• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN HIV/AIDS, PIMS, TBC, COVID-19, SERTA DISABILITAS NASIONAL DAN DI TEMPAT KERJA

SERTA DISABILITAS NASIONAL DAN DI TEMPAT KERJA

KEBIJAKAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN HIV/AIDS, PIMS, TBC, COVID-19, SERTA DISABILITAS NASIONAL DAN DI TEMPAT KERJA

Pengantar

Kebijakan suatu program mengatur hal-hal paling krusial dan prioritas untuk dilakukan. Demikian halnya dengan kebijakan program pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS dan PIMS. Diawali dengan pemahaman tentang epidemi HIV/AIDS dan PIMS, diharapkan wawasan para pelaku program, khususnya yang bekerja dalam isu-isu tersebut, akan terbuka. Kebijakan yang telah ditetapkan diharapkan dapat menjadi acuan dalam melaksanakan program di daerah.

Epidemi HIV yang tidak terkendali dapat menimbulkan ancaman nyata bagi tenaga kerja di Indonesia dan berpotensi meniadakan peluang emas dari bonus demografi pada 2030. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berkomitmen mengatasi epidemi HIV/AIDS dengan menargetkan pencapaian 3 nol (nol infeksi HIV baru, nol stigma dan diskriminasi, serta nol kematian terkait AIDS) dengan mempromosikan program pencegahan dan penanganan HIV/AIDS yang bernama STOP (Suluh, Temukan, Obati, dan Pertahankan).

HIV/AIDS adalah sindrom yang muncul akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang hidup dengan HIV sebagian besar telah mengalami stigma dan diskriminasi yang berpengaruh terhadap haknya atas kesempatan kerja yang setara (untuk bekerja atau terus bekerja). Pengetahuan HIV/AIDS yang terbatas menyebabkan kurangnya pemahaman tentang penyebaran dan pencegahan HIV yang berdampak pada stigma dan diskriminasi. Stigma dan diskriminasi memengaruhi kekhawatiran orang yang hidup dengan HIV terkait pengungkapan status HIV di tempat kerja. Ini dapat menyebabkan menurunnya motivasi untuk mengakses perawatan yang lebih baik dan menjaga kesehatan serta produktivitas.

Program pencegahan HIV/AIDS, PIMS, TBC, Covid-19, dan disabilitas di tempat kerja adalah pendekatan strategis untuk melindungi usia produktif dari infeksi HIV baru, PIMS, TBC, dan Covid-19. Program ini sekaligus untuk mempromosikan akses ke layanan kesehatan dalam memastikan para pekerja yang hidup dengan HIV dapat mengetahui status dan mengakses perawatan HIV lebih dini. Pengobatan antiretroviral (ART) disediakan pemerintah dapat diakses oleh pekerja yang hidup dengan HIV melalui klinik kesehatan agar mereka dapat menjaga kesehatan dan produktivitas. Tempat kerja merupakan salah satu saluran yang sangat strategis untuk mendiskusikan secara terbuka risiko HIV/AIDS dan cara-cara menghindari penularannya, karena memiliki sumber daya dan organisasi yang kuat. Selain itu, tempat kerja merupakan sebuah komunitas yang cukup memengaruhi sikap sosial, nilai, dan perilaku seseorang.

Pada pembelajaran materi ini akan dibahas tentang epidemi HIV/AIDS, PIMS, dan TBC serta kebijakan program pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS, PIMS, TBC, Covid-19, serta disabilitas di Indonesia dan di tempat kerja serta peraturan perundang-undangan yang terkait.

Di dalam materi ini akan dibahas sebagai berikut.

Pokok Bahasan 1: Situasi terkini HIV/AIDS, PIMS, TBC, Covid-19, serta disabilitas nasional dan di tempat kerja.

33

Pokok Bahasan 2: Menjelaskan kebijakan program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, PIMS, TBC, Covid-19, serta disabilitas secara nasional dan di tempat kerja.

Pokok Bahasan 3: Kenapa di tempat kerja.

Pokok Bahasan 1.

Situasi Terkini HIV/AIDS, PIMS, TBC, Covid-19, dan Disabilitas di Indonesia Situasi Epidemi HIV/AIDS

Secara umum, ada tiga pola epidemi, yaitu tingkat rendah (low level), terkonsentrasi (concentrated), dan meluas (generalized). Secara terperinci, ciri-ciri ketiga status epidemi dan kebutuhan surveilansnya dapat dijelaskan pada tabel berikut.

