• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengenalan Kutub as-Sittah

1. Shahih al-Bukhari

Nama lengkap Shahih al-Bukhari adalah al-Jami‘ al-Musnad ash-Shahih al-Mukhtshar min Umur Rasulillah wa Sunanih wa Ayyamih. Ia ditulis oleh Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah yang lahir di Bukhara, suatu kota di Uzbekistan, persimpangn antara Rusia, Persi, Hindia dan Tiongkok. Ia dilahirkan setelah selesai salat Jum’at, pada tanggal 13 bulan Syawal, tahun 194 H (810 M).

Karya-karya al-Bukhari banyak sekali, namun dalam kajian ini kita hanya memperkenalkan sedikit tentang kitab ini. Kitab Shahih tersebut merupakan kumpulan hadis-hadis sahih yang ia persiapkan selama 16 tahun. Beliau sangat berhati-hati menuliskan tiap hadis pada kitab ini,. Setiap mau mencantumkan hadis di dalam kitab-nya, terlebih salat

istikharah, meminta petunjuk kepada Allah tentang hadis yang akan

ditulisnya. Ini bukanlah satu-satunya cara untuk menentukan keshahihan hadis secara ilmiyah, namun lebih dari itu, seluruh ulama Islam di penjuru dunia, setelah mengadakan penelitian sanad-sanadnya adalah tsiqah. Kitab tersebut berisikan hadis-hadis sahih, berdasarkan pengakuannya sendiri, “Saya tidak memasukkan dalam kitabku ini, kecuali sahih semuanya.” Namun demikian, ditemukan ulama yang mengkritik pengakuan tersebut seperti ad-Daruquthni di dalam al-Ilzamat. Jumlah Hadis yang dituliskan di dalam kitab tersebut sebanyak 6.379 buah, belum dihitung yang

mu‘allaq dan mutabi’. Hadis mu’allaq sejumlah 1.341 buah, dan yang mutabi’

sebanyak 384 buah. Jadi seluruhnya berjumlah 8.122 ada pula yang mengatakan 9.082 buah di luar yang maqthu’ dan mauquf. Sedang jumlah konkrit, yakni tanpa yang berulang, tanpa mu’allaq, dan mutabi’ 2513 buah.1 Hadis mu‘allaq adalah salah satu cabang dari hadis daif. Namun, sejumlah ulama telah menemukan sanad hadis-hadis tersebut. Walau demikian, kritik mereka menunjukkan bahwa sekalipun hadis-hadis yang mendapat kritik itu tidak dipandang palsu, namun hadis tersebut tidak mengikut standar tinggi yang ditetapkan oleh al-Bukhari sendiri. Belakangan kitab ini juga mendapat kritik dari ulama kontemporer dan orientalis dari sisi matannya. Namun, Ahmad Syakir dan Musthafa Azami berhasil mematahkan kritikan itu.

2. Shahih Muslim

Nama lengkapnya ialah Abul-Husain Muslim bin Hajaj Al-Qusyair. Ia dinisbahkan kepada Nisaburi karena putera kelahiran Nisabur. Ia lahir pada tahun 204 H (820 M) kota kecil di Iran bagian Timur-Laut Naisabur. Ia juga dinisbahkan kepada nenek-buyutnya Qusyair bin Ka‘ab bin Rabi‘ah bin Shasha’ah, keluarga bangsawan besar.

Nama lengkap Shahih Muslim adalah Musnad ash-Shahih al-Mukhtashar min as-Sunan bi an-Naql al-‘Adl ‘an Rasulillah. Jami’

Shahih merupakan kitab sahih yang paling sistematis dan belum pernah

didapati sebelum dan sesudahnya. Hadisnya tidak bertukar-tukar dan sanadnya tidak berlebih dan berkurang. Secara global kitab ini tidak ada bandingannya di dalam ketelitian menggunakan isnad. Namun di dalam kitab ini ditemukan juga hadis mu‘allaq, yaitu sebanyak 12 hadis. Ini merupakan salah satu kritikan yang dilontarkan oleh ad-daruquthni.

3. Sunan Abi Dawud

Penyusunnya adalah Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy‘ats bin Ishaq as-Sijistani. Ia dinisbahkan kepada tempat kelahirannya, yaitu di Sijistan (terletak antara Iran dengan Afganistan). Ia dilahirkan di kota tersebut, pada tahun 202 H (817 M).

