• Tidak ada hasil yang ditemukan

S K R I P S I. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan. Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "S K R I P S I. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan. Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik."

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI TERHADAP PERILAKU SOPAN SANTUN SISWA-SISWI KELAS VIII SMP MARIA IMMACULATA MARSUDIRINI YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik

Oleh :

Maria Margareta Ratna L NIM: 151124015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2019

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada: Tuhan Yang Maha Esa

Papa Wilibrordus Basuki Rahmat (Alm)

Bapak Hersunu Haryo Sigit & Bapak Heribertus Murdiman Mama Wivina Retno & Ibu Rita Maria Wagiyem

(5)

v MOTTO

“Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua” (Aristoteles)

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

(7)

vii

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Maria Margareta Ratna L

NIM : 151124015

Demi pengembangan ilmu pengetahuan saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

PERANAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI TERHADAP PERILAKU SOPAN SANTUN SISWA-SISWI KELAS VIII SMP MARIA IMMACULATA MARSUDIRINI YOGYAKARTA Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada) dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet dan media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PERANAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI TERHADAP PERILAKU SOPAN SANTUN SISWA-SISWI KELAS VIII SMP MARIA IMMACULATA MARSUDIRINI YOGYAKARTA. Judul ini dipilih berdasarkan keingintahuan penulis terhadap peranan mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti terhadap perilaku sopan santun bagi siswa-siswi di SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta. Pendidikan Agama Katolik tidak hanya mengajarkan hal yang bersifat akademis melainkan memperkembangkan kejujuran, kepekaan, kebijaksanaan dan hati nurani peserta didik.

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan penelitian penyebaran angket kuesioner dengan populasi para siswa-siswi kelas VIII SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta. Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling, jumlah sampel dari penelitian ini adalah 52 siswa. Berdasarkan hasil uji validitas instrumen diperoleh 30 butir yang valid. Hasil uji validitas instrumen diperoleh nilai Cron bach’s Alpha sebesar 0.866.

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti memiliki pengaruh positif terhadap perilaku sopan santun siswa-siswi di SMP Maria Immaculata Marsudirini, karena tindakan siswa-siswi dipengaruhi oleh proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik.

(9)

ix

ABSTRACT

The title of this study is THE ROLE OF CATHOLIC RELIGIOUS

EDUCATION AND CHARACTER EDUCATION TOWARDS THE

BEHAVIOR OF THE STUDENTS OF CLASS VIII IN SAINT MARRY IMMACULATA MARSUDIRINI JUNIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA. The title was chosen based on the curiosity of the writer about the importan the Catholic Religious Education and the behavior for the students of Saint Marry Immaculata Marsudirini Yogyakarta. Catholic Religious Education not only how to learn about the academics only but for the development of honestly too.

This type of research is quantitative with research of give the questioners with the amount of population among the students of class VIII Saint Marry Immaculata Marsudirini Junior High School. Sampling technique used was random sampling, the amount of sample from the research were 52 students. Based on the instrument validation 30 samples were valid. The result of validity instruments obtained by Cron Bach’s Alpha grades was the amount 0,866.

This result describe that the subject Catholic Religious Education and the character education had a positive influence on the behavior of courtesy at Saint Marry Immaculata Marsudirini Junior High School, because the actions of students were influenced by the learning process of Catholic Religious Education.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena kasih karunia dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul PERANAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI TERHADAP PERILAKU SOPAN SANTUN SISWA-SISWI KELAS VIII SMP MARIA IMMACULATA MARSUDIRINI YOGYAKARTA ini terselesaikan dengan baik.

Skripsi ini ditulis dengan maksud memberikan sumbangan pemikiran mengenai mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti terhadap perilaku sopan santun siswa-siswi kelas VIII SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta. Selain itu skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan setulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. B. Agus. Rukiyanto, SJ selaku Kaprodi Pendidikan Kegamaan Katolik Universitas Sanata Dharma, dan selaku dosen utama yang telah meluangkan waktu dalam mendampingi penulis pada saat ujian berlangsung, dan telah memberikan kesempatan serta dukungan kepada penulis selama menjalankan proses perkuliahan di kampus.

(11)

xi

2. Drs. F.X Heryatno Wono Wulung, SJ M.Ed selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji kedua yang telah bersedia meluangkan waktu, dengan kesabaran, ketulusan dan kesetiaan mendampingi dan membimbing penulis hingga akhir penulisan skripsi.

3. Y. Kristianto SFK, M.Pd selaku dosen penguji ketiga yang telah bersedia meluangkan waktu, dengan kesabaran, ketulusan dan kesetiaan mendampingi dan membimbing penulis hingga akhir penulisan skripsi.

4. Segenap Dosen Prodi PENDIKKAT, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama proses belajar hingga selesainya skripsi ini.

5. Segenap Staf Sekretariat, Perpustakan Prodi PENDIKKAT, dan segenap karyawan bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi. 6. Bapak F. Dody Darmawan yang telah memberi ijin kepada penulis untuk

menjalankan penelitian di SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta.

7. Segenap guru dan karyawan SMP Maria Immaculata Marsudirini yang telah membantu dan mensuport untuk penulis.

8. Siswa-Siswi Kelas VIII SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta yang telah bersedia mengisi kuisioner.

9. Bapak Hersunu Haryo Sigit dan Mama Wivina Retno, selaku orang tua penulis yang selalu setia mendampingi, memberi kasih sayang dan mendukung penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar.

(12)

xii

10. Vincentius Jenu Ritarman yang selalu mendukung dan membantu penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman PENDIKKAT angkatan 2015 yang selalu memberi dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan, dukungan, doa, perhatian dan kerjasama sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

Penulis juga menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dalam menyusun skripsi. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pembaca.

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... I HALAMAN PERSETUJUAN ... Ii HALAMAN PENGESAHAN ... Iii HALAMAN PERSEMBAHAN ... Iv HALAMAN MOTTO ... V PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... Vi LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... Vii ABSTRAK ... Viii

ABSTRACT ... Ix KATA PENGANTAR ... X DAFTAR ISI ... Xiii DAFTAR TABEL ... Xvii DAFTAR SINGKATAN ... Xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 2 C. Pembatasan Masalah ... 3 D. Rumusan Masalah ... 3 E. Tujuan Penulisan ... 4 F. Manfaat Penulisan ... 4 G. Metode Penulisan ... 5 H. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II KAJIAN TEORI ... 6

A. Pendidikan Pada Umumnya ... 6

(14)

xiv

2. Tujuan Pendidikan ... 8

3. Pendidikan di Sekolah ... 9

B. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 10

1. Pengertian Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 10

2. Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 12

3. Peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 13

4. Proses Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 5. Kekhasan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 16 16 C. Peranan Guru Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 17

1. Guru Agama sebagai Pendidik Hidup Beriman ... 18

2. Guru Agama sebagai Pembimbing Hidup Rohani ... 19

3. Guru Agama sebagai Saksi Iman ... 19

D. Pendidikan Budi Pekerti ... 20

1. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti ... 20

2. Budi Pekerti ... 21

E. Perilaku Sopan Santun ... 24

1. Sopan Santun ... 24

2. Filsafat Tingkah Laku ... 26

F. Hubungan Antara Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti dengan Perilaku Sopan Santun ... 27

1. PAK dan Budi Pekerti membentuk kedewasaan manusiawi ... 27

2. PAK dan Budi Pekerti membentuk kedewasaan iman ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Sejarah SMP Maria Immaculata, Yogyakarta ... 31

1. Tahun berdiri SMP Maria Immaculata Marsudirini ... 31

2. SMP Perempuan ... 33

3. Perubahan SMP Maria Immaculata Yogyakarta ... 34

(15)

xv

5. Profil Alumni SMP Maria Immaculata Marsudirini ... 36

6. Identitas SMP Maria Immaculata Marsudirini ... 36

7. Fasilitas ... 37

B. Metodologi Penelitian ... 38

1. Jenis Penelitian ... 38

2. Desain Penelitian ... 38

3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

4. Populasi dan Sampel ... 39

a. Populasi Penelitian ... 39

b. Sampel Penelitian ... 39

5. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 40

a. Identifikasi Variabel ... 40

b. Definisi Konseptual Variabel ... 40

c. Definisi Operasional Variabel ... 41

d. Teknik Pengumpulan Data ... 41

e. Instrumen Penelitian ... 42

f. Kisi-Kisi Penelitian ... 43

6. Pengembangan Instrumen ... 51

7. Uji Persyaratan Analisis ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Hasil Penelitian ... 58

1. Uji Persyaratan Analisis ... 58

2. Analisis Deskripsi ... 65

3. Uji Regresi ... 67

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 73

C. Keterbatasan Hasil Penelitian ... 76

D. Refleksi Kateketis ... 77

(16)

xvi

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA 84 LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Surat Ijin Penelitian ... (1)

