• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNS email: suciati.sudarisman@yahoo.com

Abstrak

Profesional dalam berbagai profesi merupakan tuntutan dalam menghadapi tantangan abad 21. Mengembangkan profesi secara berkesinambungan merupakan salah satu ciri sebagai guru profesional sebagaimana diamanahkan dalam Undang Undang Guru dan Dosen (2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kemampuan guru dalam mengembangkan profesinya. Penelitian menggunakan metode survei yang melibatkan 80 orang guru sebagai responden. Data dihimpun melalui angket dan wawancara yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan disajikan dalam bentuk bagan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berkaitan dengan pengembangan profesi, sebanyak 67,5% guru mengalami hambatan, 18,75% lancar, 13,75% tidak merespon. Dapat disimpulkan bahwa membuat karya tulis ilmiah merupakan salah satu faktor penghambat bagi guru dalam mengembangkan profesi. Setidaknya ada 3 hal yang mempengaruhi rendahnya kemampuan guru dalam membuat karya tulis ilmiah yaitu: 1) kurangnya kepekaan guru dalam mengidentifikasi permasalahan pembelajaran di kelas; 2) rendahnya kemampuan guru dalam melakukan inovasi pembelajaran; 3) kurangnya pengetahuan guru tentang teknik penulisan karya tulis ilmiah yang baku.

Kata Kunci: pengembangan profesi guru, karya tulis ilmiah.

PENDAHULUAN

Keterbukaan yang merupakan ciri globalisasi telah menciptakan situasi seolah dunia tanpa batas, akibatnya nilai-nilai baru semakin mudah masuk dalam kehidupan yang memunculkan ketidak pastian, ketidak seimbangan, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pola hidup di masyarakat. Kondisi ini membutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas handal, sehingga dunia pendidikan dituntut untuk mampu menghasilkan peserta didik yang inovatif, kreatif dan kompetitif agar mampu survive secara produktif di tengah derasnya peluang dan tantangan kehidupan global yang semakin kompleks. Oleh karenanya, pendidikan harus didukung oleh pendidik (guru ) yang profesional. Menurut American Association Colleges of Teacher Education / AACTE (2010) bahwa guru abd-21 dituntut menguasai kompetensi yang dapat memfasilitasi belajar peserta didik sesuai dengan hasil belajar yang dipersyaratkan yaitu mampu: menggabungkan antara teknologi dengan pedagogi dan materi pelajaran yang mendorong kreativitas peserta didik, menguasai model-model pembelajarana dan berbagai model asesmen yang dapat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal, bertindak sebagai mentor, aktif dalam asosiasi profesi serta selalu meningkatkan profesionaltasnya sebagai guru. Hal ini relevan dengan isi Undang Undang Guru dan Dosen (2005) dimana guru dituntut memiliki 4 kompetensi yang meliputi: kompetensi profesional, kompetensi pedagogi, kompetensi sosial, dan kompetensi personal. Dengan demikian guru profesional harus menguasai materi keilmuan yang dibidanginya, mampu mentransfer pengetahuan sesuai kaidah dasar-dasar kependidikan, mampu bersosialisasi dengan lingkungan serta memiliki kepribadian yang baik yang dapat menjadi panutan bagi peserta didiknya. Dalam rangka mengantisipasi perkembangan IPTEK, persaingan global, otonomi pendidikan dan perkembangan kurikulum, profesionalitas guru merupakan sebuah keharusan (Saud, 2009). Hal ini relevan dengan isi Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa jabatan guru sebagai pendidik merupakan jabatan profesional. Untuk itu, guru yang profesional dituntut untuk terus-menerus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing di forum regional, nasional, ataupun internasional. Pengembangan profesi guru dapat ditempuh melalui berbagai jalur. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) No 16 Tahun 2009 Tanggal 10 November 2009, maka: mulai tahun 2011 bagi Guru PNS yang akan mengusulkan kenaikan

pangkatnya harus memenuhi kriteria pemerolehan angka kredit yang didapat dari: 1) Kegiatan pengembangan diri (Pelatihan atau Kegiatan Kolektif); 2) Karya Tulis Ilmiah; 3) Membuat Alat Peraga, Alat Pembelajaran; 4) Karya Teknologi/Seni; dan 5) Pengembangan Kurikulum. Karya tulis ilmiah khususnya dalam bentuk hasil penelitian tindakan kelas (PTK) menjadi salah satu poin yang dipersyaratkan dalam kenaikan pangkat golongan guru. Dengan demikian, setiap guru profesional idealnya mampu membuat karya tulis ilmiah yang bersumber dari pengalaman pembelajaran di kelas yang menjadi tugas kesehariannya. Penulisan karya ilmiah merupakan kegiatan yang sangat penting bagi seorang guru yang profesional. Kegiatan ini tidak saja perlu dilakukan dalam rangka memperoleh angka kredit untuk kenaikan jabatan atau untuk keperluan sertifikasi melalui portofolio, tetapi terlebih lagi perlu dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan kelas, kualitas layanan kepada anak didik, dan juga peningkatan profesionalisme guru itu sendiri.

