerapkan (C3) 86%, dan menganalisis (C4) 57%. Sementara kemampuan kelas eksperimen pada saat pretest dalam hal mengingat (C1) 27%, memahami (C2) 30%, menerapkan (C3) 29%, dan menganalisis (C4) 21%. Pada saat posttest kemampuan kelas eksperimen dalam mengingat (C1) 98%, memahami (C2) 83%, menerapkan (C3) 89%, dan menganalisis (C4) 71%. 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% C1 C2 C3 C4 31% 34% 40% 16% 93% 77% 86% 57% 27% 30% 29% 21% 98% 83% 89% 71% Pe rsent a se Ranah Kognitif

Pretest Kontrol Posttest Kontrol Pretest Eksperimen Posttest Eksperimen

Pengujian normalitas dilakukan terhadap dua buah data, yaitu hasil pretest dan posttest kedua kelas, dengan menggunakan rumus uji kai kuadrat (chi square). Berikut ini adalah hasil yang diperoleh dari perhitungan tersebut:

Tabel 1. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kai Kuadrat Pretest dan Posttest

Statistik Pretest Posttest Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Nilai X2 hitung 9,177 3,758 4,620 10,469 Nilai X2 tabel 11,070 Keputusan Data terdistribusi normal Data terdistribusi normal Data terdistribusi normal Data terdistribusi normal

Pengujian homogenitas dilakukan pada kedua data pretest dan posttest. Berikut adalah hasil yang diperoleh dari uji homogenitas.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretest dan Posstest Statistik Pretest Posttest Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Nilai Varians , , , , Nilai Fhitung , , Nilai Ftabel 1,88

Keputusan Kedua data homogen Kedua data homogeny

Berdasarkan uji prasyarat analisis statistik, diperoleh bahwa kedua data terdistribusi normal dan homogen. Oleh karena itu, pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan analisis tes statistik parametrik. Perhitungan untuk menentukan nilai thitung disajikan pada lampiran. Hasil perhitungan dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Pretest dan Posttest

Statistik Pretest Posttest

thitung , ,

ttabel 2,00

Keputusan Ha ditolak Ha diterima

Hasil Analisis Data Lembar Observasi

Hasil observasi direkapitulasi dan dijumlahkan skor masing-masing kelompok untuk setiap indikator. Skor yang diperoleh kemudian dihitung persentasenya dan dikonversi menjadi data kualitatif. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Lembar Observasi Aktivitas Pembelajaran

No. Indikator Lembar Observasi Diskusi Kelompok Game

Persentase Kesimpulan Persentase Kesimpulan

1 Bekerja sama dengan teman satu tim

untuk menyelesaikan tugas 82% Baik sekali 83% Baik sekali

2 Mengerjakan tugas yang diberikan

guru 99% Baik sekali 88% Baik sekali

3 Bertukar pendapat antar teman

dalam tim 74% Baik 78% Baik

4 Kepedulian terhadap kesulitan

sesama anggota tim 63% Baik 83% Baik sekali

5 Mengumpulkan tugas tepat waktu 25% Kurang 58% Cukup

6 Menggunakan waktu untuk

mengerjakan tugas 79% Baik 82% Baik sekali

Hasil Analisis Data Angket

Hasil data angket direkapitulasi dan dijumlahkan skor masing-masing siswa untuk setiap indikator. Skor yang diperoleh kemudian dihitung persentasenya dan dikonversi menjadi data kualitatif. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.Hasil Angket Respon Siswa

No Indikator Angket Diskusi kelompok Game

Persentase Kesimpulan Persentase Kesimpulan

1

Bekerja sama dengan teman satu

tim untuk menyelesaikan

tugas

85% Baik sekali 86% Baik sekali

2

Mengerjakan tugas yang diberikan guru

80% Baik 81% Baik sekali

3

Bertukar pendapat antar teman dalam

tim

87% Baik sekali 90% Baik sekali

4

Kepedulian terhadap kesulitan

sesama anggota tim

80% Baik 86% Baik sekali

5 Mengumpulkan

tugas tepat waktu 79% Baik 84% Baik sekali

6

Menggunakan waktu untuk mengerjakan tugas

72% Baik 89% Baik sekali

7 Senang belajar 77% Baik 84% Baik sekali

8

Aktif dalam

pembelajaran 83% Baik sekali 84% Baik sekali

9 Memahami materi 76% Baik 79% Baik

Rata-rata 79% Baik 84% Baik sekali

Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game terhadap hasil belajar siswa pada konsep momentum dan impuls. Hal tersebut didasarkan pada hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji t terhadap data posttest. Hasilnya adalah nilai thitung = 2,59 sedangkan nilai ttabel = 2,00. Terlihat bahwa nilai thitung  ttabel . Dilihat dari nilai rata-rata (mean) pun siswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran STAD dengan game lebih tinggi dibandingkan siswa pada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran STAD. Selisih nilai rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 10,00. Keadaan ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa, pada konsep momentum dan impuls lebih baik menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan

game dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Aji Anugrah Wijaya dan J.A. Pramukantoro yang berjudul ”Pengaruh Pembelajaran Aktif dengan Strategi Who Wants To Be Smart untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Standar Kompetensi Menerapkan Dasar-dasar Elektronika Kelas X Di SMK Negeri 1 Blitar”, menunjukkan bahwa pengaruh pembelajaran aktif dengan strategi who wants to be smart dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Jika dilihat lebih rinci, game lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar pada semua jenjang kognitif dibandingkan dengan diskusi kelompok. Peningkatan hasil pretest dan posttest menunjukkan bahwa

game dapat meningkatkan kemampuan mengingat (C1) sebesar 71%, memahami (C2) sebesar 53%, menerapkan (C3) sebesar (60%), dan menganalisis (C4) sebesar 51%. Hal tersebut sejalan dengan hasil

penelitian dari beberapa peneliti dan psikolog pendidikan yang menyatakan bahwa game dapat membangun kemampuan kognitif siswa.

Game who wants to be a winner mampu meningkatkan kemampuan mengingat (C1). Ketika siswa belajar menggunakan game siswa berusaha mengingat materi untuk memenangkan game. Siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini terbukti dari angket respon siswa yang menyatakan bahwa game

mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran dengan sangat baik. Sejalan dengan pendapat Neville Bennet yang mengatakan bahwa game dapat meningkatkan mutu pembelajaran karena game mampu membuat siswa mengingat hal-hal yang dilakukan, dibandingkan dengan mengerjakan tugas yang membuat siswa merasa terbebani. Granic juga menyatakan bahwa game dapat meningkatkan kemampuan navigasi, berpikir, mengingat, dan menerima informasi baru.

Game who wants to be a winner juga mampu meningkatkan kemampuan memahami (C2). Animasi yang terdapat dalam game who wants to be a winner menurut ahli materi telah sesuai dengan konsep momentum dan impuls, sehingga mampu membantu siswa dalam memahami pertanyaan dalam game.

Animasi membantu siswa dalam memvisualisasikan hal yang sulit dibayangkan oleh siswa. Hasil angket siswa pun mendukung bahwa game who wants to be a winner mampu membuat siswa memahami materi momentum dan impuls dengan baik. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Slamet Anwar yang

berjudul ”Pengaruh Media Animasi pada Kompetensi Sistem Bahan Bakar Motor Bensin Terhadap Pemahaman Siswa” menunjukkan bahwa penggunaan animasi membuat siswa lebih memahami materi yang diberikan.

Kemampuan menerapkan (C3) juga dapat ditingkatkan dengan menggunakan game who wants to be a

winner. Game ini mendorong siswa untuk menerapkan pengetahuan yang dimilikinya. Penerapan ini dilakukan ketika siswa menjawab soal dalam game. Hasil angket pun mendukung hal tersebut, terlihat pada indikator siswa mengerjakan tugas, memperoleh persentase sebesar 81% (baik sekali). Artinya, game mampu mendorong siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru. Mengerjakan tugas berarti siswa telah menerapkan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, hasil angket pada indikator bekerja sama dengan teman satu tim memperoleh persentase sebesar 86% (baik sekali). Hal tersebut menunjukkan bahwa game mendorong siswa untuk bekerja sama dengan teman satu tim. Bekerja sama membuat siswa saling membantu menerapkan kemampuan yang dimiliki untuk memenangkan game. Senada dengan penelitian BBC News dan TEEM (Teachers Evaluating Educational Media) yang menunjukkan bahwa game dapat mengembangkan kemampuan matematis (menerapkan rumus atau pengetahuan yang telah dimiliki) untuk mengambil keputusan dalam menjawab pertanyaan dalam game.

Game who wants to be a winner pun mampu meningkatkan kemampuan menganalisis (C4). BBC News dan TEEM (Teachers Evaluating Educational Media) juga berpendapat bahwa game berkontribusi dalam kurikulum dengan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Game menyediakan tantangan yang harus di atasi siswa untuk menyelesaikan game dengan sukses. Jika siswa telah berhasil memecahkan masalah, tentu siswa juga telah berhasil dalam menganalisis tantangan yang ada pada game. Salah satu tantangan yang terdapat dalam game adalah menjawab soal analisis. Soal analisis termasuk soal yang sulit untuk dikerjakan, soal yang sulit cenderung membuat siswa untuk malas mengerjakan. Namun, game dapat membuat siswa untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil observasi dimana pada indikator mengerjakan tugas yang diberikan guru, memperoleh persentase sebesar 88% (baik sekali). Selain itu, hasil angket pun menunjukkan bahwa game mampu mendorong siswa dengan sangat baik (90%) untuk bertukar pendapat dengan teman satu tim. Saling bertukar pendapat membuat siswa mampu untuk menganalisis soal yang diberikan. Game pun sangat baik dalam mendorong siswa untuk memiliki kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota. Dengan begitu, siswa yang berkemampuan rendah pun dapat terbantu dalam menganalisis soal yang diberikan dalam game.

