• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Bernadus Yuviadi Nifatantya NIM : 049114022

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2009

(2)
(3)
(4)

Karya ini kupersembahkan bagi

‘malaikat-malaikat’ yang selalu mendampingi dan memelukku,

Istri dan Anakku tercinta,

Novi dan Ramon…

(5)

ORANG YANG DEWASA ADALAH ORANG YANG BERUSAHA MENYENANGI APA YANG DIA LAKUKAN BUKAN ORANG YANG SELALU MELAKUKAN APA YANG DIA SENANGI

(6)
(7)

Bernadus Yuviadi Nifatantya Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2009

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji tingginya tingkat kecemasan penderita hipertensi. Penelitian ini juga memaparkan perbedaan tingkat kecemasan berdasarkan jenis kelamin, status pernikahan dan jenis pekerjaan, serta hubungan antara tingkat kecemasan dengan umur, lama menderita, tekanan darah sistolik dan diastolik. Hipertensi diartikan sebagai tekanan darah yang lebih besar atau sama dengan 140/ 90 mmHg.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Skala kecemasan digunakan untuk mengambil data pada 67 orang responden yang didapat secara insidental dari Poliklinik Universitas Sanata Dharma, Poliklinik Universitas Negeri Yogyakarta, Rumah Sakit Panti Rapih, Rumah Sakit Bethesda dan relasi peneliti. Skala kecemasan untuk mengetahui tingkat kecemasan responden dimodifikasi dari

Depression Anxiety Stress Scales sub skala Kecemasan milik Lovibond & Lovibond. Disamping itu kuesioner juga menjaring karakteristik subjek mulai dari jenis kelamin, status pernikahan, jenis pekerjaan, umur, lama menderita, tekanan darah sistolik dan diastolik pada pemeriksaan terakhir. Statistik deskriptif, uji beda dan uji korelasi digunakan untuk menganalisis data dengan bantuan program SPSS 15 for windows.

Hasil penelitian menunjukkan adanya tingkat kecemasan yang rendah pada penderita hipertensi karena Mean empirik < Mean teoritik (8,33 < 19,5). Tidak ada perbedaan tingkat kecemasan yang signifikan antara subjek laki-laki dengan perempuan, antara subjek yang sudah menikah dengan belum menikah, serta antara subyek yang tidak bekerja, pegawai swasta, PNS dan pensiun. Ada hubungan signifikan antara tingkat kecemasan dengan umur (r= -0,313; p= 0,010), antara tingkat kecemasan dengan tekanan darah sistolik (r= 0,331; p= 0,006) dan antara tingkat kecemasan dengan tekanan darah diastolik (r= 0,365; p=0,002). Tidak ada hubungan signifikan antara tingkat kecemasan dengan lama menderita (r= 0,034; p= 0,782).

Kata Kunci: kecemasan, hipertensi, jenis kelamin, status pernikahan, umur, lama menderita, tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik.

(8)

Bernadus Yuviadi Nifatantya Sanata Dharma University

Yogyakarta 2009

The aim of this research’s to study the anxiety level of the hypertension patients. This research also explained the various level of anxiety based on sex, marital status and job, and the relationship between the anxiety level and age, duration of disease, systolic and diastolic blood pressure. Hypertension means when the blood pressure is more than or equals 140/90 mmHg.

This research is a quantitative descriptive. Anxiety scales was being used to collect the data sample from 67 respondents who were incidentally taken from Sanata Dharma University Policlinic, Yogyakarta State University Policlinic, Panti Rapih hospital, Bethesda Hospital and from the researcher’s relation. The anxiety scale to find out the respondent’s anxiety level was taken from modification of Lovibond and Lovibond’s anxiety sub scale of Depression Anxiety Stress Scales. The questionnaire was used also to understand the respondents characteristics such as sex, marital status, job, age, duration of disease, and latest systolic and diastolic blood pressure. Descriptive statistic, differential test and correlation test were used to analyze the data with the assistance of SPSS 15 for windows.

The result showed that there was a low anxiety level of the hypertension patients. Because Empirical Mean < Theoretical Mean (8,33 < 19,5). There was no significant difference of anxiety level between male and female respondents; the married and the single ones; the non working class, private company employees, civil government officers and pensioners. There was a significant relationship between anxiety level and age (r= -0,313; p= 0,010), anxiety level and systolic blood pressure (r= 0,331; p= 0,006) and anxiety level and diastolic blood pressure (r= 0,365; p=0,002). There was no significant relationship between anxiety and duration of disease (r= 0,034; p= 0,782).

Keywords: anxiety, hypertension, sex, marital status, job, age, duration of disease, and systolic and diastolic blood pressure

(9)
(10)

Puji Tuhan untuk semua anugerah, rahmat, bimbingan, dan kasih sayangNya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Semua yang penulis kerjakan merupakan anugerah dan kemurahanNya semata. Berbagai kendala dan hambatan diyakini penulis sebagai sebuah rencana untuk membuat penulis menjadi lebih baik lagi. Skripsi berjudul “Tingkat Kecemasan Penderita Hipertensi” digunakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan, bimbingan, serta pelayanan yang telah diberikan kepada penulis dengan segala ketulusan dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus beserta keluargaNya, terima kasih atas rahmatmu yang melimpah..

2. Ibu A.Tanti Arini, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah bersabar mengarahkan penulis untuk menyusun penelitian ini.

3. Aleydia Novi Sastika Krisna Wati (Nopek), my “Lovely Wife”, belahan jiwaku tercinta, terimakasih atas doa, perhatian, cinta, kasih sayang, kesetiaan, kesabaran dan ketulusanmu yang tak pernah luntur…

(11)

mendewasakanku dan membuatku tegar…

5. Mama, Papa, Mbak Lia, Dek Via, terimakasih atas doa, kesabaran dan dukungannya…

6. Bapak, Ibu, Mas Niko, terimakasih atas doanya…

7. Keluarga Besar Eyang Harsono (Patangpuluhan), Keluarga Besar Eyang Radi (Klaten), Keluarga Besar Eyang Sumantri (Ngampilan), dan Keluarga Besar Eyang Saptoto (Wiratama) terimakasih atas doa dan dukungannya…

8. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan dalam segala surat menyurat lebih-lebih surat keterangan masih kuliah.

9. Ibu Dra. L. Pratidarmanastiti, MS. selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberi dukungan, motivasi dan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini, terimakasih dan semoga cepat sembuh...

10. Teman-teman yang sudah membantu menyebarkan kuesioner, Bayu, Japhar, Eya, Shinta, Siska, Arya, Nonop, dll, terima kasih banyak atas bantuannya, besok tak bantu juga deh…

11. Teman-teman Camp Base (eks De Britto 2004) yang ‘mati suri’, Bege, Budi, Blacky, Gesang, Nonop, Binar dll (maaf tidak bisa menyebutkan satu per satu) terimakasih untuk pertemanan dan dukungannya…

(12)

satu per satu) kapan angkat gelas lagi kawan?? Keep Rock & Roll…

13. Teman-teman Komunitas Bawah Tangga Psikologi: Michael (†), Cuki, Topik, Yumil, Wisnu, Erol, Japhar, Simin, Alit, Vebri, Dora, Blegux, Thathat, Patje, Pakdedul, Anung, Yoyok, Anang&Vera, Dito, Yumil, Vani, Pristi, Atik, Wilis, Beli Made, Paimun, dll (yang belum kesebut masuk sini ya…), yang sudah menjadi sahabat dan teman selama mempelajari ilmu di kampus…

14. Teman-teman Tumindak Ngiwo (TN) yang sudah kena gusur, Barjo, Wawan Sapi, Windra, dll, terima kasih bantuan dan dukungannya…

15. Teman-teman di Patangpuluhan, Lilik, Kodok, Vallone, Bagong, Jati, Bodong, Bayu, dll, kukejar kesuksesan kalian…

16. Teman-teman KKN, Yoyo, Tesi, Menyun, Cindel, Susuh, dll, ayo ‘ngidul’… 17. Pembina De Britto Photography Club, Mas Wiwik dan Romo Mardi,

terimakasih untuk pengalaman-pengalaman yang berharga serta motivasinya…

18. Bapak Ibu dosen Fakultas Psikologi tercinta yang telah memberi ilmu dan pengetahuan yang luar biasa...

19. Mas Gandung dan Mbak Nanik yang telah membantu kelancaran administrasi akademik selama ini.

20. Pak Gi…yang ramah dan murah senyum...

21. Mas Muji yang sudah berbagi pengalaman dan keceriaan

(13)
(14)

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACK ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORI ... 6

A. Kecemasan ………...………... 6

1. Pengertian Kecemasan ... 6

(15)

a. Depression Anxiety Stress Scale (DASS)………… 12

b. Cognitive Somatic Anxiety Questionnaire (CSAQ). 14

c. Leeds Scales for the Self-Assessment of Anxiety and Depression (Leeds SAAD)……….. 15

d. Hospital Anxiety Depression Scale (HADS)……… 16

e. Personal Disturbance Scale (sAD)……….. 16

f. Positive and Negative Affect Schedule (PANAS)…. 16

g. Beck Anxiety Inventory (BAI)……….. 17

h. Spielberg State Trait Anxiety Inventory (STAI)…… 17

i. Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS atau HAS atau HAM-A)……… 17

