• Tidak ada hasil yang ditemukan

S K R I P S I. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "S K R I P S I. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

KATEKESE EKOLOGI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN SEMANGAT KETERLIBATAN

UMAT DALAM MENJAGA DAN MERAWAT KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PAROKI SANTO IGNATIUS LOYOLA DANAN

WONOGIRI

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik

Oleh:

Bagas Nur Hariyadi NIM: 171124027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada

Paroki Santo Ignatius Loyola Danan Wonogiri,

Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta,

Susteran FCJ,

Umat Lingkungan Yohanes De Britto Songbledeg, dan

seluruh keluarga.

(5)

v MOTTO

“Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam

persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.”

(1 Kor 15: 58)

(6)

vi

(7)

vii .

(8)

viii ABSTRAK

Judul skripsi KATEKESE EKOLOGI SEBAGAI UPAYA

MENINGKATKAN SEMANGAT KETERLIBATAN UMAT DALAM MENJAGA DAN MERAWAT KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PAROKI SANTO IGNATIUS LOYOLA DANAN WONOGIRI dipilih berdasarkan fakta bahwa katekese ekologi perlu dilaksanakan di tengah-tengah hidup umat Paroki Santo Ignatius Loyola Danan. Kenyataan menunjukkan bahwa krisis lingkungan hidup yang terjadi sampai saat ini semakin memprihatinkan akibat berbagai kerusakan dan pencemaran yang semakin tidak terkendalikan.

Judul skripsi ini juga diangkat oleh penulis untuk membantu Gereja dan pengurusnya untuk merancang katekese ekologi yang nantinya akan dilaksanakan di tengah-tengah hidup umat sebagai upaya untuk mengatasi krisis lingkungan hidup. Dalam menanggapi permasalahan tersebut, pentingnya data yang akurat tentang keterlibatan umat dalam menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup. Penulis melaksanakan observasi dan wawancara dengan para responden yang mewakili seluruh umat Paroki Santo Ignatius Loyola Danan serta melakukan validasi data dari pimpinan Gereja. Pentingnya kajian pustaka yang dijadikan sebagai pedoman untuk memahami krisis lingkungan hidup dan dampaknya, faktor-faktor pemicu krisis lingkungan hidup, serta pemahaman katekese ekologi dan peranannya bagi umat khususnya di Paroki Santo Ignatius Loyola Danan.

Hasil akhir menunjukkan bahwa katekese ekologi perlu dilaksanakan di tengah- tengah kehidupan umat dalam konteks pendidikan ekologis. Katekese ekologi juga membantu umat untuk mewujudkan pertobatan dan spiritualitas ekologis yang menumbuhkan semangat, gerakan dan kesadaran bagi umat dalam menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup. Di samping itu, katekese ekologi merupakan katekese yang kontekstual, artinya katekese yang menempatkan situasi dan pengalaman hidup umat terhadap krisis lingkungan hidup. Dengan demikian, katekese ekologi bertujuan untuk mewujudkan upaya dan harapan-harapan umat bagi kelestarian lingkungan hidup sebagai ‘rumah kita bersama’ baik untuk saat ini dan masa mendatang.

Kata-kata Kunci: Krisis lingkungan hidup, katekese ekologi, pendidikan ekologis, pertobatan dan spiritualitas ekologis, katekese kontekstual.

(9)

ix ABSTRACT

The title of the thesis is ECOLOGICAL CATECHESIES AS AN EFFORT TO INCREASE THE SPIRIT OF PEOPLE'S INVOLVEMENT IN PRESERVING AND CARE OF THE ENVIRONMENTAL CONSERVATION IN SANT IGNATIUS LOYOLA DANAN WONOGIRI Parish. The reality shows that the environmental crisis that has occurred until now is increasingly concerning due to various damages and pollution that are increasingly uncontrollable. The title of this thesis was also appointed by the author to help the Church and its administrators to design an ecological catechesis which will later be implemented in the midst of people's lives as an effort to overcome the environmental crisis. In responding to these problems, the importance of accurate data about the involvement of the people in preserving and caring for the environment. The author carried out observations and interviews with respondents representing all parishioners of St. Ignatius Loyola Danan and validated data from church leaders. The importance of literature review which is used as a guideline for understanding the environmental crisis and its impacts, the triggering factors for the environmental crisis, as well as understanding ecological catechesis and its role for the people, especially in the Saint Ignatius Loyola Danan Parish. The final result shows that ecological catechesis needs to be carried out in the midst of people's lives in the context of ecological education. Ecological catechesis also helps people to realize repentance and ecological spirituality that fosters enthusiasm, movement and awareness for people in preserving and caring for the environment. In addition, ecological catechesis is a contextual catechesis, meaning that it places the situation and experience of people's lives in relation to environmental crises. Thus, the ecological catechesis aims to realize the efforts and hopes of the people for environmental sustainability as 'our common home' both now and in the future.

Keywords: Environmental crisis, ecological catechesis, ecological education, conversion and ecological spirituality, contextual catechesis.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Bapa karena kasih-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul KATEKESE EKOLOGI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN SEMANGAT KETERLIBATAN UMAT DALAM MENJAGA DAN MERAWAT KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PAROKI SANTO IGNATIUS LOYOLA DANAN WONOGIRI.

Skripsi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan penulis terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup yang semakin parah, sehingga penulis tergerak untuk melakukan penelitian mengenai kesadaran dan pemahaman umat terhadap krisis lingkungan hidup dan dampaknya bagi kelangsungan hidup mereka. Di samping itu, penulis juga tertarik mendapatkan gambaran faktor-faktor yang menjadi pemicu krisis lingkungan hidup dan upaya yang dilakukan oleh umat dalam mengatasinya. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk menggerakkan semangat keterlibatan umat dalam menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup di Paroki Santo Ignatius Loyola Danan khususnya dalam merintis kateseke ekologi.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan penuh rasa syukur menghaturkan ucapan terima kasih kepada :

1. Rm FX. Heryatno Wono Wulung SJ, M.Ed, selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu membimbing dengan setia dan penuh kesabaran, memberikan motivasi dan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(11)

xi

2. Dr. B.A. Rukiyanto, SJ, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik.

3. P. Banyu Dewa HS., S.Ag., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus dosen penguji ke II yang selalu memberikan perhatian dan dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.

4. A. Hendra Dwi Asmara S.J., S.S., M.A., Ph. D, sebagai dosen penguji III, yang terus menerus mendampingi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Segenap Staf Dosen Prodi Pendidikan Keagamaan Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Romo Agustinus Nunung Wuryantoko, Pr selaku Romo Paroki Santo Ignatius Loyola Danan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta bersedia untuk memberikan informasi dalam penelitian skripsi ini.

7. Seluruh umat Paroki Santo Ignatius Loyola Danan yang telah bersedia membantu penulis dalam melaksanakan penelitian skripsi ini.

8. Bapak, ibu, kakak-kakak, saudara, sahabat dan teman-teman yang setia menemani, mendukung, mendoakan dan berkorban bagi penulis selama menjalani masa studi.

9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang dengan tulus ikhlas memberikan masukan dan dorongan hingga penyelesaian skripsi ini.

(12)

xii

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

DAFTAR TABEL ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penulisan ... 10

D. Manfaat Masalah ... 11

E. Metode Penulisan ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II. KATEKESE EKOLOGI DAN KETERLIBATAN UMAT TERHADAP KRISIS LINGKUNGAN HIDUP ... 14

A. Konsep Katekese Ekologi ... 14

1. Pengertian Katekese pada Umumnya ... 14

2. Pengertian Ekologi ... 16

3. Menuju Pengertian Katekese Ekologi ... 17

4. Tujuan Ketekse Ekologi ... 20

a. Tujuan Katekese pada Umumnya... 20

b. Tujuan Katekese Ekologi ... 21

B. Peserta Katekese ... 23

(14)

xiv

C. Sifat Katekese ... 24

1. Katekese yang Kristosentris ... 24

2. Katekese yang Umatsentris ... 25

D. Model Katekese Kontekstual ... 26

E. Konsep Lingkungan Hidup ... 30

1. Ekoteologi ... 31

a. Ciptaan sebagai Sakramen Cinta Kasih Allah ... 31

b. Semua Ciptaan Allah adalah Baik ... 32

c. Kesatuan Ciptaan ... 32

d. Proses dan Tujuan Akhir Penciptaan ... 33

2. Arti Lingkungan Hidup ... 34

F. Krisis Lingkungan Hidup ... 36

1. Kerusakan Lingkungan Hidup ... 36

a. Kerusakan Hutan ... 36

b. Kerusakan Terumbu Karang ... 37

c. Keruskan Lahan ... 37

d. Kerusakan Lapisan Ozon ... 38

2. Pencemaran Lingkungan Hidup ... 38

a. Pencemaran Udara ... 38

b. Pencemaran Air ... 39

c. Pencemaran Tanah ... 40

d. Sampah ... 40

3. Kepunahan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup ... 41

a. Punahnya Sumber Daya Alam dan Keanekaragaman Hayati ... 41

b. Kekacauan atau Perubahan Iklim ... 43

G. Moral Lingkungan Hidup ... 44

1. Kesadaran Manusia ... 44

2. Moral Lingkungan Hidup sebagai Belas Kasih ... 44

3. Moral Lingkungan Hidup sebagai Keharusan Bertindak ... 45 H. Peranan Katekese Ekologi Sebagai Upaya Meningkatkan Semangat

