KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
E. Pendekatan dan Arah Pendidikan Anak Usia Dini
mungkin. Bila potensi pada diri anak tidak pernah terealisasikan, maka itu berarti anak telah kehilangan peluang dan momentum penting dalam hidupnya, dan pada gilirannya negara akan kehilangan sumber daya manusia terbaiknya. Dalam konteks seperti inilah peranan pendidikan anak usia dini perlu mendapat perhatian serius.
Pola di atas memperlihatkan bagaimana kegiatan pembelajaran tidak menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi anak. Para pendidik seyogianya peka terhadap perkembangan emosional dan moral anak sehingga pendekatan yang dipakai akan membuat semua aspek berkembang dengan baik. Berk (Wahyudi dan Damayanti, 2005: 11) selanjutnya mengutarakan hasil risetnya tentang perkembangan emosional dan moral seorang anak yang secara fitrah positif, sangat pengertian, dan fleksibel.
Dengan pendekatan yang tepat perkembangan emosional dan moral ini akan berkembang dengan baik.
Perkembangan Emosional Anak
Usia Ekspresi Emosional Pengertian Emosional 3-5 tahun 1. Seiring dengan meningkatnya
kebahasaan anak maka semakin berkembang perilaku aktif dan kognitif anak yang berhubungan dengan pengaturan diri secara emosional.
2. Anak telah memiliki kemampuan berpura-pura mematuhi peraturan untuk menyenangkan orang lain.
1. Anak memahami sebab akibat dan konsekuensi
2. Mulai merasakan emosi perasaan pihak lain yang mengarahkan anak pada kebenaran dan kompleksitas.
3. Seiring dengan perkembangan kebahasaan, anak sudah mampu menyampaikan empati.
Perkembangan Moral Anak
Usia Internalisasi Moral Konstruksi Moral Kontrol Diri 3-6 tahun 1. Mulai mengenal
r a s a b e r s a l a h setelah melakukan pelanggaran.
2. Setelah berakhir periode ini, mulai terjadi internalisasi nilai-nilai baku prososial
1. Mulai sering muncul justifikasi moral dari anak.
2. T e r b e n t u k n y a pandangan anak, mulai memilih figur-figur yang memiliki otoritas terhadap tindakannya.
3. Mampu membedakan garis moral dan peraturan sosial masyarakat. Mulai muncul rasa keadilan sosial berdasar aturan moral.
4. Setelah berakhirnya usia ini, anak mulai mengenal keadilan untuk hak yang sama.
1. M a m p u m e n u n d a keinginannya.
2. Sebaiknya orang dewasa menunjukkan strategi pengendalian diri, anak sangat terbatas kemampuannya dalam hal ini.
3. Dalam mengontrol anak, sebaiknya fleksibel sesuai dengan aturan moral lingkungannya.
Dummy
Dari tabel di atas dapat dipahami bahwa dengan pendekatan yang sesuai dengan perkembangan anak usia dini maka aspek perkembangan emosional dan moral serta perkembangan aspek-aspek lainnya akan berkembang secara optimal. Sehingga para pakar biologi yang mempelajari perilaku sosial manusia di seluruh belahan bumi – dalam bidang sociobiology –dan para ilmuan Barat meyakini kebenaran eksistensi “fitrah” seluruh umat manusia yang diciptakan “putih” oleh Allah Swt. Fitrah manusia bersifat universal dan ilahiyah , maka secara moral dan emosional, pola perilaku anak adalah positif. Dalam konteks Islam dikatakan dalam Hadis Rasulullah Saw.: “Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Bukhori
& Muslim). Dengan pendekatan yang tepat maka nilai-nilai norma dan moral dimaksud akan menginternal dan mengkristal dalam diri anak.
Beberapa pendekatan dan arah dalam pendidikan anak usia dini adalah seperti berikut ini.