B. Hipertensi………….…...………... 18

1. Pengertian……… 18

2. Klasifikasi Hipertensi... 20

3. Penyebab Hipertensi ... 21

4. Penanganan Hipertensi... 25

C. Kecemasan pada Penderita Hipertensi………. 25

D. Kerangka Berpikir……… 28

E. Pertanyaan Penelitian………... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

A. Jenis Penelitian ... 29

(16)

D. Subjek Penelitian ... 30

E. Metode dan Alat Pengumpulan data ... 30

F. Validitas dan Reliabilitas ... 32

1. Pengukuran Validitas Alat Tes... 32

2. Seleksi Item... 33

3. Pengukuran Reliabilitas Alat Tes………... 34

H. Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Persiapan Penelitian ... 38

1. Perizinan Penelitian……… 39

B. Pelaksanaa Penelitian ... 40

1. Waktu Penelitian ... 40

2. Cara-cara Pelaksanaan Penelitian ... 40

C. Hasil Penelitian ... 41

1. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian……….. 41

2. Deskripsi Data Penelitian……… 42

3. Kategorisasi Tingkat Kecemasan Penderita Hipertensi.. 43

4. Hasil Penelitian Tambahan………. 46

a. Uji Asumsi ... 46

i. Uji Normalitas………... 46

(17)

iii. Uji Linearitas (Umur, Lama Menderita, Tekanan Darah Sistolik, Tekanan

Darah Diastolik……….. 48

b. Uji Beda………. 49

c. Uji Korelasi………... 51

D. Pembahasan ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Keterbatasan Penelitian………. 63

C. Saran……….. 63

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 69

(18)

Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Tekanan Darah Menurut WHO

dalam Satuan mmHg……….. 20

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah dan Hipertensi Umur ≥ 18 Tahun Menurut JNC VI dalam mmHg……….. 20

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah dan Hipertensi Umur ≥ 18 Tahun Menurut JNC VII dalam mmHg……….... 21

Tabel 4. Blue Print DASS-A... 31

Tabel 5. Distribusi item skala kecemasan DASS-A Sebelum Seleksi Item (uji coba)………. 31

Tabel 6. Seleksi item ………... 34

Tabel 7. Distribusi Item Skala Kecemasan DASS-A Setelah Seleksi Item (penelitian)……… 34

Tabel 8. Kategorisasi Tingkat Kecemasan……….. 37

Tabel 9. Karakteristik Subjek... 41

Tabel 10. Deskripsi Data Penelitian Tingkat Kecemasan... 43

Tabel 11. Kategorisasi Tingkat Kecemasan dan Karakteristiknya ... 44

Tabel 12. Hasil Uji Normalitas ... 47

Tabel 13. Hasil Uji Homogenitas... 48

Tabel 14. Hasil Uji Linearitas ... 49

Tabel 15. Hasil Uji Beda... 50

Tabel 16. Hasil Uji Korelasi... 51

(19)

LAMPIRAN A. DATA KARAKTERISTIK SUBJEK ….………. 69

LAMPIRAN B. TABULASI DATA ITEM ………... 73

1. UJI COBA ………... 74

2. PENELITIAN ……….. 77

LAMPIRAN C. DESKRIPSI KARAKTERISTIK SUBJEK………. 80

1. JENIS KELAMIN………. 81

2. STATUS PERNIKAHAN……… 82

3. PEKERJAAN……… 83

4. UMUR……….. 84

5. LAMA MENDERITA……….. 86

6. TEKANAN DARAH SISTOLIK………. 88

7. TEKANAN DARAH DIASTOLIK……….. 90

LAMPIRAN D. UJI RELIABILITAS……… 91

1. UJI COBA……… 92

2. PENELITIAN………... 93

LAMPIRAN E. DESKRIPSI DATA PENELITIAN……….. 94

1. TINGKAT KECEMASAN………... 95

2. DESKRIPSI KATEGORISASI TINGKAT KECEMASAN……….. 97

3. DESKRIPSI TIAP KATEGORI………... 98

a. KATEGORI NORMAL……… 98

(20)

d. KATEGORI BERAT ………... 104

LAMPIRAN F. UJI ASUMSI ……… 105

1. UJI NORMALITAS ……… 106

2. UJI HOMOGENITAS ……… 107

a. JENIS KELAMIN ………. 107

b. STATUS PERNIKAHAN ………. 107

c. JENIS PEKERJAAN ……… 107

3. UJI LINIERITAS ……….. 108

a. UMUR ……….. 108

b. LAMA MENDERITA ……….. 108

c. TEKANAN DARAH SISTOLIK ………. 108

d. TEKANAN DARAH DIASTOLIK ………. 108

LAMPIRAN G. UJI BEDA ……… 109

1. JENIS KELAMIN ……… 110

2. STATUS PERNIKAHAN ……… 111

3. JENIS PEKERJAAN ……… 112

LAMPIRAN H. UJI KORELASI(ANTARA UMUR, LAMA MENDERITA, TEKANAN DARAH SISTOLIK DAN TEKANAN DARAH DIASTOLIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN) ……… 114

(21)

2. PENELITIAN ……….. 118 LAMPIRAN J. SURAT KETERANGAN TERKAIT PENELITIAN… 120

1. SURAT PERNYATAN

(Prof. dr. J. Hari Kusnanto, Dr. Ph)………. 121 2. SURAT KETERANGAN PENELITIAN…..…….. 122 3. SURAT IJIN PENELITIAN

UNIT PELAYANAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA……… 123 4. SURAT IJIN PENELITIAN

UNIT PELAYANAN KESEHATAN

UNIVERSITAS SANTA DHARMA……… 124 5. SURAT IJIN PENELITIAN

RS. PANTI RAPIH………... 125 6. SURAT IJIN PENELITIAN

RS. BETHESDA………... 126 7. SURAT KETERANGAN SUDAH MELAKUKAN

PENELITIAN RS. BETHESDA….………..……... 127

(22)

1 A. Latar Belakang

Zaman modern ditandai dengan perubahan cepat di masyarakat dalam segala

bidang. Perubahan norma dan pola kehidupan di masyarakat terjadi begitu cepat,

tidak menentu dan sukar diprediksi, sehingga menimbulkan kebingungan dan

frustasi. Perubahan cepat yang terjadi di masyarakat luas maupun di tempat kerja,

menuntut dilakukannya adaptasi yang cepat pula. Apabila seseorang tidak bisa

beradaptasi dengan cepat akan mengalami kecemasan (Hutapea, 2004).

Kecemasan diartikan oleh Freud (dalam Faisal, 2006) sebagai perasaan takut

atau khawatir yang berasal dari pikiran atau keinginan yang direpresi. Pada akhirnya

Faisal (2006) menyimpulkan bahwa kecemasan merupakan respon terhadap situasi

yang oleh individu dirasakan sebagai ancaman atau bahaya. Karena eratnya

hubungan antara psikis dan fisik, maka Lovibond (dalam Crawford, 2003)

menyatakan bahwa kecemasan akan ditandai oleh adanya rangsangan saraf otonom,

respon otot rangka, kecemasan situasional, dan perasaan cemas yang subyektif.

Kecemasan berlarut yang tidak ditanggulangi, secara kumulatif akan merusak

tubuh dengan intensitas bervariasi, tergantung dari tingginya kecemasan dan daya

tahan seseorang. Kecemasan, stres dan gangguan emosi lain dapat melatarbelakangi

atau memperparah penyakit fisik (Sri Rahayu, 2005). National Institute of Health di

Amerika Serikat melaporkan bahwa 90% masalah kesehatan ditimbulkan dan

(23)

(locus minoris) dalam ilmu kedokteran, setiap orang memliki titik lemah

masing-masing yang akan rentan terganggu terutama bila berada dalam keadaan cemas

(Hutapea 2004). Dengan dasar teori ini, kecemasan dapat menimbulkan gangguan

yang berbeda-beda untuk setiap orang, mulai dari sakit kepala, sakit punggung, sesak

nafas, sakit maag, sampai hipertensi. Hipertensi adalah kondisi kronis yang ditandai

dengan meningkatnya tekanan darah sistolik dan diastolik hingga lebih dari 140/90

mmHg (Beevers, 2002).

Penderita hipertensi semakin meningkat jumlahnya, bahkan 1 dari 4 orang

Amerika mengidap penyakit hipertensi (Iwan, 2007). Lebih dari 70% manajer

mempunyai masalah kesehatan yang berhubungan dengan stres kerja dan hipertensi

merupakan penyakit yang paling sering dialami, yaitu 68,4% (Kaila, 2002). Tidak

jauh dengan Amerika, 10 hingga 20% penduduk inggris menderita hipertensi

(Beevers, 2002). Di Indonesia pernah dilaporkan oleh Parsudi (dalam Karyono,

1994) bahwa prevalensi penderita hipertensi mencapai 6-15%.

Banyak penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara hipertensi dan

kecemasan, diantaranya Sullivan (1981), Whitehead (1997) dan Paterniti (1999) yang

menyatakan adanya korelasi positif yang signifikan antara kecemasan dengan

meningkatnya tekanan darah. Siswanto (2002) yang memandang penyakit dari segi

psikosomatis, menjelaskan adanya saling pengaruh antara psikis dan fisik, sehingga

penyakit fisik (somatis) selalu dipengaruhi oleh faktor psikis dan sosial, dan

demikian juga sebaliknya.