Keterlibatan Umat dalam Menjaga dan Merawat

(15)

xv

Kelestarian Lingkungan Hidup ... 45

1. Katekese Ekologi sebagai Pendidikan Ekologis dalam Berbagai Konteks... 45

2. Katekese Ekologi sebagai Upaya Mendorong Seluruh Umat Beriman Memiliki Spiritualitas Ekologis ... 47

3. Katekese Ekologi Membantu Umat Beriman Mewujudkan Pertobatan Ekologis ... 48

4. Katekese Ekologi sebagai Wujud Katekese Kontekstual ... 49

5. Katekese Ekologi sebagai Upaya Untuk Berdialog dengan Alam ... 50

BAB III. DESAIN PENELITIAN ... 52

A. Latar Belakang Penelitian ... 52

B. Tujuan Penelitian ... 54

C. Jenis Penelitian ... 54

D. Instrumen Pengumpulan Data ... 54

1. Observasi ... 54

2. Wawancara ... 55

E. Responden Penelitian ... 56

F. Tempat dan Waktu Penelitian ... 57

G. Fokus Penelitian ... 57

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

A. Wilayah dan Lingkungan Paroki Santo Ignatius Loyola Danan ... 61

B. Hasil Penelitian ... 63

1. Hasil Observasi terhadap Krisis Lingkungan Hidup di Paroki Santo Ignatius Loyola Danan ... 63

a. Kerusakan Lingkungan Hidup ... 63

1) Kerusakan Hutan dan Pegunungan ... 63

2) Kerusakan Ekosistem di Laut ... 64

3) Kerusakan Lahan ... 65

b. Pencemaran Lingkungan Hidup ... 65

1) Pencemaran Udara ... 65

2) Pencemaran Air... 65

(16)

xvi

3) Pencemaran Tanah ... 65

c. Kepunahan Flora ... 66

2. Profil Responden dan Hasil Wawancara ... 66

a. Profil Responden ... 68

b. Laporan Hasil Wawancara ... 69

1) Pemahaman Tentang Krisis Lingkungan Hidup ... 69

2) Kesadaran Umat Terhadap Krisis Lingkungan Hidup .... 71

3) Dampak Krisis Lingkungan Hidup Bagi Umat atau Masyarakat di Lingkungan ... 73

4) Faktor-faktor Penyebab Krisis Lingkungan Hidup ... 75

5) Upaya yang Dilakukan Umat dalam Mengatasi dan Menghadapi Krisis Lingkungan Hidup ... 77

6) Harapan Umat dalam Mengatasi dan Menghadapi Krisis Lingkungan Hidup ... 80

C. Validasi Data ... 82

1. Kesadaran dan Pemahaman Umat Tentang Krisis Lingkungan Hidup ... 82

2. Faktor-faktor Pemicu Krisis Lingkungan Hidup yang Berdampak Bagi Umat Paroki Santo Ignatius Loyola Danan ... 83

3. Usaha Gereja sebagai Solusi yang Menggerakkan Umat dalam Mengatasi dan Menghadapi Krisis Lingkungan Hidup ... 84

4. Keterlibatan Umat dalam Mengatasi dan Menghadapi Krisis Lingkungan Hidup ... 84

5. Harapan Gereja Bagi Umat dalam Mengatasi dan Menghadapi Krisis Lingkungan Hidup ... 85

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 85

1. Pemahaman dan Kesadaran terhadap Krisis Lingkungan Hidup Serta Dampaknya Bagi Umat Paroki Santo Ignatius Loyola Danan ... 85

a. Pemahaman Umat terhadap Krisis Lingkungan Hidup ... 85

b. Kesadaran Umat terhadap Krisis Lingkungan Hidup ... 86

2. Dampak Krisis Lingkungan Hidup ... 87

3. Faktor-faktor Krisis Lingkungan Hidup ... 89

(17)

xvii

4. Upaya-upaya dalam Mengatasi dan Menghadapi

Krisis Lingkungan Hidup ... 91

5. Harapan Umat dalam Mengatasi dan Menghadapi Krisis Lingkungan Hidup ... 92

E. Kesimpulan Penelitian ... 94

F. Keterbatasan Penelitian ... 95

BAB V. PENUTUP ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99

LAMPIRAN ... Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian... (1)

Lampiran 2: Surat Pernyataan Pelaksanaan Penelitian ... (2)

Lampiran 3: Transkrip Wawancara Responden ... (3)

Lampiran 4: Transkrip Wawancara Validasi Data ... (13)

Lampiran 5: Usulan Program ... (15)

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Dokumen Gereja

LS : Laudato Si, Ensiklik Paus Fransiskus tentang Merawat Rumah Bersama, 24 Mei 2015.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.

B. Singkatan-Singkatan Lain Ardas : Arah Dasar

BPBD : Badan Penanggulangan Bencana Daerah CFC : Clorofluorkarbon

DLH : Dinas Lingkungan Hidup DPP : Dewan Pastoral Paroki

IBSI : Ikatan Biarawati Seluruh Indonesia ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Atas JLK : Jalan Lingkar Kota

Kej : Kejadian

KAS : Keuskupan Agung Semarang KomKat : Komisi Kateketik

Kor : Korintus

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

Lih : Lihat

OMK : Orang Muda Katolik

(19)

xix PAM : Perusahaan Air Minum

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia PUK : Petunjuk Umum Katekese

RV : Responden Validator SDA : Sumber Daya Alam

Yes : Yesaya

(20)

xx

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kisi-kisi Wawancara ... 57

Tabel 2 : Panduan Pertanyaan Wawancara ... 58

Tabel 3 : Wilayah dan Lingkungan Paroki Santo Ignatius Loyola Danan ... 62

Tabel 4 : Profil Responden ... 68

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sampai saat ini, berbagai bentuk kerusakan lingkungan hidup telah terjadi di berbagai belahan dunia. Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi disebabkan oleh bencana alam dan bencana lingkungan hidup. Disebut bencana alam karena bencana tersebut adalah murni peristiwa alam. Sedangkan bencana lingkungan hidup dikarenakan sebagian atau seluruh peristiwa tersebut disebabkan oleh krisis lingkungan hidup, yaitu kehancuran, kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup yang berasal dari aktivitas atau perilaku manusia. Berbagai wilayah di Indonesia telah mengalami berbagai bentuk permasalahan akibat kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah manusia maupun alam ciptaan. Lingkungan hidup yang dianugerahkan Tuhan bagi umat manusia telah mengalami kerusakan yang memprihatinkan. Hutan-hutan dibabat dan dibakar; sungai tercemar oleh berbagai limbah pabrik yang beracun dan limbah rumah tangga menimbuninya dengan sampah dan racun. Di samping itu, masih ada pertambangan secara liar;

pembuangan limbah industri yang tidak terkendalikan; serta udara yang kita hirup telah dicemari dan kotor sehingga berpengaruh amat negatif bagi kesehatan masyarakat. Berbagai bencana alam (gempa bumi, gunung meletus, tsunami, dan lain sebagainya) juga menjadi pemicu rusaknya lingkungan hidup dan berpengaruh bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya dan tidak dapat dihindari karena peristiwa tersebut murni dari peristiwa alam.