LAMPIRAN 2 Kuesioner Penelitian ... (2)

LAMPIRAN 3 Contoh Kuesioner Penelitian ... (7)

LAMPIRAN 4 Data Keseluruhan Instrumen Penelitian ... (15)

LAMPIRAN 5 Output SPSS 16.0 Analisis Validitas Variabel Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti (X) ... (17)

LAMPIRAN 6 Output SPSS 16.0 Analisis Validitas Variabel Perilaku Sopan Santun Siswa-Siswi ... (22)

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Skor Alternatif Jawaban Variabel X dan Y ... 43

Tabel 2 : Kisi-Kisi Instrumen ... 43

Tabel 3 : Validitas Variabel X ... 52

Tabel 4 : Validitas Variabel Y ... 53

Tabel 5 : Reliabilitas Variabel X ... 54

Tabel 6 : Reliabilitas Variabel Y ... 55

Tabel 7 : Reliabilitas Keseluruhan ... 55

Tabel 8 : Anova ... 62

Tabel 9 : Uji Homogenitas ... 64

Tabel 10 : Analisis Deskripsi ... 65

Tabel 11 : Descriptive Statistic ... 66

Tabel 12 : Correlations ... 67

Tabel 13 : Variables Entered/ Removed (b) ... 68

Tabel 14 : Model Summary ... 69

Tabel 15 : ANOVA ... 70

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Kitab Suci

Rom : Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma

2Kor : Surat Rasul Paulus yang kedua kepada Jemaat di Korintus

B. Dokumen Gereja

DV : Dei Verbum Dokumen Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi 18 November 1965

C. Singkatan Lainnya Lih : Lihat Art : Artikel

PAK : Pendidikan Agama Katolik PENDIKKAT : Pendidikan Keagamaan Katolik SMP : Sekolah Menengah Pertama Lab : Laboratorium

BK : Bimbingan Konseling UKS : Unit Kesehatan Sekolah

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini materi pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti masih kurang dan sulit dipahami oleh siswa-siswi, sehingga sekolah perlu mengembangkan dan menerapkan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti tidak hanya mengajarkan mengenai materi namun mengajarkan siswa-siswi untuk berinteraksi atau berkomunikasi dengan Tuhan (memperkembangkan imannya). Para guru juga perlu mengikuti diklat ataupun seminar yang mengangkat materi mengenai Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti, sehingga para guru juga dapat memberi contoh kepada siswa-siswi. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di sekolah sebaiknya benar-benar diterapkan dalam pendidikan dan hidup sehari-hari.

Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti seharusnya dapat menjadikan murid-muridnya sebagai manusia yang berakhlak dan beriman. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti harus bisa membentuk lulusan yang berintegritas, terlebih lulusan di sekolah Katolik. Namun pada kenyataannya masih banyak siswa-siswi yang belum sadar akan pentingnya Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti bagi dirinya sendiri.

Seiring dengan perkembangan jaman, orangtua cenderung menganggap bahwa pendidikan di sekolah sudah cukup. Orangtua menyerahkan seluruh

(20)

perkembangan anaknya kepada sekolah untuk mendidik anaknya menurut visi dan misi serta sekolah, dapat mengarahkan siswa-siswinya menjadi lebih baik. Namun di sisi lain hal ini menimbulkan kontrol yang lemah dalam mendidik siswa-siswi sehingga perlu adanya kerjasama dalam mendidik anak terlebih dalam memberikan pembelajaran mengenai Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.

Perilaku sopan santun dan kebiasaan yang baik bertujuan untuk memupuk rasa saling menghormati dan saling menghargai. Dewasa ini perilaku sopan santun sudah mulai menghilang terutama di lingkungan sekolah dimana siswa sudah mulai berani kepada gurunya, bahkan untuk bertutur kata seperti halnya dengan teman sendiri. Dalam dunia pendidikan, kasus seperti ini perlu diberi bimbingan karena tidak sesuai dengan pendidikan karakter.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, permasalahan yang dapat diidentifikasi penulis sebagai berikut :

1. Kurangnya minat siswa-siswi terhadap Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti

2. Kurangnya peran aktif sekolah dalam membimbing siswa-siswi menerapkan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti

3. Siswa-siswi kurang memahami Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti

(21)

C. Pembatasan Masalah

Penulis membatasi masalah pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti bagi siswa-siswi kelas VIII di SMP Maria Immaculata Marsudirini, Yogyakarta. Dengan demikian, pembahasan tidak meluas ataupun menyimpang dari permasalahan yang ada yakni permasalahan tentang Peranan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti terhadap perilaku sopan santun siswa-siswi kelas VIII SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti?

2. Apa yang dimaksud dengan sopan santun?

3. Seberapa besar pengaruh Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di sekolah terhadap perilaku sopan santun siswa-siswi di SMP Maria Immaculata Marsudirini?

(22)

E. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan skripsi ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui apa itu Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di sekolah dan bagaimana pelaksanaan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di sekolah itu dilakukan.

2. Mengetahui apa itu sopan santun dan bagaimana sopan santun dilakukan. 3. Mengetahui seberapa besar pengaruh Mata Pelajaran Pendidikan Agama

Katolik dan Budi Pekerti terhadap perilaku sopan santun siswa-siswi kelas VIII SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta.

F. Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Siswa-siswi semakin memahami Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di sekolah.

2. Siswa-siswi semakin memahami sopan santun di sekolah.

3. Guru dan sekolah semakin mendalami pengaruh Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti terhadap perilaku sopan santun siswa-siswi kelas VIII SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta.

(23)

G. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis berdasarkan studi, analitis pustaka dan dilengkapi dengan penelitian kuantitatif yang diperoleh melalui angket yang dibagikan serta diisi oleh siswa-siswi kelas VIII SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta.

H. Sistematika Penulisan

BAB I merupakan pendahuluan, bagian pertama pendahuluan berisi gambaran situasi latar belakang, bagian kedua berisi identifikasi masalah, bagian ketiga berisi pembatasan masalah, bagian keempat berisi rumusan masalah, bagian kelima berisi tujuan penulisan, bagian keenam berisi manfaat penulisan, bagian ketujuh berisi metode penulisan dan bagian kedelapan berisi tentang sistematika penulisan yang berupa keseluruhan penulisan dari bab I hingga bab V.

Bab II menguraikan tentang kajian teori mengenai: Pendidikan Agama Katolik di sekolah, pendidikan budi pekerti dan perilaku sopan santun.

Bab III memaparkan tentang metode penelitian berdasarkan tempat penelitian di SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta.

Bab IV berisi tentang hasil dan pembahasan penelitian di SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta.

Bab V merupakan penutup, berisi kesimpulan dari penelitian dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis.

(24)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Pada Umumnya 1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah proses terorganisasikan, yang membuat sadar akan segala realitas agar seseorang dapat sampai kepada Tuhan sebagai tujuan akhirnya (Mardiatmadja, 1986 : 50).

Intisari pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda (hominisasi). Mendidik berarti membentuk manusia muda sehingga ia menjadi keseluruhan yang utuh (Driyarkara, 2006 : 299).

Salah satu masalah terbesar yang dihadapi pendidikan saat ini ialah bagaimana menyesuaikan cara berfikir manusia untuk menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks dan cepat berubah. Maka dunia pendidikan perlu merumuskan kembali cara proses pembelajaran di kelas dalam mengelola pengetahuan, karena dunia baru menuntut pendidikan untuk mengikuti tren kecenderungan budaya baru yang serba cepat dan pragmatis.

Pendidikan ialah gejala yang universal dan merupakan proses dalam usaha memanusiakan atau membudayakan manusia. Sesuai dengan kemajuan jaman dirasakan adanya kebutuhan untuk mempelajari cara-cara mendidik dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.

(25)

Selain itu pendidikan juga merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang (Setyakarjana, 1997 : 8).

