• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pustaka

Dalam dokumen jurnal No24 Thn14 Juni2015 (Halaman 37-40)

Kesiapan Belajar Anak

Dinyatakan dalam istilah yang sederhana, kesiapan belajar di sekolah berarti bahwa seorang anak siap untuk memasuki lingkungan sosial terutama difokuskan pada pendidikan. Penelitian telah menunjukkan bahwa banyak aspek dari kehidupan anak-anak mempengaruhi persiapan mereka untuk belajar sekolah formal, termasuk kognitif, sosial, emosional, dan pengembangan motorik, dan yang paling penting, pendidikan awal di rumah, orangtua, dan pengalaman prasekolah. Pertimbangan

kesiapan sekolah harus memperhitungkan jangkauan dan kualitas pengalaman hidup awal anak-anak, variasi normal yang luas dalam perkembangan anak dan pembelajaran, dan sejauh mana harapan sekolah yang sesuai terhadap murid-murid TK dan menghormati perbedaan individu (Rafoth, 2004).

Kesiapan didefinisikan sebagai tersiapkan dan terbekali, siap melakukan, langsung bertindak, atau menggunakan sesuatu (Seefeldt & Wasik, 2008:33). Sejalan dengan ini, Nurkancana (1986), menambahkan bahwa kesiapan belajar dapat diartikan sebagai sejumlah tingkat perkembangan yang harus dicapai oleh seseorang untuk dapat menerima suatu pelajaran baru. Kesiapan belajar erat hubungannya dengan kematangan. Kesiapan untuk menerima pelajaran baru akan tercapai apabila seseorang telah mencapai tingkat kematangan tertentu maka ia akan siap untuk menerima pelajaran-pelajaran baru.

Teori Perkembangan Anak

Salah satu perkembangan anak yang penting selain perkembangan kognitif, fisik/motorik, bahasa dan bermain adalah perkembangan emosi. Pada masa awal kanak-kanak, emosi anak sangat kuat karena ketidakseimbangan sehingga mudah terbawa ledakan-ledakan sehingga sulit untuk dibimbing. Hal ini dipengaruhi oleh kegiatan terlalu lelah bermain, tidak mau tidur siang dan makan terlalu sedikit sehingga ada gangguan fisiologis.

Emosi memegang peranan penting dalam hidup seorang anak. Setiap bentuk emosi pada dasarnya membuat hidup terasa lebih menye- nangkan. Setiap orang punya kebutuhan mem- beri dan menerima afeksi. Saat yang terpenting ketika masa awal kanak-kanak, bila kedua orang tua kurang memberikan kasih sayangnya maka anak akan mengalami berbagai macam gang-

guan. Bila kebutuhan emosional anak terpenuhi

secara seimbang dalam awal kehidup-annya maka ia akan berkembang menjadi anak yang mampu mewujudkan potensi secara optimal.

Metode belajar yang menunjang perkem- bangan emosi menurut Hurlock (1990:214) terdiri dalam lima metode berikut.

1. Belajar secara coba dan ralat (trial and error learning) terutama melibatkan aspek reaksi.

Peran Role Playing Berbasis Komputer

Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan pemuasan. Cara belajar ini umum digunakan pada masa kanak-kanak awal dibandingkan dengan sesudahnya, tetapi tidak pernah ditinggalkan samasekali.

2. Belajar dengan cara meniru (learning by imitation) sekaligus mempengaruhi aspek rangsangan dan aspek reaksi. Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi tertentu pada orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.

3. Belajar dengan cara mempersamakan diri

(learning by identification) sama dengan belajar secara menirukan yaitu anak menirukan reaksi emosional orang lain dan tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membang- kitkan emosi orang yang ditiru. Metode ini berbeda dari metode menirukan dalam dua segi. Pertama, anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya. Kedua ialah, motivasi untuk menirukan orang yang dikagumi lebih kuat dibandingkan dengan motivasi untuk menirukan sembarang orang.

4. Belajar melalui pengkondisian (conditioning) berarti belajar dengan cara asosiasi. Dalam metode ini obyek dan situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. Metode ini berhubungan dengan aspek reaksi.

5. Pelatihan (training) atau belajar di atas bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi. Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika sesuatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak- anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan

emosi yang tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengendalikan lingkungan apabila memungkinkan.

