• Tidak ada hasil yang ditemukan

Literatur tentang Sahabat Nabi

H. Keadilan Sahabat dalam Periwayatan Hadis

5. Literatur tentang Sahabat Nabi

al-Isti’ab fi Ma’rifah al-Ashab,oleh Abu ‘Umar Yusuf bin Abdillah (ibn

‘Abd al-Barr) al-Qurthubiy (368-463 H), Kitab ini memuat 4225 sahabat.

Usdul Ghabah fi Ma’rifah as-Sahabah, 5 jilid, oleh ‘Izzudin Abi

al-Hasan ‘Ali ibn Muhammad (Ibn al-Asir) (555-630 H). Kitab ini memuat 7554 biografiy.

Tajrid Asma’ as-Sahabah, 2 juz, karya Imam al-Hafiz Syamsuddin Abi

‘Abdillah Muhammad ibn Ahmad az-Zahabi (673-748 H) dicetak di India tahun 1310 H.

al-Isabah fi Tamyiz as-Sahabah, karya Syeikh Islam al-Imam al-Hafiz

Syihab ad-Din Ahmad ibn ‘Aliy al-Kananiy (Ibn Hajar) al-‘Asqalaniy (773-852 H). kitab ini memuat 9477 nama asli, 1268 kunya sahabat, dan 1552 biografi sahabat (yang wanita). [ ]

Bibliografi

‘Abd. Al-Maujur Muhammad ‘Abd. al-Latif, ‘Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil, Dirasah

wa at-Tatbiq (Kuwait: ad-Dar as-Salafiyah, 1988 M/1308 H)

Abd. Rahim al-Iraqi, Fath al-Mugis bi Sarh Alfiyah al-Hadis, Juz IV (Kairo: t.p, 1937)

Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad az-Zahabi, Mizan al-I’tidal fi Naqd

ar-Rijal, jilid 1 (T.tp.: ‘Isa al-Babi al-Halabi wa Syurakah, 1963)

Abu Abdillah Muhammad ibn Abdullah (al-Hakim) an-Naisaburi, Ma’rifat

‘Ulum al-Hadis (Mesir: Dar al-Kutub al-Misriyah, 1937)

Abu Rayyah, Adwa’ ‘ala as-Sunnah al-Muhammadiyah (Mesir: Dar al-Ma’arif, t.t.)

Agus Effendi, Sahabat, Mitos dan Realitas, dalam; Kontroversi Pemikiran Islam di

Indonesia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993)

Ahmad Amin, Fajr al-Islam (Kairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyyah, 1975) Al-Khatib Bagdadi, Kifayah fi ‘Ilm ar-Riwayah (t.tp: Maktabah

al-‘Ilmiyah, t.t.)

al-Sakhawi, Fath al-Mughis, Sharh Alfiyah al-Hadis li al-‘Iraqi (Madinah: Maktabah al-Salafiyyah, 1388 H/1968 M)

As-Syaukani, Fath al-Qadir, Juz II (Beirut: Dar al-Fikr, 1973

Ibn ‘Abd al-Barr, al-Isti’ab fi Asma’ al-Ashab, Jilid 1 (Mesir: Matba’ah as-Sa’adah, 1328 H)

Ibn as-Salah, ‘Ulum Hadis (Madinah Munawarah: Maktabat al-‘Ilmiyah, 1972)

Ibn Manzur Jamal ad-Din Muhammad ibn Mukarram Ansari, Lisan

al-‘Arab (Kairo: Dar al-Misriyyah li at-Ta’lifi wa at-Tarjamah, t.t.)

Imam al-Bukhari, Sahih al-Bukhariy, tahqiq Muhammad Fu’ad Abd. al-Baqi (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1379 H)

Jalal ad-Din ‘Abd Rahman bin Abi Bakar as-Suyuti, Tadrib ar-Rawiy Syarh

Taqrib Nawawiy, Juz I (Beirut: Dar Ihya’ as-Sunnah

an-Nabawiyyah, 1979)

Jalal al-Din al-Suyuti, Tadrib al-Rawi fi Sharh Taqrib al-Nawawi, Juz 1 (Beirut: Dar Ihya’ al-Sunnah al-Nabawiyyah, 1979)

M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Jakarta: Bulan Bintang, 1974)

______, Pokok-Pokok Dirayah Hadits, Jilid II (Jakarta: Bulan Bintang, 1981) M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,

1988)

______, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1988) Mahmud at-Tahhan, Taisir Mustalah al-Hadis (Beirut: Dar as-Saqafah, t.t.) Manna’ al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulum al-Hadis (Kairo: Maktabah Wahbah, 2001

M/1322 H)

Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, As-Sunnah qabl at-Tadwin (Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H/1993 M)

______, Usul al-Hadis ‘Ulumuhu wa Mustalahuh (Beirut: Dar al-Fikr, 1989/1409)

______, Usul al-Hadis ‘Ulumuhu wa Mustalahuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 1989) Muhammad al-Khudari, Nur al-Yaqin (Kairo: Dar al-Adab al-‘Arabi,

Muhammad Farid Wajdi, Dairat al-Ma’arif al-Qarn al-Isyrin, Jilid V (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1971)

Muhammad Husein az-Zahabi, Zikr Man Yu’tamad Qayuluhu fi al-Jarh wa

at-Ta’dil (Kairo: al-Matbu’ah al-Islamiyyah, t.t.)