Tiga sifat dasar pendidikan menurut Heryatno (2008 : 17-19) dalam buku Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah adalah :

a. Kegiatan yang bersifat ontologis

Dalam pendidikan kita pasti berhadapan dengan peserta didik sebagai manusia yang harus kita hormati dan perlakuan sebagai subyek bukan obyek. Proses pendidikan yang bersifat utuh berarti dapat memperkembangkan secara serentak dan seimbang dengan : head, heart, hands, dan home.

b. Kegiatan yang bersifat transenden

Pendidikan disatu pihak bertolak dari kenyataan hidup peserta didik yang bersifat historis : pendidikan selalu harus berusaha mengatasi keadaan sekarang. Pendidikan sebaiknya berpusat pada hidup peserta didik sehingga akan diberdayakan agar mereka dapat memperkembangkan dirinya secara terus menerus.

c. Kegiatan yang bersifat politis

Hakikat pendidikan yang bersifat politis berarti bagaimana semua pihak yang terlibat didalamnya dengan penuh kesadaran mengambil bagian di dalam penataan hidup bersama sehingga kenyataan hidup yang bersifat personal dan publik dapat saling mendukung.

(26)

2. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan yaitu agar seseorang secara bertahap diantar untuk semakin mengenal rahasia rencana penyelamatan Allah. Setiap hari seseorang tumbuh untuk menjadi semakin sadar atas karunia iman yang telah diterimanya sehingga semakin menghayati hidup pribadinya dengan jujur dan dalam kesucian dan kebenaran (Mardiatmadja, 1986 : 53).

Pendidikan membentuk pribadi secara bertahap artinya pendidikan dapat membantu seseorang untuk tumbuh berkembang menjadi pribadi yang dewasa sehingga seseorang mempunyai kepercayaan diri yang kuat. Melalui pendidikan ini seseorang diharapkan mempunyai kemampuan yang berguna bagi masa depan hidupnya serta dapat membantu perkembangan kepribadian.

Menurut GBHN terdapat 4 tujuan pendidikan yaitu : a. pengembangan pribadi

b. pengembangan warga negara c. pengembangan kebudayaan d. pengembangan bangsa

Pendidikan memupuk cipta, rasa dan karsa, maka tujuan pendidikan ialah bantuan agar seseorang atau peserta didik mampu mengembangkan potensi-potensinya.

Dapat diartikan juga bahwa tujuan pendidikan ialah membantu seseorang atau peserta didik untuk terus berkembang dan juga tumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa (Driyarkara, 2006 : 415). Pendidikan yang dialami oleh peserta didik ini

(27)

tidak hanya dari segi intelektual saja tetapi sungguh-sungguh membawa peserta didik menjadi pribadi yang utuh.

3. Pendidikan di Sekolah

Pendidikan di sekolah sebagai tempat pembentukan kepribadian secara menyeluruh pada dimensi hidup peserta didik secara sistematik dan kritis, oleh karena itu pendidikan di sekolah merupakan tempat yang istimewa dimana pembentukan secara menyeluruh terjadi melalui pertemuan hidup dan pengajaran (Sewaka, 1991 : 21).

Pendidikan dapat dilaksanakan melalui dua jalur yakni jalur sekolah dan jalur luar sekolah. Jalur sekolah merupakan pendidikan yang dilakukan dalam lingkup sekolah melalui kegiatan pembelajaran secara teratur yang mendidik peserta didik secara bertahap dalam bidang intelektual serta perkembangan kepribadian peserta didik. Pendidikan jalur luar sekolah dilakukan oleh orangtua terhadap anaknya dan juga masyarakat sekitar tempat tinggal peserta didik.

Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan oleh orangtua dalam keluarga, guru dalam sekolah, warga masyarakat serta pemerintah dalam negara. Pendidikan di sekolah merupakan sistem pendidikan yang berlangsung di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, yang merupakan upaya bantuan terhadap orangtua peserta didik dalam mendidik anak-anaknya. Bantuan pendidikan yang diberikan oleh sekolah bertujuan untuk membantu peserta didik berkembang dalam seluruh dimensi diri yakni dimensi afektif, kognitif dan psikomotorik serta membangun peserta didik menjadi seseorang yang bertakwa kepada Tuhan, mengusahakan perkembangan spiritual, sikap dan nilai hidup, pengetahuan, ketrampilan serta

(28)

perkembangan jasmani sehingga peserta didik dapat mengembangkan dirinya (Mardiatmadja, 1986 : 50).

Pendidikan formal yang terjadi di sekolah merupakan tempat yang penting karena secara terus menerus sekolah mendidik kemampuan budi, memperkembangkan kemampuan untuk menilai sesuatu, memadukan peserta didik ke dalam nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa yang bersangkutan serta menyiapkan peserta didik untuk memasuki hidup berkarya. Maka pendidikan di sekolah ini pada dasarnya merupakan bantuan yang sudah tergorganisasikan dalam proses pembentukan dan pengembangan budi dan daya peserta didik menjadi pribadi yang utuh dan mandiri (Setyakarjana, 1997 : 9).

B. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

1. Pengertian Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Pendidikan Agama Katolik membentuk manusia dalam segala dimensinya yang pokok dan dimensi Agama merupakan bagian yang integral dari pembentukan tersebut. Pendidikan Agama Katolik merupakan hak dan kewajiban yang sama dari siswa dan juga orangtua. Dalam Agama Katolik menjadi sarana yang sangat penting untuk mencapai kedalaman iman dan kebudayaan, maka Pendidikan Agama Katolik yang berbeda dan sekaligus tempat katekese harus merupakan bagian dari kurikulum di sekolah (Sewaka, 1991 : 70).

Pendidikan Agama Katolik juga perlu bervisi spiritual yang artinya Pendidikan Agama Katolik secara konsisten terus berusaha memperkembangkan kedalaman hidup naradidik, memperkembangkan jati diri atau inti hidup mereka.

(29)

Pendidikan Agama Katolik juga membantu peserta didik mengembangkan jiwa dan interioritas hidup mereka sehingga Pendidikan Agama Katolik di Sekolah tidak hanya mengejar prestasi akademis namun juga memperkembangkan kejujuran, kepekaan, kebijaksanaan, dan hati nurani naradidik (Heryatno, 2008 : 14).

Pendidikan Agama Katolik juga sebagai komunikasi iman, sebagai komunikasi iman perlu menekankan sifatnya yang praktis yang berarti Pendidikan Agama Katolik lebih menekankan tindakan (kehidupan) daripada konsep atau teori. Pendidikan Agama Katolik sebagai komunikasi penghayatan atau pengalaman iman karena menjadi mediasi transformasi iman yang berlangsung secara terus menerus (Heryatno, 2008 : 15-16).

Pendidikan Agama Katolik tidak dapat disamakan dengan mata pelajaran yang lain karena Pendidikan Agama Katolik merupakan pendidikan iman sehingga Pendidikan Agama Katolik merupakan upaya untuk pembentukan pribadi manusia beriman. Karena Pendidikan Agama Katolik juga sebagai salah satu usaha untuk menunjang tercapainya tujuan Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945 maka Pendidikan Agama Katolik di Sekolah juga terikat pada kurikulum dan waktu yang tersedia (Setyakarjana, 1997 : 9).

Ada tiga unsur dalam Pendidikan Agama Katolik Menurut Heryatno Wono Wulung (2008 : 50-53) :

a. Pengalaman Hidup Peserta

Pengalaman hidup peserta meliputi segala kegiatan hidup sehari-hari, pengalaman hidup peserta mencakup seluruh kenyataan hidup peserta.

(30)

Pengalaman hidup peserta dapat menjadi medan perjumpaan antara rahmat Allah dan tanggapan manusia, maka dengan adanya pengalaman hidup peserta, kegiatan pendidikan iman dapat menjadi relevan dan sungguh menanggapi kenyataan hidup dan kebutuhan peserta.

b. Visi dan Kisah Hidup Kristiani (Harta Kekayaan Iman Gereja)

Visi dan hidup Kristiani menjadi kerangka untuk menafsirkan pengalaman hidup konkret peserta, agar peserta dapat menyadari makna pengalaman hidupnya dan dihantar untuk sampai pada pengakuan iman Katolik yang lebih personal. Visi dan kisah hidup Kristiani digali dari sumber utamanya yaitu Kitab Suci dan harta kekayaan iman Gereja, keduanya ini perlu digunakan secara bersama-sama.

c. Komunikasi Hidup Konkret Peserta dengan Visi dan Kisah/Tradisi Kristiani Pendidikan Iman menjadi kegiatan yang bernilai edukatif dan transformatif jika pengalaman hidup konkret didialogkan dengan visi dan kisah Kristiani. Salah satu tugas utama Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ialah mendialogkan pengalaman hidup dengan harta kekayaan Iman Katolik, menemukan makna dari pergulatan hidup sehari-hari merupakan kegiatan mendasar dari hidup manusia. 2. Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Gravissimum Educationis (dokumen Konsili Vatikan II tentang Pendidikan

Kristen) menegaskan adanya 2 tujuan dasar pendidikan yaitu memperkembangkan pribadi manusia dan memperjuangkan kesejahteraan umum. Kedua tujuan tersebut tidak dapat dipisahkan tetapi saling berkaitan dengan erat. Pengertian lain mengenai tujuan pendidikan adalah demi tercapainya perkembangan setiap pribadi secara utuh dan demi pembentukan masyarakat yang berkeadaban

(31)

(Heryatno, 2008 : 13). Perkembangan pribadi yang utuh dapat dipahami sebagai perkembangan dalam diri peserta didik, bukan hanya mengenai pengetahuan saja melainkan meliputi perkembangan iman peserta didik. Perkembangan iman peserta didik yang ingin dicapai ialah perkembangan iman yang berlangsung seumur hidupnya, sehingga ketika peserta didik sudah lulus dari sekolah maka mereka masih bisa untuk mengembangkan iman yang ada pada dirinya.

Pendidikan Agama Katolik merupakan proses pendewasaan iman yang menjadi tujuan formal pendidikan iman yang berlangsung seumur hidup. Dalam pendidikan iman, pendewasaan iman tidak dapat terpisahkan dari pendewasaan kepribadian seseorang. Fokus pendidikan iman ialah perkembangan manusia secara utuh. Iman yang dewasa dapat diartikan sebagai iman yang berkembang semakin matang secara penuh dan bersifat holistik yang mencakup segi pemikiran, hati, dan praksis (Heryatno, 2008 : 23).

Dari tujuan pendidikan terlihat dengan jelas bahwa perkembangan iman dan kepribadian peserta didik yang utuh merupakan hal yang sangat penting. Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik kebutuhan hidup beriman dan pribadi setiap peserta didik perlu diperhatikan, sehingga para peserta didik dapat terbantu dalam menghayati dan memperkembangkan imannya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah a. Pendidikan Agama Katolik sebagai Pendidikan Iman

Pendidikan Agama Katolik di Sekolah juga dapat dikatakan sebagai pendidikan iman karena Pendidikan Agama Katolik di sekolah mempunyai tugas

(32)

khusus untuk membentuk peserta didiknya menjadi orang Katolik yang utuh. Pendidikan Agama Katolik di sekolah juga dapat membantu peserta didik untuk semakin mengembangkan iman mereka sehingga peserta didik semakin terlibat aktif dalam hidup menggereja dan bermasyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok (Adisusanto, 2000 : 1). Konsili Vatikan II menggambarkan iman secara lebih biblis dan lebih menyeluruh, misalnya dalam Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu dan Iman antara lain demikian :

Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan “ketaatan iman” (Rom 16:26; lih. Rom 1:5; 2 Kor 10:5-6). Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan”, dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu dan dikaruniakan oleh-Nya (DV, art 5).

Iman merupakan perjumpaan rahmat Allah yang tak terselami dan misteri kebebasan manusia. Iman juga merupakan tanggapan manusia terhadap Sabda Allah. Perlu diingat juga bahwa pertama-tama Sabda Allah bukanlah melulu suatu pengajaran, tetapi terutama merupakan suatu fakta keselamatan yang memiliki sifat hubungan antar pribadi. Inilah aspek eksistensial perwahyuan diri Allah dalam sejarah umat manusia. Dalam menghadapi kenyataan keselamatan semacam ini manusia tidak bisa menutup diri, manusia perlu memberi tanggapan dengan memutuskan sikap yang tepat dalam keseluruhan rencana keselamatan Allah.

Iman merupakan jawaban pribadi dan menyeluruh dari manusia kepada Tuhan. Iman bukan hanya sekedar persetujuan akal atau ketaatan moral, sesuai dengan hakekat Sabda Allah yang dinamis, hidup dan personal melainkan iman

(33)

tampak sebagai penyerahan pribadi secara menyeluruh. Manusia yang beriman ialah manusia yang bersedia untuk menyerahkan diri kepada Tuhan, untuk percaya kepada Tuhan secara menyeluruh serta mengandalkan dirinya kepada Tuhan.

Dalam hal ini, Pendidikan Agama Katolik tidak sekedar pendidikan yang mengajarkan mengenai perkembangan intelektual saja namun lebih mengarahkan peserta didik kepada hidup beriman dan berkepribadian yang utuh. Pendidikan iman yang terjadi hendaknya menolong peserta didik untuk bertumbuh dalam kesadaran akan dirinya, kesadaran akan lingkungannya, serta kesadaran akan umat beriman. Kesadaran akan dirinya peserta didik diajak untuk memahami dirinya sendiri melalui sikap dan perbuatan hidupnya, peserta didik juga belajar untuk memahami lingkungan sekitar dimana mereka tinggal baik sekolah maupun lingkungan masyarakat. Kemudian secara pribadi peserta didik juga akan menyadari hubungannya dengan Tuhan, peserta didik dibentuk dalam sikap-sikap dan nilai-nilai Kristiani (Setyakarjana, 1997 : 10).

b. Pendidikan Agama Katolik sebagai pembinaan sikap

Beriman adalah relasi seseorang dengan Tuhan, namun tidak bisa lepas dari peran serta orang lain yang selalu hidup berdampingan dengannya. Pembentukan pribadi yang utuh bagi peserta didik SMP, Pendidikan Agama Katolik di SMP hendaknya memungkinkan terjadinya proses pergumulan dalam diri peserta didik sehingga dapat membantu peserta didik untuk membangun sikap-sikap dasar dalam hidup berdasarkan penghayatan iman serta pengembangan manusia dari

(34)

dalam dengan membebaskan dia dari suasana yang mungkin menghalang-halanginya menjadi manusia yang sungguh-sungguh utuh (Sewaka, 1991 : 22). 4. Proses Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Proses Pendidikan Agama Katolik di sekolah menggunakan dialog partisipatif aktif, yang lebih diutamakan dalam Pendidikan Agama Katolik ialah komunikasi, interaksi atau dialog iman yang terjadi selama proses pembelajaran antar peserta didik serta antara peserta didik dengan guru yang berarti hubungan pribadi dengan peserta didik. Apabila seorang guru melaksanakan hubungan itu dengan keyakinan bahwa para siswa memiliki nilai-nilai yang pada dasarnya positif, hubungan tersebut akan memungkinkan keterbukaan dan dialog yang memudahkan pemahaman tentang kesaksian iman yang diungkapkan melalui perilaku guru (Sewaka, 1991 : 53).

Guru juga dapat menjadi sahabat atau teman bagi peserta didik sehingga dapat terjalin relasi yang harmonis dan secara aktif guru dapat membantu memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh peserta didik, sehingga dapat memudahkan proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan proses pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan baik serta lancar sesuai dengan kebutuhan para peserta didik. Hal ini bertujuan agar peserta didik mampu mengolah segi-segi yang berkaitan dengan hidup berimannya dan peserta didik mampu untuk membentuk iman mereka masing-masing.

5. Kekhasan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Pendidikan Agama Katolik di sekolah tidak bisa disamakan begitu saja dengan mata pelajaran yang lainnya. Pengetahuan memang dipentingkan tetapi itu

(35)

bukanlah satu-satunya, yang dipentingkan ialah bagaimana mempertanggungjawabkan pengetahuan itu. Pengetahuan disampaikan tidak semata untuk diketahui, tetapi harus lebih dimengerti dan dipahami “mengapanya”. Peserta didik diajak untuk mempertanggungjawabkan apa yang diketahuinya, diajak untuk memikirkan kenapa, dan bagaimana. Diharapkan juga bahwa pemahaman iman, penghayatan iman tumbuh sehingga sikap peserta didik terolah. Jadi Pendidikan Agama Katolik di sekolah adalah bentuk pelayanan demi pembinaan iman di sekolah dalam mengembangkan pribadi dengan situasi dan kondisinya, kelemahan dan kelebihannya berserta tuntutan-tuntutannya (Setyakarjana, 1997 : 9).