(22)

Di wilayah Kabupaten Wonogiri, khususnya penduduk yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan telah mengalami masalah rusaknya lingkungan hidup yang disebabkan oleh peristiwa alam maupun akibat ulah warga masyarakat sendiri. Sampai saat ini, beberapa daerah Wonogiri sedang menghadapi bencana alam (banjir, tanah longsor, pohon tumbang, jembatan amblas, dan lainnya) yang mengakibatkan rusaknya lingkungan hidup di sekitar mereka. Meskipun dikatakan bencana alam, tentunya ada pemicu lain yang berasal dari campur tangan dan ulah masyarakat terhadap rusaknya lingkungan hidup. Pembuangan sampah sembarangan khususnya di sungai-sungai kecil maupun besar merupakan salah satu pemicu terjadinya bencana banjir, pembabatan hutan yang tidak bertanggungjawab juga mengakibatkan terjadinya tanah longsor di daerah tertentu. Kerusakan lingkungan yang terjadi juga mengakibatkan kerugian yang besar bagi masyarakat bahkan pemerintah harus turun tangan untuk menanggapi berbagai bencana alam tersebut. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Wonogiri menyampaikan informasi di Solopos.com tentang terjadinya bencana alam yang menimpa di beberapa wilayah atau kecamatan bagian dari Kabupaten Wonogiri. Informasi yang disampaikan pada Kamis, 21 Januari 2021 menjelaskan bahwa intensitas curah hujan yang sangat tinggi khususnya pada musim penghujan menjadi pemicu terjadinya bencana alam (tanah longsor dan banjir) di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Berikut informasi yang disampaikan oleh BPBD Wonogiri dalam Solopos. Com:

Hujan dengan intensitas tinggi pada Rabu (20/01/21) mengakibatkan bencana alam di beberapa wilayah Kabupaten Wonogiri. Dari sejumlah bencana yang terjadi, tidak ada korban jiwa maupun luka-luka. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Wonogiri,

(23)

Bambang Haryanto, mengatakan pada Rabu terjadi beberapa kejadian bencana alam banjir dan tanah longsor di beberapa lokasi. Ia mengatakan bencana banjir terjadi di Kecamatan Jatipurno. Sedangkan bencana tanah longsor terjadi di Jalan Lingkar Kota (JLK) dan Dusun Geritan, Desa Jendi, Kecamatan Selogiri. “Longsor di JLK tidak sebesar sebelumnya. Longsoran tidak menutupi seluruh badan jalan. Saat ini sudah selesai dievakuasi dan dibersihkan,” kata dia kepada wartawan, Kamis (21/1/2021). Sementara itu, longsor di Desa Jendi menimpa rumah salah satu warga setempat, Sarwati.

Longsor yang menimpa rumah yang dihuni empat anggota keluarga itu mengenai dinding kamar rumah. Kerusakan cukup berat. Saat ini sukarelawan dan anggota BPBD sudah menuju ke lokasi. “Untuk saat ini belum bisa dipastikan berapa jumlah kerugian yang ditimbulkan. Dari seluruh kejadian, tidak ada korban jiwa. Kami imbau masyarakat tetap waspada dengan potensi bencana yang terjadi pada musim penghujan kali ini,” kata Bambang.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa warga yang tinggal di Wonogiri, serta informasi dari media sosial yang terkait, masih ada beberapa di daerah Kabupaten Wonogiri yang mengalami bencana alam dan mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup khususnya di daerah pedesaan. Kebanyakan daerah sering terjadi banjir dan tanah longsor sehingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat misalnya beberapa rumah tergenang air, mengalami gagal panen, dan menghambat aktivitas masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Berbagai kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh bencana alam maupun bencana lingkungan hidup semakin memprihatinkan bagi kelangsungan hidup masyarakat maupun makhluk hidup lainnya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah bersama warga masyarakat dalam menghadapi krisis lingkungan hidup. Sebagai umat kristiani, Gereja telah memberikan kesadaran dan pemahaman melalui katekese (pendalaman iman) maupun kegiatan-kegiatan ekologi (penanaman pohon, perlindungan satwa di alam, dan lainnya) dalam

(24)

menghadapi krisis lingkungan hidup dan membangun kepedulian mereka akan kelestarian alam ciptaan. Diterbitkannya Ensiklik Laudato Si oleh Paus Fransiskus pada 24 Mei 2015, mengingatkan seluruh umat manusia akan pentingnya menjaga dan merawat bumi serta membangun persaudaraan dengan alam sebagai

‘rumah kita bersama’.

“Laudato Si’, Mi’ Signore”, - “Terpujilah Engkau, Tuhanku”. Dalam madah yang indah ini, Santo Fransiskus dari Assisi mengingatkan kita bahwa rumah kita bersama adalah seperti seorang saudari yang berbagi hidup dengan kita, dan seperti seorang ibu rupawan yang menyambut kita dengan tangan terbuka. “Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudara kami, Ibu Pertiwi, yang memelihara dan mengasuh kami, dan menumbuhkan aneka ragam buah-buahan, beserta bunga warna-warni dan rumput-rumputan”.

(Laudato Si, 2015: 7).

Kutipan di atas mengingatkan umat Kristiani untuk menjalankan ajakan Santo Fransiskus Asisi bahwa manusia harus menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup sebagai rumah tempat tinggal bersama, seperti saudari dan ibu rupawan yang menyambut manusia dengan tangan terbuka. Santo Fransiskus telah memberikan dasar yang amat kuat mengenai kesadaran akan tali persaudaraan antara manusia dan ciptaan lainnya.

Diterbitkannya Laudato Si merupakan komitmen seluruh Gereja dalam menanggapi persoalan lingkungan hidup yang tidak bisa dilepaskan dari persoalan keadilan sosial dan spiritual. Ensiklik ini membantu untuk menemukan akar situasinya, mempertimbangkan beberapa gagasan bukan hanya dari gejala- gejalanya saja namun sampai pada penyebab-penyebabnya yang terdalam mengenai krisis ekologi. Laudato Si mengajak seluruh umat untuk mempertimbangkan apa yang sedang terjadi dengan “rumah kita bersama” dari masalah-masalah yang saat ini mengganggu semua warga dan tidak dapat

(25)

disembunyikan. Paus Fransiskus telah menegaskan bahwa masalah-masalah yang terjadi di bumi yaitu mengenai persoalan polusi, baik polusi udara, tanah maupun air yang mengakibatkan berbagai masalah kesehatan bagi masyarakat, rusaknya ekosistem tanah (LS 20), serta kelangkaan air bersih (LS 27-31); pencemaran yang disebabkan oleh limbah terjadi di berbagai daerah dan setiap tahunnya dihasilkan ratusan juta ton limbah, yang sebagian besar tidak bisa teruraikan secara biologis (LS 21); perubahan iklim akibat pemanasan global maupun tingginya konsentrasi gas rumah kaca (LS 23-26); hilangnya keanekaragaman hayati akibat aktivitas manusia yang tidak bertanggungjawab (LS 32-42). Di samping itu, turunnya kualitas hidup dan kemerosotan sosial yang dipengaruhi oleh pertumbuhan yang berlebihan dan tidak terkendali dari beberapa kota semakin tidak nyaman lagi untuk dihuni, akibat kekacauan perkotaan, masalah transportasi maupun polusi menjadi pemicu munculnya kerusakan lingkungan hidup (LS 43-47). Paus Fransiskus juga mengatakan bahwa ketimpangan global antara lingkungan manusia dan alam mengalami kemerosotan secara bersamaan sehingga berdampak buruk bagi mereka yang paling lemah di bumi yaitu kaum miskin (LS 48-52) serta adanya tanggapan yang lemah dan keragaman pendapat dari kelompok-kelompok tertentu dalam menangani masalah ekologi atau kerusakan lingkungan hidup (LS 53-61).

Persoalan lingkungan hidup seringkali hanya terpikirkan oleh hal-hal yang berkaitan atau berhubungan dengan kehidupan manusia. Padahal ada faktor lain yang menjadi pemicu adanya kerusakan lingkungan hidup yang tidak hanya mengacu pada diri manusia saja namun juga dilihat dari ilmu dan teknologi yang

(26)

berkembang secara pesat dan mengubah lingkungan secara besar-besaran.

Perkembangan tekonologi komunikasi dan transportasi, pertanian, kesehatan, dan bidang lainnya merupakan kreativitas manusia yang berasal dari Tuhan. Pada kenyataannya, manusia membuat hidup semakin membaik melalui penemuan yang membantu mereka dalam mengatasi krisis lingkungan hidup. Namun, penemuan teknologi tersebut menyebabkan manusia semakin berkuasa atas segalanya. Ada banyak situasi krisis yang timbul akibat kegagalan manusia yaitu kurangnya mengenali dampak dari penggunaan teknologi yang membawa mereka pada persoalan yang lebih besar.

Dalam mengatasi berbagai krisis lingkungan hidup dan hilangnya keterlibatan manusia terhadap krisis ekologis, diperlukan suatu ekologi integral (ekologi dalam kehidupan sehari-hari) untuk menyatukan lingkungan, sosial, politik, ekonomi, dan budaya sebagai kesatuan ekologi kehidupan manusia terhadap alam ciptaan. Ekologi dipahami sebagai ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan relasi antara organisme-organisme dengan lingkungannya dimana mereka berkembang dan menjadi kesatuan dalam ekosistem. Ekologi harus dijadikan sebagai dasar bagi program pendidikan dan semua profesi lainnya sehingga tidak hanya digunakan sebagai program yang harus dipelajari.

Pentingnya pendidikan ekologis dalam berbagai konteks (keluarga, sekolah, masyarakat) bagi semua warga supaya semakin bertanggungjawab atas kehidupannya, melakukan refleksi atas tindakannya, memecahkan masalah yang dihadapi dalam merawat dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Paus Fransiskus memberikan penegasan kepada seluruh umat manusia baik di kalangan

(27)

Gereja maupun di luar kalangan Gereja untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh manusia dan seluruh komunitas bumi. Gereja perlu mengupayakan suatu cara gerakan untuk membangkitkan kesadaran, mengajak umat untuk semangat terlibat dalam menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup.