Keterampilan menulis khususnya menulis karya ilmiah sangat penting artinya bagi guru. Guru yang tidak mampu menulis dengan baik akan mengalami berbagai kendala dalam berkomunikasi karena dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari seorang guru dituntut mampu menulis seperti menulis surat lamaran pekerjaan, menulis surat dinas, dan menulis laporan suatu kegiatan, dan yang terutama menulis karya ilmiah dalam rangka kenaikan pangkat (Keraf, 1996). Senada dengan hal di atas, Akhadiah (1998) mengatakan bahwa menulis membawa seseorang mengenali potensi diri, memperluas cakrawala, mendorong seseorang belajar aktif, dan membiasakan seseorang berpikir dan berbahasa secara tertib. Melalui kegiatan menulis, seseorang dapat merekam, memberitahukan, meyakinkan, dan mempengaruhi orang lain. Bahkan, kiranya tidak berlebihan apa yang dikatakan Tarigan (1994) bahwa menulis merupakan suatu ciri orang terpelajar atau bangsa terpelajar.

Pada satu sisi, memang disadari betapa pentingnya keterampilan menulis karya ilmiah bagi guru, tetapi pada sisi lain, seperti yang dikemukakan dalam Kompas, 14 Desember 2007, bahwa banyak guru yang stagnan pada pangkat/golongan IVA karena untuk naik ke jenjang pangkat berikutnya mengharuskan mereka untuk menulis karya ilmiah. Lebih lanjut, dikemukakan bahwa realitas seperti ini secara statistik sangat jelas terlihat, misalnya, pada data Badan Kepegawaian Nasional tahun 2005. Dari 1.461.124 orang guru saat itu, ditinju dari golongan/ruang kepangkatannya, tercatat sebanyak 22.87% guru golongan IVA; 0.16% guru golongan IVB; 0.006% guru golongan IVC; 0.001% golongan IVD, dan 0,00% guru golongan IVE. Data ini jelas menunjukkan betapa rendahnya aktivitas guru di Indonesia dalam menulis karya ilmiah.

Namun secara faktual kemampuan guru di berbagai jenjang pendidikan dalam membuat karya tulis ilmiah tampaknya belum optimal. Secara umum guru masih mengalami hambatan terutama dalam membuat PTK. Meski telah dilakukan upaya-upaya peningkatan kompetensi guru dalam membuat karya tulis ilmiah, namun hasilnya belum seperti yang diharapkan. Pihak institusi terkait dan guru sendiri, tampaknya belum menemukan cara yang tepat untuk dapat mengakselerasi kompetensi dalam membuat karya tulis ilmiah secara efektif. Belum tersedianya data tentang kompetensi guru dalam membuat karya tulis ilmiah, menyebabkan upaya percepatan profesionalitas guru menjadi terhambat. Oleh karenanya, perlu dilakukan pemetaan kompetensi guru dalam membuat karya tulis ilmiah, agar dapat diketahui profil kemampuan dan hambatan guru dalam mengembangkan profesinya.

METODE

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kemampuan guru dalam mengembangkan profesinya serta hambatan-hambatan yang dialami guru dalam mengembangkan profesinya khususnya dalam membuat karya tulis ilmiah khususnya PTK. Penelitian menggunakan metode survei yang melibatkan 80 orang guru jenjang SMA sebagai responden yang ada di wilayah kota Solo. Data dihimpun melalui angket dan wawancara yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan disajikan dalam bentuk bagan persentase.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Respon Guru Berkaitan dengan Pengembangan Profesi

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa dari 80 orang responden, hanya 18,75% guru yang pengembangan profesinya lancar (tidak mengalami hambatan). Sebanyak 13,75% tidak memberikan respon apapun terkait dengan pengembangan profesinya. Hasil wawancara menunjukkan bahwa tidak adanya respon dari responden dikarenakan para guru merasa pasrah dengan keadaan karena peluang pengembangan profesinya sudah mentok disebabkan faktor usia dan masa kerja yang telah mendekati pensiun. Sementara sebanyak 67,5% guru menyatakan mengalami hambatan dalam pengembangan profesi. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa guru tersebut pada umumnya cenderung mengalami hambatan dalam pengembangan profesinya melalui kenaikan pangkat terutama dalam memenuhi persyaratan terkait karya tulis ilmiah khususnya penelitian tindakan kelas.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa faktor-faktor penghambat dalam pengembangan profesi guru dikarenakan beberapa hal. Pertama, kurangnya kepekaan guru dalam mengidentifikasi permasalahan pembelajaran di kelas. Di dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, guru terkesan hanya sekedar menggugurkan kewajiban mengajar sesuai jam yang telah ditetapkan. Akibatnya pembelajaran berlalu tanpa upaya perbaikan, sehingga menjadi kurang bermakna. Idealnya setiap pembelajaran selesai, guru melakukan analisis sebagai refleksi. Jika terdapat kekurangan-kekurangan dalam praktik pembelajaran tersebut, maka dapat dijadikan landasan untuk melakukan perbaikan pada pembelajaran selanjutnya. Sementara berbagai hasil penelitian berbasis refleksi seperti lesson study, terbukti sangat efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini didukung oleh pernyataan (Arani, 2011:37) bahwa tahapan plan, do/observation, dan

