• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Pendidikan Kristen Kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat

Dalam dokumen jurnal No24 Thn14 Juni2015 (Halaman 72-75)

haruslah diimbangi dengan sistem pendidikan yang mengabdikan pada kesejahteraan bersama melalui pengembangan moral dan religi. Apabila tidak disertai dengan sikap yang bijak dalam menanggapi situasi ini, bisa saja terjadi pergeseran paradigma keyakinan kehidupan manusia yang bertuhankan pada pengetahuan. Kehidupan manusia menjadi kehilangan integritas karena segala sesuatu akan ditentukan oleh pengetahuan dan mengarah pada pola

kehidupan hedonisme dan materialisme19.

Seharusnya kemajuan pengetahuan lebih mengarah pada penghayatan manusia kepada otoritas Allah. Kehebatan manusia tetap memiliki keterbatasan dan mereka harus mengakui, Allah adalah pencipta dan manusia adalah wakil Allah di bumi untuk menjalankan kehendak-Nya.

Berhubungan dengan dimensi pendidikan yang meliputi kehidupan religius manusia, maka Doni Koesoema memberikan pengertian bahwa pendidikan merupakan sebuah usaha

sadar yang ditujukan bagi pengembangan diri manusia secara utuh, melalui berbagai macam dimensi yang dimilikinya (religius, moral, personal, sosial, kultural, temporal, institusional, relasional) demi proses penyempurnaan dirinya secara terus menerus dalam memaknai hidup dan sejarahnya di dunia ini dalam kebersamaan dengan orang lain20.

Pendidikan selain sebagai pengajaran ilmu pengetahuan, dipahami juga sebagai proses penanaman ajaran dan nilai-nilai Kristiani yang bertujuan mengubah dan memperbaiki kualitas hidup manusia dalam arti yang seluas-luasnya. Kegiatan pendidikan termasuk dalam tiga tugas panggilan gereja (koinonia, marturia, dan diakonia). Dengan demikian, pendidikan Kristen sebagai upaya untuk menyaksikan ajaran-ajaran Allah, membina iman dan ketaatan masyarakat, menolong masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial ekonomi mereka.

Sistem pendidikan yang berada di bawah otoritas Allah akan menciptakan pola kehidupan yang berkeadilan bagi semua masyarakat21. Rasa humanis yang dinyatakan

melalui kesadaran akan keberagaman manusia merupakan nilai rasa yang menjunjung tinggi pada otoritas Allah sebagai pencipta. Kesadaran ini akan bertumbuh atas dasar jalinan relasi yang benar dengan Allah. Ketika manusia menyatakan pengakuan Allah atas hidupnya dan dengan kerendahan hati menempatkan dirinya sebagai umat-Nya, maka integritas moral akan terwujud. Konsep ini akan menciptakan sistem pendidikan yang membebaskan manusia dari kemiskinan dan bentuk penindasan. Pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang mengembangkan rasa tanggung jawab sebagai warga negara untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai

dan berkeadilan22. Pendidikan diupayakan

untuk bersahabat dan berpihak pada kaum miskin dan lemah sehingga mereka memperoleh kesempatan untuk belajar dan mengembangkan dirinya23.

Sistem pendidikan Kristen perlu dipraktikkan lebih holistik yang membantu anak

didik mengembangkan semua segi

Implementasi Refleksi Teologis Orasi Daud

sosialitas, segi moral, dan segi spiritual. Pandangan ini mengarahkan anak didik untuk dapat melihat segi-segi kehidupan yang hidup sebagai ciptaan yang menghargai Tuhan dan

ciptaan-Nya24. Praktik pendidikan Kristen

memiliki tujuan untuk membangun peserta didik supaya dapat mengembangkan iman dan pengetahuannya tentang Firman Tuhan dalam kehidupan mereka sehari-hari, sehingga mereka dapat mengaktualisasikan diri sesuai dengan maksud dan kehendak Tuhan Allah dalam penciptaan25.

Pendidikan Karakter sebagai Bagian Pendidikan Kristen

Salah satu bagian praktik Pendidikan Kristen yang diajarkan kepada peserta didik adalah pendidikan karakter. Beberapa waktu ini, wacana tentang pendidikan karakter hangat dibicarakan. Hal ini muncul bukan tanpa sebab, tetapi ada berbagai urgensi yang terjadi dalam masyarakat umum termasuk jemaat Kristen. Urgensi mengenai pendidikan karakter ini mengarahkan kepada pemahaman mengenai pendidikan karakter itu sendiri supaya terimplementasi dengan baik.