Selain kelebihan game yang telah dijelaskan di atas, game juga memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan diskusi kelompok, yaitu: pertama, gamewho wants to be a winner juga unggul dalam pemanfaatan waktu dibandingkan dengan diskusi kelompok. Tantangan pada game berupa waktu yang terbatas untuk menjawab pertanyaan, membuat siswa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Selain itu, tantangan tersebut membuat siswa berlomba-lomba dalam mengumpulkan jawaban agar dapat memenangkan game.

Kedua, berdasarkan angket siswa, game juga mampu untuk memotivasi siswa dan membantu siswa dalam menguasai materi dibandingkan dengan diskusi kelompok. Hal ini terlihat pada saat pelaksanaan game siswa tampak sangat antusias. Game dapat membangun motivasi siswa yang tidak didapatkan dari pembelajaran lainnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, secara keseluruhan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game dapat meningkatkan hasil belajar. Selain itu, inovasi penggunaan game

pada tahapan tim lebih baik dibandingkan dengan diskusi kelompok. Namun, game juga memiliki kelemahan dibandingkan dengan diskusi kelompok, yaitu pada indikator mengerjakan tugas yang diberikan guru. Hal ini mungkin disebabkan siswa terlalu terfokus untuk memenangkan game, sehingga lupa untuk menulis jawaban pada lembar kegiatan mereka sendiri. Senada dengan pendapat Sharon, Deborah, dan James dalam buku

Instructional Technology & Media for Learning yang menyebutkan bahwa game memiliki kelemahan yaitu tujuan belajar (tugas) mungkin terlupakan karena adanya keinginan menang dibandingkan sekedar belajar. Untuk itu, agar pelaksanaan game dalam pembelajarandapat berjalan lebih baik, sebaiknya guru berupaya mengingatkan siswa untuk mengerjakan tugas.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game terhadap hasil belajar siswa pada konsep momentum dan impuls. Pengaruh tersebut terlihat dari nilai thitung ttabel. Dilihat dari nilai rata-rata pun hasil belajar siswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game lebih tinggi dibandingkan siswa kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan game terbukti lebih unggul dalam meningkatkan kemampuan mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), dan menganalisis (C4).

Ditinjau dari proses pembelajaran, game padamodel pembelajaran kooperatif tipe STAD berada pada kategori baik dengan persentase (79%). Selain itu, respon siswa terhadap game pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD berada pada kategori baik sekali.

SARAN

Pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan. Pertama, pada pelaksanaan game. Agar pelaksanaan

game who wants to be a winner dapat berjalan lebih baik, sebelum penelitian dimulai, guru harus memastikan bahwa siswa telah memahami tata cara dan aturan dalam game. Kedua, tampilan game yang kurang menarik. Solusi untuk kelemahan ini adalah menyesuaikan warna animasi dengan keadaan sebenarnya. Jika penelitian ini akan dilanjutkan, maka sebaiknya software game who wants to be a winner dilengkapi materi agar pengguna dapat lebih memahami tentang momentum dan impuls.

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah W, Aji, JA Pramukantoro. 2013. Pengaruh Pembelajaran Aktif dengan Strategi Who Wants To Be Smart untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Standar Kompetensi Menerapkan Dasar-dasar Elektronika Kelas X di SMK Negeri 1 Blitar. Jurnal Pendidikan.Teknik Elektro Volume 01 Nomor 1. Anwar S. Pengaruh Media Animasi pada Kompetensi Sistem Bahan Bakar Motor Bensin Terhadap

Pemahaman Siswa. Jurnal IKIP Veteran Semarang.

Arikunto S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Slavin ER. 2008. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media. Hamalik O. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Putro WE. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Huda M. 2013. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Isjoni. 2011. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi antar Peserta Didik cet. III. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jacobsen, David A., Eggen, Paul, Kauchak, Donald. 2009. Methods for Teaching Edisi ke-8. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Lestari, Dewi. Definisi Game. Artikel Game Universitas Muhammadiyah Sukabumi.

Neville Bennet, Liz Wood, dan Sue Rogers. 2005. Teaching Through Play (Teachers Thinking and Classroom Practice). Jakarta: Grasindo.

Nikmah S. 2012. Penggunaan Metode Permainan Dalam Pembelajaran IPA Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 11 Sungai Melayu Rayak. Artikel Penelitian pada Universitas Tanjungpura Pontianak.

Rahmawati I.“Media Permainan Meningkatkan Motivasi BelajarSiswa”, http://suaraguru.wordpress.com, 24 Agustus 2013.

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sharon, Deborah, James. 2005. Instructional Technology and Media for Learning. Amerika: Pearson, Sharon, Deborah, James. 2011. Instructional Technology & Media for Learning: Teknologi Pembelajaran

dan Media untuk Belajar, Terj. Arif Rahman. Jakarta: Kencana.

Suciati. Implementing Computer Games in Formal Learning. ArtikelUniversitas Negeri Yogyakarta. Sudijono A. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sudjana N. 1992. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana. Usman, Husaini, R. Purnomo S. 2006. Pengantar Statistik Cet. I. Jakarta: Bumi Aksara. Dahar RW. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Winkel WS. 2009. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi. “Ini Nilai Positif Bermain Game”,

PERBEDAAN PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN ANIMASI DAN KOMIK