Tabel 1. Ringkasan Deskripsi Karakteristik Status Epidemi HIV Tingkat rendah

(low level)

• HIV belum masuk ke dalam jejaring populasi tertentu, seperti WPS (Wanita Pekerja Seks), waria, penasun (pengguna napza suntik), LSL (Laki-Laki Seks Laki-Laki), dengan perilaku risiko yang tinggi untuk terinfeksi HIV (populasi kunci).

• Umumnya, prevalensi HIV di subpopulasi kunci ini masih di bawah 5%.

• Penyebaran HIV berjalan lambat.

• Pada epidemi ini, dibutuhkan aktivitas surveilans yang difokuskan pada populasi risiko tinggi terinfeksi HIV.

Terkonsentrasi (concentrated)

• Penularan HIV terus berlanjut pada satu atau beberapa populasi kunci.

• Prevalensi HIV di salah satu subpopulasi kunci secara konsisten selalu di atas 5%.

• Pada epidemi ini, aktivitas surveilans masih difokuskan dan diperkuat pada surveilans sentinel pada populasi kunci HIV. Di samping itu, surveilans pada populasi/masyarakat umum sudah harus dimulai, khususnya pada wilayah perkotaan.

Meluas (generalized)

• Penularan HIV di populasi umum.

• Frekuensi kontak seksual dengan mitra seks ganda di kalangan populasi umum cukup tinggi, sehingga laju epidemi ada di populasi umum.

• Indikasi penting penularan di populasi umum ini adalah prevalensi HIV di kalangan ibu-ibu hamil di wilayah perkotaan secara konsisten selalu berada di atas 1%.

• Pada epidemi ini, aktivitas surveilans pada populasi kunci masih dilanjutkan, tetapi lebih difokuskan pada surveilans rutin di populasi/masyarakat umum.

34

Berikut adalah peta epidemi HIV di Indonesia

Gambar 1. Peta Epidemi HIV di Indonesia

Berdasarkan perhitungan estimasi tahun 2020, diperkirakan terdapat 543.100 ODHA di Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Secara umum, Indonesia menghadapi epidemi HIV terkonsentrasi di sebagian besar provinsi, kecuali di dua provinsi—yaitu Papua dan Papua Barat—yang menghadapi epidemi HIV pada populasi umum dengan prevalensi.

Dalam pemodelan HIV 2020 tersebut dinyatakan terjadi tren penurunan infeksi baru, terutama pada penasun. Terlihat gambaran peningkatan yang cenderung stabil pada 2022-2024.

Kemudian, terlihat terjadi peningkatan infeksi baru pada kelompok laki-laki dan perempuan bukan populasi kunci.

Sementara itu, hingga Desember 2020, dilaporkan perkembangan kasus HIV dan AIDS sebagai berikut.

Jumlah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai 2020 mengalami kenaikan tiap tahun.

Jumlah kumulatif ODHA ditemukan (kasus HIV) yang dilaporkan sampai dengan Desember 2020

35

sebanyak 419.551 orang (77% dari estimasi ODHA tahun 2020 sebanyak 543.100). Sedangkan jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sampai Desember 2020 sebanyak 129.740.

Saat ini telah ditentukan target global sebagai berikut.

Berikut target pada akhir 2027.

- 90% orang yang berisiko telah menjalani tes dan tahu status infeksinya.

- 90% dari yang HIV positif dalam terapi antiretroviral (ART).

- 90% dari orang yang dalam terapi tersebut telah mencapai keadaan supresi virus.

Dan target pada akhir 2030 sebagai berikut.

- 95% orang yang berisiko telah menjalani tes dan tahu status infeksinya.

- 95% dari yang HIV positif dalam terapi antiretroviral (ART).

- 95% dari orang yang dalam terapi tersebut telah mencapai keadaan supresi virus.

Jika dilihat dari capaian target 90-90-90 hingga Desember 2020, kaskade HIV dan pengobatan ART adalah sebagai berikut.

Masih diperlukan usaha-usaha yang lebih intensif dan komprehensif untuk mencapai target tersebut. Dapat dilihat juga bahwa ada sejumlah 65.772 kasus ODHA loss to follow up. Tentu hal

36

ini menjadi perhatian kita bersama bagaimana mengembalikan mereka dalam pengobatan ART, sehingga kualitas hidup mereka lebih baik sekaligus untuk memutus mata rantai penularan HIV kepada pasangan seks dan anaknya.