1. Belajar sambil bermain atau bermain sambil belajar
Pelaksanaan PAUD di Indonesia sudah tidak terkesan eksklusif lagi tetapi sudah menyebar hingga ke pelosok desa. Istilah PAUD sendiri nyaris sudah dipahami oleh masyarakat luas dan tidak terbatas pada taman kanak-kanak lagi namun masyarakat juga sudah mengenal sejumlah jalur dan bentuk layanan PAUD mulai dari TK/RA, KB hingga TPA dan bentuk lain yang sejenis. Pemahaman ini juga diikuti dengan sebuah pandangan bahwa TK dan sejenisnya bukan hanya sebagai lembaga persiapan masuk sekolah dasar, namun lebih dari itu, bahwa PAUD merupakan institusi untuk mempersiapkan anak tumbuh kembang secara aktif dan kreatif dalam semua aspek perkembangannya secara unik dan optimal. Sehingga dalam pelaksanaannya PAUD tidak lagi cenderung bersifat akademis (mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung). Pembelajaran pada anak usia dini sudah dikembangkan sesuai dunia anak, yakni pembelajaran yang memberikan kesempatan pada anak untuk aktif dan kreatif dengan menerapkan konsep belajar melalui bermain. Dengan pendekatan bermain sambil belajar, maka dalam prosesnya pendidik dapat menggunakan strategi, metode, materi dan media yang menarik supaya anak mudah dan senang dalam belajar. Tidak dapat dipungkiri bahwa bermain bagi anak akan membantu mereka menemukan kekuatan, kelemahan, keterampilan, minat, pemikiran bahkan perasaannya. Kondisi tersebut terekspresi
Dummy
dalam bentuk nilai-nilai hidup seperti cinta, menghargai orang lain, belajar untuk jujur, disiplin diri, mentaati aturan, bersabar pada saat menunggu giliran, menerima kekalahan, ketekunan, strategi dan tidak mudah putus harapan. Dengan kata lain melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan tentang berbagai benda yang ada di sekelilingnya.
2. Berorientasi pada kebutuhan anak dan kebermaknaan
Kegiatan dan program pembelajaran pada anak usia dini hendaklah senantiasa berorientasi pada kebutuhan anak. Untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan – fisik, intelektual, bahasa, motorik, sosial, emosional, dan spiritual – anak usia dini memerlukan serangkaian upaya pendidikan. Oleh sebab itu berbagai jenis kegiatan pembelajaran seyogianya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang sesuai dengan berbagai aspek perkembangan dan kemampuan masing-masing anak (unik). Setiap kegiatan pembelajaran anak usia dini hendaklah senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak untuk memperoleh layanan pendidikan, kesehatan, dan gizi yang dilaksanakan secara integratif dan holistik. Sementara itu kebermaknaan dimaksudkan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan harus memiliki arti bagi anak. Dengan kata lain apa yang bermakna bagi anak menunjuk pada pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dengan minatnya. Pelaksanaan PAUD hendaklah lebih dari sekadar kegiatan akademik (belajar calistung) atau hafalan yang kurang bermakna bagi diri anak; namun lebih difokuskan pada pembelajaran yang berpusat pada minat anak dengan menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangannya, yakni Developmentally Appropriate Practice (DAP).
3. Berpusat pada anak
DAP memandang anak sebagai individu yang unik, memiliki bakat dan kemampuan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Dengan adanya keunikan tersebut maka pelaksanaan PAUD harus berlandaskan atas prinsip-prinsip dan tahap-tahap perkembangan anak yang diharapkan mampu memacu perkembangan potensi dan minat setiap anak melalui penyediaan lingkungan belajar yang kaya dan memasukkan esensi bermain dalam setiap kegiatan pembelajarannya. Esensi bermain yang meliputi perasaan senang, bebas, dan merdeka harus menjiwai setiap kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, diharapkan anak dapat
Dummy
mengembangkan kemandirian, percaya diri, kemampuan berpikir kritis, dan kreatif berkreasi. Oleh sebab itu, pembelajaran harus berpusat pada anak. Dengan kata lain dalam setiap proses pembelajaran anak hendaklah menjadi subjek belajar sambil bermain bukan objek belajar sambil bermain.
