• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Biologi, FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar biologi pada siswa yang diajar menggunakan media animasi dan media komik pada konsep sistem pencernaan. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Parung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan rancangan penelitian two group pretest-posttest design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik

purposive sampling (sampel bertujuan) dan penentuan kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II secara acak. Sampel penelitian yang pertama berjumlah 35 siswa untuk kelas eksperimen I dengan menggunakan media animasi. Sampel yang kedua berjumlah 33 siswa untuk kelas eksperimen II dengan menggunakan media komik. Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa berupa tes pilihan ganda dan angket. Analisis data tes

kedua kelompok menggunakan uji t pada taraf signifikan α = 0.05, diperoleh hasil thitung 3.84 dan ttabel sebesar 1.67, maka thitung lebih besar dari ttabel. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar secara signifikan, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar biologi siswa yang diajar dengan menggunakan media animasi berbeda dengan siswa yang diajarkan dengan menggunakan media komik.

Kata Kunci: Media Animasi, Media Komik, Sistem Pencernaan, Hasil Belajar

PENDAHULUAN

Pembelajaran sebagai perwujudan real dari proses pendidikan menempati posisi strategis dalam mengupayakan perubahan kearah yang lebih baik dari kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki akal sudah sewajarnya memikirkan pemecahan masalah berdasarkan informasi yang dicapainya sehingga kehidupan menjadi lebih dinamis. Generasi baru yang lahir akan terus terlibat dalam proses transformasi dengan belajar pada generasi sebelumnya dan mengupayakan kondisi yang lebih baik dibanding masa sebelumnya. Oleh karena itu pendidikan menjadi komponen yang mutlak adanya.

Proses pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi yang berkaitan dengan segala usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Proses komunikasi yang dimaksud adalah proses penyampaian pesan atau informasi dari sumber belajar kepada penerima untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.

Berkaitan dengan hasil belajar, berbagai survei nasional dan internasional menunjukan bahwa pencapaian hasil belajar Indonesia masih di bawah Negara-negara tetangga. Berdasarkan analisis Direktorat Perguruan Tinggi (DIKTI) rendahnya pencapaian hasil belajar dikarenakan tenaga pendidik Indonesia masih menggunakan pembelajaran konvensional dan bersifat verbalistik (Asyhar, 2011). Verbalistik disini berarti guru menyampaikan informasi kepada peserta didik hanya dengan berbicara (Asnawir dan Usman, 2002). Tidak akan menjadi suatu masalah apabila kata verbal mengungkapkan sebuah benda, akan tetapi apabila ia merujuk pada sebuah peristiwa, konsep, hubungan, dan lain-lain seperti yang menjadi tujuan dalam pembelajaran biologi maka akan memunculkan masalah komunikasi yang lebih rumit, sehingga dapat saja komunikasi bersifat tak efektif (Munadi, 2008).

Banyak pembicaraan yang sering diucapkan oleh seseorang tidak efektif, termasuk seorang pendidik. Oleh karena itu, untuk menghindari komunikasi yang tidak efektif dalam proses pembelajaran hendaknya guru disamping mengetahui karakteristik simbol (bahasa) verbal juga dapat membantu siswa pada pemahaman kata-kata verbal dengan cara menunjukan referennya yakni menghadirkan simbol-simbol non

verbal dalam proses pembelajaran, diantaranya adalah gambar, grafik, diagram, bagan, dan peta yang dituangkan dalam berbagai penyalur pesan visual (media visual) secara variatif (Munadi, 2008)

Ada dua faktor yang turut mempengaruhi proses dan hasil belajar, faktor-faktor tersebut berasal dari dalam diri manusia itu sendiri atau yang disebut faktor internal, dan faktor yang berasal dari luar diri manusia itu atau yang disebut faktor eksternal. Salah satu aspek penting dalam perkembangan kognitif yang berkaitan erat dengan faktor eksternal adalah persepsi. “Persepsi merupakan interpretasi seseorang tehadap sebuah

rangsangan” (Trianto, 2010). Setelah individu mengindrakan objek di lingkungannya, kemudian informasi ini diproses sampai timbulah makna tentang objek.

Kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indra penglihatan, dan hanya 5% diperoleh melalui indra dengar, dan 5% lainnya diperoleh melalui indra yang lain (Munadi, 2008). Hal ini menunjukan bahwa pengetahuan seseorang paling banyak diperoleh indra pengelihatan. Dengan demikian, penggunaan media pembelajaran, khususnya media pembelajaran yang dapat dilihat (visual) menjadi poin penting dalam kegiatan pembelajaran.

Media visual adalah media yang melibatkan indera pengelihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film strip film bingkai), foto, gambar atau lukisan, cetakan. Tetapi ada pula media visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, film kartun (Faturrahman dan Sutikno, 2007).

Media grafis termasuk kedalam media visual, dimana pesan disampaikan dengan menggunakan lambang atau simbol komunikasi visual (Asnawir dan Usman, 2002). Dua diantara media grafis ialah media komik dan media animasi. Media komik dan animasi memilki kesamaan yakni menampilkan informasi dalam bentuk gambar, selain itu keduanya juga memiliki fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris sebagai media pembelajaran. Akan tetapi disamping sejumlah persamaan tersebut, kedua media ini berbeda dalam hal penyajiannya. Jika media animasi disajikan dalam bentuk penggambaran yang bergerak (visual gerak), berbeda halnya dengan media komik, media komik menyajikan informasi dalam bentuk gambar yang diam (visual diam). Dalam kerucut pengalaman Edgar Dale, 30% informasi yang diperoleh oleh siswa berasal dari media visual, akan tetapi media yang bergerak (animasi) lebih dapat diingat dan dipahami oleh siswa dibandingakan denga gambar yang tidak bergerak (komik).

Berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 1 Parung, diketahui bahwa hasil belajar siswa pada konsep sistem pencernaan masih tergolong rendah hal ini didasarkan pada hasil belajar siswa yang hampir 50% di bawah KKM. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui perbedaan media animasi berkarakter dengan penyajian gambar yang bergerak, dan media komik dengan penyajian gambar yang diam pada konsep sistem pencernaan terhadap hasil belajar siswa. Melalui penelitian ini, penggunaan kedua media ini diharapkan dapat menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar siswa pada konsep sistem pencernaan.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode ini dinamakan metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistic (Sugiono, 2010). Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen (eksperimen semu), yaitu penelitian yang tidak dapat memberikan kontrol penuh. Analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik komparasi. Dalam penelitian ini sampel yang telah diambil dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II. Kelompok eksperimen I diberikan perlakuan dengan menggunakan menggunakan media pembelajaran berupa animasi, dan kelompok Eksperimen II diberi perlakuan dengan menggunakan media komik.

Adapun desain penelitian menggunakan Two Group Pretest-Postest Design. Untuk hasil kognitif, pada awal kegiatan penelitian, siswa akan dikenakan test awal (pretest) untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Pada penelitian ini terdapat dua kelompok yang sama-sama diberi perlakuan.Kelompok I atau kelas eksperimen I merupakan kelas yang diberi perlakuan pengajaran dengan menggunakan media animasi, sedangkan kelompok II atau kelas eksperimen II adalah kelas yang diberikan perlakuan pengajaran dengan menggunakan media komik. Kedua variabel tersebut merupakan variabel X. pada akhir penelitian kedua

kelompok ini akan dikenakan test akhir (posttest). Hasil kedua penelitian tersebut akan dipakai sebagai data penelitianuntuk diolah dan dibandingkan hasilnya.