Di antara karyanya yang terbesar ialah kitab as-Sunan yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Abi Dawud. Beliau mengaku telah mendengar hadis se-banyak 200.000 buah. Dari jumlah itu beliau seleksi dan dimasukkan ke dalam kitab Sunan-nya sebanyak 4.800 buah. Ia berkata, “Saya tidak meletakkan sebuah Hadis yang telah disepakati oleh orang banyak untuk ditinggalkannya. Saya jelaskan dalam kitab tersebut nilainya dengan sahih, semi sahih (yusybihuhu), mendekati sahih

(yuqa-ribuhu), dan jika dalam kitab saya tersebut terdapat hadis yang sangat

lemah saya akan menjelaskan. Adapun yang tidak kami beri penjelasan sedikitpun, maka hadis tersebut bernilai shalih dan sebagian dari hadis yang shalih ini ada yang lebih baik dari yang lain.

Menurut Ibnu Hajar, istilah shalih Abu Dawud ini lebih umum daripada jika dikatakan bisa dipakai hujjah (al-ihtijaj) dan bisa dipakai i’tibar. Oleh karenanya, setiap hadis daif yang bisa naik menjadi hasan atau setiap hadis hasan yang bisa naik menjadi sahih bisa masuk dalam pengertian yang pertama (li-al-ihtijaj), yang tidak seperti kedua itu, bisa tercakup dalam pengertian kedua (li al-i’tibar) dan yang kurang dari ketentuan itu semua termasuk yang dinilai dengan daif (wahn syadid).2

Al-Khaththani berpendapat, bahwa tidak ada susunan kitab ilmu agama setara dengan kitab Sunan Abu Dawud. Kitab dapat diterima semua golongan. Ibn al-Arabi mengatakan, “Barangsiapa yang di-rumahnya ada Alquran dan Kitab Sunan Abi Dawud, tidak perlu kitab-kitab yang lain.

Imam Ghazali memandang cukup, bahwa kitab Sunan Abu Dawud itu dibuat pegangan bagi para mujtahid.

4. Sunan an-Nasa`i

Ia menulis dua kitab sunan, yaitu as-Sunan Kubra dan as-Sunan

al-Mujtaba. As-Sunan al-Mujtaba adalah hasil sleksi dari hadis-hadis yang

terdapat di dalam as-Sunan al-Kubra. Di dalam kitab ini an-Nasai mencatat berbagai isnad hadis, lalu mencatat isnad yang mengandung kesalahan dari periwyatnya, kemudian menjelaskan mana yang benar. Oleh sebab itu, ia memang mencatat hadis daif, tetapi kebanyakannya hanya untuk menunjukkan cacatnya hadis tersebut.3

5. Sunan at-Tirmizi

Nama penyusunnya adalah Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surah. Ia seorang ahli hadis yang dilahirkan di kota Turmuz, sebuah kota kecil di pinggiran Utara sungai Amuderiya, sebelah Utara Iran pada bulan Zulhijah tahun 200 H (824 M).

Ia menyusun satu kitab Sunan dan kitab ‘Ilal al-Hadis. Kitab Sunan ini tergolong bagus dan hukum-hukum yang terhimpun di dalam disusun lebih tertib. Setelah kitab ini ditulisnya, menurut pengakuannya, ia kemukakan kepada ulama Hijaz, Irak dan Khurasan. Ulama tersebut menyetujuinya dan menerimanya dengan baik. “Barangsiapa yang menyimpan kitabku ini di rumahnya”, katanya, “Seolah-olah di rumahnya ada Nabi yang selalu bicara.” Pada akhir kitabnya ia menerangkan bahwa semuah hadis yang terdapat dalam kitab ini adalah ma’mul (dapat diamalkan). Di dalam kitab ini juga ia menjelaskan sebagian besar nilai hadisnya. Di dalam kitab ini terdapat hadis shahih, haan, daif, bahkan maudhu`.

6. Sunan Ibn Majah

Penyusun kitab ini adalah Ibn Majah, sebutan neneknya, Beliau dilahirkan di Qazwin pada tahun 207 H (824 M). Sebagaimana halnya para ahli hadis dalam mencari hadis melakukan perjalanan ilmiah, maka

beliaupun berkeliling di beberapa negeri, untuk menemui dan berguru Hadis kepada para ulama hadis.

Beliau menyusun kitab Sunan yang kemudian dikenal dengan nama

Sunan Ibn Majah. Sunan ini merupakan salah satu Sunan yang empat.

Dalam Sunan ini banyak terdapat hadis daif, bahkan tidak sedikit hadis yang Munkar.

Al-Hafiz al berpendapat bahwa hadis-hadis gharib yang terdapat dalam Sunan ini, kebanyakan adalah daif. Karena itulah, para ulama terdahulu memandang bahwa kitab al-Muawatha’ Imam Malik menduduki posisi kelima, bukan sunan Ibnu Majah ini.

B. Metode Penelusuran Hadis