• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta anak dan keluarganya

SERTA DISABILITAS NASIONAL DAN DI TEMPAT KERJA

Prong 4: Pemberian dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta anak dan keluarganya

Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak tidak berhenti setelah ibu melahirkan.

Ibu akan tetap hidup dengan HIV di tubuhnya, sehingga membutuhkan dukungan medis, psikologis, sosial, dan perawatan selama hidupnya. Perempuan dengan HIV lebih rentan terkena PIMS, sehingga bila terinfeksi human papillomavirus (HPV) akan lebih rentan terjadi perubahan ke arah kanker serviks. Dengan demikian, pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA) atau Pap smear harus lebih sering dilakukan, misalnya setiap 6-9 bulan.

Dukungan juga harus diberikan kepada anak dan keluarganya. Tujuannya untuk menjaga agar ibu dan bayi tetap sehat dengan pola hidup yang tepat, patuh berobat, mencegah penyakit oportunis, dan mengamati status kesehatan. Kegiatannya sebagai berikut.

i) Dukungan lanjutan bagi ibu melalui:

• pemeriksaan kondisi kesehatan

• pengobatan ART jangka panjang dan pemantauan terapi

• pemantauan kondisi kesehatan, termasuk pemantauan CD4 dan viral load

• pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik

• konseling dan dukungan kontrasepsi serta pengaturan kehamilan dan asupan gizi

• kunjungan rumah.

ii) Dukungan untuk bayi, yaitu:

• Pemberian obat ARV untuk pencegahan dan diagnosis HIV pada bayi

• informasi dan edukasi pemberian makanan bayi

• layanan imunisasi dan pemantauan tumbuh kembang

• pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan terapi ART (termasuk CD4 dan viral load)

• pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik, termasuk pemberian kotrimoksazol (untuk mencegah infeksi Pneumocystis jirovecii).

iii) Penyuluhan kepada suami/pasangan dan anggota keluarga lain tentang cara penularan HIV dan pencegahannya serta penggerakan dukungan masyarakat bagi keluarga dengan atau terdampak HIV. Dengan demikian, diharapkan keluarga dapat mendukung penuh tata laksana pada ibu dan bayi secara menyeluruh.

5. Kolaborasi TB-HIV

Kolaborasi TB-HIV bertujuan untuk eliminasi kematian ODHA karena TB, dengan melakukan kegiatan-kegiatan kolaborasi TB-HIV sebagai berikut.

1) Membentuk mekanisme kolaborasi antara program TB dan HIV AIDS; mencakup pembentukan forum TB-HIV, perencanaan bersama, serta monitoring dan evaluasi kegiatan TB-HIV.

2) Menurunkan beban TB pada ODHA; mencakup penapisan TB pada ODHA dengan 5 tanda TB yaitu ada batuk, demam, keringat malam, penurunan berat badan, dan pembesaran KGB. Jika tidak ditemukan gejala TB pada ODHA, yang bersangkutan diberi terapi pencegahan TB (profilaksis). Perlu juga dilakukan upaya pengendalian infeksi TB di fasyankes.

44

3) Menurunkan beban HIV pada pasien TB; mencakup tes HIV pada pasien TB dan pemberian obat antiretrovirals (ARV) serta kotrimoksazol pada pasien dengan ko-infeksi TB-HIV.

6. Pengembangan Laboratorium HIV dan PIMS

Kegiatan ini mencakup upaya-upaya untuk meningkatkan jumlah dan mutu pemeriksaan laboratorium HIV dan PIMS di laboratorium pemeriksa. Selain itu, kegiatan ini juga untuk membentuk jejaring laboratorium HIV dan PIMS untuk memastikan pelayanan laboratorium dilaksanakan dengan berkualitas sesuai standar.

7. Program Pengurangan Dampak Buruk Napza (PDBN)

Berdasarkan situasi dan dinamika epidemi HIV/AIDS pada populasi pengguna napza suntik (penasun), dikembangkan rekomendasi paket komprehensif program pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik yang terdiri atas 12 komponen.

Paket komprehensif tersebut terdiri atas komponen-komponen program sebagai berikut.

a. Layanan Alat Suntik Steril (LASS).

b. Terapi substitusi opiat dan perawatan napza lainnya.

c. Tes dan konseling HIV.

d. Pencegahan infeksi menular seksual.

e. Promosi kondom untuk penasun dan pasangan seksualnya.

f. Komunikasi, informasi, dan edukasi yang diarahkan secara khusus kepada penasun dan pasangan seksualnya.

g. Terapi Anti-Retroviral.

h. Vaksinasi, diagnosis, dan terapi untuk hepatitis.

i. Pencegahan, diagnosis, dan terapi untuk TB.

8. Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan standar merupakan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak terlepas dari peran masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya. Ini antara lain meliputi pimpinan—termasuk staf administrasi, staf pelaksana pelayanan, serta staf penunjang—dan para pengguna, yaitu pasien serta pengunjung fasilitas pelayanan kesehatan. Kegiatan utamanya mencakup penyusunan SOP tentang kewaspadaan standar, termasuk profilaksis pasca-pajanan okupasional. Kegiatan lain adalah menyediakan layanan dan memberikan profilaksis pasca-pajanan bagi orang terpajan HIV di lingkungan fasyankes.

9. Peningkatan Promosi Pencegahan HIV/AIDS dan PIMS

Kegiatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dalam upaya pengendalian HIV/AIDS dan PIMS bertujuan memberikan pemahaman yang benar dan komprehensif tentang HIV/AIDS dan PIMS. Pemberian pemahaman ini sebagai langkah pencegahan, menghindari penularan, serta menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dengan melibatkan seluruh sektor dalam masyarakat. Kegiatan ini ditujukan kepada seluruh masyarakat umum, sehingga masyarakat mempunyai pengetahuan yang benar serta komprehensif tentang HIV/AIDS dan PIMS. Selanjutnya, mereka juga diharapkan dapat menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Kegiatan yang dilakukan mencakup kampanye Aku Bangga Aku Tahu (ABAT) untuk remaja usia 15-24 tahun. Kegiatan ini juga untuk mengintegrasikan materi HIV/AIDS ke dalam kurikulum pendidikan SMP/sederajat dan SMA/sederajat serta mendorong terbentuknya WPA dan kelompok kerja pencegahan HIV serta PIMS masyarakat di daerah, dll.

45

10. Meningkatkan Pengamanan Darah Donor dan Produk Darah Lain

Kegiatan-kegiatan ini untuk meningkatkan pengamanan darah donor dan produk darah lain.

Ini termasuk peningkatan kapasitas petugas UTD dalam melakukan dan melaporkan hasil uji saring serta merujuk donor yang reaktif HIV dari UTD ke layanan HIV. Kegiatan ini juga mencakup pembentukan jejaring UTD dengan layanan rujukan di setiap kota/kabupaten.

11. Penguatan Sistem Pembiayaan Program

Pembiayaan untuk pengendalian HIV/AIDS dan PIMS akan melalui dua skema. Pertama, pembiayaan program melalui APBN dan APBD. Yang kedua, melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Bidang Kesehatan (BPJS Kesehatan).

Penguatan sistem pembiayaan untuk pengendalian HIV/AIDS dan PIMS untuk menghambat laju epidemi HIV akan dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan mencakup kolaborasi dengan BPJS, penyebaran informasi kepesertaan, pemanfaatan JKN, dll.

12. Penguatan Manajemen Program

Program nasional pengendalian HIV/AIDS dan PIMS memerlukan kapasitas pengelolaan program yang kuat, terstruktur, serta baik dengan bekerja secara sistematis dan memiliki standar kemampuan yang memenuhi syarat. Penguatan manajemen program HIV/AIDS dan PIMS dilakukan antara lain dengan menyusun perencanaan dan penganggaran jangka menengah (lima tahunan) program pengendalian HIV/AIDS dan PIMS. Program ini akan dikaji secara paruh waktu dalam lima tahun. Jika dirasa perlu, program ini bisa dilakukan penyesuaian mengenai kajian, pengembangan, atau pemutakhiran pedoman, kebijakan, dan tata laksana terkait HIV/AIDS, PIMS, dll.

13. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Kegiatan di dalam pengembangan sumber daya manusia termasuk menyusun rancangan pengembangan SDM, pengelola program, serta layanan HIV/AIDS dan PIMS. Perbaikan sistem pengelolaan logistik juga perlu dilakukan untuk membentuk sistem pelatihan dan melatih pelatih, mentor, serta supervisor. Hal ini untuk melaksanakan peningkatan kapasitas dan supervisi secara berjenjang, bimbingan di lapangan, kerja praktik/magang, dll.

Pengembangan sumber daya manusia ini bukan hanya di layanan kesehatan (SDMK), melainkan juga perlu penguatan SDM di sisi komunitas/penjangkau, sehingga dapat bersinergi dalam percepatan pencapaian eliminasi HIV/AIDS di Indonesia.

14. Penguatan Sistem Informasi Strategis, Monitoring, dan Evaluasi

Penguatan dan peningkatan sistem informasi strategis, monitoring, dan evaluasi sesuai dengan rencana pengembangan serta peningkatan program pengendalian HIV/AIDS dan PIMS dilakukan antara lain dengan pengembangan pedoman nasional surveilans HIV generasi kedua. Pedoman dan modul pelatihan monitoring dan evaluasi disusun sesuai perkembangan pengetahuan dan teknologi, pemetaan populasi kunci, pelaksanaan surveilans sentinel HIV dan sifilis, surveilans terpadu biologis, serta perilaku pada populasi kunci dan populasi umum di area terpilih. Pelaksanaan surveilans resistensi obat ARV dan pengembangan aplikasi Sistem Informasi HIV/AIDS dan PIMS (SIHA) juga perlu dilakukan dengan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK).