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 1 Parung. Populasi terjangkau adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Parung sebanyak 9 kelas. Teknik yang digunakan dalam penentuan sampel dilakukan dengan dua cara. Penentuan sampel mula-mula menggunakan teknik purposive sampling. Sampel diambil dari VIII-1 yang terdiri atas 33 siswa dan VIII-2 yang terdiri atas 35 siswa. Tujuan pengambilan kelas VIII-1 dan VIII-2 berdasarkan kebijakan guru karena memiliki tingkat pemahaman sama. Selanjutnya penentuan sampel untuk dijadikan kelas eksperimen I dan eksperimen II dilakukan secara acak (random sampling). Dalam hal ini kelas VIII-2 sebagai kelas eksperimen I dan kelas VIII-1 sebagai kelas eksperimen II. Penentuan secara acak ini dimaksudkan agar peneliti dalam menentukan kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II tidak bersikap subjektif.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode tes dan non-tes. Tes berupa pilihan ganda sebanyak 25 dengan empat pilihan jawaban. Test ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu dengan cara pengambilan soal

pretest dan posttest. Soal pretest diberikan kepada siswa sebelum pembelajaran, test berupa soal pilihan ganda. Sementara soal posttest diberikan kepada siswa setelah pembelajaran. Sedangkan instrument nontes berupa angket. Angket mengukur tingkat persepsi siswa terhadap media yang digunakan oleh guru, angket terdiri dari sebelas pernyataan.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda dengan empat pilihan. Soal test disusun berdasarkan ruang lingkup materi serta disesuaikan dengan pengukuran ranah kognitif, yang meliputi aspek ingatan, pemahaman, aplikasi, dan analisis siswa pada konsep pencernaan. Selain menggunakan tes tertulis, penelitian ini juga menggunakan angket sebagai alat bantu dalam mendukung penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut ini disajikan data dari dua kelompok subjek penelitian, yaitu kelompok yang menggunakan media animasi (eksperimen I) dan kelompok yang menggunakan media komik (eksperimen II) yang diambil dari hasil pretest dan posttest.

Tabel 1. Data Pretest dan Postest Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II

Deskripsi Pretes Postes

Eks. I Eks. II Eks. I Eks. II

Nilai terkecil 32 32 52 48 Nilai terbesar 64 64 96 96 Mean 44.44 47.77 83.16 74.55 Median 45 47.83 85.37 75.94 Modus 46.5 47 87.71 79.7 Standar deviasi 8.24 9.58 9.57 11.58

Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa nilai mean pretest eksperimen I dan eksperimen II memiliki selisih 3.33, ini berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelas. Setelah diberi perlakuan, nilai mean posttest kelas eksperimen I lebih besar dari pada kelas Eksperimen II dan memiliki selisih yang cukup besar, yaitu 8.61. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang dijar dengan menggunakan media animasi dan media komik

Hal ini sejalan dengan pengujian hipotesis data pretest yang dilakukan, diperoleh bahwa thitung < ttabel (1.51 < 1.67), dapat diartikan bahwa thitung berada diluar daerah penolakan H0 atau dengan kata lain H0 diterima. Sehingga pernyataan hipotesisnya adalah tidak terdapat perbedaaan antara hasil belajar siswa yang menggunakan media animasi dengan media komik. Hal ini menunjukan bahwa kelas yang menggunakan media animasi (eksperimen I) dan kelas yang menggunakan media komik (eksperimen II), kedua kelas terebut sudah memiliki kemampuan awal yang sama sehingga memenuhi persyaratan sebagai sampel penelitian.

Setelah diberi perlakuan pada kedua kelas dalam proses pembelajaran, hasil uji hipotesis data posttest diperoleh bahwa thitung > ttabel (3.84 >1.67), dapat diartikan bahwa thitung berada diluar daerah penerimaan H0 atau dengan kata lain H0 ditolak. Maka , hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa rata-rata hasil belajar biologi siswa yang diajar dengan menggunakan media animasi lebih tinggi dibandingkan dengan rata- rata hasil belajar biologi yang diajar dengan menggunakan media komik diterima pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian terdapat perbedaan hasil belajar dari kedua kelas.