Karakteristik Perkembangan Emosional dan Kematangan Emosi

Pada usia dini anak telah belajar tentang emosi, walaupun di usia tersebut anak belum dapat mengerti serangkaian emosi negatif yang diekspresikan orang lain. Emosi menunjukkan kondisi perasaan anak. Berbagai emosi yang diekspresikan anak menunjukkan pada orang lain, apa yang anak rasakan atau anak inginkan pada saat tertentu.

Pada usia dua sampai enam tahun anak mengalami kemajuan pesat dalam kemampuan menyangkut emosional, yang sering disebut sebagai kompetensi emosional (Berk 2008:369). Pertama-tama anak mendapat pemahaman akan emosi, menjadi mampu berbicara mengenai perasaan yang dialami, dan mampu merespon terhadap perasaan orang lain. Selain itu, anak juga menjadi lebih baik dalam mengatur emosi, terutama dalam mengatasi emosi negative yang intens. Selanjutnya, keterampilan emosional anak akan mencapai tingkat emosi yang disadari (self-concious emotions) dan empati.

Ditambahkan pula oleh Ostroff (2013:130), emosi menentukan apakah anak-anak berfokus pada dan ingat informasi baru atau tidak. Kemampuan untuk mengenali ekspresi emosional terkait dengan kompetensi dan pembelajaran sosial. Juga pengalaman pembelajaran yang bertahan lama memiliki makna emosional bagi pembelajarannya.

Hal ini didukung oleh teori pembelajaran sosial dari Bandura (dalam Hergenhahn dan Olson, 2009:360) yang mengatakan bahwa proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Bandura juga percaya bahwa segala sesuatu yang dapat dipelajari melalui pengalaman langsung juga bisa dipelajari secara tidak langsung lewat observasi (Hergenhahn dan Olson, 2009:385).

Peran Role Playing Berbasis Komputer

Model Pembelajaran “Role Playing”.

Model pembelajaran Role Playing adalah salah

satu model pembelajaran dari metode simulasi, yang merupakan latihan menempatkan peserta didik pada model situasi yang mencerminkan kehidupan nyata. Simulasi menuntut peserta didik untuk memainkan peran, membuat keputusan dan menunjukkan konsekuensi. Simulasi dapat membantu peserta didik untuk memahami faktor-faktor penting dalam kehidupan nyata, apa yang harus dimiliki dan bagaimana cara memiliki agar bisa menjalankan

kehidupan pada lingkungan nyata

(Mulyatiningsih, 2012:251).

Menurut La Iru (2012:27) metode simulasi merupakan salah satu metode mengajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok. Proses pembelajaran yang menggunakan simulasi cenderung objeknya bukan benda atau kegiatan yang sebenarnya, melainkan kegiatan mengajar yang bersifat pura- pura. Dalam pembelajaran, siswa akan dibina kemampuannya berkaitan dengan keterampilan berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok. Di samping itu, dalam metode simulasi siswa diajak untuk dapat bermain peran beberapa perilaku yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran. Selain itu menurut La Iru (2012:27), dalam bermain peran lebih menitikberatkan pada tujuan untuk mengingat (retention) atau menciptakan kembali gambaran masa silam yang memungkinkan terjadi pada masa yang akan datang atau peristiwa yang actual dan bermakna bagi kehidupan sekarang. Ditambahkan pula oleh Mulyana, 2005 (dalam La Iru, 2012) pembelajaran dengan Role Playing ada tujuh tahap yaitu pemilihan masalah, memilih peran, menyusun tahap- tahap bermain peran/membuat skenario, menyiapkan pengamat, tahap pemeranan, diskusi dan evaluasi serta pengambilan keputusan. Dari tahapan model pembelajaran Role Playing ini terutama dalam membuat skenario untuk dipelajari atau menyusun tahap- tahap bermain peran, dapat menggunakan media komputer sebagai alat bantu. Seperti yang dikemukakan oleh Suryadi (2002:191) bahwa komputer bisa memainkan satu topik interaktif yang menggabungkan kombinasi teks, gambar, gambar bergerak, dan suara. Didukung pula

oleh Miarso (2004:465) yang mengatakan bahwa komputer adalah media interaktif yang membuat siswa dapat berinteraksi dengan sebuah program, berinteraksi dengan mesin (misalnya mesin pembelajaran, simulator atau terminal komputer), dan juga dapat mengatur interaksi antarsiswa secara teratur tetapi tidak terprogram. Jadi dapat diambil kesimpulan, dalam membuat atau menampilkan tahap-tahap bermain peran termasuk percakapan yang akan diucapkan melalui komputer, penulis akan menggunakan program komputer yang ada gambar gerak dan suaranya.

