• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip-prinsip dan Sasaran Bimbingan dan Konseling Anak Usia Dini

Dalam dokumen Buku BIMBINGAN DAN KONSERLING ANAK (Halaman 33-37)

KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA DINI

E. Prinsip-prinsip dan Sasaran Bimbingan dan Konseling Anak Usia Dini

E. Prinsip-prinsip dan Sasaran Bimbingan dan Konseling Anak

4. Bimbingan harus dimulai dengan mengenal (mengidentifikasi) kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh anak.

Bimbingan untuk anak usia dini diawali dengan mengidentifikasi berbagai kebutuhan anak karena masing-masing anak memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Setiap anak itu adalah unik dan khas.

Pemenuhan kebutuhan yang dilakukan melalui proses bimbingan akan menunjang proses perkembangan anak selanjutnya.

5. Layanan bimbingan diberikan kepada semua anak sebagai individu dan bukan hanya untuk anak yang menghadapi masalah.

Semua anak didik memerlukan bantuan baik yang dianggap tidak mempunyai masalah maupun anak yang menghadapi masalah. Anak yang dianggap tidak memiliki masalah namun tetap membutuhkan bimbingan karena anak perlu tetap mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya. Bantuan yang diberikan kepada anak seperti ini bersifat pencegahan dan pengembangan. Sementara bimbingan untuk anak yang bermasalah lebih bersifat perbaikan.

6. Bimbingan harus luwes (fleksibel) sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan anak usia dini.

Pemahaman terhadap kebutuhan dan perkembangan anak yang berbeda satu sama lain membuat guru atau pendamping perlu melakukan bimbingan secara fleksibel. Guru atau pendamping tidak dapat memberikan bimbingan dengan pendekatan yang sama pada setiap anak karena kebutuhan dan perkembangan anak satu sama lain berbeda.

7. Dalam menyampaikan permasalahan anak kepada orang tua hendaknya diciptakan situasi aman dan menyenangkan sehingga memungkinkan komunikasi yang wajar dan terhindar dari kesalahpahaman.

Masalah yang dihadapi anak usia dini merupakan masalah yang tidak dapat dipisahkan dari peran orang tua di rumah karena masalah anak sering kali berhubungan dengan masalah-masalah yang ada dalam keluarganya. Penyampaian masalah anak kepada orang tua perlu disampaikan secara lugas dan tidak menyinggung perasaan orang tua sehingga terhindar dari salah paham dan salah sangka orang tua terhadap gurunya.

Dummy

8. Dalam melaksanakan kegiatan bimbingan, hendaknya orang tua diikutsertakan agar mereka dapat mengikuti perkembangan dan memberikan bantuan kepada anaknya di rumah.

Kerja sama antara orang tua dan guru atau pendamping merupakan salah satu kunci keberhasilan bimbingan untuk anak usia dini.

Penanganan yang dilakukan oleh guru atau pendamping tanpa disertai dukungan dan kerjasama orang tua di rumah akan membuat permasalahan yang dihadapi anak tidak dapat diselesaikan secara tepat. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan perlakuan yang diterima anak ketika anak belajar dengan guru atau pendamping dan ketika anak berada di rumah. Perbedaan perlakuan ini akan lebih menyulitkan anak untuk dapat menyelesaikan permasalahannya.

9. Bimbingan dilakukan seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh guru sebagai pelaksana bimbingan dan bilamana perlu dikonsultasikan kepada kepala sekolah dan tenaga ahli.

Keterbatasan kemampuan yang dimilki guru atau pendamping perlu disadari secara arif namun demikian bimbingan tetap perlu diberikan seoptimal mungkin. Dalam upaya memberikan bantuan kepada anak, guru atau pendamping dapat bekerja sama dengan pihak lain yang lebih berkompeten untuk membantu perkembangan anak. Kerja sama ini dapat dilakukan dengan dokter, psikolog, psikiater, atau ahli lain yang ada hubungannya dengan berbagai masalah yang dihadapi anak.

10. Layanan bimbingan selayaknya diberikan secara berkelanjutan.

Bimbingan yang dilakukan pada anak usia dini tidak bersifat sementara.

Bimbingan tidak hanya dilakukan bila ada berbagai masalah yang dihadapi anak, namun perlu dilakukan secara berkelanjutan dan senantiasa berorientasi pada upaya membantu perkembangan anak secara optimal.

11. Dalam memberikan bimbingan hendaknya selalu mencari dan menggunakan data yang tersedia mengenai anak serta lingkungannya dalam kurun waktu tertentu yang dicatat secara rinci.

Sesungguhnya sasaran pelayanan bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan anak usia dini ialah pribadi peserta didik secara perorangan.