Tabel 2. Nilai N-gain Hasil Belajar Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II

Deskripsi Eks. I Eks. II

N 35 33

Rendah 2.86 % 15.15 %

Sedang 45.71 % 69.70 %

Tinggi 51.48 % 15.15 %

Rata-rata 0.68 0.52

Untuk mengetahui keunggulan dari kedua media maka dilakukan pengukuran peningkatan hasil belajar, berdasarkan penghitungan N-gain hasil belajar. Didapatkan kriteria N-gain kelas eksperimen I dan eksperimen II dalam kategori sedang, akan tetapi, nilai N-gain kelas eksperimen I mendekati kiteria tinggi (0.63) jika dibandingkan dengan kelas eksperimen II dalam nilai N-gain kelas eksperimen II (0.58). Tingginya nilai N-gain pada kelas eksperimen I dikarenakan sebanyak 51.43 % siswa mengalami peningkatan ke kriteria tinggi, bila dibandingkan dengan kelas eksperimen II yang hanya 15.15 % siswa yang dapat mengalami peningkatan ke kriteria tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa media animasi lebih baik dibandingkan dengan media komik.

Tabel 3. Nilai Rata-Rata Gain Hasil Belajar Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II

Kelas Rata-rata Gain

C1 C2 C3 C4

Eks. I 2.171 2.6 2.486 2.3429

Jumlah 4.771 4.829

Eks.II 2.152 2.485 1.242 0.9697

Jumlah 4.637 2.212

Agar dapat mengetahui lebih lanjut mengenai peningkatan hasil belajar siswa, maka peneliti mengukur empat jenjang pengetahuan yang digunakan dalam penelitian, yaitu jenjang C1 (mengingat), C2 (memahami), C3 (menerapkan), dan C4 (menganalisis). Hal ini bertujuan untuk mengetahui jenjang pengetahuan yang mengalami peningkatan tertinggi. Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa peningkatan gain pada kelas eksperimen I berbeda dengan kelas eksperimen I, baik pada jenjang C1, C2, C3, maupun C4. Kelas eksperimen I memiliki nilai gain yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas eksperimen II. Khususnya pada jenjang C3 dan C4. Hal ini dikarenakan jenjang C3 dan C4 mewakili soal-soal yang berhubungan dengan sebuah peristiwa, konsep dan hubungan, sehingga siswa yang diajarkan dengan menggunakan media animasi cenderung lebih dapat mengingat informasi karena informasi disajikan secara lebih konkret dan dapat menghindari salah persepsi oleh siswa.

Tabel 4. Data Angket Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II

Deskripsi Eks. I Kriteria Eks. II Kriteria

Menyerap 80 % Amat baik 75% Baik

Memahami 82 % Amat baik 76 % Baik

Menilai 84% Amat baik 75% Baik

Kelebihan media animasi sejalan dengan hasil angket yang diisi oleh siswa. Siswa yang diajarkan dengan menggunakan media animasi memiliki tingkat penyerapan dan pemahaman materi yang sangat baik jika dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan menggunakan media komik. Pada Tabel 4 terlihat bahwa rata-rata persepsi siswa terhadap media animasi sebesar 82 %, hal ni berbeda nyata dengan siswa yang diajarkan dengan media komik yang memiliki rata-rata sebesar 75 %. Terkait dari hasil persentase yang diperoleh, hasil penelitian Rotbain, dkk dalam artikel yang berjudul Using a Computer Animation to Teach High School Molecular Biology, mengindikasikan bahwa kelompok siswa yang menggunakan animasi komputer memperlihatkan pemahaman konsep yang signifikan (Robtain et al., 2008)

Selain mengukur daya serap dan tingkat pemahaman siswa, hasil angket ini juga mengukur penyajian kedua media, berupa bahasa yang digunakan, alur, kesesuaian media dengan materi pembelajaran serta daya humor kedua media. Berdasarkan hasil penghitungan angket didapatkan bahwa isi media animasi lebih baik dibandingkan dengan media komik. Perbedaan ini disebabkan oleh banyaknya siswa yang menganggap komik tidak terlalu mengandung unsur humor, sehingga mempengaruhi hasil penghitungan angket. Pada media aniamasi unsur humor dapat tergambar baik melalui gerakan-gerakan, yang tidak dapat digambarkan oleh media komik.

