KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
G. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pendidikan Anak Usia Dini
Bila ada pertanyaan faktor-faktor apakah yang memengaruhi perkembangan anak usia dini, pada dasarnya bukanlah mudah mencari jawabannya. Karena di balik pertanyaan tersebut–tersirat pertanyaan yang lebih mendasar–apakah perilaku manusia itu dipengaruhi oleh faktor bawaan atau faktor lingkungan. Sekiranya dipengaruhi faktor lingkungan, lingkungan mana yang paling berpengaruh, apakah lingkungan rumah atau lingkungan di luar rumah?
Ahman (2011: 49-50) mengemukakan bahwa sebenarnya pertanyaan seperti itu pada dasarnya telah menjadi pertanyaan para ahli sejak abad ke-17 yang lalu. Thomas Hobbes (1588-1679 dalam Sigelman dan Shaffer,
Dummy
1995: 29) berpendapat bahwa anak-anak secara alamiah adalah berperilaku nakal, pengganggu dan sebagainya. Menjadi tugas masyarakatlah untuk mengontrol perilaku anak, dan mengajar mereka sehingga berperilaku baik. Sebaliknya Jean Jacques Rousseau (1712-1778) berpendapat bahwa anak secara alamiah adalah baik, sejak lahir secara naluriah anak mampu membedakan mana perilaku yang baik dan yang buruk. Lingkungan bertugas memberikan arahan agar anak berperilaku baik. Dalam perkembangan lebih lanjut pandangan yang beranggapan bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh pembawaan (heredity) dikenal dengan mazhab nativisme. Filosof dari Inggris, John Locke (1632-1704) terkenal dengan teori tabularasa. Anak bagaikan kertas putih yang menunggu untuk ditulisi melalui pengalamannya.
Locke menyangkal bahwa anak itu sejak lahir baik atau buruk, tetapi ia akan berkembang bergantung pada pengalaman yang ia peroleh. Saat ini pandangan ini dikenal dengan mazhab empirisme.
Di antara dua poros nativisme dan empirisme akhirnya muncul poros tengah yang berupaya mengakomodasi kedua mazhab. Mazhab ini dikenal dengan konvergensi. Menurut penganut konvergensi perilaku manusia dipengaruhi oleh pembawaan maupun lingkungan. Tokoh yang menjadi pencetus konvergensi adalah William James (1742-1804). Teori inilah yang dianut kebanyakan ahli saat ini.
Menurut Papalia dan Olds (1992: 7-8), faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan individu dapat dikategorikan ke dalam faktor internal melawan faktor eksternal, dan pengaruh normatif melawan pengaruh bukan normatif. Faktor internal adalah faktor pembawaan sejak lahir yang disebut heredity. Faktor heredity ini adalah segala hal yang dibawa sejak lahir, yang diterima anak dari orang tuanya. Sementara itu yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah faktor yang berpengaruh terhadap diri individu yang berasal dari lingkungan (inviromental influences). Faktor lingkungan ini diperoleh individu berdasarkan pengalamannya selama berperilaku dalam lingkungan di luar dirinya.
Selanjutnya Papalia dan Olds menjelaskan bahwa beberapa peneliti seperti Baltes, Reese, dan Lipsitt mencoba memilahkan pengaruh terhadap perkembangan individu itu menjadi pengaruh normatif dan pengaruh nonnormatif. Disebut pengaruh normatif jika pengaruh terhadap kebanyakan orang dalam kelompok tertentu adalah sama. Sebagai contoh pengaruh tingkatan usia disebut pengaruh normatif karena pengaruh lingkungan dan pengaruh biologis terhadap perkembangan adalah sama
Dummy
terhadap sekelompok manusia pada tingkatan usia yang sama, kapan pun dan di mana pun individu hidup. Pengaruh-pengaruh tersebut termasuk biologis seperti puber dan masa menopause. Peristiwa kehidupan nonnormatif adalah peristiwa kehidupan yang luar biasa yang memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Kejadian-kejadian seperti meninggalnya orang tua pada saat anak masih muda, sakit parah, dan kelainan dalam kelahiran akan berpengaruh terhadap kehidupan anak.