Kecemasan akan melatarbelakangi dan memperparah hipertensi karena pada

(24)

(Angela, 2007). Menurut Canon (dalam Guyton, 1986), kecemasan akan

menimbulkan respon “Fight or Flight” (melawan atau lari). Flight merupakan reaksi

tubuh untuk melarikan diri, dan di sini terjadi peningkatan sekresi adrenalin ke dalam

sirkulasi darah yang akan menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan

darah sistolik, sedangkan fight merupakan reaksi agresif untuk menyerang yang akan

menyebabkan sekresi noradrenalin, rennin angiotensin sehingga tekanan darah

meningkat baik sistolik maupun diastolik.

Sama halnya kecemasan dapat menyebabkan hipertensi, sebaliknya hipertensi

dapat membuat cemas penderitanya. Santrock (2002) mengemukakan bahwa

hipertensi akan memicu kekhawatiran munculnya komplikasi penyakit yang lebih

berat, atau bahkan kematian. Pengelolaan hipertensi menuntut penderitanya untuk

mengubah gaya hidup, baik baik menyangkut pola makan, pola kerja/ olahraga dan

pengelolaan stres. Kekhawatiran dan tuntutan tersebut dapat meningkatkan

kecemasan penderita hipertensi.

Terkait dengan hubungan antara kecemasan dengan hipertensi, Willenz

(2002) menyatakan bahwa kecemasan pada penderita hipertensi penting untuk

ditanggulangi. Banyak cara dapat dilakukan untuk menanggulangi kecemasan

tersebut, baik secara farmakologis maupun non-farmakologis. Apapun cara yang

dipilih harus diketahui terlebih dahulu tingkat kecemasan penderita hipertensi

(Karyono, 1994). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Frazier (2002), 71,3% dari

783 perawat setuju akan pentingnya assessment tingkat kecemasan penderita

(25)

mengungkapkan pentingnya mengetahui tingkat kecemasan untuk memutuskan jenis

pemberian treatment beserta jangka waktu pemberiannya.

Sejauh ini peneliti belum menemukan informasi atau penelitian yang

mengkaji mengenai tingkat kecemasan penderita hipertensi di Indonesia pada

umumnya dan di Yogyakarta pada khususnya. Informasi tersebut sangat dibutuhkan

oleh para professional yang terkait dengan penanggulangan kecemasan seperti

misalnya psikolog, dokter, terapis fisik, dan lain-lain, untuk menentukan program

penanggulangan kecemasan penderita hipertensi. Dari kesenjangan inilah maka

peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Tingkat Kecemasan Penderita

Hipertensi”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

“ Bagaimana tingkat kecemasan penderita hipertensi?”

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan, penelitian ini

bertujuan untuk:

(26)

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Menambah khazanah ilmu, khususnya psikologi kesehatan, yang terkait

dengan kecemasan pada penderita hipertensi.

2. Secara Praktis

a. Bagi penderita hipertensi: memberikan gambaran mengenai kecemasan

yang dialaminya, beserta kaitannya dengan variabel-variabel lain yang

ada pada dirinya.

b. Bagi Dokter dan Tenaga Medis: memberi masukan dalam

mempertimbangkan pengelolaan kecemasan pada penderita hipertensi.

c. Bagi fakultas psikologi terutama bidang psikologi kesehatan: sebagai

inspirasi untuk mengembangkan program penanggulangan kecemasan

(27)

6

A. Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Istilah kecemasan mulai diperbincangkan pada permulaan abad ke 20. Pada mulanya Freud (dalam Faisal, 2006) mengartikan kecemasan sebagai transformasi lepasnya ketegangan seksual yang menumpuk melalui sistem saraf otonom. Selanjutnya kecemasan diartikan sebagai perasaan takut atau khawatir yang berasal dari pikiran atau keinginan yang direpresi. Pada akhirnya kecemasan diartikan sebagai suatu respon terhadap situasi yang dirasakan mengancam dan berbahaya. Menurut Johnston (dalam Apollo, 2007) kecemasan merupakan reaksi terhadap adanya ancaman dan hambatan terhadap keinginan pribadi atau perasaan tertekan yang disebabkan oleh perasaan kecewa, rasa tidak puas, rasa tidak aman atas sikap permusuhan dengan orang lain. Selanjutnya menurut Lazarus (dalam Apollo, 2007) kecemasan adalah gangguan komplek disertai dengan perasaan tidak mampu dan tidak menentu sehingga dirasa sangat mengganggu.

(28)

2007) menambahkan bahwa jika seseorang mengalami perasaan gelisah, gugup atau tegang dalam menghadapi situasi yang tidak pasti berarti orang tersebut mengalami kecemasan.

Pengertian kecemasan menurut Lovibond dan Lovibond (1995) adalah suatu keadaan negatif pada seseorang yang ditandai oleh adanya rangsangan saraf otonom, respon otot rangka, kecemasan situasional dan perasaan cemas yang subyektif (Crawford 2003).

Dalam penelitian ini alat ukur kecemasan merupakan adaptasi dari Depression Anxiety Stress Scale (DASS) yang disusun oleh Lovibond dan Lovibond (1995), maka pengertian kecemasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah suatu keadaan negatif pada seseorang yang ditandai oleh adanya rangsangan saraf otonom, respon otot rangka, kecemasan situasional dan perasaan cemas yang subyektif.

2. Aspek-aspek Kecemasan

Aspek kecemasan yang disusun oleh Lovibond dan Lovibond (1995) dianggap sebagai tanda kecemasan, selanjutnya dirinci oleh Crawford (2003) sampai ke indikasinya. Rincian tersebut terurai sebagai berikut:

a. Rangsangan saraf otonom, diindikasikan dengan meningkatnya aktivitas jantung, berkeringat, mulut kering, sulit bernafas dan sulit menelan.

b. Respon otot rangka, diindikasikan dengan kondisi lemah lunglai dan gemetar.

(29)

d. Perasaan cemas yang subyektif, diindikasikan dengan perasaan panik, perasaan ngeri, perasaan takut dan merasa akan pingsan

Snaith (1976) dalam skala kecemasan Leeds Scales for the Self-Assessment of Anxiety mengindikasikan kecemasan dengan keadaan panik, kurang istirahat, ketakutan terhadap tempat luas/ umum, mudah terkejut, jantung berdebar-debar, ketakutan yang berlebihan dan tekanan psikis. Jika dihubungkan dengan aspek kecemasan menurut Lovibond maka indikasi yang dikemukakan oleh Snaith dapat diurai sebagai berikut:

a. indikasi jantung berdebar-debar masuk dalam aspek rangsangan saraf otonom.

b. indikasi kurang istirahat, ketakutan terhadap tempat luas/ umum dan tekanan psikis dapat digolongkan ke dalam aspek kecemasan situasional. c. indikasi kecemasan seperti mudah terkejut, ketakutan yang berlebihan dan

tekanan psikis dapat digolongkan ke dalam aspek perasaan cemas yang subjektif.

(30)

Dalam penelitian survey yang dilakukan oleh Frazier dkk (2002) yang ditujukan pada anggota American Association of Critical Care Nurses

dipaparkan adanya empat aspek utama indikasi kecemasan, yaitu:

a. Aspek Fisiologis, diindikasikan dengan meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung.

b. Aspek Behavioral, diindikasikan dengan agitation, keluhan ‘cemas’ dan kurang istirahat.

c. Aspek Somatis, diindikasikan dengan sakit dada, nafas pendek dan sulit menelan.

d. Aspek Psikologis, diindikasikan dengan rasa takut dan marah

Jika keempat aspek di atas dihubungkan dengan aspek kecemasan menurut Lovibond terdapat beberapa kesamaan yaitu aspek rangsangan saraf otonom milik Lovibond dan Lovibond mencakup aspek fisiologis dan somatis milik Frazier; sedangkan aspek kecemasan situasional milik Lovibond sesuai dengan aspek behavioral milik Frazier; dan aspek perasaan cemas yang subjektif milik Lovibond sesuai dengan aspek psikologis milik Frazier. Dari perbandingan tersebut maka tampak bahwa aspek respon otot rangka milik Lovibond tidak muncul dalam aspek kecemasan yang disusun oleh Frazier.

(31)

Schwartz menggolongkan aspek kecemasan secara lebih umum dan Lovibond menggolongkan aspek kecemasan secara lebih khusus, karena aspek kognitif milik Schwartz mencakup aspek kecemasan situasional dan perasaan cemas yang subyektif milik Lovibond, sedangkan aspek somatik mencakup aspek rangsangan saraf otonom dan respon otot rangka milik Lovibond.

Menurut Bucklew (dalam Sri Rahayu 2005), secara garis besar kecemasan termanifestasi di dalam dua tema besar yaitu reaksi psikologis dan reaksi fisiologis. Reaksi psikologis adalah kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan dan reaksi fisiologis adalah kecemasan yang berwujud sebagai gejala fisik. Keempat aspek kecemasan yang disusun oleh Lovibond dan Lovibond sudah termasuk dalam dua tema besar manifestasi dari kecemasan, dimana aspek saraf otonom dan respon otot rangka tergolong dalam reaksi fisiologis, sedangkan aspek kecemasan situasional dan perasaan cemas yang subyektif tergolong dalam reaksi psikologis.

(32)

3. Jenis-jenis Kecemasan

Menurut Freud Kecemasan berdasarkan sumbernya dibagi menjadi tiga (dalam Shinta 2006), yaitu:

a. Kecemasan Neurotik

Ketakutan terhadap suatu bahaya yang tidak jelas, berasal dari tidak terkendalinya naluri-naluriyang menyebabkan seseorang melakukan tindakan bisa mendatangkan hukuman bagi dirinya. Kecemasan ini merupakan akibat konflik antara id dengan ego.

b. Kecemasan Realistik

Perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak spesifik yang menyangkut tentang bahaya yang ada, kecemasan ini juga dikenal dengan kecemasan obyektif karena taraf kecemasannya sesuai dengan derajat ancaman atau bahaya yang ada.

c. Kecemasan Moral

(33)

Berbeda dengan Freud, Lazarus (dalam Dionisius 2003), membagi kecemasan sebagai suatu respon kedalam dua tema besar yaitu:

a. State Anxiety (Keadaan Cemas)

Kecemasan yang timbul jika individu dihadapkan pada situasi tertentu dan gejalanya selalu tetap selama situasi itu ada.

b. Trait Anxiety (Sifat Cemas)

Kecemasan yang timbul sebagai suatu yang menetap pada diri individu. Kecemasan ini berhubungan dengan kepribadian individu yang mengalaminya.

Berdasarkan penjabaran diatas maka dalam yang dimaksud kecemasan dalam penelitian ini State Anxiety yaitu keadaan cemas pada penderita hipertensi.

4. Alat Ukur Kecemasan

a. Depression Anxiety Stress Scale (DASS)

DASS disusun oleh Lovibond & Lovibond pada tahun 1995. DASS adalah alat ukur depresi, kecemasan dan stres dengan model self report

(34)

Dalam penelitian Lovibond & Lovibond (1995) DASS diberikan pada 717 responden (pelajar). Dalam penelitian ini, DASS dikorelasikan dengan Beck Anxiety Inventory (BAI) dan Beck Depression Inventory (BDI), hasilnya adalah korelasi DASS-A dan BAI adalah 0,81, sedangkan DASS-D dan BDI adalah 0,74. Selebihnya penelitian Antony dkk (1998) menemukan hasil yang sama pada sampel klinis (Crawford 2003). Selanjutnya dalam penelitian Crawford (2003) yang diterapkan pada 1.771 (965 wanita dan 806 laki-laki) sampel non klinis ditemukan adanya korelasi antara DASS-A dan

The Personal Disturbance Scale-sub Anxiety (sAD-A) adalah 0,72 dan korelasi antara DASS-A dan The Hospital Anxiety and Depression Scale- sub Anxiety (HADS-A) sebesar 0.62 (p<0.001), hasil korelasi antara DASS-A dan HDASS-ADS-DASS-A ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Nieuwenhuijsen (2003) yaitu r = 0.66. Selanjutnya dalam penelitian Crawford (2003), korelasi antara DASS-A dan Positive and Negative Affect Schedule sebesar -0.29 untuk sub skala positive affect (PANAS-PA) dan 0.60 untuk sub skala negative affect (PANAS-NA).

(35)

penelitan yang dilakukan oleh Nieuwenhuijsen (2003) didapatkan perhitungan statistik khususnya reliabilitas pada tiap sub skala depresi, kecemasan dan stres secara berurutan adalah 0.94; 0.88; 0.93. Dengan demikian baik DASS-D, DASS-A, maupun DASS-S dapat dikatakan valid dan reliabel.

b. Cognitive Somatic Anxiety Questionnaire (CSAQ)

Skala kecemasan CASQ disusun oleh Schwartz dkk. pada tahun 1978 dengan memandang kecemasan dari segi psikobiologikal. Skala ini diujicobakan pada 77 pekerja. Dalam penelitiannya, mereka mengimplementasikan latihan fisik dan meditasi untuk menurunkan gejala somatik dan kognitif pada kecemasan. CASQ terdiri dari 14 item (7 item kognitif dan 7 item somatik). Skala respon tiap item terdiri dari 5 anchor (1- tidak sama sekali hingga 5- sangat tepat).

Korelasi antara CSAQ dengan STAI (Spielberg State-Trait Inventory) adalah 0.67.sedangkan korelasi antara sub skala somatik dan sub skala kognitif sendiri adalah 0,42.

Contoh item pernyataan CSAQ: Kognitif:

Saya merasa susah berkonsentrasi karena pikiran tidak terkontrol

Saya Khawatir secara berlebihan terhadap sesuatu yang tidak perlu dicemaskan”

(36)

Somatik

Jantung saya berdetak lebih cepat “ ” Saya merasa tubuh saya gelisah “ “ Saya mengalami diare

c. Leeds Scales for the Self-Assessment of Anxiety and Depression (Leeds

SAAD)

Leeds SAAD diciptakan oleh Snaith dkk, pada tahun 1976. Leeds SAAD merupakan skala improvisasi (ubahan) dari Wakefield Self Assessment of Depression Inventory, yang juga diciptakan oleh Snaith pada tahun 1971, dengan menambah beberapa item. Leeds SAAD terdiri dari 22 item, dengan item no 21 dan 22 diambil dari Anxiety Scale of the Symptom Rating Test yang disusun oleh Kellner dan Shefield pada tahun 1973. Respon dari tiap item terdiri dari 4 anchor (0- tidak sama sekali; 1- tidak begitu; 2- kadang-kadang; 3- pasti) (Snaith 1976)

Korelasi antara Leeds SAAD- sub skala depresi dengan Hamilton Depression Rating Scale sebesar 0.94, sedangkan korelasi antara Leeds SAAD- sub skala kecemasan dengan Hamilton Anxiety Rating Scale sebesar 0.90.

Contoh item Leeds SAAD sub skala kecemasan:

Saya merasa sangat ketakutan/ panik terhadap sesuatu yang tidak beralasan

(37)

Saya merasa tegang

d. Hospital Anxiety Depression Scale (HADS)

HADS diciptakan oleh Zigmond & Snaith pada tahun 1983. Skala ini digunakan untuk mengetahui tingkat depresi dan kecemasan dalam lingkungan non-psikiatris klinis.HADS terdiri dari 14 item (7 item depresi dan 7 item kecemasan). Dalam skal ini responden diminta untuk mendeskripsikan dirinya dengan memilih jawaban yang paling mendekati sesuai keadaan mereka dalam 1 minggu terakhir (Crawford 2003 dan Nieuwenhuijsen 2003).

Contoh item pernyataan HADS-A:

Saya merasa tidak bisa beristirahat seakan harus bergerak “ “ Saya cepat merasa panik

Saya merasa tertekan

e. Personal Disturbance Scale (sAD)

Skala ini diambil dari Delusions-Symptoms States Invent (DSSI) yang diciptakan Bedford dan Foulds (1978). Skala ini terdiri dari 14 item (7 item kecemasan dan 7 item depresi) (Crawford 2003).

f. Positive and Negative Affect Schedule (PANAS)

(38)

g. Beck Anxiety Inventory (BAI)

BAI dibentuk oleh Aaron T. Beck. Skala ini terdiri dari 21 item kecemasan, tiap item memiliki respon dengan skala 4 poin (dari 0 sampai 3). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Contreras dkk (2004) dihasilkan bahwa reliabilitas BAI sebesar 0,82.

h. Spielberg State Trait Anxiety Inventory (STAI)

STAI diciptakan oleh Charles D. Spielberg. Skala ini terdiri dari 40 item total (20 sifat cemas dan 20 keadaan cemas). Seluruh respon tiap item terdiri dari 4 skala likert, yaitu untuk sifat cemas (Trait Anxiety) terdiri dari 1- hampir tidak pernah, 2- kadang-kadang, 3- sering dan 4- selalu sedangkan untuk keadaan cemas (State Anxiety) adalah 1- tidak sama sekali, 2- agak, 3- cenderung begitu, dan 4- sangat tepat

i. Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS atau HAS atau HAM-A)

HARS disusun oleh Max Hamilton pada tahun 1959. Skala ini terdiri dari 14 item, tiap item memiliki respon dengan skala 5 poin (0-4) (Lipsig,

www.atlantapsychiatri.com 2008)

Berdasarkan uraian berbagai macam alat ukur kecemasan, peneliti memutuskan untuk menggunakan dan mengadaptasi DASS sub skala

(39)

maupun non-klinis, bahkan tepat untuk digunakan dalam penanganan kesehatan. Sebagai alat ukur kecemasan, depresi dan stres, DASS memiliki tingkat pembeda yang cukup tinggi karena sudah memisahkan ketiga faktor tersebut dalam indikator-indikator yang jelas (tidak ambigu).

B. Hipertensi

1. Pengertian

Hipertensi diartikan sebagai kondisi tekanan darah yang menetap lebih tinggi dari kisaran normal (Althaus, 1997). Beevers (2002) medefinisikan hipertensi sebagai kondisi seseorang dengan tingkat tekanan darah diatas atau sama dengan 140/90 mmHg. Sedikit berbeda dengan Beevers, Eyer serta Gutmann (dalam Karyono 1994), secara garis besar hipertensi didefinisikan sebagai naiknya tekanan darah secara kronis, umumnya di atas 140/95 mmHg. Batas atas kisaran normal yang ditetapkan WHO (dalam Tuty, 2006) adalah 140 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan 90 mmHg untuk tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik menggambarkan besarnya tekanan cairan darah ke dinding pembuluh darah sewaktu jantung berkontraksi mencurahkan darah dari jantung ke seluruh tubuh, sedangkan tekanan darah diastolik menggambarkan hal yang sama, namun pada saat jantung relaksasi memasukkan darah dari seluruh tubuh ke dalam jantung. Dengan demikian, setiap kali pengukuran tekanan darah dilakukan, dilaporkan dua nilai sebagai tekanan sistolik dan tekanan diastolik (Althaus, 1997)

(40)

Hipertensi merupakan penyakit permanen atau penyakit yang akan diderita seumur hidup (Hipertensi Baru, www.elexmedia.com 2007). Meskipun hipertensi bukan merupakan penyakit pembunuh utama, namun penyakit ini digolongkan sebagai The Silent Killer (pembunuh diam-diam/pembunuh bisu) karena biasanya tidak menimbulkan gejala-gajala tertentu hingga akhirnya menimbulkan penyakit lain ataupun komplikasi yang dipicu oleh tekanan darah tinggi tersebut, dengan kata lain penyakit ini sulit terdiagnosis sejak awal (Beevers 2002).

(41)

2. Klasifikasi Hipertensi

Pengelompokkan kriteria hipertensi bermacam-macam, namun secara umum kurang lebih sama. World Health Organization atau WHO (dalam Tuty 2006) mengklasifikasikan tingkat tekanan darah dalam satuan mmHg pada tabel 1.

TABEL 1

Klasifikasi Tingkat Tekanan Darah Menurut WHO dalam Satuan mmHg

No Klasifikasi Sistolik Diastolik

1 Optimal <120 <80

2 Normal <130 <85

3 Normal-tinggi 130-139 85-89

4 Hipertensi derajat 1 (ringan) 140-159 90-99 5 Hipertensi derajat 2 (sedang) 160-179 100-109 6 Hipertensi derajat 3 (berat) ≥180 ≥110 7 Hipertensi sistolik terisolasi 140 < 90 8 Subkelompok : boderline 140 – 149 < 90

Selanjutnya diterangkan jika tekanan darah sistolik dan diastolik berbeda klasifikasi, maka klasifikasi yang dipakai adalah klasifikasi yang lebih tinggi.

Menurut Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure atau JNC, terdapat perbedaan antara JNC VI dan JNC VII yang terlihat dalam tabel 2 dan tabel 3 berikut (Tuty 2006).

TABEL 2

Klasifikasi Tekanan Darah dan Hipertensi Umur ≥ 18 Tahun Menurut JNC VI dalam mmHg

No Klasifikasi Sistolik Diastolik 1 Optimal < 120 <80

2 Normal <130 <85

(42)

TABEL 3

Klasifikasi Tekanan Darah dan Hipertensi Umur ≥ 18 tahun Menurut JNC VII dalam mmHg

No Klasifikasi Sistolik Diastolik

1 Normal < 120 <80

2 Prehipertensi 120-139 80-89 3 Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99 4 HipertensiDerajat 2 ≥160 ≥100

Dalam penelitian ini digunakan pengklasifikasian hipertensi ditentukan berdasarkan klasifikasi menurut WHO karena cenderung sama dengan pengklasifikasian hipertensi dalam JNC VI.

3. Penyebab Hipertensi

Menurut penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi:

a. Hipertensi Primer (hipertensi esensial), yaitu hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui secara spesifik (Beevers 2002).

b. Hipertensi Sekunder, yaitu hipertensi yang diakibatkan oleh masalah yang terjadi akibat efek samping pemberian suatu obat, kehamilan, atau gangguan organik lain seperti ginjal dan paru (WHO 1978 dalam Karyono 1994).

Dalam Beevers (2002) dikatakan bahwa 95 persen kasus hipertensi merupakan hipertensi primer atau esensial dan 5 persen sisanya merupakan hipertensi sekunder.

(43)

a. Faktor Genetik atau Keturunan

Menurut WHO pada tahun 1978 (dalam Karyono, 1994), terdapat empat hal yang dapat dijadikan bukti akan adanya pengaruh faktor keturunan sebagai salah satu faktor penyebab hipertensi, yaitu:

1) Tekanan darah dalam satu keluarga relatif sama.

2) Pada kembar monozigotik tekanan darahnya cenderung sama satu sama lain dibanding kembar dizigotik.

3) Antara anak kandung dan adopsi tidak terdapat korrelasi yang bermakna dalam tekanan darahnya.

4) Terdapat kecenderungan antara saudara dekat dan saudara jauh memiliki tekanan darah yang sama.

b. Faktor Pola Makan 1) Berat Badan

Seseorang dengan berat badan berlebihan (tidak disertai tinggi badan) cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang kurus. Hal ini disebabkan karena semakin berat badan seseorang maka semakin besar pula kerja jantung dan pembuluh darah dalam melayani seluruh tubuh (Karyono 1994).

2) Konsumsi Garam

(44)

dalam sel-sel tersebut, dan akan menyebabkan arteri kecil berkontraksi dan menyempit (Beevers 2002).

3) Konsumsi Alkohol

Semakin banyak konsumsi alkohol maka semakin tinggi tekanan darah di dalam tubuh. Bahkan peminum berat atau alkoholik sangat beresiko mengalami stroke (Beevers 2002).

4) Konsumsi Potasium dan Kalsium

Potasium banyak terkandung dalam buah-buahan dan sayuran, sedangkan kalsium banyak terkandung dalam susu. Dengan mengonsumsi banyak buah dan sayur maka kecenderungan munculnya hipertensi semakin kecil. Hal ini disebabkan karena sel-sel tubuh bereaksi terhadap kandungan potasium yang tinggi dengan membuang sodium. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi kalsium maka tubuh aman dari kemunculan hipertensi. Namun penelitian ini masih menjadi kontroversi (Beevers 2002). 5) Konsumsi Protein

(45)

6) Konsumsi Air Lunak atau minuman ringan (Soft Drink)

Soft Drink menyebabkan kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan darah karena dalam soft drink terkandung kadar garam yang cukup tinggi dan kandungan mineral yang rendah (Karyono 1994). c. Faktor Olahraga

Dalam kenyataanya ketika berolahraga tubuh bekerja lebih keras sehingga tekanan darahpun naik. Namun jika olahraga ini dilakukan dengan teratur maka dapat mempengaruhi menurunnya tekanan darah dibandingkan dengan melakukan olahraga yang cukup melelahkan namun hanya sesekali (tidak teratur). Seseorang yang melakukan olahraga teratur cenderung memiliki pola hidup yang lebih sehat dengan tidak memiliki kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol (Beevers 2002).

d. Faktor Psikososial (Karyono 1994 dan Beevers 2002) 1) Konflik

Dalam Karyono (1994) dikatakan bahwa rasa bermusuhan (konflik) atau kondisi neurotik berpengaruh pada perubahan tekanan darah. Hal ini dikemukakan pertama kali oleh Alexander (1939) yang dikutip oleh Prokop dan Bradley (1981).

2) Stres

(46)

4. Penanganan Hipertensi

Penanganan hipertensi dibagi menjadi dua bagian besar yaitu penanganan farmakologis dan penanganan nonfarmakologis. Penanganan farmakologis menggunakan obat-obatan untuk mengurangi tekanan darah, yang diberikan oleh dokter. Penanganan nonfarmakologis, biasanya dilakukan dengan cara mengubah pola hidup, diantaranya melalui mengurangi konsumsi garam, mengendalikan berat badan, mengendalikan pengkonsumsian minuman beralkohol, melakukan olahraga, mengkonsumsi suplemen potassium dan kalsium, mengikuti konseling stres, melakukan relaksasi dan melakukan meditasi.

C. Kecemasan pada Penderita Hipertensi

(47)

dikendalikan (otot rangka), dan saraf otonom yang mengatur gerakan yang tidak bisa dikendalikan (otot jantung, otot dinding pembuluh darah dan otot usus). Sistem saraf otonom terdiri atas saraf simpatis dan saraf parasimpatis yang bekerja berlawanan. Apabila saraf simpatis terangsang akan terjadi peningkatan denyut jantung, penyempitan pembuluh darah dan peningkatan tekanan darah. Saraf parasimpatis bertugas mengembalikan respon peningkatan tekanan darah tersebut ke kondisi normal.

Kecemasan akan merangsang sistem saraf simpatis yang selanjutnya akan merangsang kelenjar anak ginjal (kelenjar adrenal) untuk mengeluarkan hormon adrenalin dan noradrenalin, kortisol dan aldosteron. Zat-zat tersebut akan meningkatkan denyut jantung dan mempersempit pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Faisal, 2006). Disamping rangsangan simpatis, kecemasan akan mengurangi pembuatan sel darah putih sehingga daya tahan tubuh terhadap penyakit akan menurun (Frazier, 2002)

(48)

Steproe (1982) membuktikan pengaruh kecemasan dalam meningkatkan tekanan diastolik.

Hipertensi berpengaruh terhadap munculnya atau meningkatnya kecemasan pada seseorang. Santrock (2002) dan Beevers (2004) mengemukakan pendapat yang sama bahwa seseorang yang menderita hipertensi harus mengubah gaya hidupnya, seperti melakukan diet, olah raga, menghentikan kebiasaan merokok dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol, serta melakukan aktivitas pengelolaan kondisi psikologis. Hipertensi merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat menimbulkan komplikasi penyakit lain yang lebih berat, seperti paru-paru, jantung, stroke dan gagal ginjal bahkan berpotensi besar menyebabkan kematian (Santrock 2002). Paksaan untuk mengubah gaya hidup dan kekhawatiran akan munculnya berbagai kompilikasi serta ancaman kematian dapat menimbulkan kecemasan pada penderita hipertensi.

(49)

D. Kerangka Berpikir

KECEMASAN

Saraf simpatis terangsang

Kelenjar adrenalin terangsang

Keluar adrenalin, noradrenalin, kortisol, aldosteron

-Denyut jantung meningkat -Pembuluh darah tepi menyempit

Tekanan darah meningkat

(HIPERTENSI)

Khawatir akan komplikasi penyakit yang lebih berat

Khawatir akan kematian Terpaksa mengubah

gaya hidup

E. Pertanyaan Penelitian

Berdasar uraian diatas, dapat dibuat pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Berapa rata-rata tingkat kecemasan penderita hipertensi?

(50)

29 A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif mencoba mencari deskripsi yang tepat dan cukup dari semua aktivitas, objek, proses, dan manusia. Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengumpulan fakta, identitas, dan meramalkan hubungan dalam dan antara variabel (Basuki, 2006).

Berdasar teori di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memberi gambaran tingkat kecemasan penderita hipertensi tanpa membuat kesimpulan yang berlaku secara umum di luar subjek penelitian.

B. Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti yaitu tingkat kecemasan penderita hipertensi.

C. Definisi Operasional

(51)

Penderita hipertensi adalah seseorang yang memiliki kondisi tekanan darah sistolik yang lebih tinggi atau sama dengan 140 mmHg dan atau diastolik lebih tinggi atau sama dengan 90 mmHg. Tinggi tekanan darah subjek didapat dengan menanyakan langsung kepada penderita hipertensi yang bersangkutan maupun menanyakan pada perawat yang telah mengukur tinggi tekanan darah penderita hipertensi menggunakan alat spygnomanometer.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah 67 orang yang sudah didiagnosa sebagai penderita hipertensi dan didapat dengan tekhnik accidental purposive sampling di poliklinik USD dan UNY serta Rumah Sakit Panti Rapih dan Rumah Sakit Bethesda. Disamping itu subyek penelitian didapat dari relasi peneliti.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan skala kecemasan yang diadaptasi dari

Depression Anxiety Stress Scale (DASS) sub skala anxiety (kecemasan) yang dibuat oleh Lovibond dan Lovibond (dalam Crawford 2003). Skala terdiri atas 14 pernyataan dengan 4 alternatif jawaban skala Likert dalam bentuk angka, yaitu 0; 1; 2; 3. Secara berurutan pengertian dari setiap respon tersebut adalah tidak pernah; kadang-kadang; sering; hampir setiap hari. Semua pernyataan dalam skala ini merupakan pernyataan favorable, dan untuk lebih jelasnya akan dijabarkan sebagai berikut.

(52)

1 : bila dalam satu minggu terakhir subjek kadang-kadang mengalami 2 : bila dalam satu minggu terakhir subjek cukup sering mengalami 3 : bila dalam satu minggu terakhir subjek hampir setiap hari mengalami

Penjelasan sebaran bobot setiap aspek (blue print) dan juga sebaran item pernyataan dalam skala kecemasan ini akan dijabarkan ke dalam tabel 4 dan tabel 5 berikut ini.

TABEL 4 Blue Print DASS-A

No Aspek Jumlah

Distribusi Item Skala Kecemasan DASS-A Sebelum Seleksi Item (uji coba)

No Aspek Nomor Item Jumlah

Item-item dalam skala kecemasan tersebut untuk selanjutnya diuji cobakan kepada subyek penelitian dan selanjutnya dianalisis. Analisis ini digunakan untuk melihat kelayakan dan kesesuaian tiap item pada penelitian ini. Setiap item yang tidak layak untuk selanjutnya akan digugurkan dan tidak disertakan ke dalam angket penelitian.

(53)

F. Validitas dan Reliabilitas

1. Pengukuran Validitas Alat Tes

Validitas adalah taraf kesungguhan dari sebuah instrumen penelitian untuk mengukur secara tepat sesuatu yang ingin diukur (Kerlinger 2006). Validitas internal (validitas isi) telah dipertanggungjawabkan oleh Lovibond dan Lovibond dengan menyusun item pernyataan yang meliputi seluruh aspek kecemasan. Validitas eksternal ditunjukkan oleh nilai korelasi antara instrumen tersebut dengan instrumen lain yang sebanding. DASS-A berkorelasi dengan Beck Anxiety Inventory (BAI) sebesar 0,81, dengan The Personal Disturbance Scale-sub Anxiety (sAD-A) sebesar 0,72. Korelasi antara DASS-A dengan The Hospital Anxiety and Depression Scale- sub Anxiety (HADS-A) sebesar 0.62 (p<0.001)

Adaptasi instrumen DASS-A dilakukan dengan cara menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Terjemahan dilakukan oleh peneliti dibawah bimbingan ahli yaitu A.Tanti Arini, S.Psi., M.Si. (dosen pembimbing) dan Dr. dr. B.M. Wara Kushartanti, MS. Hasil terjemahan bahasa Indonesia diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris oleh ahli yang menguasai secara substansi maupun bahasa (expert judgement) yaitu Prof. dr. J. Hari Kusnanto, Dr.PH.. Akhirnya peneliti dibawah bimbingan ahli membandingkan instrumen DASS-A yang asli dengan terjemahan kembali dalam bahasa Inggris. Beberapa perbedaan dikonsultasikan kembali kepada

(54)

2. Seleksi Item

Proses seleksi item dilakukan sesudah seluruh data terkumpul. Seleksi item digunakan untuk menganalisis dan menyaring item-item yang berkualitas, layak dan sesuai dengan penelitian. Menurut Saifuddin (2005), seleksi item adalah memilih item yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur yang dikehendaki penyusunnya. Prosedur seleksi item dilakukan melalui pengukuran koefisien korelasi setiap item. Hal ini didapatkan dengan cara mengkorelasikan skor item dengan skor item total. Skor koefisien korelasi tiap item dikatakan baik atau layak apabila skor positif dan rix >0,25, sebaliknya item yang gugur adalah item yang memilki rix < 0,25 dan berbentuk negatif (Saifuddin, 2005). Koefisien item yang dihasilkan mendekati nol menunjukkan bahwa item tersebut tidak memberikan informasi apa-apa dan menjadi item mubazir yang keberadaannya akan mengurangi kualitas tes sehingga lebih baik digugurkan (http://psikologistatistik.blogspot.com). Koefisien item yang berbentuk negatif dapat diartikan sebagai ketidaksesuaian item dengan item keseluruhan, atau dengan kata lain item tersebut justru merusak reliabilitas skala, maka harus dihilangkan. Proses penghitungan tidak dilakukan secara manual, melainkan dengan bantuan program SPSS versi 15 for Windows.

(55)

TABEL 6 *) Item no 8 digugurkan karena rix < 0,25

Dengan menggugurkan salah satu item maka konsekuensi yang harus dilakukan adalah mengatur kembali penomoran atau urutan item dalam skala kecemasan ini. Dalam tabel 7 berikut ini tampak penomoran kembali skala kecemasan.

TABEL 7

Distribusi Item Skala Kecemasan DASS-A Setelah Seleksi Item (penelitian)

No Aspek Nomor Item Jumlah

Untuk selanjutnya 13 item inilah yang akan dianalisis. 3. Pengukuran Reliabilitas Alat Tes

Pada dasarnya reliabilitas adalah tingkat kepercayaan pada suatu alat ukur. Tingkat kepercayaan ini sangat erat hubungannya dengan besar error

(56)

Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan konsistensi internal yaitu dengan melihat konsistensi antar item dalam alat ukur atau instrumen itu sendiri. Analisis reliabilitasnya dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach. Reliabilitas telah dianggap memuaskan bila koefisiennya mendekati 1,00. Dengan koefisien reliabilitas 0,900 berarti perbedaan (variasi) yang tampak pada skor skala tersebut mampu mencerminkan 90% dari variasi yang terjadi pada skor murni kelompok subyek yang bersangkutan, dengan kata lain bahwa 10% dari perbandingan skor yang tampak disebabkan oleh variasi atau kesalahan pengukuran tersebut (Saifudin,2005).

Reliabilitas DASS-A telah dihitung oleh Lovibond dan Lovibond (1995) sebesar 0,84, sedangkan Crawford (2003) mendapatkan angka 0,897 dan Nieuwenhuijsen (2003) mendapatkan angka sebesar 0,88.

Perhitungan reliabilitas koefisien Alpha pada skala kecemasan DASS dengan analisa Cronbach’s Alpha menggunakan SPSS versi 15 for Windows. Hasil perhitungan reliabilitas skala kecemasan DASS sebelum seleksi item adalah 0,822, sedangkan reliabilitas setelah item no 8 digugurkan naik menjadi 0,830.

G. Teknik Analisis Data

(57)

modus, median, variasi kelompok melalui rentang data dan standar deviasi. Mean adalah nilai rata-rata hitung dari suatu kelompok. Modus adalah nilai yang paling sering terjadi atau yang mempunyai frekuensi paling tinggi. Median adalah nilai tengah setelah data diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar atau sebaliknya (Kerlinger 2006).

Mean empirik yang didapat dari penelitian dan dihitung dengan bantuan program SPSS versi 15 for Windows, akan dibandingkan dengan mean teoritik. Mean teoritik dihitung dengan cara berikut ini (Saifuddin 2005):

1. Skor minimum : skor paling rendah yang diperoleh subjek pada skala yaitu 0. 2. Skor maksimum : skor paling tinggi yang diperoleh subjek pada skala yaitu 3. 3. Range : luas jarak sebaran antara skor maksimum dan skor

minimum.

4. Standar Deviasi (SD): luas jarak sebaran yang dibagi dalam 6 satuan standar deviasi.

5. Mean teoritik (µ) : rata-rata teoritik dari skor maksimum dan minimum.

Dengan prosedur diatas maka penghitungan skor diatas dapat dijabarkan sebagai berikut,

N item=13

Skor minimum teoritik : skala respon terendah × N item

: 0 X 13

: 0

Skor maksimum teoritik : skala respon tertinggi × Nitem

: 3 X 13

: 39

(58)

: 39 – 0

Mean Teoritik hasil penghitungan akan digunakan sebagai dasar pembentukan kategorisasi tingkat kecemasan. Perumusan dalam penghitungan kategorisasi tersebut berdasarkan model distribusi normal yang dibagi menjadi 5 kategori tingkat kecemasan, yaitu Normal; Ringan; Sedang; Berat dan; Sangat Berat. Secara jelas pengkategorisasian tampak dalam tabel 8.

TABEL 8

Kategorisasi Tingkat Kecemasan

RUMUS Pemasukan angka Kategori

x ≤ (µ - 1,5 )

(59)

38 A. PERSIAPAN PENELITIAN

1.Perizinan penelitian

(60)

pernyataan tentang diperbolehkannya peneliti untuk melakukan penelitian di tempat tersebut. Surat tanggapan dari UPK-USD yang lebih kurang berisi hal yang sama diterima pada tanggal 8 Januari 2009 dengan nomor 001/BAU-UPK/1/2009. Penyebaran kuesioner pada kedua tempat tersebut dilakukan oleh petugas UPK sehingga peneliti hanya menitipkan kuesioner.

Izin penelitian pada Rumah Sakit Panti Rapih dan Rumah Sakit Bethesda menggunakan surat izin penelitian resmi yang berbeda dengan surat izin penelitian di kedua poliklinik diatas, yaitu peneliti wajib memberikan surat ijin penelitian yang lebih terstruktur dan menyertakan proposal penelitian. Pada tanggal 18 Desember 2008 peneliti menyerahkan surat izin penelitian yang sudah disahkan oleh Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dengan nomor 126a./D/KP/Psi/USD/XII/2008 beserta proposal penelitian. Surat tanggapan yang berisi pemberian izin penelitian dari RS Panti Rapih diterima tanggal 3 Januari 2009 dengan nomor RAPIH/UMUM/0109/L.003, sedangkan surat tanggapan dari RS Bethesda yang berisi hal yang sama diterima tanggal 12 Januari 2009 dengan nomor 220/D.137/2009. Prosedur penelitian di kedua Rumah Sakit ini berbeda dengan prosedur di poliklinik, yaitu peneliti harus menyebarkan dan mewancarai sendiri penderita hipertensi pada Divisi Rawat Jalan Penyakit Dalam.

(61)

B. PELAKSANAAN PENELITIAN 1. Waktu Penelitian

Secara keseluruhan pengambian data dilakukan sejak awal November 2008 hingga akhir Januari 2009. Selama jenjang waktu lebih kurang tiga bulan, peneliti melakukan pengambilan data di tempat-tempat yang berbeda, seperti di rumah-rumah subjek penelitian, di poliklinik UNY dan USD, maupun di Rumah Sakit Panti Rapih dan Bethesda. Peneliti mengambil keputusan untuk menggunakan metode try out terpakai, dengan alasan adanya keterbatasan jumlah responden, waktu, tenaga dan biaya yang dimiliki oleh peneliti. Dalam waktu tiga bulan didapatkan responden sebanyak 67 orang. Pengambilan data di tempat-tempat yang berbeda dan letaknya yang berjauhan, dengan biaya operasional yang cukup tinggi menjadi pertimbangan utama digunakannya metode try out terpakai dalam penelitian ini.

2. Cara-cara pelaksanaan penelitian

(62)

pengambilan surat izin penelitian di bagian sekretariat dan selanjutnya menemui kepala bagian Pusmarsa dan kepala bagian Instalasi Penyakit Dalam untuk mengklarifikasi proses pengambilan data. Secara umum proses pengambilan data di RS Bethesda tidak jauh berbeda dengan RS Panti Rapih. Selama proses pengambilan data di beberapa tempat ini berlangsung, secara bersamaan peneliti tetap melakukan pengambilan data secara insidental dengan bantuan informasi dari relasi-relasi peneliti.

C. HASIL PENELITIAN

1. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian

Penjabaran frekuensi dan penghitungan mean dari karakteristik atau demografi subjek dilakukan dengan bantuan program SPSS 15 for Windows. Karakteristik subjek terdiri dari jenis kelamin, status pernikahan, jenis pekerjaan, umur, lama menderita, tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Jumlah total subjek penelitian sebanyak 67 orang. Penjabaran singkat mengenai karakteristik subjek dalam penelitian ini akan dituangkan secara ringkas dalam tabel 9 dibawah ini.

(63)

Dari tabel 9 dapat dijelaskan bahwa dari 67 orang subjek panelitian ini terdiri dari 40 subjek laki-laki dan 27 subjek perempuan. Subjek laki-laki lebih banyak daripada subjek perempuan dengan prosentase sebesar 59,7% dibanding 40,3%. Dari segi status pernikahan, subjek penelitian terdiri atas 53 orang yang sudah menikah dan 14 orang yang belum menikah, dengan prosentase 79,1% dan 20,9%. Subjek penelitian didominasi oleh subjek yang bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 31 orang (46,3%) dan PNS sebanyak 18 orang (26,9%).

Berdasarkan tabel diatas dapat katakan bahwa dari 67 subjek penelitian ini rata-rata berumur 49,42 tahun dengan rentang usia antara 21tahun hingga 81 tahun. Rata-rata lama menderita hipertensi pada subjek adalah 78,24 bulan atau 6,5 tahun dengan rentang waktu antara 2 bulan hingga 432 bulan (36 tahun). Ukuran rata-rata tekanan sistolik dalam penelitian ini adalah 153,66 mm/Hg dengan rentang ukuran terendah hingga tertinggi adalah antara 140 mm/Hg hingga 190 mm/Hg. Tekanan diastolik subjek penelitian ini berkisar antara 90 mm/Hg hingga 110 mm/Hg dengan rata-rata sebesar 95,30 mm/Hg.

2. Deskripsi Data Penelitian

(64)

TABEL 10

Deskripsi Data Penelitian Tingkat Kecemasan Skor

Statistik

Teoritik Empirik

N 67

∑ 13

Skor Minimum 0 0 Skor Maksimum 39 20

Range 39 20

Standar Deviasi 6,5 5,112

Mean 19,5 8,33

Dari tabel 10 ditunjukkan bahwa secara umum skor empirik lebih rendah dibanding skor teoritik khususnya mean, yaitu Mean empirik 8,33 < Mean teoritik 19,5. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum subjek penelitian ini

cenderung memiliki tingkat kecemasan yang rendah. 3. Kategorisasi Tingkat Kecemasan Penderita Hipertensi

(65)
(66)

Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa 25 orang masuk dalam kategori tingkat kecemasan normal dengan prosentase sebesar 37,3%. Untuk kategori ringan terdiri dari 29 orang subjek penelitian, serta untuk kategori sedang terdiri dari 12 orang. Secara berurutan subjek pada kategori ringan dan sedang memiliki prosentase sebesar 43,3% dan 17,9% dari keseluruhan subjek penelitian. Hanya 1 subjek yang masuk dalam kategori tingkat kecemasan berat.

Dari kolom jenis kelamin terlihat bahwa dalam kategori normal, jumlah subjek perempuan hampir sama dengan jumlah subjek laki-laki. Pada kategori ringan dan sedang jumlah subjek laki-laki lebih banyak daripada perempuan, hal ini sesuai dengan jumlah subjek laki-laki lebih banyak dalam penelitian ini. Pada kategori berat subjek adalah seorang perempuan.

Dari kolom status pernikahan terlihat bahwa dalam kategori normal hingga berat subjek yang sudah menikah relatif lebih banyak dibanding dengan yang belum menikah. Hal ini sangat mungkin terjadi karena rata-rata umur subjek dalam penelitian ini adalah 49 tahun, biasanya pada umur ini seseorang sudah menikah.

Semua jenis pekerjaan terdapat dalam kategori tingkat kecemasan normal, ringan dan sedang. Dalam kategori jenis pekerjaan tersebut, pegawai swasta cenderung lebih banyak dibanding jenis pekerjaan lainnya, bahkan dalam kategori berat subjek bekerja sebagai pegawai swasta.