Dilihat dari persebaran usia pada kasus HIV selama satu tahun 2020, persentasenya masih didominasi oleh kelompok usia 25-49 tahun (69,9%) seperti dalam grafik berikut.

Dilihat dari faktor risiko, dilaporkan kasus AIDS mayoritas adalah kelompok risiko heteroseksual sebesar 69,6%.

Untuk dapat mencapai target tersebut, Kementerian Kesehatan menempuh strategi percepatan yang disebut fast track (jalur cepat).

Situasi Epidemi PIMS

Secara global, lebih dari 1 juta kasus PIMS terjadi setiap hari. Setiap tahun, diperkirakan 357 juta infeksi baru PIMS terjadi yang mencakup 4 jenis PIMS: klamidia (131 juta), gonore (78 juta), sifilis

37

(5,6 juta), dan trikomoniasis (143 juta). Lebih dari 500 juta orang hidup dengan infeksi HSV (herpes) genital. Lebih dari 290 juta perempuan mengalami infeksi HPV, salah satu PIMS tersering.

Fakta Kunci tentang PIMS

Mayoritas PIMS tidak memiliki gejala atau hanya disertai gejala ringan yang mungkin tak dikenali sebagai PIMS.

PIMS seperti HSV tipe 2 dan sifilis dapat meningkatkan risiko penularan HIV tiga kali lipat, bahkan lebih.

Penularan PIMS dari ibu ke anak dapat menyebabkan bayi lahir mati, kematian janin, bayi dengan berat badan lahir rendah, prematuritas, sepsis, pneumonia, konjungtivitis neonatorum, dan deformitas kongenital. Lebih dari 900.000 perempuan hamil terinfeksi sifilis yang menyebabkan 350.000 kelahiran prematur, termasuk bayi lahir meninggal pada 2012.

Pada beberapa kasus, PIMS dapat menyebabkan dampak kesehatan reproduksi yang serius melebihi dampak infeksi itu sendiri (misalnya: infertilitas atau penularan dari ibu ke anak).

Infeksi HPV menyebabkan 528.000 kasus kanker serviks dan 266.000 kematian akibat kanker serviks setiap tahun.

PIMS seperti gonore dan klamidia merupakan penyebab utama penyakit radang panggul (PRP) dan infertilitas pada perempuan.

Resistensi obat, khususnya pada gonore, merupakan ancaman utama dalam menurunkan dampak PIMS di seluruh dunia.

Epidemi PIMS di Indonesia

• Berdasarkan data hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (2015), prevalensi sifilis tertinggi ditemukan pada waria (17,39%), kemudian diikuti LSL (15,71%), WPSL (6,49%), priaristi (2,69%), WPSTL (2,16%), WBP (2,10%), dan penasun (1,46%). Prevalensi gonore tertinggi pada WPSL (21,20%), kemudian diikuti oleh LSL (12,72%), waria (12,22%), dan WPSTL (9,67%).

Prevalensi klamidia tertinggi pada WPSL (32,20%), kemudian WPSTL (30,29%), diikuti oleh LSL (18,53%) dan waria (16,78%).

Grafik 4. Prevalensi Sifilis Berdasarkan Hasil STBP Tahun 2015

Grafik 5. Prevalensi Klamidia Berdasarkan Hasil STBP Tahun 2015

38

Grafik 6. Prevalensi Gonore Berdasarkan Hasil STBP Tahun 2015

Catatan: Hingga saat ini, belum ada data terbaru prevalensi sifilis.

Berdasarkan laporan triwulan keempat tahun 2020, data tentang PIMS sebagai berikut.

Sementara itu, kaskade jumlah HIV dan sifilis pada ibu hamil dan pada bayi yang dilahirkan dari ibu positif HIV periode Januari-Desember 2020 sebagai berikut.

39

Dari dua grafik tersebut, terlihat peningkatan kualitas layanan pemeriksaan PIMS bagi pasien yang berkunjung dan peningkatan pengobatan bagi ibu hamil yang diskrining HIV dan sifilis. Begitu juga dengan bayi yang dilahirkan dari ibu positif HIV.

Situasi Terkini Covid-19

Data sampai 17 September 2021 (sumber data: WHO dan PHEOC Kemenkes) 1. Situasi Global

Hingga 17 September 2021, total kasus konfirmasi Covid-19 di dunia adalah 226.844.344 kasus dengan 4.666.334 kematian (CFR 2,1%) di 204 negara terjangkit dan 151 negara transmisi komunitas.