4. Tidak sekadar mempersiapkan anak mengikuti pendidikan selanjutnya Salah satu fungsi PAUD yang sangat esensial adalah mengembangkan semua potensi anak. Fungsi ini hendaklah selalu dipahami dan tidak diabaikan oleh pendidik. Menurut PP No. 27 tahun 1990 ditekankan bahwa tujuan pendidikan anak usia dini adalah : “…untuk membantu meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya”. Pernyataan ini mengandung makna bahwa tujuan PAUD lebih luas dari sekadar mempersiapkan anak untuk masuk sekolah dasar. Karena sejatinya PAUD bukan hanya menyiapkan anak belajar (akademik di sekolah), melainkan belajar sosial, emosional, moral, dan lain sebagainya. Guna mencapai tujuan ideal tersebut diharapkan pelaksanaan PAUD yang tidak sesuai dengan atau keliru selama ini–karena terlalu berbobot akademik (belajar calistung)–semoga tidak terjadi lagi.
Sementara itu Wahyudin & Agustin (2011: 14) menambahkan sejumlah pendekatan lagi–di samping empat pendekatan di atas–agar pelaksanaan pembelajaran pada PAUD lebih efektif dan mencapai sasaran.
Adapun pendekatan yang dimaksud adalah seperti berikut ini.
1. Proses kreatif dan inovatif ini dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menarik dan membangkitkan rasa ingin tahu (curiocity) anak untuk berpikir kritis dan senantiasa menemukan hal-hal baru di lingkungannya.
2. Lingkungan yang kondusif dan kedekatan dengan lingkungan
Lingkungan pendidikan anak usia dini haruslah diciptakan sedemikian rumah sehingga anak menjadi tertarik dan menjadi senang untuk belajar. Tentu saja penataan lingkungan yang demikian hendaknya tidak melupakan prinsip keamanan dan kenyamanan anak sehingga dapat mendukung kegiatan belajar sambil bermain.
Dummy
Pendidikan sebagai usaha sadar yang dilakukan sengaja dan terencana untuk membantu anak mengembangkan potensi secara optimal sehingga anak mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Pengertian tersebut mengandung makna bahwa esensi yang hakiki dari tujuan akhir pendidikan adalah kemampuan anak melakukan adaptasi dengan lingkungan dalam arti luas. Dengan demikian, tujuan pendidikan seharusnya untuk mengarahkan berbagai proses pendidikan (pembelajaran) agar mendekatkan anak dengan lingkungan. Dengan demikian, pendidikan yang diberikan akan dapat dimaknai dan berguna bagi anak ketika beradaptasi dengan lingkungannya.
3. Menggunakan pembelajaran terpadu
Model pembelajaran terpadu berdasarkan tema yang menarik dan membangkitkan minat anak (center of interest). Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak. Dengan kata lain kegiatan belajar sambil bermain memberi peluang kepada anak untuk berkomunikasi (bahasa), berpikir (logika matematis), bergerak (bodi kinestetis), berekspresi (visual, spasial, dan musik), berinteraksi (interpersonal), merenung/refleksi (intrapersonal), dan mengamati, menelusuri/bereksplorasi, dan menemukan/discoveri (naturalis). Kegiatan ini dilakukan dalam satu seri/rangkaian kegiatan.
4. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup dan hidup beragama Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu menolong diri sendiri, mandiri, dan bertanggung jawab serta memiliki disiplin diri, mampu bersosialisasi, dan memperoleh bekal keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya, serta mempercayai adanya Allah dan kekuasaan-Nya, membiasakan berdoa setiap kali melaksanakan kegiatan, membiasakan membaca ayat-ayat pendek dan belajar shalat.
Pembelajaran pada anak hendaknya membekali anak untuk memiliki keterampilan hidup dalam arti yang sangat sederhana sesuai kemampuan anak. Keberhasilan proses pendidikan dapat terlihat dari perubahan perilaku positif pada anak. Institusi PAUD hendaknya membekali anak dengan serangkaian keterampilan agar anak nantinya dapat menggunakan
Dummy
keterampilan tersebut sebagai sandaran dalam hidup dan kehidupannya.
Konsep kecakapan hidup sejatinya didasarkan pada dua tujuan yakni (1) memilih kemampuan untuk menolong diri sendiri (self help), disiplin, dan sosio-emosional; (2) meletakkan dasar tentang belajar bagaimana seharusnya belajar yang dapat memunculkan keingintahuan, motivasi dan minat, sehingga tercipta kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam kenyamanan belajar. Hal inilah yang membuat kecakapan/keterampilan hidup perlu diajarkan sejak dini sehingga anak nantinya akan memiliki pengetahuan diri (self knowledge) dan muaranya nanti anak mampu bertahan dalam kehidupannya yang penuh masalah dan tantangan.
