• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Psikoanalisis

Dalam dokumen Buku BIMBINGAN DAN KONSERLING ANAK (Halaman 89-96)

TEORI PERKEMBANGAN ANAK

A. Teori Psikoanalisis

Psikoanalisis yang dilahirkan oleh Sigmund Freud, seorang psikiater yang berasal dari Austria melihat bahwa kepribadian manusia mengandung tiga subsistem utama, yaitu id, ego, dan super ego. Id adalah sistem asli manusia dan menyangkut aspek genetik atau pembawaan biologis, segala sesuatu yang dibawa sejak lahir yaitu dorongan kebutuhan dari dalam diri manusia, baik itu kebutuhan fisik, emosional, maupun kebutuhan seksual yang sifatnya selalu ingin dipuaskan dan lumrahnya berhubungan dengan kesenangan yang harus dipenuhi dan sesegera mungkin (pleasure principles). Misalnya; pada bayi yang baru lahir sangat dikuasai oleh id, bayi menangis ketika lapar dan ingin segera dipenuhi kebutuhan akan rasa laparnya tersebut tanpa mau tahu bagaimana ia akan memperoleh susunya. Id berorientasi pada tujuan-tujuan pengurangan ketegangan (tension) untuk mengembalikan organisme (individu) kepada keadaan seimbang. Ego adalah subsistem kepribadian yang menganut rasional, yang menjadi pengendali antara tuntutan id yang instinktif, bersifat mendesak dan tanpa mempertimbangkan lingkungan dengan dorongan, sanksi moral dan keabsolutan super ego. Ego harus selalu memuaskan tuntutan id, namun dengan menghindari kecemasan yang muncul dari super ego. Dengan kata lain ego adalah manusianya itu sendiri, yang memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah, memiliki sejumlah ide untuk memenuhi kebutuhannya, mempunyai serangkaian prinsip yang berdasarkan kenyataan (reality principle) di mana manusia belajar dan berupaya untuk menahan id-nya dengan jalan yang tepat dan memiliki pandangan yang lebih realistik untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya. Jadi, ego bersifat rasional serta menjalankan fungsi-fungsi kognitif dan penyesuaian dalam menyelesaikan konflik, mengatasi kecemasan, dan mengembangkan kepribadian. Super ego adalah sistem yang merefleksikan sanksi moral masyarakat, yakni norma-norma yang berlaku, moral, aturan-aturan yang berlaku, hal-hal yang ideal yang memiliki penjelasan tentang hal-hal yang benar dan salah yang membantu sang ego untuk menahan sang id. Super ego bertindak atas dasar prinsip moral – yang bisa saja tak rasional – perilaku baik maupun buruk tanpa dikaitkan dengan motif maupun keadaan sekitar yang mendasarinya.

Kartadinata (2010: 214) menjelaskan bahwa psikoanalisis melahirkan psikologi ego; teori-teorinya yang paling signifikan antara lain teori Alfred Adler, Karen Horney, Erich Fromm, dan Harry Stack Sullivan. Selanjutnya

Dummy

Kartadinata (2010: 215-216), menjelaskan secara singkat teori-teori dimaksud seperti berikut ini.

Alfred Adler menegaskan bahwa akar perkembangan dan konflik kepribadian terletak pada proses sosial daripada proses psikologis. Manusia adalah makhluk sosial dan motif-motif primer manusia didasarkan kepada interaksi sosialnya. Motivasi primer manusia adalah “striving for superiority or perfection”, dan dorongan ini dimanifestasikan dalam setiap kehidupan manusia di dalam berbagai bentuk dan pola kehidupan, diterjemahkan ke dalam perilaku yang disebut dengan gaya hidup (style of life). Gaya hidup adalah konsep global yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan perilaku manusia, dan setiap manusia memiliki keunikan gaya hidup.

Manusia adalah makhluk yang secara potensial mampu membangun kerja sama, hubungan sosial, dan memecahkan masalah. Perilaku manusia adalah rasional dan dapat dipenuhi dalam kerangka kerja keunikan gaya hidup dirinya. Perwujudan superioritas setiap individu berbeda, bisa dalam bentuk prestasi akademik, olahraga, seni, yang secara potensial menumbuhkan kepuasan pribadi dan kemaslahatan sosial. Perilaku menyimpang atau masalah suai disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam memahami diri dan lingkungan karena impuls-impuls destruktif dalam diri manusia.