Nur ad-Din ‘Itr, Manhaj an-Naql fi ‘Ulum al-Hadis (Damaskus: Dar al-Fikr, 1401 H/ 1981 M)

Sa’id Mjursi, Uzama’ al-Islam ’ibar Arba’ah ’Asyar Qurnan min al-Zaman (Kairo: Mu’assasah, 1426 H/2005 M).

Subhi as-Salih, ‘Ulum al-Hadis Mustalahuhu ‘Ird wa Dirasah (Beirut: Dar al-‘Ilm lil Malayin, 1988)

Syarif Mahmud al-Qadah, al-Manhaj al-Hadis fi ‘Ulum al-Hadis (Kuala Lumpur: al-Bayan Corpoation SDN. BHD, 2003 M/1324 H).

Metode Takhrij Hadis

Husnel Anwar Matondang, M.Ag

A. Pendahuluan

Apakah masih dibutuhkan pengetahuan tentang takhrij saat ini? Bagi pengkaji hadis, jawaban atas pertanyaan ini sudah dapat diduga, “tentu.” Bagi sebagian orang di luar ranah disiplin ini tentu memiliki beragam ja-waban, namun secara sederhana dapat dikelompokkan kepada dua sikap, satu kelompok mengatakan perlu [tentunya masih dalam keraguan] dan yang lainnya mengatakan tidak. Orang yang mengatakan tidak karena ia memiliki ‘sedikit’ informasi bahwa hadis sudah selesai dibukukan dan diteliti para ulama terdahulu. Oleh sebab itu, jika kita memerlukan nilai hadis cukup melihat komentar mereka dan ‘taqlid’ kepadanya. Orang yang mengatakan perlu perlu karena ia tidak memiliki apapun kecuali ketidak-tahuannya tentang takhrij itu sendiri. Oleh sebab itu, ia berkeinginan untuk mengetahuinya.

Kedua kelompok ini perlu diperkenalkan apa hakikat takhrij al-hadis dalam studi keisalaman. Setiap studi yang terkait dengan ajaran Islam tentu akan ‘pernah’ bersentuhan dengan Sunnah Nabi saw. Salah satu standar otentisitas pengutipan terhadap Sunnah atau kutipan lainnya, haruslah merujuk kepada sumber aslinya, jika hal itu tidak dilakukan, maka nilai rujukan itu menjadi kurang memiliki bobot ilmiah. Merujuk kepada sumber asli hadis merupakan bagian dari takhrij hadis yang sederhana (takhrij basith).

Ketika sesorang ingin menjadikan Sunnah sebagai alasan terhadap sebuah kajian, maka ia memerlukan tidak hanya menemukan sumber asli hadis tetapi juga ia harus mengetahui nilainya. Sebab, jika ia tidak mengetahuinya, maka ia berada di dalam keraguan besar, “Apakah alasan yang dijadikannya sebagai dasar kajian itu sudah valid dari Nabi saw.,” jika ia tetap menjadikannya sebagai alasan tanpa keyakinan, maka ia tidak jauh beda dari seorang buta yang menggunkan pulpen yang tercampur antara pulpen yang memiliki tinta dan pulpen yang sudah habis tintanya. Jika ia harus mengetahui nilainya, maka tidak dapat tidak kecuali ia mengatahui takhrij al-wasith, yaitu setelah mengetahui sumber asli hadis ia mampu mencari nilai hadis dengan merujuk kepada kitab-kitab yang sudah memberikan penilain terhadap hadis tersebut.

Ketika seseorang ingin menguji atau ingin mengetahui secara objektif dan independen nilai suatu hadis, maka ia harus menguasai

takhrij tafshili terhadap hadis. Hal ini tentunya hanya dapat dilakukan oleh

ahlinya yang menspesialisasikan diri terhadap ilmu ini. Ternyata, hal ini masih diperlukan karena masih banyak hadis yang belum diketahui statusnya secara objektif, khususnya di dalam kitab selain Shahih

al-Bukhari dan Shahih Muslim.