Menurut Piaget (Wahyudin & Agustin, 2011: 18), pengetahuan diri dapat dilihat dari hal-hal berikut ini.
1. Psysical knowledge (pengetahuan fisik)
Manusia berinteraksi dengan objek fisik lingkungan dan memperoleh pengetahuan dari lingkungannya. Anak memerlukan pengetahuan tentang fisik dapat terlihat sejak bayi, yaitu di mana anak sedang memanipulasi benda-benda yang ditemuinya melalui kelima indranya.
2. Logico mathematical knowledge (pengetahuan logika matematika) Pengetahuan logika matematika adalah sebuah pengetahuan tentang cara untuk mengkoordinasikan perlakuan fisik tanpa mengubah hubungan antarfisik/benda tersebut. Misalnya anak memindahkan mainannya dari tempat tidur ke lantai - mainan tersebut tidak akan berubah – tetapi anak belajar tentang konsep atas dan bawah.
3. Social knowledge (pengetahuan sosial)
Manusia sebagai makhluk sosial yang kelak akan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Untuk berinteraksi dengan lingkungan anak perlu dibekali pengetahuan agar anak dapat berinteraksi dengan lingkungan masyarakatnya. Sebagai manusia tidak dapat terlepas dari pencipta- Nya. Oleh karena itu, manusia juga memerlukan pengetahuan tentang agama, di mana nantinya agama sebagai pengendali kehidupannya.
4. Spiritual knowledge (pengetahuan spiritual)
Manusia memerlukan pengetahuan spiritual termasuk di dalamnya sikap beragama agar nantinya anak mampu mengendalikan dirinya sendiri dan mengetahui cara berhubungan dengan sesama makhluk ciptaan Tuhan di muka bumi ini.
Dummy
5. Anak sebagai pembelajar aktif
Pendidik hendaknya mengarahkan anak untuk menjadi pembelajar yang aktif. Pendidikan yang dirancang secara kreatif akan menghasilkan pebelajar yang aktif. Anak akan terbiasa belajar dan mempelajari berbagai aspek pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan melalui serangkaian aktivitas mengamati, mencari, menemukan, mendiskusikan, menyimpulkan, dan mengemukakan sendiri berbagai hal yang ditemukan di lingkungan sekitarnya. Proses pendidikan seperti ini merupakan wujud pembelajaran yang bertumpu pada aktivitas belajar secara aktif (active learning).
6. Menggunakan berbagai media dan sumber belajar
Sumber belajar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kegiatan pendidikan anak usia dini. Pemanfaatannya oleh pendidik secara tepat akan sangat membantu dalam mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak baik aspek kognitif, emosi, sosial, bahasa, motorik, afeksi, moral dan lain sebagainya. Media dan sumber belajar dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan. Dari serangkaian media dan sumber belajar yang ada maka alam (lingkungan) merupakan media dan sumber belajar yang terbaik. Pendekatan pembelajaran PAUD dengan menjadikan alam sebagai media dan sumber belajar bagi anak berlandasan kepada teori pembelajaran yang menjadikan alam sebagai sarana yang tak terbatas bagi anak untuk bereksplorasi dan berinteraksi dengan alam dalam membangun pengetahuannya. Outbound learning merupakan salah satu model dan pendekatan pembelajaran di mana hampir 90% kegiatan dilakukan dengan berinteraksi dengan alam tanpa ada kekangan.
Dalam pembelajaran ini anak diajarkan untuk dapat membangun ikatan emosional di antara individu (anak) yaitu dengan menciptakan kesenangan belajar, menjalin hubungan dan memengaruhi memori dan ingatan yang cukup lama akan bahan-bahan yang telah dipelajari.