C. Peranan Guru Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Setiap orang yang membantu pembentukan manusia yang utuh adalah seorang pendidik, tetapi seorang pendidik menjadikan usaha membentuk peserta didik secara utuh sebagai profesi yang harus mereka jalankan (Sewaka, 1991 : 50). Tugas utama Guru Pendidikan Agama Katolik ialah mengajar Agama secara sistematis, namun tidak hanya itu saja. Seorang Guru Agama Katolik juga membantu untuk menjelaskan persoalan-persoalan yang muncul dari mata pelajaran lainnya. Peranan seorang Guru Agama Katolik itu penting, karena mereka tidak memberikan ajarannya sendiri melainkan mengajarkan tentang Yesus Kristus.

Pendidikan Agama Katolik di Sekolah adalah salah satu bentuk karya pewartaan Gereja yang dilaksanakan di Sekolah untuk membantu mewujudkan

(36)

tujuan Nasional Pendidikan. Dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti, sosok Guru yang dibutuhkan untuk mengembangkan pribadi peserta didik ialah Guru yang memiliki spiritualitas yang baik. Sosok Guru yang memiliki spiritualitas yaitu seorang Guru yang bersifat Kristosentris, yang berarti seorang Guru memandang hidup peserta didik dengan kacamata positif dimana peserta didik juga diciptakan oleh Allah menurut citra dan gambar-Nya. Relasi penuh kepercayaan dan persahabatan dengan Yesus menjadi dasar dan sumber spiritualitas seorang Guru Agama Katolik (Heryatno, 2008 : 95).

1. Guru Agama sebagai Pendidik Hidup Beriman

Sebagai seorang pendidik seorang Guru harus membantu peserta didik untuk mencapai hidup beriman, Guru mengajak peserta didiknya dengan penuh kepercayaan membuka hati untuk mengenal Bapa, Putra, dan Roh Kudus melalui doa pribadi maupun doa liturgi. Pengalaman iman bukan sesuatu yang dipaksakan melainkan sebagai suatu jawaban bebas dan cinta kepada Allah yang mencintai kita (Sewaka, 1991 : 116-117).

Seorang Guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti memiliki tugas untuk mendidik hidup peserta didik agar mereka semakin dewasa dalam iman dan juga pribadinya. Pendewasaan iman dalam diri peserta didik juga menjadi salah satu tujuan dalam Pendidikan Agama Katolik, oleh karena itu Guru diharapkan dapat mengarahkan peserta didiknya kepada perkembangan iman yang utuh. Seorang Guru juga diharapkan memiliki kedewasaan iman sehingga bisa menjadi teladan dan panutan untuk peserta didiknya.

(37)

2. Guru Agama sebagai Pembimbing Hidup Rohani

Membimbing adalah sebuah proses pemberian bantuan kepada individu untuk mencapai pemahaman yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal terhadap keluarga, masyarakat dan sekolah. Seorang Guru diharapkan mampu menjadi pengarah dan pembimbing kepada peserta didik dengan cara memberikan fasilitas belajar serta mampu menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif bagi peserta didiknya. Hal tersebut tidak hanya dilakukan didalam kelas saja, namun guru juga harus menjadi pembimbing diluar kelas sehingga seorang Guru memiliki hubungan yang lebih dekat dengan peserta didik. Setiap guru memiliki tugas memberikan dan mendampingi peserta didik dalam memperoleh suatu pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman lain diluar fungsi sekolah seperti tingkah laku pribadi dan spiritual di masyarakat dengan cara mengajak peserta didik dengan mengadakan acara rekoleksi, retret, camping rohani dan acara persaudaraan kelas yang lainnya (Heryatno, 2008 : 3).

3. Guru Agama sebagai saksi Iman

Tugas seorang Guru ialah menjadi saksi Iman bagi peserta didiknya. Melalui kesaksian Iman maka pelajaran Agama Katolik menjadi hidup, kesaksian seorang Guru dapat menjadi contoh konkret bagi para peserta didiknya. Dengan kesaksian hidup membawa Yesus Kristus kepada seluruh peserta didik. Kesaksian hidup dan keteladanan menjadi cara yang utama untuk menghayati spiritualitas sebagai Guru Agama Katolik di Sekolah (Sewaka, 1991 : 96). Dengan begitu seorang Guru didorong untuk menghayati semangat pertobatan yang terus menerus yang

(38)

membawa seseorang pada persatuan dengan Yesus Kristus dan dengan peserta didik.

D. Pendidikan Budi Pekerti

1. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti

Budi pekerti berasal dari kata budi dan pekerti, pekerti berarti tabiat atau perbuatan sedangkan budi berarti pikiran, akal atau keinsafan menentukan yang baik atau buruk. Jadi budi pekerti adalah segala tabiat atau perbuatan manusia yang berdasar pada akal dan pikiran. Maka orang yang berbudi pekerti dapat berbuat, dapat mencintai serta dapat membedakan perbuatan-perbuatan mana yang baik dilakukan serta perbuatan-perbuatan mana yang tidak baik untuk dilakukan dan harus ditinggalkan (Imran Pohan, 1966 : 17).

Budi Pekerti dapat diartikan sebagai pimpinan bagi segala pekerti, ialah perbuatan yang bersumber pada budi atau budaya. Maka kata budi pekerti dapat diartikan sebagai perbuatan atau tindakan sadar yang sungguh diinsafi oleh budi manusia dan bukannya keaktifan-keaktifan yang tidak sadar. Jadi, didikan budi pekerti juga dapat diartikan sebagai pimpinan bagi segala perbuatan baik yang memang didasari kebaikannya (Soedjadi, 1959 : 9).

Pendidikan budi pekerti adalah usaha sadar untuk mendampingi, mengarahkan, dan melatih peserta didik agar tingkah lakunya mencerminkan atau sejalan dengan nilai-nilai luhur yang dipilih dan diyakini. Sebagai sikap jelas budi pekerti berisikan suatu pandangan dari dalam diri orang itu, sedangkan sebagai perilaku budi pekerti harus berwujud tindakan yang mencerminkan sikap dasar

(39)

orang itu. Dengan demikian ada 2 unsur yaitu unsur pemahaman atau pengertian, dan unsur tindakan perbuatan yang keduanya harus saling melengkapi.

2. Budi Pekerti

a. Sasaran yang dapat dicapai dalam pendidikan nilai menurut Mardiatmadja (1986 : 56-57) :

1) Membantu peserta didik atau siswa untuk menyadari makna nilai dalam hidup manusia.

2) Membantu pendalaman dan pengembangan pemahaman serta pengalaman nilai.

3) Membantu peserta didik atau siswa untuk mengambil sikap terhadap aneka nilai dalam perjumpaan dengan sesama agar dapat mengarahkan hidupnya bersama oranglain secara bertanggung jawab.

Budi pekerti menekankan aspek pola pikir, perilaku, dan nilai hidup. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan yang artinya pola pikir merupakan suatu pandangan anak, perilaku merupakan tindakan nyata, dan nilai hidup merupakan sesuatu yang diyakini dalam hidup. Perilaku harus berwujud tindakan yang mencerminkan hidup dan tingkah laku. Jadi, pola pikir, perilaku, dan nilai hidup harus berkembang secara bersama-sama.

b. Pendidikan budi pekerti ditujukan pada pembentukan unsur-unsur :

1) Pembentukan unsur kecerdasan, agar terbentuk daya budi yang dapat memutus serta menentukan nilai-nilai susila tingkahlaku manusia.

2) Pembentukan unsur perasaan, agar terbentuk perasaan hati yang dapat menimbang mana yang baik dan mana yang buruk.

(40)

3) Pembentukan unsur kemauan, agar terbentuk kemauan yang dapat melaksanakan dan mengarahkan semua tenaga manusia untuk sesuatu tujuan atau tingkah laku.

c. Ada sepuluh nilai budi pekerti Menurut Paul Suparno (2015 : 107-115) : 1) Nilai Religiositas

Mampu berterimakasih dan bersyukur, menghormati dan mencintai Tuhan yang diwujudkan dalam doa.

2) Nilai Sosialitas

Mampu bertoleransi dalam setiap kegiatan di lingkungan, menghindari tindakan yang mau menang sendiri, memperbaiki diri melalui saran dan kritik dari oranglain.

3) Nilai Gender

Penghargaan terhadap perempuan dalam bertindak dan bersikap positif terhadap perempuan. Selalu menghindari sikap yang meremehkan perempuan, selalu menunjukkan apresiasi terhadap tamu perempuan, guru maupun teman.

4) Nilai Keadilan

Menghindari diri sendiri dari sikap memihak, mempunyai penghargaan terhadap hak-hak oranglain dan mengedepankan kewajiban diri serta tidak ingin menang sendiri.