Baik pengaruh normatif maupun non-normatif terhadap individu terjadi pada tingkatan lingkungan tertentu. Pandangan seperti ini dikenal dengan pendekatan ekologis terhadap perkembangan (ecological approach to development). Menurut Urie Bronfrenbrenner (Papalia dan Olds, 1992:
9), terdapat empat tingkatan pengaruh lingkungan yang merentang dari lingkungan yang paling intim sampai lingkungan yang sangat global.
Dengan demikian, untuk memahami perkembangan individual – termasuk perkembangan anak usia dini–hendaknya memahami masing-masing individu dalam konteks lingkungan yang ganda. Keempat lingkungan yang dimaksud diuraikan berikut ini (Ahman 2011: 51-52).
Pertama, pengaruh lingkungan sistem mikro (micro system), yaitu lingkungan kehidupan sehari-hari, seperti lingkungan sekolah, lingkungan rumah, dan lingkungan tempat kerja. Termasuk di dalamnya suasana pergaulan dengan orang tua, guru, lingkungan teman sebaya, dan sebagainya.
Sikap guru dalam mengajar akan berpengaruh terhadap perilaku peserta didik di sekolah. Sering dijumpai peserta didik yang membenci pelajaran Fisika, Kimia, dan sebagainya, disebabkan ia memperoleh pengalaman kurang menyenangkan dari guru mata pelajaran yang bersangkutan. Tidak jarang terdengar ada pengakuan salah seorang peserta didik di Jakarta yang suka tawuran, karena dikondisikan kakak-kakak seniornya–terjepit di antara dua kekuatan besar– di depan menghadapi musuh dari sekolah lain, di belakang ada kakak-kakak senior yang siap menyerang jika ia berusaha mundur.
Kedua, pengaruh lingkungan sistem meso (mezzo system), yaitu keterkaitan antarvariasi tingkatan sistem yang melibatkan individu di dalamnya. Perilaku anak usia dini akan dipengaruhi oleh keterkaitan antara lingkungan rumah dengan lingkungan sekolah, pengaruh keterkaitan lingkungan rumah dengan lingkungan masyarakat. Meskipun aturan tata tertib di sekolah dilaksanakan dengan ketat, toh tidak sedikit peserta didik yang menyalahgunakan obat terlarang, karena terpengaruh kelompok gang peserta didik yang bersangkutan di masyarakat.
Dummy
Ketiga, pengaruh lingkungan sistem exo (exo system), adalah pengaruh institusi lingkungan yang lebih besar, seperti pengaruh sekolah, pengaruh media massa, bahkan pengaruh lingkungan pemerintahan. Masih segar dalam ingatan bagaimana perilaku tawuran dan seks bebas di kalangan pelajar telah melanda tidak saja remaja di kota-kota besar, namun telah merambah pula ke kota-kota pinggiran bahkan ke desa. Biang keladi yang ditenggarai banyak meracuni perilaku demikian adalah media massa yang terlalu vulgar.
Keempat, pengaruh lingkungan yang paling luas adalah pengaruh sistem makro (macro system). Ada keterkaitan erat pengaruh dari kebudayaan, pengaruh agama, pendidikan, politik, dan pengaruh keadaan sosial ekonomi terhadap perkembangan individu. Belum hilang dari ingatan bagaimana sangat memprihatinkannya mencermati perilaku peserta didik di sejumlah sekolah di Timor Timur (Saat masih menjadi bagian dari RI) yang begitu tega menganiaya guru, hanya karena pengaruh perbedaan politik.