7. Pembelajaran yang berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak.
Pembelajaran yang berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak memiliki beberapa ciri, antara lain (a) anak akan belajar jika kebutuhan fisiknya terpenuhi serta merasa aman dan tenteram; (b) siklus belajar anak selalu berulang dimulai dengan membangun
Dummy
kesadaran, melakukan penjelajahan untuk memperoleh penemuan agar selanjutnya anak dapat menggunakannya; (c) anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan teman sebayanya; (d) harus memerhatikan perbedaan individual anak (anak unik); (e) anak belajar dari cara sederhana ke rumit, dari konkret ke abstrak, dari gerakan ke verbal, dari ke-aku-an ke rasa sosial.
8. Stimulasi terpadu
Saat anak melakukan kegiatan dapat mengembangkan berbagai aspek baik psikomotorik, bahasa, emosi, sosial, moral dan lain- lain. Oleh sebab itu, pembelajaran sambil bermain pada anak hendaknya mengarahkan anak pada berbagai kemampuan. Teori multiple intellegences mengisyaratkan bahwa pada dasarnya kecerdasan merupakan potensi biofsiologi, maknanya semua anggota jenis makhluk yang bersangkutan memiliki potensi untuk menggunakan sekumpulan bakat kecerdasan yang dimiliki oleh jenis makhluk itu.
Jadi bakat kecerdasan yang dimiliki tidak hanya satu atau tunggal melainkan ada beberapa jenis kecerdasan (kecerdasan majemuk).
Macam kecerdasan majemuk tersebut terdiri dari kecerdasan ruang, kecerdasan gerakan badan, kecerdasan musik, kecerdasan antarpribadi, kecerdasan intrapribadi, kecerdasan verbal, kecerdasan numerik kecerdasan menyenangi lingkungan alam bahkan sampai kecerdasan spiritual. Setiap anak dapat mengembangkan jenis-jenis kecerdasan sesuai dengan potensinya. Dengan demikian, alangkah baiknya apabila strategi pembelajaran dirancang mengarahkan anak untuk memupuk kecerdasan yang dimilikinya dengan memberikan berbagai sarana yang kondusif.
Anak adalah makhluk yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka perlu bimbingan dan pengarahan yang konsisten dan berkesinambungan menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Peserta didik bukan hanya sebagai objek (sasaran pendidikan) tetapi juga sebagai subjek pendidikan. Oleh karena itu, dalam proses pendidikannya anak hendaklah diperlakukan dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah- masalah dalam proses pembelajaran. Anak adalah individu yang dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan (ilmu), bimbingan dan pengarahan dengan pendekatan yang tepat dari para pendidik akan
Dummy
membuat anak memerlukan kawan tempat mereka berbagai rasa dan belajar bersama sehingga muaranya mereka akan mampu mengembangkan segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal.
Masalah pendidikan bukanlah masalah sembarang namun merupakan masalah besar dan penting, menyangkut masalah orang tua, sekolah, bahkan negara dan pada hakikatnya adalah menyangkut masalah yang paling mendasar tentang manusia itu sendiri (Hasyim, 1993: 3). Dengan demikian perlu dipahami para pendidik yang berkiprah pada kegiatan PAUD bahwa sebagai pendidik mereka harus memiliki wawasan yang luas tentang PAUD. Perlu proses pengayaan konseptual mendalam untuk dapat diraih melalui berbagai wawasan baru pendidikan prasekolah (PAUD) dalam semua aspeknya.
Dalam konteks Islam keberadaan proses pendidikan prasekolah bagi setiap anak merupakan tahapan penting dalam mengarahkan perkembangan anak. Dalam hal ini setiap pendidik terutama orang tua Muslim bertanggung jawab menentukan pendekatan dan pola pendidikan anak pada tahapan usia dini, baik pendidikan yang mengarahkan kemampuan sosial, emosional, dan kognitif maupun moral keagamaan anak menuju terbentuknya pribadi yang saleh dan utuh. Bagaimanapun, pada masa usia dini adalah sebagai masa penting dalam menanamkan nilai-nilai moral dan agama, maka orang tua dan guru berkewajiban memerhatikan sepenuhnya penanaman nilai moral dan agama dengan pembiasaan, keteladanan, dan nasihat dengan sebaik-baiknya. Para pendidik harus benar-benar membantu pertumbuhan dan perkembangan religius dalam jiwa anak usia dini, misalnya melalui kebiasaan berpakaian Muslim, berbahasa sopan dan baik, kebiasaan makan, dan perilaku islami lainnya.