Melalui katekese yang diartikan sebagai bentuk pembinaan iman dan usaha Gereja untuk membantu umat supaya semakin memahami, menghayati, dan mewujudnyatakan imannya dalam kehidupan sehari-hari serta membangun persaudaraan dengan seluruh alam ciptaan di bumi.

Melalui katekese ekologi, umat diajak untuk terlibat secara aktif dalam menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup atas keprihatinan-keprihatinan yang terjadi di lingkungan sekitar khususnya bencana lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh tindakan manusia sendiri. Katekese ekologi juga mendorong seluruh umat untuk memiliki spiritualitas ekologis. Spiritualitas ekologis membantu umat untuk memahami pentingnya merawat ciptaan sebagai tempat kehadiran Allah, menumbuhkan semangat perlindungan yang murah hati dan penuh kelembutan terhadap ciptaan, serta mendorong diwujudkannya cinta sosial (cinta pada politik, ekonomi, dan budaya) yang memampukan manusia untuk

“merancang strategi besar yang secara efektif dapat menghentikan perusakan lingkungan dan mendorong budaya perlindungan yang meresapi seluruh masyarakat” (LS 231).

Selain memiliki spiritualitas ekologis, katekese ekologi juga membantu umat untuk mewujudkan pertobatan ekologis dengan menunjukkan sikap yang secara bersama-sama menumbuhkan semangat perlindungan yang murah hati dan

(28)

penuh kelembutan terhadap ciptaan. Sikap-sikap tersebut dapat dilakukan dengan menunjukkan rasa syukur dan kemurahan hati bahwa dunia merupakan anugerah yang diterima dari kasih Bapa. Kesadaran penuh kasih menunjukkan bahwa manusia tidak terpisahkan dari makhluk lainnya serta mendorong semua orang beriman untuk mengembangkan semangat dan kreativitas dalam menghadapi permasalahan dunia.

Katekese ekologi perlu dilaksanakan di dalam lingkungan dan kehidupan sosial umat terutama saat menghadapi permasalahan hidup, menanggapi kebutuhan mereka, mengatasi krisis lingkungan hidup dan membantu mewujudkan kerinduan mereka sebagai peguyuban umat beriman. Katekese ekologi juga dipahami sebagai wujud dari katekese kontekstual yang berupaya membantu umat untuk menghayati dan memperkembangkan imannya di dalam kenyataan hidup sosial yang sungguh mereka gulati. Selain itu, katekese ekologi sebagai wujud katekese kontekstual, mendorong umat secara aktif mengambil bagian di dalam pembangunan hidup bersama yang berkaitan dengan penegakan keadilan, pemecahan terhadap masalah penyakit sosial, penghormatan terhadap warga yang berbeda agama, pemeliharaan lingkungan hidup, dan kepedulian kepada mereka yang lemah, kecil, miskin, tersingkir, serta difabel.

Berdasarkan uraian di atas, perlu ditegaskan kembali bahwa dalam memahami katekese ekologi perlu memperhatikan empat hal pokok, yaitu katekese ekologi dijadikan sebagai bentuk upaya pendidikan ekologis di dalam berbagai konteks; katekese ekologi mendorong seluruh umat beriman memiliki spiritualitas ekologis; katekese ekologi membantu umat mewujudkan pertobatan

(29)

ekologis; dan katekese ekologi sebagai wujud dari katekese yang sungguh kontekstual bagi kehidupan umat beriman di Paroki Santo Ignatius Loyola Danan terhadap alam ciptaan maupun seluruh makhluk hidup di sekitar mereka.

Paroki Santo Ignatius Loyola Danan merupakan salah satu dari beberapa paroki yang berada di bawah naungan Keuskupan Agung Semarang (KAS).

Sebagian besar umat yang berada di Paroki Santo Ignatius Loyola Danan masih bergantung pada alam khususnya para petani dan peternak yang kebutuhan makanannya sangat bergantung pada alam juga. Keterlibatan umat dalam menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup menjadi kekuatan yang penting bagi kelangsungan hidup mereka lebih-lebih demi masa depan yang lebih baik.

Namun, akhir-akhir ini umat merasa prihatin akibat terjadinya kerusakan- kerusakan lingkungan hidup di beberapa daerah khususnya di tempat tinggal mereka. Sekitar tahun 2019 sampai 2021, berbagai kerusakan lingkungan hidup yang terjadi baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan, yang berupa tanah longsor, banjir, krisis air yang mengakibatkan sebagian umat atau masyarakat sekitar bergantung pada air hujan. Untuk mendapatkan air, masyarakat harus membuat bak penampungan air dengan tujuan supaya dapat dipergunakan dalam kurun waktu lebih lama demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saat musim kemarau, khususnya untuk kebutuhan air bersih masyarakat sekitar harus membeli dari penyaringan air laut dan jaraknya cukup jauh dari pemukiman warga.

Sebagai mahasiswa Pendidikan Keagamaan Katolik, penulis melihat perlunya suatu upaya yang harus dilakukan bersama demi menjaga dan merawat

(30)

lingkungan hidup melalui katekese ekologi. Oleh karena itu, melalui tulisan yang berjudul “Katekese Ekologi sebagai Upaya Meningkatkan Semangat Keterlibatan Umat dalam Menjaga dan Merawat Kelestarian Lingkungan Hidup di Paroki Santo Ignatius Loyola Danan Wonogiri”, penulis mengajak seluruh umat menyadari keberadaannya sebagai salah satu ciptaan yang saling terkoneksi atau terhubung dengan ciptaan lainnya, semakin peduli terhadap makhluk hidup (hewan, tumbuhan) maupun ciptaan lain, dan semangat dengan berpartisipasi dalam mendukung segala upaya untuk menjaga dan merawat lingkungan hidup sebagai ‘rumah kita bersama’ baik untuk saat ini maupun di masa mendatang.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam tulisan ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan katekese ekologi dalam hubungannya dengan kelestarian lingkungan hidup?

2. Sejauh mana umat Paroki Santo Ignatius Loyola Danan terlibat dalam upaya menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup?

C. Tujuan Penulisan

Berikut tujuan penulisan yang telah dirumuskan oleh penulis dalam tulisan ini:

1. Memperoleh gambaran tentang katekese ekologi dalam hubungannya dengan kelestarian lingkungan hidup.

2. Mengetahui sejauh mana umat Paroki Santo Ignatius Loyola Danan terlibat secara aktif dalam upaya menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup.

(31)

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan karya tulis ini bagi pihak-pihak yang terkait yaitu:

1. Bagi Penulis:

Melalui karya tulis ini, penulis menyadari bahwa pentingnya memahami katekese ekologi sebagai upaya meningkatkan semangat keterlibatan diri dalam menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup. Melalui katekese ekologi, penulis mampu mewujudkan pendidikan dan spiritualitas serta mengalami pertobatan ekologis dalam kehidupan keluarga, masyarakat, sekolah, dan Gereja.

2. Bagi Umat di Paroki:

Melalui karya tulis ini, umat Paroki Santo Ignatius Loyola Danan semakin tergerak hatinya untuk terlibat dalam menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup melalui katekese ekologi. Selain itu, tersedianya skripsi untuk meningkatkan semangat keterlibatan umat dalam menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup yang dikembangkan melalui katekese.

3. Bagi Para Pembaca:

Melalui karya tulisan ini, para pembaca diharapkan semakin sadar akan pentingnya menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup serta kepeduliannya terhadap kerusakan maupun bencana yang terjadi saat ini.

E. Metode Penulisan

Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis berdasarkan studi pustaka (sumber-sumber buku, artikel, serta tulisan- tulisan yang berkaitan dengan tema karya tulis) yang didukung dengan data penelitian kualitatif. Data yang diperoleh dilakukan dengan wawancara kepada

(32)

pastor paroki, katekis/prodiakon, pengurus gereja/wilayah/lingkungan, dan beberapa orang yang menjadi penggerak serta terlibat dalam gerakan melestarikan kelestarian lingkungan hidup.

F. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini, penulis menyampaikan beberapa pokok- pokok sebagai berikut:

Bab I menguraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, keterbatasan masalah, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II membahas tentang katekese ekologi dan keterlibatan umat terhadap krisis lingkungan hidup ke dalam sembilan bagian yaitu konsep katekese ekologi, tujuan katekese ekologi, peserta katekese, sifat katekese, model katekese, konsep lingkungan hidup, persoalan lingkungan hidup, moral lingkungan hidup, dan peranan karekese ekologi sebagai upaya untuk meningkatkan semangat keterlibatan umat dalam menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup.