Pandangan ekologis dalam perkembangan menekankan peranan sistem baik di dalam keluarga maupun sistem di luar lingkungan keluarga yang berpengaruh terhadap perkembangan anak usia dini. Dalam pandangan yang konvensional, diyakini bahwa terdapat tiga faktor dominan yang memengaruhi proses perkembangan anak usia dini, yakni faktor pembawaan (heredity), faktor lingkungan (environment), dan faktor waktu (time). Faktor pembawaan adalah faktor yang bersifat alamiah (nature), faktor lingkungan yang memungkinkan proses perkembangan (nurture), sedangkan faktor waktu adalah saat tibanya masa peka atau kematangan (maturation). Ketiga faktor dominan yang memengaruhi perkembangan pribadi anak usia dini dapat dirumuskan sebagai berikut.
P = f (H, E, T)
P adalah person, yaitu perilaku atau pribadi anak usia dini sebagai wujud dari perkembangan, f adalah fungsi dari H = Heredity atau pembawaan, E
= Environment yaitu lingkungan sekitar individu, dan T = Time, yaitu saat tibanya masa peka atau kematangan. Dengan demikian, perkembangan pribadi anak merupakan fungsi dari pembawaan, lingkungan, dan kematangan aspek perkembangan itu sendiri. Upaya belajar akan mendapatkan hasil yang optimal sekiranya dilakukan pada saat kematangan dalam perkembangan fisik dan psikologis tiba, misalnya masa usia dini disebut golden age dan masa sangat peka untuk mulai belajar berbagai aspek pengetahuan, bahasa dan lain sebagainya.
Dummy
Sementara itu Wahyudin dan Agustin (2011: 19-21) menyoroti tentang serangkaian faktor atau unsur yang gaya belajar anak. Dikatakan bahwa kecenderungan tipe-tipe belajar yang ada pada anak usia dini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor lingkungan, sosial, emosi, dan fisik.
Selain guru sangat berperan dalam mengarahkan kecenderungan anak ke tipe mana gaya belajar anak didiknya, guru juga dapat memanipulasi faktor- faktor dimaksud. Adapun faktor-faktor yang dimaksud akan diuraikan berikut ini.
1. Unsur Lingkungan (Enviromental Element)
Unsur lingkungan yang memengaruhi terhadap tipe belajar anak antara lain adalah suara, cahaya, suhu, dan desain kelas. Suara merupakan stimuli yang memengaruhi indra pendengar. Anak akan terbiasa dengan berbagai tingkat volume suara. Ia akan konsentrasi menyimak pembelajaran pada bunyi verbal yang nyaman didengar. Untuk membiasakan kepekaan menyimak komunikasi verbal, anak dapat diajak untuk mendengarkan tingkat volume yang sesuai seperti, suara untuk di dalam ruangan akan lain dengan di luar ruangan. Intensitas cahaya memengaruhi tingkat kenyamanan indra penglihatan dalam mengamati objek di lingkungannya. Pencahayaan yang lembut dan hangat dalam ruangan akan membantu anak menyimak objek. Pada kondisi tersebut selain nyaman untuk memerhatikan objek visual, juga akan nyaman pula mendengarkan bahkan mendengarkan komunikasi verbal seperti cerita. Suhu berhubungan dengan indra peraba. Suhu ruangan yang hangat akan memberikan kenyamanan pada anak untuk menyerap berbagai informasi dalam pembelajaran. Desain kelas berpengaruh terhadap ketertarikan anak pada benda-benda sekitarnya.
Desain kelas yang penuh dengan benda-benda akan membantu anak untuk memenuhi rasa ingin tahunya terhadap sesuatu yang ada di sekitarnya.
2. Unsur Sosial (Sosiological Element)
Unsur sosial merupakan kondisi di mana anak dapat melakukan kerja sama dengan anak lainnya. Kerja sama tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan kerja kelompok yang terdiri dari dua anak atau lebih.
Kondisi seperti ini dapat mendorong anak untuk menghargai orang lain. Hal ini disebabkan dengan melakukan kerja sama anak selalu diarahkan untuk bisa merencanakan, melakukan, dan mengambil
Dummy
keputusan bersama. Namun demikian, kegiatan mandiri dalam hal ini sebaiknya tetap diberikan, selain kegiatan kelompok.