5) Nilai Demokrasi

Menghargai usaha dan pendapat oranglain serta tidak menganggap dirinya yang paling benar dalam setiap perbincangan. Memandang positif sikap

(41)

oranglain dan menghindari diri dari berburuk sangka serta bisa menerima perbedaan pendapat.

6) Nilai Kejujuran

Menghindari sikap bohong, mengakui kelebihan oranglain dan selalu mengakui kekurangan, kesalahan atau keterbatasan diri sendiri. memilih cara yang terpuji dalam melaksanakan tugas, ujian atau kegiatan.

7) Nilai Kemandirian

Mampu berinisiatif, bertanggung jawab pada diri sendiri secara konsekuen. Tidak tergantung pada oranglain. Menghindari pengaruh, ucapan atau perbuatan oranglain.

8) Nilai Daya Juang

Gigih dan percaya diri dalam mengerjakan setiap hal, menghindari tindakan sia-sia dalam hal belajar maupun dalam suatu kegiatan. Optimal dalam mewujudkan keinginan dan tidak putus asa serta meninggalkan sikap malas. 9) Nilai Tanggung Jawab

Mengerjakan segala tugas-tugas dengan semestinya. Menghindari diri dari sikap menyalahkan oranglain, memahami dan menerima resiko dari suatu tindakan terhadap diri sendiri dan oranglain.

10) Nilai Penghargaan terhadap Lingkungan Alam

Menjaga kebersihan lingkungan dan menghindari dari tindakan mencoret dinding dan selalu memperhatikan sampah serta tanaman sekitar.

(42)

E. Perilaku Sopan Santun

1. Sopan Santun Menurut Dwijawiyata (1974 : 7-46) : a. Berbicara

1) Pada waktu kita berbicara, janganlah terlalu banyak menarik perhatian orang lain dengan banyak kata atau gerak gerik yang terlalu.

2) Jika kita berbicara, hendaknya jangan sampai mengeluarkan kata-kata yang menyinggung perasaan atau kehormatan oranglain.

3) Pada waktu berbicara hendaknya kita menatap wajah orang yang kita hadapi dan jangan melengos ke kanan atau ke kiri, seakan-akan kita tidak memperhatikan oranglain, tidak mau mendengarkan atau acuh tak acuh. 4) Sewaktu orang yang lebih tua sedang berbicara, hendaklah yang muda diam

dan mendengarkan dengan penuh perhatian. b. Duduk

1) Jika kita duduk dikursi menghadapi orang lain, apalagi menghadapi orangtua atau atasan kita, maka janganlah sekali-kali duduk dengan bersilang kaki atau menyodorkan telapak kaki jauh ke depan.

2) Sikap duduk yang baik ialah badan tegak lurus, jangan condong ke kiri atau ke kanan. Kedua kaki tegak lurus dilantai atau sebuah kaki tegak lurus dan kaki yang lain boleh agak maju sedikit ke depan, tetapi kedua telapak kaki tetap di lantai.

3) Jika kita duduk dikursi, sebaiknya kursi itu kita duduki seluruhnya jangan hanya sedikit bagian depan saja. Jika kursi itu bersandaran, sebaiknya kita juga bersandar tetapi jangan berbaring seperti orang bermalas-malas.

(43)

4) Sebelum dan sesudah duduk dikursi, hendaknya kursi itu jangan diseret, melainkan diangkat ke belakang atau ke depan sedikit agar tidak menimbulkan suara yang kurang enak didengar.

c. Berjalan

1) Waktu berjalan, hendaknya sikap badan lurus dan tegap. Jangan membungkuk, jangan melangkah besar-besar atau sebaliknya dan jangan pula dengan membanting-banting kaki.

2) Hendaknya kita jangan berjalan sambil mengobrol di tengah jalan. Jangan pula kita berjalan sambil melongo ke kiri atau ke kanan atau selalu menunduk ke tanah. Sebaiknya kita bersikap biasa saja, dan tetap memandang ke depan. 3) Janganlah berjalan sambil makan atau minum, jangan pula berjalan sambil

membetulkan atau memperbaiki lekat pakaian di tengah jalan. 4) Jangan berjalan sambil membaca surat kabar atau membaca buku.

5) Jika kita lewat di hadapan orang, janganlah kita membelakangi orang itu, melainkan harus menghadap kepada orang itu.

d. Berpakaian

1) Hendaklah kita selalu berpakaian yang pantas, cukup bersih dan rapi serta sedap dipandang.

2) Kebersihan pakaian juga harus kita perhatikan sungguh-sungguh. Jangan sampai kita mengenakan pakaian yang sudah berbau keringat atau karena sebab lain.

3) Hendaknya kita jangan mengenakan pakaian yang terlalu sempit atau terlalu longgar.

(44)

4) Rambut hendaknya selalu tersisir rapi, lekat dasi serta kaos kaki harus kita perhatikan pula. Demikian juga sepatu, hendaknya selalu bersih.

e. Meminjam

1) Sebaiknya jangan sampai meminjal sesuatu sekalipun dengan sahabat yang terakrab, kecuali jika memang keadaannya sangat mendesak dan tiada jalan lain.

2) Jika terpaksa meminjam sesuatu, hendaknya pinjaman itu segera kita kembalikan jangan sampai berlarut-larut melewati batas waktu yang telah kita janjikan. Jangan sampai kita menunggu sampai yang empunya meminta kembali.

3) Seandainya berhalangan sehingga tidak dapat mengembalikan pada waktunya, sebaiknya kita segera memberitahukan hal itu dan meminta maaf kepada yang empunya.

4) Waktu mengembalikan pinjaman hendaknya keadaannya seperti ketika barang itu dipinjam. Jika kotor atau rusak di tangan kita, maka kita wajib segera mengganti dengan yang baru.

5) Barang atau uang yang kita pinjam, hendaknya jangan dipinjamkan kepada orang lain.

2. Filsafat Tingkah Laku

Tindakan manusia dalam berperilaku juga dapat dinilai sebagai baik atau buruk, jika tindakan seseorang dinilai dari baik atau buruknya maka tindakan tersebut seakan-akan berasal dari dalam diri seseorang atau dilakukan dengan kesadaran atas pilihan (kesengajaan). Dalam ilmu psikologi dibedakan antara

(45)

tindakan yang sengaja dan tindakan yang tidak disengaja, kerap kali manusia dapat membedakan tindakan kita yang sengaja dari yang tidak sengaja tersebut. Didalam pergaulan dengan sesama manusia juga membedakan tindakan yang sengaja dan tidak sengaja, kesengajaan menjadi dasar penilaian terhadap kesalahan sesama kita (Poedjawijatna, 1968 : 5-13).

Manusia pada umumnya mengetahui adanya perbuatan yang baik dan buruk, pengetahuan tersebut disebut sebagai kesadaran etis atau kesadaran moral. Ketika seseorang dilahirkan memang mempunyai daya yang belum dapat dipergunakan. Namun dapat dikatakan bahwa daya untuk tahu tindakan baik atau buruk tersebut sudah ada pada manusia seperti daya tahu biasa. Kemudian dalam perkembangannya kesadaran moral akan berfungsi dalam tindakan yang kongkrit untuk memberi sebuah keputusan terhadap tindakan mengenai suatu hal baik atau buruknya (Poedjawiyatna, 1968 : 16-17).

F. Hubungan Antara Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti dengan Perilaku Sopan Santun

1. PAK dan Budi Pekerti Membentuk Kedewasaan Manusiawi

Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di sekolah juga dapat dikatakan sebagai sarana untuk membentuk kedewasaan manusiawi. Kedewasaan muncul dari kesadaran dalam setiap pribadi. Seseorang yang dewasa secara manusiawi adalah seseorang yang telah mencapai suatu kesatuan yang fundamental dalam kepribadiannya. Ia tidak lagi dalam proses penemuan serta realisasi diri sendiri seperti halnya dengan para remaja (Seri Puskat 3, 1972 : 4).

(46)

Seseorang yang dewasa sudah sepenuhnya menjalani kepribadiannya. Orang yang sudah matang kepribadiannya maka dia akan mulai mempunyai perhatian yang ada diluar dirinya, hal ini merupakan interaksi dengan orang lain tidak hanya dengan satu orang saja namun dengan semua orang yang dijumpainya serta memiliki hubungan yang akrab dengan orang lain.