Ini tidaklah berarti bahwa pelayanan bimbingan dan konseling bersifat individualis yang mengutamakan kepentingan individu di atas segala- galanya, melainkan bimbingan dan konseling harus memegang prinsip

Dummy

mengembangkan apa yang terdapat pada diri tiap-tiap individu secara optimal agar masing-masing individu dapat sebesar-besarnya berguna bagi dirinya sendiri, lingkungannya, dan masyarakat pada umumnya.

Dalam setiap pelayanan bimbingan dan konseling, meskipun kegiatan itu berupa kegiatan kelompok misalnya, berupaya untuk membina satu atau beberapa kemampuan pribadi individu yang dibimbing itu dalam berbagai aspeknya, yaitu aspek akademik, sosial, emosional, sikap, keterampilan, dan lain sebagainya.

Beberapa kemampuan yang menjadi sasaran pelayanan bimbingan dan konseling harus diraih tanpa meninggalkan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling di atas. Jangan sampai sasaran dimaksud dicapai dengan mengorbankan salah satu atau beberapa prinsip yang harus dipegang dan dijadikan acuan oleh konselor/pendidik (guru atau pendamping). Secara rinci sasaran pembinaan pribadi peserta didik melalui layanan bimbingan dan konseling meliputi tahap-tahap pengembangan beberapa kemampuan (kompetensi). Adapun kemampuan-kemampuan dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Pengungkapan, Pengenalan, dan Penerimaan Diri.

Pribadi yang mantap dan berkembang dengan baik adalah apabila individu yang bersangkutan benar-benar sadar tentang dirinya sendiri.

Kesadaran tentang diri sendiri ini akan tercapai apabila kemampuan pengungkapan diri dapat berkembang dengan baik. Acapkali kemampuan pengungkapan diri tidak serta merta timbul pada diri individu, melainkan memerlukan bantuan orang lain. Individu harus tahu batas-batas kemampuannya sendiri, apa-apa yang dia mampu dan apa yang tidak mampu, harus tahu tentang bakat dan minatnya, harus tahu dan memahami tentang keadaan dirinya baik fisik maupun psikis, dan lain sebagainya. Hasil pengungkapan diri yang objektif merupakan dasar yang sehat untuk mengenal diri sendiri sebagaimana adanya yang selanjutnya menjadi titik tolak bagi penerimaan diri sendiri.

Pribadi yang sehat ialah apabila individu mampu menerima dirinya sendiri sebagaimana adanya dan mampu mewujudkan hal-hal positif sehubungan dengan penerimaan diri itu.

2. Pengenalan Lingkungan

Sebagaimana dimaklumi manusia tidak pernah mampu hidup sendiri, namun selalu membutuhkan dan tergantung dengan sesama atau

Dummy

makhluk lainnya. Manusia selalu diketahui hidup dalam hubungannya dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, manusia tidak hanya dituntut untuk mengenal diri sendiri, melainkan juga dituntut untuk mengenal lingkungannya.

3. Pengambilan Keputusan

Konselor atau pendidik dalam layanan bimbingan dan konseling hanyalah sebagai fasilitator dan pembantu konseli untuk menyelesaikan masalah-masalahnya. Oleh karena itu, pemilihan dan pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah tersebut hendaknya dilakukan oleh individu itu sendiri atau setidak-tidaknya, apabila pengambilan keputusan itu diprakarsai oleh orang lain (misalnya oleh konselor), keputusan itu hendaknya disetujui oleh konseli sebagai individu yang dibimbing. Tujuan akhir bimbingan dan konseling ialah agar individu yang dibimbing mampu mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.

4. Pengarahan Diri

Keputusan yang diambil oleh konseli tidak bisa hanya sebatas pengambilan keputusan namun keputusan yang telah diambil hendaknya diwujudkan dalam bentuk aktivitas dan kegiatan nyata.

Sebagus apa pun keputusan apabila tidak ada aksi nyata atau tidak dijalankan tidaklah memiliki manfaat atau faedah apa pun. Oleh karena itu, individu (konseli) harus berani menerjunkan dirinya untuk menjalani keputusan yang telah diambilnya untuk dirinya sendiri itu.

5. Perwujudan Diri

Konseli yang tadi sudah mengambil keputusan dan mencoba mengarahkan dirinya, maka akhirnya hendaklah individu tadi mampu mewujudkan diri sendiri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dasar, dan kemungkinan-kemungkinan yang dimilikinya. Perwujudan diri ini hendaknya terlaksana tanpa paksaan, namun secara sukarela, dan tanpa tergantung pada pihak lain. Selain itu perwujudan diri haruslah normatif, artinya sejalan dengan norma-norma dan nilai- nilai agama yang dianutnya, dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat di mana individu tersebut berada.

Dalam dokumen Buku BIMBINGAN DAN KONSERLING ANAK (Halaman 33-37)