15. Penguatan Tata Kelola Logistik Program HIV/AIDS dan PIMS

Kegiatannya mencakup penyusunan pedoman sistem pengelolaan logistik program HIV/AIDS dan PIMS serta memperluas desentralisasi logistik ke seluruh provinsi, kabupaten/kota, dan

46

fasyankes. Pengadaan dan pemeliharaan alat diagnostik seperti alat hitung CD4 dan viral load, reagen diagnostik, dan obat juga perlu dilakukan. Selain itu, peningkatan pencapaian indikator ODHA yang mendapat obat ARV (ODHA on ARV) perlu ditunjang dengan pengaturan ketersediaan logistik yang baik sampai level layanan kesehatan dan terlaporkan stok yang ada. Hal ini tentu untuk menghindari terjadinya kekosongan logistik, baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, maupun layanan kesehatan.

16. Memperkuat Jejaring Kerja dan Meningkatkan Partisipasi Masyarakat

Kegiatannya mencakup koordinasi melalui forum kemitraan lintas sektor di semua tingkat pemerintahan, mendorong peran komunitas dan LSM dalam advokasi untuk memperoleh dukungan sumber daya lokal, dll.

Strategi yang paling mendasar dalam program pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS dan PPIMS adalah Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB).

Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB)

Layanan komprehensif adalah upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang mencakup semua bentuk layanan HIV dan PIMS. Ini meliputi kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) pengetahuan komprehensif, promosi penggunaan kondom, pengendalian faktor risiko, serta layanan konseling dan tes HIV (KTS dan KTIP). Kegiatan ini juga meliputi Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan (PDP), Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA), Pengurangan Dampak Buruk NAPZA (LASS, PTRM, PTRB), layanan PIMS, serta pencegahan penularan melalui darah donor dan produk darah lainnya. Kegiatan lain yang dilakukan di antaranya monitoring dan evaluasi serta surveilans epidemiologi di puskesmas rujukan dan non‐rujukan, termasuk fasilitas kesehatan lain dan rumah sakit rujukan kabupaten/kota.

Yang dimaksud dengan layanan yang berkesinambungan adalah pemberian layanan HIV & PIMS secara paripurna, yaitu sejak dari rumah atau komunitas ke fasilitas layanan kesehatan seperti puskesmas, klinik, dan rumah sakit serta kembali lagi ke rumah atau komunitas. Ini juga termasuk selama perjalanan infeksi HIV (semenjak belum terinfeksi sampai stadium terminal). Kegiatan ini harus melibatkan seluruh pihak terkait, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat (kader, LSM, kelompok dampingan sebaya, ODHA, keluarga, PKK, tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat serta organisasi/kelompok yang ada di sekitarnya).

Desentralisasi Layanan Komprehensif HIV/AIDS dan PIMS yang Berkesinambungan (LKB) di Tingkat Kabupaten Kota

Pengembangan LKB perlu didahului dengan pemetaan dan analisis situasi setempat. Ini mencakup pemetaan populasi kunci dan lokasi layanan terkait HIV yang tersebar serta analisis faktor‐faktor yang memengaruhi perilaku, khususnya perilaku pencarian layanan pengobatan (health seeking behavior) yang sangat dipengaruhi tatanan nonfisik yang ada di lingkungan masyarakat. Analisis situasi ini perlu dilakukan agar populasi kunci/masyarakat mau memanfaatkan jejaring LKB yang dibangun (feeding in), sehingga program ini berdampak bagi pengendalian epidemi secara luas.

Konsep LKB juga menekankan pentingnya membangun jejaring internal dan eksternal agar pelayanan yang diberikan kepada populasi kunci benar-benar paripurna, memenuhi seluruh kebutuhan mereka.

Tabel berikut memaparkan jenis layanan komprehensif yang diperlukan di suatu wilayah kabupaten/kota untuk menjamin kelengkapan layanan yang dapat diakses oleh masyarakat, meskipun tidak seluruh layanan tersebut tersedia dalam satu unit/fasilitas pelayanan kesehatan.

47

Tabel 1. Jenis Layanan Komprehensif HIV

Promosi dan Pencegahan Tata Laksana Klinis HIV Dukungan Psikososial, Ekonomi, dan Legal

• Promosi kesehatan (KIE)

• Ketersediaan dan akses alat pencegahan (kondom, alat

• Vaksinasi hepatitis B bagi bayi dan para penasun (bila tersedia)

• Pencegahan pasca-pajanan

• Tata laksana medis dasar

• Terapi ART

• Diagnosis IO dan komorbid terkait HIV serta

pengobatannya, termasuk TB

• Profilaksis IO

• Tata laksana hepatitis B dan C

• Perawatan paliatif, termasuk

Konsep LKB memiliki enam pilar utama yang menjadi dasar dalam penyelenggaraan LKB HIV dan PIMS sebagai berikut.

Tabel 2. Pilar Utama bagi Layanan Komprehensif HIV dan PIMS yang Berkesinambungan

Pilar Tujuan

Pilar 1: Koordinasi dan kemitraan dengan semua