Komunikasi dan Percaya Diri Dalam Role Playing

Bermain akan membuat siswa dapat melatih kemampuannya untuk berkomunikasi, juga emosi merupakan bentuk dari komunikasi, maka perlu juga diketahui tentang komunikasi. Komunikasi secara umum adalah proses pengiri- man dan penerimaan pesan yang memung- kinkan manusia untuk berbagi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Komunikasi terdiri dari dua dimensi - verbal dan nonverbal. Komunikasi nonverbal didefinisikan sebagai komunikasi tanpa kata-kata. Ini termasuk perilaku jelas seperti ekspresi wajah, mata, menyentuh, dan nada suara, serta pesan yang kurang jelas seperti pakaian, postur dan jarak spasial antara dua orang atau lebih (GenEducation, 2013).

Dalam berinteraksi dengan orang lain, anak belajar berkomunikasi. Ini juga yang akan membangun percaya dirinya. Oleh karena itu, Role Playing sebagai model pembelajaran sosial yang melibatkan banyak orang dapat menjadi tempat berlatih anak-anak untuk dapat mengem- bangkan komunikasi dan percaya dirinya.

Pembelajaran Berbasis Komputer

Komputer sebagai salah satu bagian dari rekayasa teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat. Sebagai alat bantu, komputer sangat cocok digunakan untuk pengembangan kognitif anak usia dini yang memerlukan simulasi, animasi dan visualisasi.

Menurut Rusman (2012:153), pembelajaran berbasis komputer merupakan program pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan prangkat

Peran Role Playing Berbasis Komputer

lunak komputer (CD pembelajaran) berupa progam komputer yang berisi tentang muatan pembelajaran meliputi: judul, tujuan, materi pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Smaldino, Russel, Heinich, dan Molenda (2005:29) yang mengatakan bahwa sistem komputer dapat menyampaikan pembelajaran secara individual dan langsung kepada para siswa dengan cara berinteraksi dengan mata pelajaran yang diprogramkan ke dalam sistem

komputer. Menurut Rusman (2012: 148-149) CD

interaktif dapat digunakan pada pembelajaran di sekolah sebab cukup efektif meningkatkan hasil belajar siswa terutama komputer.

Pada dasarnya pembelajaran berbasis komputer itu diciptakan untuk membantu proses belajar terutama dalam hal mengatasi masalah pembelajaran (Darmawan, 2007:192). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pembelajaran berbasis komputer memiliki kelebihan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hal tersebut memperkuat bahwa program yang akan dikembangkan akan membantu proses pembelajaran. Kelebihan penggunaan komputer dalam pembelajaran menjadi salah satu indikator dalam pengem-

bangan program e-learning model pembelajaran

berbasis komputer (Rusman 2013:188).

Keuntungan lain penggunaan komputer dalam proses belajar dapat meningkatkan hasil belajar dengan penggunaan waktu dan biaya yang relatif kecil. Contoh yang tepat adalah program komputer simulasi. Penggunaan program ini dapat mengurangi biaya bahan dan peralatan untuk melakukan percobaan (Pribadi dan Rosita, 2000).

Ditambahkan juga oleh Rusman (2012:231), model pembelajaran Role Playing merupakan salah satu pembelajaran dari model simulasi yang pada dasarnya merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih kongkrit melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana sebenarnya dan berlangsung dalam suasana yang tanpa risiko. Model simulasi termasuk salah satu model CBI yang menampilkan materi pelajaran yang dikemas dalam bentuk simulasi pembelajaran dengan animasi yang menjelaskan

konten secara menarik, hidup, dan memadukan unsur teks, gambar, audio, gerak, dan paduan warna yang serasi dan harmonis.

Dalam dokumen jurnal No24 Thn14 Juni2015 (Halaman 37-40)