Seseorang yang sudah dewasa juga mampu untuk mengenal dirinya sendiri, mampu menahan dan mengendalikan emosi, sabar dalam mengolah permasalahan yang sedang dihadapinya dan mempunyai persepsi yang realistis terhadap orang lain.

Dalam hal ini Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di SMP juga mengajak para peserta didik untuk memiliki kedewasaan yang matang. Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti tidak hanya mengajarkan kepada peserta didik mengenai pengetahuan saja melainkan juga mengajak peserta didik untuk menjadi pribadi yang dewasa secara manusiawi yang mampu memahami dirinya sendiri sehingga Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di sekolah berperan dalam membentuk kedewasaan secara manusiawi kepada peserta didik untuk menjadi seseorang yang matang secara menyeluruh dan tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.

2. PAK dan Budi Pekerti Membentuk Kedewasaan Iman

Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di sekolah memiliki tempat yang sentral untuk membentuk kedewasaan iman dengan cara mengajak manusia menyadari kehadiran Tuhan didalam hidupnya. Seseorang membentuk imannya dengan penghayatan iman yang mereka alami, mereka diajak untuk mengetahui

(47)

mengenai iman dan perwujudan iman didalam kehidupan nyata. Thomas Groome (2010 : 81) mengatakan bahwa iman Kristen sebagai realitas yang hidup memiliki tiga dimensi yang esensial yakni : Iman sebagai kegiatan keyakinan budi (faith as

believing), Iman sebagai kegiatan mempercayakan (faith as trusting), Iman

sebagai kegiatan melakukan (faith as doing).

Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di SMP menanamkan ketiga dimensi esensial supaya peserta didik dapat menghayati dan menyadari dimensi-dimensi tersebut untuk membentuk kedewasaan iman yang utuh. Maka peserta didik dapat menyadari pribadi dan hidupnya sehingga dapat mengalami kedewasaan iman yang dapat membuat hidupnya menjadi lebih berkembang kepada hal-hal yang positif dalam kehidupan di keluarga, sekolah maupun masyarakat sekitarnya. Melalui penyadaran akan hidup iman peserta didik, peserta didik mulai dapat membentuk hidupnya dengan mengembangkan kepribadiannya melalui tindakan nyata yang mereka alami dalam hidupnya.

Iman merupakan anugerah dari Allah yang menggerakan batin manusia dan manusia percaya akan anugerah iman dari Allah tersebut. Penekanan iman adalah tekanan iluminasi batiniah yang merupakan peringatan iman yang penting bahwa iman selalu pemberian dari Allah, timbul dari Anugerah Allah yang bekerja di dalam. Iman Kristen sekurang-kurangnya adalah kepercayaan, tetapi iman juga harus lebih dari kepercayaan jika iman adalah realitas yang hidup (Groome, 2010 : 85-87).

Dimensi iman yang bersifat kepercayaan ini mengambil bentuk hubungan pribadi yang penuh kepercayaan dengan Allah yang menyelamatkan di dalam

(48)

Yesus Kristus dan mempercayakan diekspresikan dalam kesetiaan, kasih, dan kelekatan karena Allah setia kita dapat menyerahkan diri kita dengan penuh kepercayaan dengan Allah. Tekanan pada dimensi iman yang berdasarkan kepercayaan memperlihatkan kebenaran yang tidak pernah boleh diabaikan atau dianggap sudah otomatis. Panggilan Kerajaan Allah merupakan panggilan dari Allah untuk menjalin relasi kepercayaan yang tak terbatas dengan kesetiaan Allah dan kuasa Allah yang menyelamatkan (Groome, 2010 : 87-88).

Iman sebagai respon terhadap Kerajaan Allah dalam Kristus harus mencakup melakukan kehendak Allah. Secara lebih khusus, melakukan kehendak Allah harus diwujudkan dalam kehidupan yang setia pada hidup, mengasihi Allah dan mengasihi sesama seperti diri kita mengasihi diri sendiri (Groome, 2010 : 90). Iman yang hidup sekurang-kurangnya memiliki tiga kegiatan yang penting yaitu kegiatan keyakinan budi (believing), mempercayakan (trusting), dan melakukan (doing).

Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di SMP menanamkan pembelajaran yang menyangkut ketiga dimensi tersebut, agar para peserta didik dapat menyadari serta menghayati untuk membentuk kedewasaan iman yang utuh. Dengan begitu peserta didik dapat menyadari hidup dan pribadinya sehingga mengalami kedewasaan yang membuat hidup mereka semakin berkembang kedalam hal-hal yang positif dalam kehidupan di keluarga, masyarakat maupun lingkungan sekolah. Peserta didik dapat membentuk hidupnya dengan mengembangkan kepribadiannya yang mereka lakukan melalui tindakan nyata yang mereka alami dalam perjalanan hidupnya sehari-hari.

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Sejarah SMP Maria Immaculata, Yogyakarta 1. Tahun berdiri SMP Maria Immaculata Marsudirini

SMP Maria Immaculata Marsudirini beralamatkan di Jalan Brigjen Katamso 4 Yogyakarta. SMP Maria Immaculata Marsudirini merupakan sekolah yang bernaung dibawah Yayasan Marsudirini berpusat di Jalan Ronggowarsito 8 Semarang. Sejarah SMP Maria Immaculata diawali ketika Yayasan Kanisius pasca perang kemerdekan membentuk MULO Katolik (SMP), para Bruder FIC diminta menangani murid-murid laki-laki sedangkan murid-murid putri diserahkan kepada para Suster OSF.

Peristiwa ini seiring dengan keluarnya Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1952 tentang pengelolaan sekolah-sekolah swasta. Sekolah-sekolah swasta harus dikelola oleh sebuah Yayasan. Berdasarkan peraturan Pemerintah tersebut, Keuskupan Agung Semarang mendirikan Yayasan Kanisius yang menaungi semua sekolah Katolik termasuk sekolah-sekolah Katolik milik Suster-Suster OSF. Dalam perkembangan waktu tarekat-tarekat mendirikan Yayasan sendiri dan melepaskan diri dari Yayasan Kanisius.

Pada tanggal 5 Juli 1954 Suster-Suster OSF mendirikan Yayasan Marsudirini yang menaungi sekolah-sekolah OSF termasuk didalamnya SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta.

(50)

Visi dan Misi Yayasan Marsudirini

a. Visi

“Karya Pendidikan Marsudirini mengembangkan pribadi yang cerdas, beriman pada Tuhan, mencintai sesama dan alam ciptaan-Nya.”

b. Misi

Meningkatkan pribadi yang utuh meliputi :

1) Segi fisik

2) Kecerdasan intelektual, Emosi, Rohani, Sosial

3) Persaudaraan Fransiskan, sehingga dapat menyumbangkan diri bagi kesejahteraan umum

Visi dan Misi SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta

a. Visi

“Karya Pendidikan Marsudirini mengembangkan pribadi yang cerdas, beriman pada Tuhan, mencintai sesama dan alam ciptaan-Nya.”

b. Misi

1) Menjadikan peserta didik yang cerdas intelektual, berkarakter dan berbudaya.

2) Membantu peserta didik menggali dan mengembangkan minat, bakat dan kreatifitas.

(51)

3) Meningkatkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungan sosial dan lingkungan ciptaan-Nya.

4) Membantu peserta didik mampu menguasai dan menggunakan teknologi secara tepat di era globalisasi.

2. SMP Perempuan

Status SMP Maria Immaculata Marsudirini mengalami perubahan serta perkembangan ke jenjang yang lebih baik sesuai dengan kebijakan Pemerintah. Mulai dari berstatus Bersubsidi pada tanggal 15 Februari 1950, menjadikan Disamakan pada tanggal 12 Mei 1986 dan akhirnya pada tanggal 25 Februari 2005 dalam Akreditasi mendapatkan nilai A. Saat awal berdiri SMP Maria Immaculata Marsudirini hanya menerima murid putri saja, dengan jumlah 4 lokal paralel. Usaha memenuhi kebutuhan masyarakat yang menginginkan murid putra diperbolehkan sekolah di SMP Maria Immaculata Marsudirini sehingga pada tahun 1993 SMP Maria Immaculata Marsudirini menerima siswa putra.

Dalam perkembangannya semakin banyak warga masyarakat yang mempercayakan pendidikan putra-putrinya ke SMP Maria Immaculata Marsudirini, sehingga pada tahun 1993 SMP Maria Immaculata menambah lokal menjadi 6 paralel dan mengampu anak didik setiap tahunnya rata-rata 702 murid. SMP Maria Immaculata Marsudirini dari tahun ke tahun terus berbenah diri agar lebih dapat berkompetisi dengan sekolah lain, terlebih SMP Maria Immaculata Marsudirini berlokasi di kota Pendidikan Yogyakarta yang memiliki nilai kompetisi tinggi.