Bab III memaparkan tentang desain penelitian yang akan dilakukan oleh penulis di Paroki Santo Ignatius Loyola Danan. Desain penelitian tersebut meliputi latar belakang penelitian, tujuan penelitian, jenis penelitian, instrumen pengumpulan data, responden penelitian, tempat dan waktu penelitian, serta fokus penelitian.

Bab IV menguraikan tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis baik dari observasi maupun wawancara. Selanjutnya, bab ini menjabarkan

(33)

mengenai pembahasan hasil penelitian yang kemudian ditarik dalam kesimpulan dari hasil maupun pembahasan penelitian tersebut.

Pada bagian Bab V menjelaskan kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan “Katekese Ekologi sebagai Upaya Meningkatkan Semangat Keterlibatan Umat dalam Menjaga dan Merawat Kelestarian Lingkungan Hidup di Paroki Santo Ignatius Loyola Danan Wonogiri”.

(34)

BAB II

KATEKESE EKOLOGI DAN KETERLIBATAN UMAT TERHADAP KRISIS LINGKUNGAN HIDUP

Pada bab II ini, penulis akan membahas secara mendalam katekese ekologi dan keterlibatan umat terhadap krisis lingkungan hidup ke dalam sembilan bagian yaitu konsep katekese ekologi, tujuan katekese ekologi, peserta katekese, sifat katekese, model katekese, konsep lingkungan hidup, persoalan lingkungan hidup, moral lingkungan hidup, dan peranan katekese ekologi sebagai upaya untuk meningkatkan semangat keterlibatan umat dalam menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup.

Secara keseluruhan bab ini bersumber dari kajian pustaka yang berkaitan dengan katekese ekologi, lingkungan hidup, dan peranan katekese ekologi terhadap krisis lingkungan hidup yang telah terjadi sampai saat ini. Untuk memahami lebih dalam bagian-bagian di atas, penulis menguraikannya sebagai berikut.

A. Konsep Katekese Ekologi

Dalam bagian ini, penulis menguraikan konsep katekese ekologi ke dalam tiga bagian, yaitu pengertian katekese pada umumnya, pengertian ekologi, dan menuju pengertian katekese ekologi sebagai berikut.

1. Pengertian Katekese pada Umumnya

Katekese dipahami sebagai bentuk pengajaran, pembinaan, bimbingan rohani, wulangan (istilah dalam Bahasa Jawa) dalam melaksanakan tugas pewartaan Injil yang diamanatkan oleh Yesus Krisus kepada seluruh umat

(35)

Kristiani. Menurut CT 18, “katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda, orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen”. Melalui katekese, umat dibantu mendewasakan imannya sehingga mereka “meraih kesatuan iman serta pengertian akan Putera Allah, kedewasaan pribadi manusia, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (CT 25).

Katekese juga dipahami sebagai usaha untuk memperkembangkan iman melalui komunikasi iman. Artinya, katekese merupakan komunikasi iman dari umat sebagai sesama dalam iman yang sederajad, yang saling bersaksi tentang iman mereka. Umat saling berdialog dalam suasana terbuka, ditandai dengan sikap saling menghargai dan saling mendengarkan. Proses terencana ini berjalan terus menerus (Lalu, 2017:13). Melalui komunikasi iman, umat semakin meresapi arti pengalaman hidup mereka dalam terang Injil dan mengajak mereka untuk mengalami pertobatan kepada Allah serta menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-harinya. Dengan kata lain tujuan katekese adalah membantu umat supaya semakin beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dalam hidup Kristiani, dan semakin bersatu dengan Kristus dalam mewujudkan Kerajaan Allah baik di lingkungan Gereja, masyarakat, sekolah, keluarga, dan lain-lainnya.

Para katekis yang bertemu pada PKKI II, di Klender Jakarta, tahun 1980, memahami katekese:

[S]ebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat atau kelompok. Melalui kesaksian para peserta

(36)

saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam katekese umat tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan (KomKat KWI, 1995: 18).

Berdasarkan kutipan di atas, katekese lebih dipahami sebagai komunikasi pengalaman iman dibandingkan dengan tukar-menukar gagasan. Pada dasarnya, pengetahuan juga penting tetapi yang menjadi titik tolak dalam katekese adalah pengalaman orang beriman yang sungguh menghayati iman mereka di tengah pergulatan hidup sehari-hari. Berawal dari pengalaman, kemudian direfleksikan di dalam terang iman sehingga umat mampu mengusahakan hidup beriman secara baru yang lebih baik.

Katekese umat dikembangkan untuk menanggapi kebutuhan hidup umat dan menanggapi persoalan hidup mereka yang terus mengalami perubahan karena perkembangan zaman maupun teknologi di dunia yang semakin maju. Katekese umat merupakan katekese yang berasal dari kepentingan hidup umat dan bertolak dari pengalaman mereka dalam hidup sehari-hari. Melalui katekese, mereka secara bersama-sama merefleksikan dan mengkomunikasikan penghayatan imannya serta mendialogkannya dengan harta warisan kekayaan iman Gereja. Melalui proses komunikasi iman, umat diharapkan semakin beriman pada Yesus Kristus dan sekaligus mendatangkan berkat bagi hidup sesamanya.

2. Pengertian Ekologi

Ekologi merupakan ilmu tentang hubungan antar makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekologi berasal dari dua kata yaitu oikos (rumah, tempat tinggal) dan logos (kata, uraian). Menurut Chang (2001:13), ekologi berarti penyelidikan tentang organisme-organisme dalam jagat raya. Ekologi dilukiskan sebagai

(37)

penyelidikan mengenai hubungan-hubungan antara planet, hewan, manusia, dan lingkungan hidup serta keseimbangan di antaranya. Dengan kata lain, ekologi adalah ilmu tentang hubungan antarorganisme dan lingkungannya. Ekologi dipahami sebagai ilmu tentang keseluruhan organisme di kawasan keberadaannya, tatanannya, dan fungsinya yang ditemukan pada alam dan interaksi di antara mereka. Dengan demikian, ekologi dapat dirumuskan sebagai ilmu atau studi tentang organisme dalam hubungan dengan seluruh lingkungan hidup. Ekologi berusaha menyoroti, menganalisis, dan memajukan seluruh unsur dalam alam semesta (Chang, 2001: 14).

3. Menuju Pengertian Katekese Ekologi

Bertolak dari pemahaman katekese dan ekologi, berikut dikemukakan pengertian katekese ekologi sebagai pembinaan atau pendidikan iman bagi umat akan Yesus Kristus sebagai perantara Allah yang berkarya di dalam seluruh alam ciptaan dan di dalam lingkungan hidup manusia di bumi. Melalui katekese ekologi, umat semakin memahami pentingnya kesadaran dan kepedulian akan lingkungan hidup dan seluruh alam ciptaan yang sampai saat ini mengalami kerusakan bahkan sebagian tumbuhan maupun hewan yang ada di bumi mengalami kepunahan. Umat diharapkan mengkomunikasikan iman mereka untuk membangun persekutuan serta menjalin relasi dengan seluruh makhluk hidup yang ada di sekitar mereka sebagai satu saudara dan satu ciptaan. Dalam buku Petunjuk Katekese Umum Edisi 2020 nomor 383, katekese ekologi dipahami sebagai katekese yang peka akan perlindungan ciptaan untuk menggerakkan suatu

(38)

budaya tentang perhatian yang mengarah kepada lingkungan dan orang-orang yang mendiaminya.

Katekese ekologi dikembangkan untuk menanggapi persoalan lingkungan hidup yang semakin mengalami kerusakan dan punahnya beberapa jenis makhluk hidup (hewan dan tumbuhan) yang ada di bumi.

“Katekese akan membantu satu sikap hormat di hadapan semua;

mengajarkan satu konsep yang benar tentang lingkungan dan tentang tanggung jawab manusia; mendidik kepada kehidupan yang baik, mampu menerima gaya-gaya hidup yang rendah hati dan sederhana, bebas dari konsumerisme; menjelaskan nilai simbolis realitas ciptaan, terutama dalam tanda-tanda liturgi. Jadi dibicarakan untuk membantu pembelajaran satu sikap dan sikap-sikap selanjutnya yang memperhatikan seluruh ekologi, yang mencakup berbagai turunan program pembentukan dari doktrim sosial Gereja: ekologi lingkungan, ekonomis, sosial dan politis; ekologi budaya;

ekologi tentang kehidupan sehari-hari” (Petunjuk Umum Katekese, no.

383).

Berdasarkan kutipan di atas, dapat dipahami bahwa katekese ekologi dimaknai sebagai suatu kesadaran dan perilaku manusia terhadap lingkungan hidup yang perlu ditekankan bagi umat dalam menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup di sekitar mereka. Hal ini juga senada dengan pemikiran Paus Fransiskus bahwa pentingnya mempertimbangkan pelbagai unsur daru suatu ekologi integral yang mencakup ekologi lingkungan, ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi dalam kehidupan sehari-hari (LS 138-155). Katekese ekologi memiliki perhatian demi membantu kaum beriman untuk menyadari bahwa tugas bagi persoalan ekologis adalah bagian integral dari kehidupan Kristiani.