reflection yang merupakan ruh dari lesson study, sangat efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Hasil refleksi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan guru dapat menjadi landasan bagi upaya perbaikan pembelajaran selanjutnya dan tanpa disadari sesungguhnya guru tersebut telah melakukan langkah- langkah PTK secara praktis. Guru hanya menuangkannya dalam bentuk karya tulis ilmiah yang dapat

dimanfaatkan untuk pengembangan profesi. Kedua, kemampuan guru dalam melakukan inovasi

pembelajaran rendah. Ruh PTK adalah perbaikan kualitas pembelajaran di kelas (Arikunto, dkk., 2006). Dengan demikian, strategi pembelajaran konvensional yang cenderung kurang efektif, perlu dilakukan inovasi pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran lain yang lebih kreatif dan inovatif. Guru dituntut memahami berbagai strategi, pendekatan, metode, model pembelajaran inovatif sebagaimana disarankan dalam Kurikulum 2013 seperti: pembelajaran berbasis penemuan (inquiry, discovery, dll.), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran berbasis proyek (problem based project) (Kemendiknas, 2013). Berdasarkan hasil wawancara terungkap bahwa guru masih mengalami kendala dalam melakukan inovasi pembelajara, sehingga memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan model-model pembelajaran terutama pembelajaran konstruktivis dengan paradigma student center. Ketiga, pengetahuan guru tentang teknik penulisan karya tulis ilmiah yang baku masih kurang. Hasil wawancara menunjukkan bahwa menuangkan hasil pengalaman praktis guru dalam proses pembelajaran ke dalam bentuk karya tulis ilmiah merupakan hambatan terbesar. Umumnya guru kurang memiliki informasi tentang teknik penulisan karya tulis ilmiah yang baik dan benar sesuai yang dipersyaratkan. Kurangnya sumber informasi dan rendahnya motivasi diri untuk memperoleh informasi merupakan kendala utama.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa melakukan wawancara dan pemberian angket terkait dengan kemampuan guru dalam melalui pembuatan karya tulis ilmiah dalam penelitian ini, merupakan salah satu bentuk pemetaan sederhana yang dapat dilakukan oleh institusi pendidikan yang terkait sejauh mana kemampuan dan hambatan yang dialami guru dalam pengembangan profesinya. Profil ini merupakan sumber informasi penting dalam upaya mendorong percepatan profesi guru pada umumnya.

KESIMPULAN

Berdasar hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Profil kemampuan dan hambatan guru-guru di wilayah kota Solo secara umum masih belum optimal khususnya dalam membuat karya tulis ilmiah melalui PTK; 2) Setidaknya ada 3 hal yang mempengaruhi rendahnya kemampuan guru dalam membuat karya tulis ilmiah yaitu: a) kurangnya kepekaan guru dalam mengidentifikasi permasalahan pembelajaran di kelas; b) rendahnya kemampuan guru dalam melakukan inovasi pembelajaran; c) kurangnya pengetahuan guru tentang teknik penulisan karya tulis ilmiah yang baku.

SARAN

Keberadaan profil tentang kemampuan dan hambatan guru dalam pengembangan profesi sangat penting bagi peningkatan profesionalitas guru, maka dapat dikemukan saran bahwa penelitian terkait profil kemampuan dan hambatan guru dalam mengembangkan profesinya seyogyanya dapat dilakukan oleh institusi pendidikan yang terkait di semua wilayah dan jenjang pendidikan, agar percepatan peningkatan profesionalitas guru secara luas dapat segera terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Akhdiah S, Arsjad MG, Ridwan, Sakura H. 1998. Menulis I. Jakarta: Depdikbud.

Arani SR. 2011. Transnational Learning: The Integration of Jugyou kenkyuu inti Iranian Teacher Training. Tokyo: Education Science Publishing House.

Arikunto S. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Keraf G. 1996. Terampil Berbahasa Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka. Kompas. 14 Desember 2007.

Saud US. 2009. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.

Suandi IN. 2008. Gerakan Menulis Karya Ilmiah (Sebuah Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru). Singaraja: Undiksha.

Sutrisno. 2012. Kreatif Mengembangkan Aktivitas Pembelajaran Berbasis TIK. Jakarta: Referensi. Tarigan HG. 1994. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Angkasa: Bandung

Tim. 2013. Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendiknas.