• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ciri-ciri Fase Anak Usia Dini

Dalam dokumen Buku BIMBINGAN DAN KONSERLING ANAK (Halaman 163-167)

PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

B. Ciri-ciri Fase Anak Usia Dini

kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SI adalah fondasi yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EI secara efektif.

Sementara itu Zohar & Marshall (2000: 3-4) meyakini bahwa SI merupakan kecerdasan tertinggi karena kecerdasan spiritual adalah pemikiran yang terilhami. Ia adalah cahaya, ciuman kehidupan yang membangunkan tidur indah kita. Ia menghidupkan orang dari segala usia, di segala situasi. Dalam diri anak-anak, kesadaran itu menjadikan mereka ingin menemukan dan mengembangkan bakat-bakat bawaan, energi, dan hasratnya (Marsha Sinetar, 2000: ix). Abraham Maslow mendefinisikan aktualisasi diri sebagai wilayah spiritual, yaitu wilayah bagi seseorang untuk mencurahkan kreativitasnya dengan santai, senang (gembira), toleran, dan perasaan terpanggil untuk membantu orang lain menggapai kebijaksanaan dan kebahagiaan.

Spiritualitas merupakan ranah yang unik dan tidak dapat digantikan oleh ranah lainnya seperti kognisi, emosi, dan sistem sosial. Juga tidak terartikulasikan ke dalam praktik dan ilmu perilaku. Transendental bermakna bahwa nilai-nilai kebaikan atau norma-norma kehidupan dalam persepktif manusia harus disandarkan kepada aturan dan ketentuan Tuhan, dan ini berlaku untuk semua hal dan kejadian.

1. Bersifat Egosentris Naif

Anak dikatakan memiliki sifat egosentris naif karena anak selalu memandang dunia luar dari perspektif pandangannya sendiri, sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya sendiri, serta dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit. Tidak dapat dipungkiri anak masih sangat dipengaruhi oleh akalnya yang masih sangat sederhana sehingga tidak mampu menyelami perasaan dan pikiran orang lain. Anak belum memahami arti sebenarnya dari suatu peristiwa dan belum mampu menempatkan dirinya ke dalam kehidupan atau pikiran orang lain. Ia sangat terikat pada dirinya sendiri dan menganggap bahwa pribadinya adalah satu dan terpadu erat dengan lingkungannya. Dengan kata lain anak belum mampu memisahkan dirinya dengan lingkungannya. Dalam proses perkembangannya setiap anak memiliki sikap egosentris yang naif ini dan bersifat sementara (temporer). Inti dari sikap ini adalah anak belum dapat memahami bahwa suatu peristiwa tertentu bagi orang lain memiliki makna yang berbeda dengan pengertian yang dimiliki anak. Contoh sifat egosentris naif adalah sebagai berikut. “Nisa anak berusia tiga tahun bermain boneka dengan teman seusianya. Suatu waktu mereka berebut boneka dan saling mencubit, akhirnya temannya menangis. Hal ini terjadi karena Nisa tidak mau memberikan mainan tersebut pada temannya.

Ibunya mencoba menengahi sikap Nisa dengan memberikan mainan boneka lainnya, dengan harapan mereka bermain sendiri-sendiri. Namun ternyata, Nisa malah menangis dan menginginkan dua boneka itu dimainkannya sendiri”. Ilustrasi ini memberikan gambaran bahwa bagaimana anak seusia Nisa masih memandang segala sesuatu dari pikiran dan keinginan dirinya.

Ia belum tahu bahwa orang lain memiliki pandangan dan keinginan yang berbeda, yang ia tahu bahwa keinginannya harus terpenuhi.

2. Relasi Sosial yang Primitif

Relasi sosial yang primitif merupakan akibat dari sifat egosentris yang naif. Ciri ini ditandai oleh kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antara keadaan dirinya dengan keadaan sosial sekitarnya. Dengan kata lain anak belum dapat membedakan antara kondisi dirinya dengan kondisi orang lain atau anak lain di luar dirinya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat terhadap banda-benda dan peristiwa yang sesuai dengan fantasinya.

Ini bermakna bahwa anak membangun dunianya dengan khayalan dan

Dummy

Dapat dikatakan bahwa relasi sosial anak dengan lingkungannya masih sangat longgar yang disebabkan anak belum dapat menghayati kedudukan diri sendiri dalam lingkungannya. Anak benar-benar menyadari dan mengerti adanya orang lain dan benda lain di luar dirinya yang sifatnya berbeda dengan dia. Anak berkeyakinan bahwa orang lain menghayati dan merasakan suatu peristiwa sama halnya dengan penghayatannya sendiri.

Contohnya sifat relasi sosial yang primitif adalah sebagai berikut.

“Anto yang belajar di sebuah TK kelompok A setiap hari ke sekolah selalu membawa makanan. Suatu hari teman sebelah Anto terlihat murung karena tidak membawa bekal makanan, namun Anto dengan enaknya memakan bekalnya dan tidak mempedulikan bahwa teman di sampingnya tidak membawa bekal makanan. Guru melihat kondisi ini dan akhirnya mengajak anak-anak untuk mau membagi bekalnya kepada teman yang tidak membawa bekal”. Ilustrasi tadi menggambarkan bahwa anak pada dasarnya belum memiliki pemahaman bahwa orang lain berbeda dengan dirinya. Anak masih menganggap bahwa orang lain sama dengan dirinya.

Pada masa inilah anak perlu dibimbing dan dididik bagaimana memahami kondisi orang lain yang berbeda jauh dengan kondisi dirinya, sehingga anak mau dan mampu berbagi dengan orang.

3. Kesatuan Jasmani dan Rohani yang Nyaris Tidak Terpisahkan

Pada anak usia dini kondisi jasmani dan rohani nyaris tidak terpisahkan karena nyatanya anak memang belum mampu memisahkan keduanya. Isi jasmani dan rohani anak usia dini masih merupakan satu kesatuan yang utuh. Pemahaman dan penghayatan anak terhadap sesuatu diekspresikan atau dikeluarkan secara bebas dan spontan, serta jujur baik dalam mimik, tingkah laku, maupun bahasanya. Anak tidak dapat berbohong atau berperilaku pura-pura, namun mengekspresikan segala sesuatu yang dirasakannya secara terbuka. Bentuk gambaran kesatuan jasmani dan rohani anak dapat disimak dalam ilustrasi berikut ini. “Dini seorang anak berusia empat tahun sedang bermain bersama temannya, tiba-tiba temannya berbuat licik dan Dini menangis. Ekspresi kekesalan Dini tidak hanya ditunjukkan dengan mengeluarkan air mata namun juga mengeluarkan suara yang keras, dan anggota tubuhnya berguncang- guncang oleh suasana hati yang tidak menyenangkan”. Ilustrasi tadi dapat dipahami bahwa ekspresi rasa kesal atau ketidaksenangan anak seperti Dini ditunjukkan tidak hanya dengan mengeluarkan air mata sebagai

Dummy

tanda menangis, namun anak seusia Dini menunjukkannya dengan mengungkapkan kata-kata tidak senang dengan nada yang keras dan menggerakkan anggota tubuhnya yang lain. Ekspresi yang diperlihatkan Dini merupakan wujud masih bersatunya jasmani dan rohani anak. Anak belum dapat menunjukkan ketidaksenangannya hanya dengan menangis atau mengungkapkannya hanya dengan kata-kata.

4. Sikap Hidup yang Fisiognomis

Fisiognomis adalah atribut fisik. Anak usia dini masih bersikap fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung anak memberikan atribut atau sifat lahiriah atau sifat konkret, nyata terhadap apa yang dipahami dan dihayatinya. Kondisi ini disebabkan karena pemahaman anak terhadap apa yang dihadapinya masih bersifat menyatu (totalitera) antara jasmani dan rohani. Anak belum dapat membedakan antara benda hidup dan benda mati. Segala sesuatu yang ada di sekitarnya dianggap memiliki jiwa yang merupakan makhluk hidup yang memiliki jasmani dan rohani sekaligus, seperti dirinya sendiri. Oleh karena itu, anak pada usia ini tidak jarang melakukan percakapan dengan binatang atau benda mati lainnya misalnya boneka.

Bagaimana sikap fisiognomis pada anak dapat diamati dalam contoh berikut ini. Nadia anak berusia empat setengah (4,5) tahun sedang bermain boneka di teras rumahnya. Ia memegang-megang badan dan kening boneka itu sambil berkata: “Kamu kenapa, koq badannya panas. Kamu sakit ya?.

Saya kasih obat ya biar sembuh”. Contoh lain, Dita seorang anak berusia tiga tahun. Ia sedang bermain peran sendiri dengan beberapa benda dan boneka. Boneka dan benda-benda itu diajaknya berbicara seolah-olah benda dan boneka itu dokter atau ibunya. Salah satu ucapan Dita adalah seperti berikut ini : “Dokter, aku sakit panas, aku diperiksa ya”. Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang ditemui anak-anak yang mengajak bicara boneka mainannya atau binatang peliharaannya atau bahkan berbicara dengan dirinya sendiri yang memperlihatkan bahwa anak berimajinasi. Imajinasi ini menggambarkan bahwa anak sedang berbicara dengan orang lain atau anak menganggap bahwa binatang atau boneka itu sama dengan dirinya, yang dapat mendengarkan dan berbicara padanya.

Dummy

C. Karakteristik dan Permasalahan Perkembangan Anak Usia

Dalam dokumen Buku BIMBINGAN DAN KONSERLING ANAK (Halaman 163-167)