Penyelenggaraan katekese ekologi merupakan upaya Gereja untuk mendidik dan menbina umat beriman dalam konteks menanggapi krisis lingkungan hidup yang terjadi sampai saat ini.

(39)

Melalui pembinaan maupun model katekese lainnya, katekese ekologi harus dimaknai sebagai bentuk kesaksian umat akan Yesus Kristus, mengalami pertobatan, menemukan cara yang baru, dan mengaktualisasikan iman mereka dalam mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah khususnya dalam menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup di bumi. Katekese ekologi perlu ditegaskan sebagai pembinaan iman yang berfokus pada hubungan yang saling menguntungkan dan saling terhubung antara manusia dengan seluruh alam serta makhluk hidup di bumi . Artinya, katekese ekologi “mendorong umat untuk hidup selaras dengan alam dan memanfaatkan alam sesuai dengan fungsinya, berdasarkan tujuan Allah menciptakan semua makhluk. Semua makhluk selayaknya hidup dengan cara saling menguntungkan dan memperkembangkan”

(Tren Katekese pada Zaman Sekarang, 2021: 100).

Di samping itu, katekese ekologi merupakan upaya untuk mewartakan kebenaran-kebenaran iman yang berada di bawah tema lingkungan yang mencakup Allah Bapa Mahakuasa dan Pencipta; misteri penciptaan sebagai hadiah yang mendahului manusia yang menjadi puncak dan penjaganya; korelasi dan keharmonisan dari seluruh realitas yang tercipta; penebusan yang dikerjakan oleh Kristus sebagai yang Sulung dari ciptaan yang baru. Akhirnya, katekese ekologi akan menemani orang-orang Kristiani untuk menghayati tuntutan-tuntutan moral dari iman, dengan mengindentifikasi sikap-sikap yang menghalangi jalan- jalan pembebasan, dengan memperkuat motif-motif teologis dan spiritual untuk pertobatan ekologis dan dengan mendukung kegiatan-kegiatan konkrit untuk pemeliharaan rumah bersama (Petunjuk Umum Katekese, no. 384).

(40)

4. Tujuan Katekese Ekologi

Pada bagian ini, penulis menguraikan tujuan katekese ekologi menjadi dua subtema yaitu tujuan katekese pada umumnya dan tujuan dari katekese ekologi sendiri.

a. Tujuan Katekese pada Umumnya

Dalam memahami pentingnya arti katekese, juga perlunya mendalami tujuan katekese bagi hidup umat Kristiani. Katekese bertujuan untuk membantu umat dalam mendewasakan imannya secara pribadi sekaligus mendorong mereka mampu terlibat aktif dalam kehidupan menggereja dan memberikan kesaksian hidup yang konkrit di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat berdasarkan imannya akan Yesus Kristus (PKKI II).

Dalam Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman, katekese menekankan pentingnya pendewasaan iman dan kesaksian umat Kristen di tengah masyarakat. Paus Yohanes Paulus II menegaskan tujuan katekese adalah mendampingi umat Kristen, untuk meraih kesatuan iman serta pengertian akan Putera Allah, kedewasaan pribadi manusia, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Katekese bertujuan menyiapkan mereka untuk membela diri terhadap siapapun, yang meminta pertanggungjawaban umat atas harapan yang ada pada mereka (CT 25).

Dalam mencapai kepenuhan dan harapan umat kepada Kristus, katekese membantu umat dalam menjalin relasi yang mendalam dan personal dengan Yesus Kristus, semakin mengenal-Nya, mengasihi-Nya, dan setia mengikuti-Nya.

(41)

Tujuan katekese adalah “bukan saja menghubungkan umat dengan Yesus Kristus, melainkan mengundangnya untuk memasuki persekutuan hidup yang mesra dengan-Nya. Hanya Dialah, yang dapat membimbing umat kepada cinta kasih Bapa dalam Roh, dan mengajak untuk ikut serta menghayati hidup Tritunggal Kudus” (CT 5). Dalam proses evangelisasi (pewartaan Injil), tujuan khas katekese ialah menjadi tahap pengembangan dan pendewasaan iman bagi umat menuju kepenuhan serta memantapkan cara hidup mereka menurut nilai-nilai Kristiani (CT 20).

b. Tujuan Katekese Ekologi

Berdasarkan pemahaman tujuan katekese di atas, disadari perlunya merumuskan tujuan katekese ekologi dalam konteks lingkungan hidup serta kerusakan-kerusakan alam ciptaan yang memberikan dampak bagi kelangsungan hidup manusia maupun makhluk ciptaan lainnya. Katekese ekologi bertujuan untuk membantu umat dalam membangun relasi dengan Yesus Kristus bagi kelangsungan hidup seluruh alam ciptaan di bumi. Umat diharapkan mampu memiliki hubungan yang personal dan memberikan kesaksian di tengah hidup mereka khususnya di lingkungan sekitar mereka yaitu alam dan seluruh makhluk hidup maupun tidak hidup. Melalui katekese ekologi, umat semakin meningkatkan kedewasaan iman dan tingkat pertumbuhan sesuai dengan kepenuhan Kristus. Hal ini disebut juga sebagai kemampuan umat untuk mempertanggungjawabkan iman mereka bagi seluruh ciptaan yang ada di lingkungan sekitarnya.

(42)

Melalui katekese ekologi, umat beriman memperoleh pendidikan ekologis sebagai upaya memberikan pendampingan dalam meningkatkan keterlibatan mereka untuk merawat dan menjaga kelestarian lingkungan hidup dan alam ciptaan. Kedewasaan iman umat semakin berkembang dan tumbuh dalam pribadi masing-masing dalam mengembangkan spiritualitas ekologis sebagai pembaruan iman mereka sebagai saudara dan satu ciptaan dengan alam semesta. Selain itu, melalui katekese ekologi umat semakin mewujudkan pertobatan ekologis terhadap krisis lingkungan hidup yang semakin memprihatinkan atas tindakan maupun perilaku yang mereka lakukan terhadap alam maupun ciptaan lainnya.

Untuk mencapai tujuan di atas, katekese ekologi perlu menekankan katekese yang membangun persekutuan jemaat dalam mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah untuk seluruh warga alam semesta, baik manusia maupun seluruh makhluk ciptaan lainnya. Melalui katekese, umat diharapkan mampu bersandar pada Allah, Bapa semua umat manusia. Allah sungguh Bapa, artinya semua umat manusia adalah anak-anak-Nya, seperti yang diwartakan Yesus sebagai tanda yang nyata dari kepenuhan Kerajaan Allah. Setiap umat hendaknya saling menghormati otonomi seluruh makluk Tuhan, betapapun kecilnya mereka. Semua makhluk ciptaan berhak untuk mendapat perlakuan yang wajar sesuai dengan tujuan mereka diciptakan. Bukan saja dengan sesama manusia, melainkan juga dengan seluruh lingkungan hidup (alam, hewan, tumbuhan, dan lainnya) yang harus diperlakukan sebagai saudara serta satu ciptaan Allah (PKKI VI). Katekese ekologi mengajak umat supaya menyadari dan menghayati panggilannya untuk menumbuhkan nilai-nilai Kerajaan Allah, seperti cinta kasih, kesetiakawanan,

(43)

keadilan, menjaga dan merawat alam, serta melindungi makhluk hidup (hewan dan tumbuhan) supaya tidak mengalami kerusakan maupun kepunahan yang semakin memprihatinkan di masa mendatang. Maka dari itu, tujuan utama katekese ekologi adalah mengantar umat semakin mengalami pertobatan ekologis (LS 217) sekaligus memiliki spiritualitas ekologis (LS 216) sebagai upaya untuk menumbuhkan semangat perlindungan yang murah hati dan penuh kelembutan kepada seluruh alam ciptaan di bumi serta membangun kepekaan kepada warga masyarakat yang miskin dan menderita.

B. Peserta Katekese

Katekese merupakan komunikasi iman dari peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajad, yang saling bersaksi tentang iman mereka. Peserta dalam katekese ialah umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus; Kristus menjadi pola hidup pribadi sekaligus pola kehidupan kelompok yang berkumpul dalam satu komunitas umat Kristiani (Lalu, 2007: 92).

Dengan demikian, peserta katekese adalah seluruh umat yang beriman, secara pribadi memilih Kristus, dan secara bebas berkumpul untuk mendalami misteri Kristus. Lalu (2007: 92) menyampaikan pendapatnya bahwa seluruh umat beriman artinya katekese tidak ditujukan kepada sebagian umat saja namun segenap warga umat supaya terpanggil untuk mendalami iman secara terus- menerus. Secara pribadi memilih Kristus yang dimaksud adalah mereka yang sudah memilih Kristus dan mengungkapkan keputusannya melalui sakramen

(44)

permandian maupun mereka yang ingin mengenal Kristus. Mereka semua secara bebas berkumpul untuk mendalami misteri belas kasih Kristus.