(52)

3. Perubahan SMP Maria Immaculata Yogyakarta

Pada tahun pelajaran 2006-2007 SMP Maria Immaculata Marsudirini menjalani rotasi kepemimpinan yang semua dipimpin oleh Dra. Sr. M. Ignatine, OSF diganti Sr. M. Ancila, S.Pd. Sebagai Kepala Sekolah baru Sr. M. Ancila, S.Pd tanggap dengan situasi Yogya sebagai kota pendidikan yang berarti harus siap berkompetisi dengan sekolah lain.

Supaya SMP Maria Immaculata Marsudirini lebih dipercaya oleh masyarakat, langkah awal yang dibenahi adalah sumber daya yang ada di SMP Maria Immaculata yaitu Guru dan karyawan harus dapat menjadi teladan bagi siswa terutama dalam hal kedisiplinan. Maka dijalankan prinsip jika siswa tidak boleh terlambat maka Guru dan karyawan juga tidak boleh terlambat. Guru dan karyawan pun dilarang merokok di areal sekolah, dengan harapan para murid pun meneladan Guru dan karyawan SMP Maria Immaculata Marsudirini untuk tidak merokok. Rapat kerja digelar selama 4 hari pada awal dan akhir tahun pelajaran dengan satu semangat kebersaman (yang mempunyai kemampuan lebih membimbing teman-teman yang membutuhkan), sehingga pada saat pelajaran dimulai para Guru sudah tidak dibebani dengan pembuatan administrasi.

4. Moving Class

Fasilitas pendukung keberhasilan siswa dikembangkan dengan system moving

class, yaitu setiap pergantian jam pelajaran para murid pindah menuju kelas

berikutnya. Agar kondisi kelas dapat mendukung system moving class sesuai dengan pelajaran, kelas-kelas disetting sesuai dengan karakter kelas mata

(53)

pelajaran yang diampu sehingga diperlukan fasilitas kelas untuk mendukung pelajaran. Maka disetiap kelas yang membutuhkan peralatan audio video, kelas dilengkapi dengan TV 21” dengan player serta OHP agar pelaksanaan program KTSP dapat berjalan dengan lancar.

Ruang kelas SMP Maria Immaculata Marsudirini direnovasi dengan keramikisasi seluruh ruangan ditambah 2 kipas angin guna memperlancar sirkulasi udara di dalam kelas. Ruang baca dilengkapi dengan meja kursi bersekat agar murid ketika berada di Ruang baca terjaga ketenangannya. Ditahun pelajaran 2008-2009 fasilitas Ruang baca dikembangkan dengan audio video, komputer pendidikan dan LCD serta penambahan aneka buku pengetahuan termasuk kamus-kamus bergambar seri terbaru dengan harapan kebutuhan pengembangan pengetahuan siswa dapat terpenuhi.

Laboratorium Bahasa juga dikembangkan, Laboratorium IPA ditingkatkan materinya, ruangan praktikum IPA direnovasi dilengkapi dengan sarana tempat untuk mencuci peralatan laboratorium yang memadahi. Ditahun pelajaran 2008-2009 siswa ketika praktek di Laboratorium diwajibkan memakai baju praktikum guna memperlancar kegiatan praktek serta mendukung suasana praktek. Program Komputer dikembangkan ke Windows XP, pelayanan BK dengan tiga ruang pelayanan, ruang khusus ketrampilan dan ruang musik. Dalam bidang olahraga dibangun lapangan basket mini di halaman sekolah guna memenuhi harapan para murid yang telah lama tersimpan tak kunjung tiba.

(54)

Langkah konkret tersebut diambil oleh Sr. M. Ancila, S.Pd selaku Kepala Sekolah dengan satu harapan agar kedepannya SMP Maria Immaculata Marsudirini semakin eksis di tengah masyarakat dan warga masyarakat semakin percaya untuk menyekolahkan putra-putrinya di SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta (Buku Kenangan SMP Maria Immaculata Marsudirini, 2008 : 9-10).

5. Profil Alumni SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta a. Identitas

1) Nama : Debora Tri Utami

Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 09 April 1989

Alamat : Jlagran GT. II/191, Yogyakarta

Pekerjaan : Guru TK

Tahun Lulus : 2004

Nilai yang didapat dari sekolah : Kasih, Disiplin, Cerdas, Berani,

Jujur

6. Identitas SMP Maria Immaculata Marsudirini (Buku Kenangan SMP Maria Immaculata Marsudirini, 2008 : 12)

Nomor Statistik Sekolah : 202046011026

(55)

Alamat Sekolah :

a. Jalan : Brigjen Katamso 4

b. Kecamatan : Gondomanan

c. Kabupaten/Kota : Yogyakarta

d. Provinsi : Daerah Istimewa Yogyakarta

e. Kode Pos : 55121

f. No Telp dan Fax : (0274) 372975

g. Email : smpimmaculatayk.yahoo.co.id

Sekolah dibuka tahun : 1954

Status Tanah : Hak Milik

Luas Tanah : 2393 M2

Luas Bangunan : 1210 M2

7. Fasilitas

Berikut merupakan fasilitas yang disediakan SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta. Ruang kelas ber-AC, Lab Komputer, Lab Biologi, Lab Bahasa, Lab Kimia, Lab Multimedia, Lab IPS, Ruang Piket, Ruang Pramuka, Koperasi, Green House, Aula, Perpustakaan, Lapagan Voli, Lapangan Futsal, Lapangan Basket, Ruang Doa, Tempat Parkir, Ruang Guru, Kamar Mandi, Kantin, Ruang BK, UKS.

(56)

B. Metodologi Penelitian

Bagian ini menguraikan metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan, metodologi penelitian meliputi jenis penelitian, desain penelitian. Bab ini membahas pula mengenai tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik dan instrumen pengumpulan data, pengolahan serta analisis data. Secara singkat hal-hal diatas akan diuraikan dalam penjelasan sebagai berikut.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, serta digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif. (Sugiyono, 2018 : 8).

2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian Ex Post Facto. Desain penelitian Ex Post Facto yaitu penelitian yang dilakukan untuk meneliti sebuah peristiwa yang sudah terjadi yang kemudian melihat kembali ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut.

Perlakuan pada Ex Post Facto telah terjadi sebelum peneliti melakukannya. Peneliti sama sekali tidak melakukan kontrol terhadap administrasi dan perlakuan tersebut dan hanya menggambarkan “apa adanya” tentang sesuatu variabel (Arikunto, 2013 : 234).

Gambar

Tabel 1. Skor alternatif jawaban variabel x dan y  Alternatif Jawaban  Skor
Tabel 3. Validitas Variabel X
Tabel 4. Validitas Variabel Y  Butir Item  Hasil
Tabel 5. Reliabilitas Variabel X
+7

Referensi

Dokumen terkait

Syarafina Rita Ilahi “Korelasi Kedisiplinan Belajar Siswa Selama Pandemi COVID-19 Terhadap Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Sapuran

Hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Santo Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2018/2019 menunjukkan: (1) semua siswa (100%) memiliki tingkat hasil

Ket: dalam sharing ini beliau merasa tidak paham dengan persiaapan atau penghayatan komuni secara batin namun dalam komuni batin yang diterima ia merasa bahwa ia

MENINGKATKAN SEMANGAT KETERLIBATAN UMAT DALAM MENJAGA DAN MERAWAT KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PAROKI SANTO IGNATIUS LOYOLA DANAN WONOGIRI dipilih berdasarkan fakta

Selain itu katekese Analisis Sosial ini juga mampu meningkatkan rasa keprihatinan umat kepada orang-orang yang miskin, selain itu juga katekese analisis ini, saya rasa dapat

Agape Putri Glory Kause. Diagnosis dan Remediasi Kesulitan Belajar Siswa Kelas VIII D SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta Tahun Ajaran 2019/2020 dalam Menyelesaikan Soal-Soal

Uraian Pernyataan spiritual dalam hidup saya Pembinaan Mental Rohani Katolik mempertinggi moral dan akhlak yang luhur Pembinaan Mental Rohani Katolik bermakna bagi hubungan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) kemampuan peserta didik kelas VIII B SMP Negeri 1 Yogyakarta dalam menyelesaikan soal matematika tipe HOTs pada