Istilah ‘karakter’ dipahami dengan cara pandang yang berbeda, yaitu :sebagai sesuatu yang dibawa sejak lahir (given) dan sebagai sesuatu yang dikehendaki manusia dalam proses yang dialaminya (willed)26. Manusia

memiliki berbagai kecenderungan yang dibawa sejak lahir. Sejarah yang dialami manusia memperlihatkan bahwa manusia dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Mereka dapat bertumbuh sesuai dengan yang mereka inginkan. Pandangan ini mengarahkan pada pemahaman bahwa intervensi yang dilakukan manusia secara sadar dalam proses pendidikan dapat mengubah dan menentukan arah perkembangan kehidupan manusia. Manusia memiliki peran dan tanggung jawab untuk membentuk karakter mereka. Karakter yang dimiliki manusia merupakan suatu struktur antropologis yang terarah dalam proses penyempurnaan diri manusia secara terus menerus dalam rangka menjawab hal-hal yang menyangkut eksistensinya27.

Pendidikan karakter yang dialami manusia meliputi pendidikan moral dan pendidikan

nilai. Pendidikan moral mengarahkan pada pengambilan keputusan moral secara individu dalam hal-hal yang berkenaan dengan apa yang dianggap baik dan tidak baik dalam relasi dengan orang lain. Sementara pendidikan nilai diarahkan pada nilai-nilai yang menjadi pedoman seorang individu dalam kehidupannya. Tujuannya adalah mengaktualisasikan diri dalam nilai-nilai tersebut. Nilai yang dimaksud misalnya nilai kejujuran, nilai kesetiaan, dan nilai kepedulian.

Pendidikan karakter melibatkan pendidikan moral dan pendidikan nilai dalam praktiknya. Seorang pendidik baik guru di gereja maupun di sekolah bertanggung jawab supaya anak didiknya mampu mempraktikkan implikasi etis berbagai macam perubahan, mampu mengem- bangkan nilai-nilai dalam dirinya, serta mampu mengambil keputusan berdasarkan pemahaman yang jelas tentang nilai-nilai tersebut28.

Relasi antarpribadi dibutuhkan dalam praktik pendidikan karakter sebagai suatu perjumpaan yang saling memperkaya dan menumbuhkan setiap individu dengan latar belakang yang berbeda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh komunitas tempat individu itu berada yang menciptakan nilai-nilai yang berbeda pula. Melalui pendidikan karakter keberagaman pemahaman tersebut diarahkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas akan praktik nilai-nilai yang terkandung. Hal ini akan menciptakan individu yang mengabdikan dirinya dengan penuh integritas untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya itu. Arah pendidikan karakter dalam komunitas masyarakat dan jemaat khususnya mewujudkan individu yang kualitas yang tinggi dalam kompetensi serta praktik moral dan nilai hidup yang sesuai dengan kehendak Allah.

Peran Nilai dalam Pendidikan Karakter

Pendidikan nilai bertujuan untuk aktualisasi diri dengan mendalami nilai-nilai yang menjadi acuan hidup seseorang. Sementara pendidikan karakter lebih menekankan penerapannya dalam konteks hubungan dengan lingkungan sekitarnya. Pendidikan karakter merupakan suatu usaha bersama dari suatu komunitas untuk menampilkan suatu karakter tertentu sebagai suatu hal yang dianggap baik dan berguna, tidak

Implementasi Refleksi Teologis Orasi Daud

hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain. Dengan demikian, keselarasan dalam sikap dan tingkah laku bersama merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan karakter.