C. Sifat Katekese

Katekese memiliki dua sifat yang mendasar dan perlu ditekankan dalam berkatekese yaitu kristosentris dan umatsentris. Untuk memahami kedua sifat tersebut, perlu memperhatikan dan memahami Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini yaitu Cateshesi Trandendae.

1. Katekese yang Kristosentris

Dalam CT 5, Paus Yohanes Paulus II menjelaskan tentang sifat katekese yang otentik yakni seluruhnya berpusat pada Yesus Kristus (kristosentris). Sifat ini menekankan bahwa sebagai jantung katekese pada hakekatnya dijumpai seorang pribadi yakni Yesus Kristus, “Putera Tunggal Bapa, yang menderita sengsara dan wafat, bangkit mulia, dan hidup beserta kita selama-lamanya.

Pertama-tama maksudnya menekankan, bahwa sebagai jantung katekese pada hakekatnya kita jumpai seorang pribadi, yakni Yesus Kristus dari Nazaret, “Putera Tunggal Bapa … penuh rahmat dan kebenaran”, yang menderita sengsara dan wafat demi kita, dan yang sekarang, sesudah bangkit mulia, hidup beserta kita selama-lamanya. Itulah Yesus, “jalan, kebenaran, dan kehidupan”, dan hidup Kristen berarti mengikuti Kristus, “sequela Christi” (CT 5).

Sifat kristosentris mengajak seluruh umat beriman mendalami misteri Yesus Kristus, artinya menampilkan dalam Pribadi Kristus seluruh rencana kekal Allah sehingga mencapai kepenuhannya dalam Pribadi Yesus sendiri. Dengan kata lain, sifat kristosentris menampilkan dalam pribadi Kristus dan mengundang umat untuk memasuki persekutuan hidup dengan-Nya.

(45)

Sifat kristosentris bukan dimaknai untuk menyampaikan ajaran katekis sendiri atau ajaran seorang guru lainnya, namun menyampaikan ajaran Yesus Kristus sebagai sabda yang menjelma sekaligus Putera Allah yang hadir bagi umat-Nya. Dalam CT 6 telah disampaikan bahwa sifat kristosentris dipahami sebagai Kristuslah yang mengajar, artinya setiap katekis harus berusaha untuk menyampaikan ajaran dan kehidupan Kristus. Setiap katekis hendaknya mampu menerapkan komitmen dalam dirinya sendiri akan Sabda Yesus yang penuh rahasia. Komitmen tersebut perlu dikatakan bahwa “Ajaran-ku bukanlah ajaran- ku, melainkan amanat Dia yang mengutus Aku” (CT 6). Katekis harus mendalami sabda Allah, membangun relasi secara personal dengan Yesus, memiliki semangat doa, dan mengalami pertobatan diri, untuk menyatakan bahwa “Ajaranku bukanlah ajaranku”.

2. Katekese yang Umatsentris

Katekese bersifat umatsentris merupakan katekese yang berasal dari umat lebih-lebih pengalaman iman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Melalui katekese, pengalaman iman mereka semakin diteguhkan sehingga mereka semakin sempurna dalam menghayati imannya. Umat bersaksi tentang iman mereka akan Yesus Kristus sebagai pola hidup baik di dalam Kitab Suci, khususnya dalam Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja sepanjang tradisi.

Heryatno Wono Wulung (2012: 134) menjelaskan katekese yang umatsentris merupakan “milik seluruh umat, karena itu katekese menggulati permasalahan umat, menanggapi kebutuhan umat, dan umat sekaligus sebagai pelaku utama serta tujuannya untuk perkembangan seluruh umat. Katekese

(46)

dibentuk oleh umat dan sungguh berguna untuk umat. Katekese yang betul-betul mengumat sekaligus menjadi katekese kontekstual”. Penekanan pada seluruh umat merupakan salah satu unsur yang memberi arah pada katekese sekarang. Peranan umat pada katekese ini sesuai dengan peranan umat dalam pengertian Gereja itu sendiri. Intinya adalah bahwa sifat umatsentris diartikan sebagai katekese dari umat, oleh umat dan untuk umat sekaligus katekese kontekstual.

D. Model Katekese Kontekstual

Dalam perkembangan katekese, kita telah menemukan berbagai model katekese yang digunakan oleh katekis di lingkungannya. Model katekese digunakan untuk memperlancar proses berkatekese, mencapai tujuan katekese, dan mewujudkan tindakan yang nyata bagi perkembangan hidup beriman umat.

Heryatno (2020:11) memahami katekese kontekstual sebagai katekese yang manjing kahanan artinya katekese yang sungguh-sungguh meresap di tengah-

tengah kenyataan hidup umat beriman. Lingkungan sosial dan realitas hidup umat membentuk penyelenggaraaan katekese baik yang berhubungan dengan titik tolak, hakikat, tujuan, materi, model, metode, suasana, maupun semangat dasar para pelakunya. Aspek yang paling pokok dari katekese kontekstual adalah memandang umat sebagai pusat katekese. Artinya katekese dimaknai sebagai milik seluruh umat (katekese berasal dari umat, dibentuk oleh umat, dan berguna untuk umat). Dengan demikian katekese kontekstual memiliki peran untuk menggulati permasalahan hidup umat, menanggapi kebutuhan umat, dan sekaligus pelaku utama serta bertujuan juga untuk umat.

(47)

Model katekese kontekstual perlu diterapkan dalam kehidupan umat beriman dengan melaksanakannya melalui beberapa langkah pokok. Heryatno Wono Wulung (2012:135-140) mendiskripsikan langkah-langkah katekese kontekstual ke dalam enam bagian, yaitu mengenal konteks hidup umat setempat, mengenal tujuan pokok katekese kontekstual, mengenali pokok-pokok materi, memilih metode, membangun kerjasama, dan melakukan sesuatu yang baru.

1. Mengenal Konteks Hidup Umat

Proses langkah pertama yang harus dilakukan adalah memahami dan menganalisis konteks hidup umat setempat dengan metode analisis kultural dan sosial. Metode tersebut membantu seorang katekis untuk menemukan masalah yang terjadi di dalam hidup umat, menemukan akar permasalahan, dan dampak bagi kehidupan umat sendiri. Konteks hidup umat tidak hanya berdasarkan ruang geografis, tempat umat berdomisili, namun ruang sosial budaya yang bersifat dinamis di mana umat hidup, berkembang dan menuliskan kisah-kisah hidup mereka baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat dan Gereja (Pewartaan di Zaman Global, 2012: 135).

2. Mengenal Tujuan Pokok Katekese Kontekstual

Langkah ini membantu seorang katekis bersama umat untuk mengenali tujuan katekese yang bersifat kontekstual, artinya sungguh-sungguh menanggapi kebutuhan maupun kerinduan umat setempat. Tujuan katekese yang sungguh kontekstual adalah mengenang dan menghayati secara kontekstual visi Yesus Kristus akan kepenuhan hidup maupun terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah demi kehidupan umat yang lebih manusiawi dan adil. Melalui langkah ini, umat

(48)

mampu membangun spiritualitas mereka, meneguhkan persekutuan, menghidupkan perayaan dan pewartaan iman supaya perubahan sosial dapat terjadi di tengah-tengah hidup mereka. Dengan kata lain penyelenggaraan katekese yang sungguh kontekstual bertujuan untuk “pembangunan hidup beriman umat secara personal dan komunal, perluasan wawasan beriman, pembangunan komunitas, serta demi transformasi sosial supaya nilai-nilai Kerajaan Allah sungguh terwujud” (Pewartaan di Zaman Global, 2012: 136)

3. Mengenal Pokok-Pokok Materi

Materi katekese kontekstual mencakup dua hal yang sangat penting dan saling berkaitan. Pertama, Kitab dan Tradisi Gereja sebagai kekuatan atau fondasi bahwa Yesus Kristus yang diwartakan oleh Kitab Suci telah diimani Gereja hingga saat ini. Kedua, hidup umat sebagai salah satu sumber utama katekese kontekstual. Materi yang digunakan dalam katekese merupakan sumber inspirasi umat yang membantu mereka semakin memperkaya wawasan kekatolikakannya dan memperkembangkan jati diri mereka sebagai orang Katolik. Orang Katolik sejati berarti bersikap terbuka, menghormati dan menerima siapa pun mereka yang berbeda serta berseberangan.

4. Memilih Metode

Metode yang digunakan dalam katekese kontekstual lebih menekankan bahwa umat maupun katekis dapat memilih metode komunikasi maupun dialog.