2. Situasi Indonesia

Hingga 17 September 2021, pemerintah Republik Indonesia telah melaporkan 4.185.144 orang terkonfirmasi positif Covid-19. Dari jumlah itu, ada 140.138 kematian (CFR: 3,4%) yang dilaporkan dan 3.976.064 pasien telah sembuh dari Covid-19.

Situasi Disabilitas Disabilitas Global

Sekitar 15% dari jumlah penduduk di dunia atau lebih dari satu miliar orang adalah penyandang disabilitas. Mereka terbilang kelompok minoritas terbesar di dunia. Sekitar 82% dari penyandang disabilitas berada di negara-negara berkembang serta hidup di bawah garis kemiskinan dan kerap kali menghadapi keterbatasan akses atas kesehatan, pendidikan, pelatihan, serta pekerjaan yang layak. Penyandang disabilitas tergolong lebih rentan terhadap kemiskinan di setiap negara, baik diukur dengan indikator ekonomi tradisional seperti PDB maupun secara lebih luas dalam aspek keuangan non-moneter seperti standar hidup, misalnya pendidikan, kesehatan, dan kondisi kehidupan.

Penyandang disabilitas perempuan memiliki risiko lebih besar dibanding laki-laki. Kemiskinan mereka terkait dengan sangat terbatasnya peluang mereka atas pendidikan dan pengembangan keterampilan.

Hampir sebanyak 785 juta perempuan dan laki-laki dengan disabilitas berada pada usia kerja. Namun mayoritas dari mereka tidak bekerja. Mereka yang bekerja umumnya memiliki pendapatan yang lebih

40

kecil dibanding para pekerja yang non-disabilitas di perekonomian informal dengan perlindungan sosial yang minim atau tidak sama sekali.

Mengucilkan penyandang disabilitas dari angkatan kerja mengakibatkan kehilangan PDB sebesar 3%-7%. Para penyandang disabilitas kerap kali terkucil dari pendidikan, pelatihan kejuruan, dan peluang kerja. Lebih dari 90% anak-anak dengan disabilitas di negara-negara berkembang tidak bersekolah (data: UNESCO). Sementara itu, hanya 1% perempuan disabilitas yang bisa membaca (data: UNDP).

Fakta Disabilitas Indonesia

Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, terdapat lima kategori disabilitas, yakni fisik, intelektual, mental, sensorik, dan ganda/multi. Adapun berdasarkan data berjalan 2020 dari Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 22,5 juta atau sekitar 5%.

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018 mengungkapkan bahwa akses informasi penyandang disabilitas dalam penggunaan ponsel atau laptop hanya 34,89%, sedangkan non-disabilitas 81,61%. Adapun akses internet penyandang non-disabilitas 8,50%, sedangkan non-non-disabilitas 45,46%.

Penyandang disabilitas sering kali dipandang memiliki kekurangan. Alhasil, tak jarang mereka kurang mendapat kesempatan yang sama, termasuk dalam pekerjaan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hanya 0,18% penduduk usia 15 tahun ke atas dengan disabilitas yang bekerja di Indonesia pada 2020. Angka ini turun 0,1 poin dari tahun sebelumnya yang sebesar 0,28%.

Berdasarkan wilayahnya, persentase pekerja disabilitas di perkotaan turun dari 0,24% menjadi 0,15%.

Di perdesaan, persentase pekerja disabilitas turun dari 0,34% menjadi 0,20%.

Sebagian besar atau 28,37% pekerja disabilitas berusaha sendiri. Pekerja disabilitas yang berstatus karyawan mencapai 20,68%. Kemudian, 19,79% pekerja disabilitas berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap.

Pekerja disabilitas yang berstatus bebas di pertanian sebanyak 5,36%. Pekerja disabilitas yang berusaha dengan dibantu buruh tetap/dibayar sebesar 3,08%. Sedangkan, pekerja disabilitas yang berstatus bebas di sektor non-pertanian mencapai 3,96%.

Dalam konteks pekerjaan layak, seharusnya pekerjaan terbuka seluas-luasnya bagi mereka yang memenuhi persyaratan. Ini berlaku pula pada penyandang disabilitas yang seharusnya mendapat pekerjaan tanpa diskriminasi.

Pokok Bahasan 2.

KEBIJAKAN PROGRAM PENGENDALIAN HIV/AIDS, PIMS, TBC, COVID-19, DAN DISABILITAS DI