Nilai-nilai yang teraktualisasi merupakan pedoman berkembangnya karakter. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dianggap sebagai dasar atau alasan bagi manusia dalam melakukan sesuatu. Dalam pembicaraan tentang nilai terdapat dua bagian yang perlu diperhatikan yaitu, nilai sebagai bagian dari setiap individu dan nilai sebagai bagian dari suatu masyarakat atau kebudayaan. Nilai sebagai bagian dari individu merupakan suatu hasil sementara dari proses yang dialami individu dalam interaksinya dengan berbagai lingkungan dimana ia berada. Nilai ini dapat berbeda, tetapi dapat pula sama dengan nilai suatu masyarakat atau kebudayaan. Pendidikan karakter tidak berpretensi untuk mengikat nilai individu dan serta merta menggantinya dengan nilai-nilai tertentu yang dijunjung oleh suatu lembaga. Pendidikan karakter memberikan ruang bagi keberagaman itu untuk saling bertemu dan berinteraksi dalam konteks menjawab tantangan dan persoalan manusia dan mewujudkan peran dan tanggung jawabnya di tengah dunia yang terus berubah. Nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap individu akan terus dikembangkannya sendiri, namun dalam praksisnya, karakter yang diharapkan muncul dalam rangka kehidupan bersama hadir sebagai koridor yang membatasi individu dalam kesadarannya akan kebebas- annya29.

Pendidikan karakter memberikan kesadaran bagi siswa untuk menempatkan dirinya dalam hubungan dengan sesama. Sementara pendidikan nilai dapat memperkaya wawasan anak akan kedalaman nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter secara tidak langsung dan tidak disadari sudah dilakukan dan dialami oleh setiap manusia sepanjang kehidupannya. Nilai-nilai yang umum diakui orang sebagai sesuatu yang luhur, seperti kejujuran dan keadilan sudah berkembang sebelum anak masuk dunia pendidikan dan masyarakatnya. Setiap individu lahir di tengah- tengah keluarga dan terdapat penetapan nilai- nilai tertentu menjadi prasyarat tanpa sadar sebagai pembentuk suatu keluarga. Terjadi

penetapan kesepakatan nilai-nilai tertentu yang terbentuk dalam suatu keluarga. Asumsi ini mengarahkan pada pemahaman pendidikan karakter sudah dimulai sejak seorang individu lahir di tengah-tengah keluarga sebagai suatu komunitas yang menjunjung nilai-nilai tertentu dalam bersikap dan berperilaku.

Pendidikan Kristen yang dinyatakan melalui pendidikan karakter berdasarkan pada nilai-nilai luhur kekristenan dilakukan oleh gereja melalui sekolah Minggu dan sekolah- sekolah Kristen secara terfokus, komprehensif dan berkesinambungan. Terfokus berarti pendidikan yang dilakukan bukan tanpa arah tetapi memiliki suatu tujuan yang jelas dan dapat diukur. Komprehensif berarti pendidikan yang dilakukan menyeluruh dalam segala aspek penyelenggaraan pendidikan. Berkesinam- bungan berarti proses pendidikan dilakukan secara sistematis dengan memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan dan penca- paian setiap individu30.

Simpulan

Kesimpulan

Nilai-nilai Kristiani yang akan dijadikan sebagai

panduan dilakukan sebagai usaha

mengintisarikan nilai-nilai utama sebagaimana yang bersumber pada ajaran Allah. Usaha menentukan nilai-nilai tersebut diartikan sebagai acuan utama dalam menentukan sikap dan perilaku. Ruang untuk menggumuli Nilai-Nilai Kristiani diciptakan dalam interaksi yang dilakukan oleh setiap individu dalam keluarga, komunitas pendidikan dan masyarakat.

Situasi dan kondisi yang dihadapi jemaat pasca pembuangan menggugah penulis Tawarikh untuk menghasilkan tulisannya. Melalui materi orasi Daud dalam 1 Taw. 28:1-10, kehadiran otoritas Allah di tengah umat dalam situasi umat yang mengalami krisis eksistensi, krisis agama, dan krisis sosial dinyatakan. Penulis Tawarikh menghadirkan otoritas Allah dalam kehidupan umat melalui pengaktuali- sasian nilai-nilai kekudusan hidup, membangun relasi dengan Allah, ketekunan, dan ketaatan melakukan perintah Allah. Nilai-nilai tersebut berlaku bagi semua umat termasuk para

Implementasi Refleksi Teologis Orasi Daud

pemimpin dan bangsawan sehingga kehidupan

beriman kepada Allah, kedamaian,

kesejahteraan, keadilan, dan mendapat perkenanan Allah.

Implikasi

Dalam dokumen jurnal No24 Thn14 Juni2015 (Halaman 72-75)