(67)

tiap kelompok, karena pada setiap kategori normal, ringan dan sedang kelompok-kelompok tersebut selalu muncul dengan prosentase yang berbeda-beda. Berdasarkan kemunculan setiap kelompok pada setiap kategori muncul dugaan bahwa setiap kelompok tidak memiliki perbedaan tingkat kecemasan secara signifikan.

Dari kolom umur, tampak pola tertentu, yaitu umur yang semakin muda disertai tingkat kecemasan yang semakin meningkat, namun rata-rata umur kategori ringan dan sedang relatif sama. Dalam kolom tekanan darah sistolik dan diastolik terlihat bahwa meningkatnya rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik subjek seiring dengan meningkatnya kategori tingkat kecemasan. Pola-pola ini memunculkan dugaan sementara bahwa umur, tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kecemasan penderita hipertensi.

Berbeda dengan kolom umur, kolom lama menderita tidak memperlihatkan suatu pola tertentu dalam setiap kategori. Setiap kenaikan kategori tidak diiringi perubahan skor lama menderita secara teratur.

Berdasarkan data-data pola di atas maka akan dilakukan uji statistik untuk membuktikan dan memperkuat dugaan-dugaan sementara yang muncul. 4. Hasil Penelitian Tambahan

a. Uji Asumsi

i. Uji Normalitas

(68)

yang terdistribusi secara normal merupakan data yang akan mengikuti bentuk distribusi normal, di mana data memusat pada nilai rata-rata dan median. Uji normalitas dilakukan dengan bantuan program SPSS

15 for Windows, dengan prosedur mencari rasio skewness, rasio

kurtosis serta uji signifikansi non-parametrik Kolmogorov-Smirnov. Memperoleh nilai rasio skewness dan rasio kurtosis dilakukan dengan cara membagi masing-masing skor skewness dan skor kurtosis dengan skor standar error masing-masing. Jika hasilnya adalah lebih besar dari -2 dan lebih kecil dari 2, maka distribusi variabel tersebut dapat dikatakan normal. Sedangkan jika melalui tes Kolmogorof-Smirnov, suatu variabel terdistribusi secara normal jika signifikansi> 0,05. Normalitas variabel-variabel dari penelitian ini tertuang dari tabel berikut.

TABEL 12 Hasil Uji Normalitas

*) keterangan: angka yang dipertebal dan digaris bawahi menerangkan distribusi variabel tersebut normal.

umur

Mean 49,42 78,24 153,66 95,30 8,33

Skewness -0,076 2,341 0,888 1,225 0,427

Std. Error of Skewness 0,293 0,293 0,293 0,293 0,293 Nilai Rasio Skewness -0,259* 7,989 3,030 4,180 1,457*

Kurtosis 0,013 5,977 0,044 0,618 -0,637

Std. Error of Kurtosis 0,578 0,578 0,578 0,578 0,578 Nilai Rasio Kurtosis 0,224* 10,340 0,076* 1,069* -1,102* Signifikansi (2 tailed) dg

(69)

Dari tabel 12 dapat diartikan bahwa variabel umur terbukti terdistribusi secara normal dengan cara-cara uji normalitas manapun, baik rasio skewness, rasio kurtosis serta uji signifikansi non-parametrik Kolmogorov-Smirnov. Sama halnya dengan variabel umur, variabel dependen tingkat kecemasan juga terdistribusi secara normal dengan tiga cara uji normalitas. Untuk variabel tekanan darah sistolik dan diastolik terdistribusi secara normal dengan melihat nilai rasio

kurtosis yang terletak antara -2 dan 2. Satu-satunya variabel yang tidak terdistribusi secara normal adalah lama menderita.

ii. Uji Homogenitas (Jenis Kelamin, Status pernikahan, Jenis Pekerjaan)

Uji homogenitas merupakan uji asumsi yang harus dilakukan sebelum uji beda. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah variabel-variabel yang akan dibedakan tidak memiliki variansi yang berbeda. Uji Homogenitas dilakukan dengan bantuan program SPSS 15 for Windows dan menggunakan levene’s test. Data dikatakan homogen jika probabilitasnya (sig.) lebih besar dari 0,05. Hasil penghitungan ditampilkan dalam tabel 13 berikut ini.

TABEL 13 Hasil Uji Homogenitas

(70)

Dari tabel 13 dapat dikatakan bahwa ketiga variabel yaitu jenis kelamin, status pernikahan dan jenis pekerjaan adalah homogen, sehingga dapat diartikan bahwa sebaran variansi dari data yang akan dibedakan adalah tidak berbeda. Hal ini tampak dari skor signifikansi ketiga variabel tersebut lebih besar dari 0,05.

iii. Uji Linearitas (Umur, Lama Menderita, Tekanan Darah Sistolik, Tekanan Darah Diastolik dan Tingkat Kecemasan)

Uji linearitas dilakukan sebelum mengkorelasikan dua variabel. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah kedua variabel berhubungan secara linear atau tidak. Uji Linearitas dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan melihat Signifikansi dalam tabel ANOVA, dimana sig<0,05 adalah linear (Cornelius, 2005) dan melihat grafik hubungan antara variabel dependen dan variabel independen (Purbayu, 2005). Untuk penelitian ini uji linearitas dilakukan dengan bantuan program SPSS 15 for Windows dan menggunakan ANOVA table.

TABEL 14 Hasil Uji Linearitas

Variabel Sig

Umur 0,003*

Lama Menderita 0,771 Tekanan Darah Sistolik 0,007* Tekanan Darah Diastolik 0,002* *) p<0,005= linear

(71)

signifikansi tabel anova antara ketiga variabel tersebut dengan tingkat kecemasan yang lebih kecil dari 0,05. Variabel lama menderita tidak berhubungan secara linear dengan tingkat kecemasan karena nilai signifikansi>0,05.

b. Uji Beda

Uji beda kali ini dilakukan untuk mengetahui ada-tidaknya perbedaan rata-rata tingkat kecemasan antara kelompok laki-laki dan perempuan, antara kelompok subjek yang sudah menikah dan belum menikah, serta antara kelompok subjek yang tidak bekerja, PNS, swasta dan pensiun. Pembedaan menurut jenis kelamin dan status pernikahan menggunakan Uji t, sedangkan pembedaan menurut jenis pekerjaan menggunakan uji anova satu jalur. Untuk penelitian ini uji beda dilakukan dengan bantuan program SPSS 15 for Windows.

TABEL 15 Hasil Uji Beda

Variabel Kategori Mean Beda Sig

Laki-laki 9,10 1,519 0,134

Jenis Kelamin

Perempuan 7,19 1,454 0,152

Menikah 8,32 -0,024 0,981

Status Pernikahan

Tidak Menikah 8,36 -0,022 0,983 Tidak Bekerja 9,73

PNS 7,78 Swasta 9,39 Jenis Pekerjaan

Pensiun 7,29

0,431 0,731

(72)

c. Uji Korelasi

Uji korelasi dilakukan untuk melihat hubungan dan signifikansinya (taraf signifikansi 0,05) antara umur, lama menderita, tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik dengan tingkat kecemasan. Untuk penelitian ini uji korelasi dilakukan dengan bantuan program SPSS 15 for Windows.

TABEL 16 Hasil Uji Korelasi

Variabel Korelasi Sig

Umur -0,313 0,010*

Lama Menderita 0,034 0,782 Tekanan Darah Sistolik 0,331 0,006* Tekanan Darah Diastolik 0,365 0,002* *) korelasi signifikan pada taraf 5% (0,05)

Tabel 16 menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara umur, tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik dengan tingkat kecemasan. Lama menderita tidak berkorelasi secara signifikan dengan tingkat kecemasan.

D. PEMBAHASAN

Gambar

TABEL 1 Klasifikasi Tingkat Tekanan Darah Menurut WHO dalam Satuan mmHg
TABEL 4 Blue Print DASS-A
TABEL 6 Seleksi Item
TABEL 8 Kategorisasi Tingkat Kecemasan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seorang remaja harus mampu melakukan penyesuaian sosial dengan baik terutama dengan teman sebaya di sekolah, karena remaja memiliki kebutuhan yang tinggi untuk berelasi dengan

Pada perilaku altruistik pengorbanan diri ( self-sacrificing ) tanpa memperhatikan kepentingan diri sendiri. Perilaku altruistik juga berarti tidak mengharapkan adanya

Dengan memberikan pelayanan yang baik, maka perusahaan tidak akan mengalami kerugian yang besar sejauh pelanggan masih nyaman dan senang menggunakan jasa pelayaran kami..

Ibu Susana juga menambahkan bahwa di sekolah, anak-anak yang mengikuti terlalu banyak kursus tersebut menunjukkan gejala-gejala anak yang tertekan dan memiliki tingkat stres

Menurut Herbert (1978) tingkah laku agresif merupakan suatu bentuk tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial yang menyebabkan luka fisik, psikis pada orang lain

1) Seeking social support for emotional reasons atau mencari dukungan sosial untuk alasan emosional, ditandai dengan adanya.. usaha individu untuk mencari dukungan

Penelitian ini bertujuan melihat konsumtivisme wanita dewasa awal pada tiga wilayah konsumsi, yaitu konsumsi primer (makanan, minuman, minuman beralkohol, kopi,

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif fenomenologi dengan analisis interpretatif (AFI). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara semi