Sebagai bentuk umpan balik untuk mengukur pemahaman siswa dalam menerima informasi dibagian eksplorasi, kedua kelas diberikan lembar kerja siswa (LKS) yang dielaborasikan dengan pembelajaran kooperatif tipe think, pairs andshare (TPS). Adapun tahap-tahap TPS yang digunakan di kdua kelas adalah sebagai berikut; Tahap think, siswa di kedua kelas mengerjakan LKS secara individu. Hal ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan setiap siswa dalam menerima informasi yang diberikan melalui media. Berdasarkan observasi peneliti, baik siswa yang diajarkan dengan menggunakan media animasi ataupun dengan menggunakan media komik tidak memiliki kesulitan yang berarti ketika mengerjakan LKS; Tahap

pairs, siswa berpasangan dengan teman sebangku untuk mendiskusikan jawaban dari LKS yang telah diisi secara individu. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat saling mencocokkan jawaban dan mengetahui jawaban yang tepat dari pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di LKS melalui kegiatan diskusi;Tahap share, beberapa siswa diminta untuk menginformasikan jawaban dari LKS tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengungkapkan jawaban yang telah dikerjakan secara individu dan diskusi bersama teman sebangku terhadap siswa lain, sehingga menjadi bahan diskusi bersama terkait jawaban yang paling tepat.

Setelah dilakukan penghitungan nilai LKS yang menjadi alat ukur umpan balik media, kelas eksperimen I memperoleh nilai yang lebih tinggi (82) dibandingkan kelas eksperimen II (80). Hal tesebut menunjukan bahwa pembelajaran konsep sistem pencernaan manusia yang dieksplorasikan dengan menggunakan media animasi dapat memudahkan siswa untuk memahami berbagai proses yang terjadi selama berlangsungnya pencernaan pada manusia. Animasi menjelaskan konsep sistem pencernaan manusia menjadi lebih rinci khususnya pada proses pencernaan karena animasi menampilkan efek berupa gerakan. Sehingga video animasi mampu membuat suatu konsep yang sifatnya abstrak menjadi konkret. Hal ini didasarkan pada kerucut pengalaman (cone of experience)yang di kemukakan oleh Dale (Arsyad, 2010)

Berbeda dengan siswa yang diajarkan dengan media komik, yang tidak menampilkan efek berupa gerakan. Tentu selama pembelajaran berlangsung, siswa masih agak kesulitan memahami bagaimana proses mencerna makanan. Sekalipun gambar didukung dengan adanya panah-panah yang menandakan bahwa gambar tersebut menunjukkan makna sebuah gerakan, namun siswa masih merasa kesulitan untuk dapat memahami proses pencernaan pada manusia. Menurut kerucut pengalaman Dale, bahwa media gambar komik yang hanya mengedepankan efek visual diam, tentu masih membuat konsep sistem pencernaan manusia terlihat abstrak (Arsyad, 2010)

Dilihat dari kaidah pembelajaran, meningkatkan kadar hasil belajar yang tinggi sangat ditunjang oleh peggunaan media pembelajaran. Melalui media potensi indra peserta didik dapat diakomodasi sehingga kadar hasil belajar akan meningkat (Asyhar, 2011). Namun penggunaan media tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan penyampaian informasi terhadap konsep.