Metode komunikasi membantu umat untuk saling berbagi kisah dan pengalaman hidup mereka. Di samping itu, umat saling mendengarkan, menerima, peduli, dan menghargai pengalaman-pengalaman yang telah disampaikan. Metode dialog

(49)

membantu umat mendalami nilai-nilai hidup yang mereka perjuangkan, misalnya perdamaian, kesetaraan gender, cinta pada lingkungan hidup. Terwujudnya dialog sejati perlu menekankan bahwa “di tengah-tengah hidup umat ada cinta, sikap rendah hati, kepercayaan satu dengan yang lain, harapan yang lebih baik, dan sikap kritis terhadap kenyataan yang sedang berlangsung” (Pewartaan di Zaman Global, 2012: 137).

5. Membangun Kerjasama

Langkah ini menempatkan katekese sebagai tempat untuk memanfaatkan segala potensi yang ada di dalam suatu paroki maupun lingkungan. Melalui kerjasama, katekese berperan untuk membangun persatuan umat yang mengantar Gereja pada kemandirian sejati dan keterbukaan. Perkembangan iman umat tidak hanya bersumber dari proses katekese yang sudah dilakukan, melainkan juga didukung oleh kegiatan komunitas-komunitas beriman (keluarga Kristiani), liturgi, pewartaan, dan kegiatan solidaritas maupun sosial cinta kasih lainnya.

Heryatno Wono Wulung (2012: 138) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan katekese kontekstual ini, para katekis perlu menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dan masyarakat yang berbeda agama. Katekese kontekstual sebagai katekese yang pluralistis dan ekumenis, artinya dalam “suasana persaudaraan dan kebersamaan, kompetensi para tokoh yang bermacam-macam mampu memperbarui dan memperkembangkan katekese. Katekese dapat membantu umat dalam memahami konteks, menemukan akar masalah, menanggapi kebutuhan dan memenuhi kerinduan umat untuk mewujudkan iman secara kontekstual”

(Heryatno Wono Wulung, 2020: 16).

(50)

6. Melakukan Sesuatu yang Baru

Dalam langkah ini, katekese harus mengarah pada pembaruan bagi perkembangan hidup maupun iman umat. Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa pembaruan katekese harus dilaksanakan dan ditanggapi melalui sikap iman (CT 15), artinya pembaruan katekese menyangkut pertobatan iman maupun pembaruan hidup secara terus-menerus. Kecuali itu, pembaruan katekese yang otentik dapat terwujud apabila para katekis dan mintranya secara serius memiliki hubungan yang mendalam dengan Yesus Kristus (CT 9), serta pembaruan katekese juga merupakan anugerah dan karya Roh Kudus (CT 3 & 72). Heryatno Wono Wulung (2012: 139) menyampaikan pemikirannya bahwa apabila tidak ada pembaruan katekese yang menyentuh akar permasalahan yang dihadapi umat dan memberi inspirasi baru bagi mereka, katekese tidak akan berhasil. Maka dari itu, katekese kontekstual mensyaratkan perspektif baru yang menyangkut pembaruan dalam misi, tema, pendekatan, metode maupun bahasa dengan cara yang selaras dan menjawab kebutuhan umat (CT17).

E. Konsep Lingkungan Hidup

Pada bagian ini, penulis mengembangkan konsep lingkungan hidup ke dalam dua bagian. Pada bagian pertama, penulis menjelaskan tentang ekoteologi yang memberikan jawaban atas krisis lingkungan hidup dan menjawab proses lingkungan hidup yang telah dibentuk oleh Allah menurut iman Kristiani. Pada bagian yang kedua, penulis menguraikan tentang pengertian lingkungan hidup yang memiliki hubungan erat dengan ekologi. Untuk membahas lebih mendalam, penulis menjelaskan bagian-bagian di atas sebagai berikut.

(51)

1. Ekoteologi

Ekoteologi merupakan jawaban atas adanya krisis lingkungan hidup yang semakin memprihatinkan dan mengancam kehidupan manusia di bumi sekaligus kehidupan ciptaan lainnya (tumbuhan, binatang) dan makhluk yang tidak hidup (udara, tanah, air). Ekoteologi merupakan suatu upaya untuk menjelaskan bagaimana teologi digunakan untuk menata dan mewarnai tugas dan tanggung jawab manusia terhadap ciptaan Allah di bumi (Pasang, 2011: 87).

Madya Utama memahami ekoteologi dalam iman Kristiani akan ciptaan dan penebusan dengan menekankan empat aspek yaitu ciptaan sebagai sakramen cinta kasih Allah; semua ciptaan Allah adalah baik; kesatuan ciptaan; proses dan tujuan akhir ciptaan. Tradisi Kristiani menawarkan pandangan yang sangat penting mengenai kosmos sebagai ciptaan Allah, tempat manusia di dalamnya, dan berhadapan dengan krisis ekologi.

a. Ciptaan sebagai Sakramen Cinta Kasih Allah

Dalam Kitab Kejadian 1-2, kisah penciptaan menjelaskan bahwa Allah menciptakan alam, manusia, dan segala makhluk dengan kasih-Nya. Ciptaan dipahami sebagai hasil dari tindakan Allah yang penuh dengan kebebasan dan cinta kasih. Ciptaan itu ada karena kehendak dan berasal dari Allah. Madya Utama (2019: 12) menyatakan pemikirannya bahwa “ciptaan merupakan ungkapan (expression) dari kuasa kreatif (kuasa yang mampu menciptakan dari) Allah yang penuh kebebasan dan kasih (God’s free and loving creative power).

Dalam pengertian ini, segala sesuatu yang ada dapat dipahami sebagai sakramen cinta kasih Allah”.

(52)

b. Semua Ciptaan Allah adalah Baik

Kisah penciptaan yang diceritakan Allah dalam Kitab Kejadian bab 1, menjelaskan bahwa setiap hasil karya penciptaan Allah secara berurutan dinyatakan baik (Kej. 1:1-25). Ketika Allah selesai menciptakan bumi dan mengisinya dengan segala jenis makhluk, Allah melihat bahwa semua yang telah diciptakan adalah “sangat baik” (Kej. 1:31). Madya Utama (2019: 13) menegaskan bahwa “Kitab Kejadian meletakkan kebaikan (goodness) dari semua ciptaan semata-semata pada keinginan Allah (God’s delight) terhadap ciptaan- Nya. Kebaikan merupakan hal yang instrinsik pada setiap penciptaan. Setiap ciptaan memiliki martabat yang penuh kebaikan karena dikehendaki oleh Allah sendiri”.

c. Kesatuan Ciptaan

Kisah Penciptaan dalam Kitab Kejadian bab 2 menegaskan bahwa adanya hubungan manusia dengan ciptaan lainnya sehingga kisah ini membantu untuk memahami mereka secara rasional dalam konteks ekologi. Ketika Allah telah menciptakan manusia, barulah Allah menempatkan taman bumi untuk diolah dan dirawat oleh manusia (Kej. 2:5). Manusia secara khusus diciptakan untuk mengembangkan dan merawat taman bumi dengan segala isinya. Manusia memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan dan merawat seluruh ciptaan.

Melalui kisah penciptaan yang diuraikan dalam Kitab Kejadian bab 2, sebagai manusia sekaligus sebagai umat Kristiani diharapkan mampu menghindari perlakuan terhadap makhluk hidup lainnya sebagai sebuah objek untuk digunakan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kajian akan kekhasan Pendidikan Agama Katolik dan teori kecerdasan majemuk, ditemukan strategi pembelajaran Pendidikan Agama Katolik berbasis teori kecerdasan

DAFTAR TABEL ... LATAR BELAKANG ... IDENTIFIKASI MASALAH ... BATASAN MASALAH ... RUMUSAN MASALAH ... TUJUAN PENELITIAN ... MANFAAT PENELITIAN ... METODE PENELITIAN ...

Uraian Pernyataan spiritual dalam hidup saya Pembinaan Mental Rohani Katolik mempertinggi moral dan akhlak yang luhur Pembinaan Mental Rohani Katolik bermakna bagi hubungan

Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena berkat kasih dan rahmat penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISIS KEBUTUHAN

Pengertian disabilitas juga diungkapkan secara singkat oleh World Health Organization (WHO), yaitu “umbrella term, covering impairments, activity limitations, and

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBEDAKAN FAKTA DAN OPINI DENGAN METODE PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORAY.. SISWA KELAS

Delmi Olivia (2020) yang berjudul: “ANALISIS KEBUTUHAN PESERTA DIDIK SMP NEGERI DI KOTA YOGYAKARTA UNTUK PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS APLIKASI ANDROID

Berdasarkan data pada Tabel 16 halaman 59 terlihat tingkat keterlibatan seluruh siswa yang cukup dan berdasarkan Tabel 19 halaman 60 dapat dilihat tingkat prestasi belajar