3. Unsur Emosi (Emotion Element)
Unsur emosi berkaitan dengan motivasi anak untuk melakukan sesuatu. Motivasi merupakan hal yang penting dalam memengaruhi anak belajar. Hal ini disebabkan motivasi yang dimiliki anak berbeda antara satu dengan lainnya. Sebagian anak memiliki motivasi belajar yang cukup tinggi, sebagian lainnya memiliki motivasi rendah.
Pembelajaran, dalam kaitan ini, harus memberikan motivasi terhadap anak untuk mencapai tugas perkembangannya dengan baik. Sebagai contoh, dalam memberikan tugas harus memerhatikan kemampuan anak untuk menyelesaikannya. Tugas yang diberikan harus bervariasi dari satu anak ke anak lainnya. Untuk itu, tanggung jawab diberikan kepada anak dengan memerhatikan motivasi yang dimilikinya.
Motivasi pada diri anak bisa dibangun oleh guru dengan menciptakan berbagai bentuk kegiatan dan menyiapkan sarana belajar yang kondusif.
Hal ini disebabkan, pada kegiatan rutinnya, anak akan senang jika ia mengetahui apa yang diharapkan serta apa yang akan terjadi kemudian.
4. Unsur Fisik (Psysical Elements)
Unsur fisik dalam hal ini kesiapan fisik anak untuk melakukan sesuatu termasuk belajar. Kesiapan fisik ini berkaitan dengan kecukupan tidur malam, makan dan minum, istirahat siang hari, dan aktivitas yang dilakukannya. Sebagai contoh, pada beberapa anak yang cukup tidurnya pada malam hari biasanya masih dapat bertahan untuk belajar pada siang harinya. Sebaliknya, anak yang bangun terlalu pagi biasanya akan merasa jenuh pada saat belajar di siang hari. Dalam hal ini pembelajaran perlu memperhitungkan waktu istirahat termasuk di dalamnya menyediakan makanan dan minuman untuk anak. Selain itu pendidik harus memberikan kesempatan pada anak untuk bergerak dan berlatih dengan tidak mengabaikan waktu bermain.
Dummy
Dummy
Sejumlah kajian di abad ke-20 telah memunculkan penemuan- penemuan mutakhir tentang psikologi anak dan bagaimana seharusnya pendidikan dilakukan bagi anak, kiranya semakin membuka wawasan para penggiat pendidikan anak usia dini bahwa belajar menjadi syarat utama dalam kancah peradaban umat manusia dewasa ini. Tidak saja perlu disadari bahwa dunia terus menerus berubah dan mengalami perkembangan dan perubahan. Lebih dari itu, dari proses belajar dapat dipetik sebuah makna bahwa dalam prosesnya kesalahan dan kekeliruan bukan menjadi hal tabu.
Kesalahan dan kekeliruan menjadi bagian dalam proses belajar. Semua orang dapat belajar dari kesalahan, agar pada waktu berikutnya proses belajar semakin baik, benar, dan penuh harapan.
Pembahasan tentang belajar sering dikaitkan dengan perubahan perilaku. Artinya seorang individu dikatakan belajar jika perilakunya mengalami perubahan. Maka untuk melihat adanya perubahan perilaku dimaksud individu yang belajar hendaknya memahami ada beberapa kunci dalam proses belajar, yakni individu seharusnya memiliki semangat dengan jiwa eksploratif, kreatif, dan berpikir komprehensif. Eksploratif dimaknai sebagai sebuah upaya yang terus menerus dilakukan dalam mencari dan mengungkapkan banyak hal secara benar. Kreatif dapat diartikan sebagai suatu cara melakukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah pernah dilakukan, yang memberi makna baru atau sesuatu yang unik. Sedangkan komprehensif dipahami sebagai sesuatu yang menyeluruh, seimbang, proporsional, tidak berat sebelah, objektif, dan tidak diskriminatif. Dengan demikian, aktualisasi diri dapat diimbangi dan diletakkan dalam konteks hidup bersama dengan orang lain dalam lingkungan sosial yang ada, sebab