Media Animasi sebagai media pendidikan, memiliki kemampuan untuk dapat memaparkan sesuatu yang rumit atau kompleks, yang sulit untuk dijelaskan hanya dengan gambar atau kata-kata saja menjadi lebih sederhana dan mudah untuk dipaparkan. Dengan kemampuan ini media animasi sangat baik digunakan untuk

materi-materi yang secara nyata tidak dapat terlihat oleh mata menjadi lebih tergambarkan dalam bentuk visual. Dengan visualisasi, materi yang dijelaskan dapat tergambarkan dengan baik oleh siswa. Bahkan Hofler dan lautner dalam jurnalnya yang berjudul Instructional animation versus static pictures juga mengidentifikasikan bahwa animasi dapat membantu otak untuk memproses informasi lebih baik, dibandingkan dengan gambar statis yang dapat menimbulkan salah persepsi (Hoffler dan Lautner, 2007).

Pemanfaatan media animasi dalam menjelaskan materi yang berhubungan dengan kerja tubuh manusia, seperti halnya pada sistem pencernaan manusia dapat memudahkan siswa untuk menangkap pesan atau informasi selama kegiatan belajar mengajar. Selain itu, media animasi dapat menarik minat dan motivasi siswa selama pembelajaran berlangsung, sehingga memudahkan siswa dalam memahami konsep. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Miri Barak, Tamar Ashkar, dan Yhudit J Dori yang dituliskan dalam jurnal yang berjudul Teaching Science via Animated Movies: It’s Effect on Students Learning

Outcomes and Motivation, bahwa media animasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan dapat memotivasi siswa dalam belajar (Barak, 2010).

Dengan demikian, dapat diartikan bahwa penggunaan media animasi pada konsep sistem pencernaan memberikan nilai yang lebih baik daripada penggunaan media komik. Hal ini didukung dengan pencapaian nilai rata-rata keseluruhan hasil belajar siswa yang menggunakan media animasi sebesar 83.16. Keberhasilan prestasi siswa dalam proses pembelajaran sangat didukung oleh penggunaan media pembelajaran yang dapat menampilkan suatu proses secara lebih rinci, sehingga konsep-konsep yang tadinya bersifat abstrak menjadi lebih mudah dipahami oleh siswa.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan menggunakan media animasi dengan siswa yang diajar dengan menggunakan media komik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penghitungan uji hipotesis hasil belajar dengan taraf signifikansi 95% didapat t-hitung sebesar 3.84. Nilai ini berada pada daerah penolakan H0. Berdasarkan perbedaan nilai rata-rata posttest antara kelompok eksperimen I (media animasi) dan kelompok eksperimen II (media komik), kelompok eksperimen I mendapatkan nilai lebih baik daripada kelompok eksperimen II yakni 83.16 > 74.55. Pengaruh dari perlakuan juga terlihat dari rata-rata N-gain untuk kelas eksperimen I sebesar 0,68 dan untuk kelas Eksperimen II sebesar 0,52. Selain itu, hasil angket menunjukan bahwa persepsi siswa terhadap media animasi menunjukan hasil yang amat baik jika dibandingkan dengan persepsi siswa yang menggunakan media komik yang menunjukan hasil baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad A. 2010. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Asnawir, Basyiruddin U. 2002.Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Press. Asyhar R. 2011.Kreatif mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: GP press. Barak M.2010. Teaching Science via Animated Movies.

Fathurrohman, Pupuh, Sobry S. 2007.Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Refika Aditama.

Hoffler, Tim N, Detlev L. 2007.Instructional animation versus static picture, Learning and Instruction.

Munadi Y. 2008. Media Pembelajaran. Ciputat: Gaung Persada Press.

Rotbain, Yosi, Marbach-Ad, Ruth Stavy. 2008. Using a Computer Animation to Teach High SchoolMolecular Biology, Journal of Science Educational Technology, 17.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:CV. Alfabeta, 2010.

PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI ANTARA PENGGUNAAN KARTU CARD