Karen Horney mengembangkan pendekatan psikososial terhadap perkembangan kepribadian. Pemahaman perilaku dilihat dalam konstruk kecemasan yang muncul dari pengaruh sosial yang dialami seseorang (anak), dalam bentuk dominasi orang dewasa yang dapat menimbulkan rasa keterisolasian dan ketakberdayaan. Penyelesaian perasaan yang tak menyenangkan ini dilakukan melalui sejumlah strategi antara lain (1) gerak mendekat pada orang lain (move toward people) seperti perilaku tunduk, bergantung, parasitik, yang tujuannya untuk memperoleh kasih sayang, dukungan, dan persetujuan; (2) gerak menghindar dari orang (move away from people) yang termanifestasi dalam perilaku kerja sendiri, mengisolasi diri, dan berpusat pada diri sendiri; dan (3) gerak menentang orang (move against people) yang terwujud dalam perilaku permusuhan, agresif, dan dominasi. Semua strategi yang disebutkan adalah strategi yang tidak dikehendaki karena pada dasarnya merupakan kecenderungan “neurotic

yang akan menumbuhkan perilaku destruktif, mengalahkan diri sendiri dan tak rasional. Perbedaan perilaku neorotik dan efektif terletak pada perbedaan pengendalian dan fleksibilitas di dalam menghadapi situasi

Dummy

khusus. Jika seseorang sadar akan keragaman alternatif dan mampu menganalisis situasi secara akurat–atau dengan kata lain berwawasan utuh–dia akan dapat berperilaku efektif. Perilaku yang tidak efektif adalah yang dikendalikan oleh kecemasan, tidak menyadari perilaku saat ini, hanya memiliki sedikit alternatif, dan menggunakan strategi dalam cara-cara impulsif dan tak sensitif.

Erich Fromm memusatkan perhatian kepada interaksi sosial sebagai bahan mentah fundamental dalam perkembangan kepribadian. Manusia berbuat untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan sebagai makhluk sosial manusia berkebutuhan untuk: berhubungan, berkreasi, ber-kepemilikan, ber-jati diri, dan konsisten dalam memandang dunianya. Apabila manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar ini di dalam masyarakat dia menjadi tersingkirkan dan bermusuhan. Jika dia tidak berpeluang untuk memperoleh dan hidup dalam kasih sayang atau berhubungan dengan cara-cara yang positif, maka dia akan belajar bermusuhan. Esensi belajar dan bimbingan (bantuan) terletak pada upaya memahami cara manusia memenuhi kebutuhan dasarnya di dalam keterbatasan dan peluang yang ada di masyarakat, dan menumbuhkan kesadaran akan kebutuhan dirinya serta menemukan cara-cara pemenuhan kebutuhan yang positif dan konstruktif.

Harry Stack Sullivan memandang kepribadian adalah perangkat total strategi antarpribadi yang menjadi cara bagi individu berinteraksi dengan orang lain. Perkembangan kepribadian adalah proses belajar memenuhi kebutuhan dan mengurangi ketegangan di dalam jejaring hubungan antarpribadi seseorang.

Teori psikoanalisis memfokuskan pada keyakinan bahwa prinsip dasar sumber kekuatan pertumbuhan dan perkembangan individu adalah kecakapan berpikir rasional dan analitik tentang dirinya dan dunianya.

Kesadaran atau wawasan (insight) mengarahkan kendali perilaku untuk tumbuh dan berkembang. Selanjutnya teori psikonalisis yang dimotori Freud ini membagi tahapan-tahapan perkembangan kehidupan manusia menjadi lima, yaitu masa oral, masa anal, masa phallic, masa latency, dan masa genital. Tahapan-tahapan dimaksud akan dijelaskan berikut ini:

1. Fase Oral (0-1 tahun)

Pada masa oral individu (anak) menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dirinya. Untuk masa belajar Freud menamakan tahun pertama dalam kehidupan individu sebagai masa

Dummy

oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan ketidaknikmatan. Anak memasukkan apa saja yang dijumpainya ke dalam mulutnya, bukan hanya karena mulut merupakan kenikmatan utama, tetapi karena pada usia ini mulut merupakan alat untuk melakukan eksplorasi (penelitian) dan belajar, juga pemenuhan rasa keingintahuan. Dalam masa ini kebutuhan akan makanan adalah kebutuhan yang paling penting untuk faktor fisik dan emosional yang sifatnya harus segera dipuaskan. Di masa ini id dan pemenuhan kebutuhan sesegera mungkin berperan sangat dominan.

Menyimak pendapat Watson dalam Sujiono dan Sujiono (2004: 10) seorang bayi yang baru lahir memiliki tiga macam emosi yaitu cinta, marah, dan takut. Ekspresi ketiga emosi ini sering kali ditunjukkan oleh anak dalam bentuk tangis, tawa, dan canda dalam kehidupan sehari-harinya saat bayi berinteraksi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, terutama ibu dan ayahnya atau juga dengan pengasuhnya. Hal ini didukung oleh pendapat dari John Locke yang mengemukakan bahwa “pengalaman dan pendidikan anak merupakan faktor yang paling menentukan dalam perkembangan anak. Pernyataan ini mengandung makna bahwa masa bayi merupakan masa yang penting dalam perjalanan hidup seorang anak manusia. Bayi memiliki beberapa aspek perkembangan yang harus diperhatikan dan dikembangkan secara stimultan. Untuk itu diperlukan berbagai rangsangan agar bayi dapat mencapai taraf kemampuan yang optimal, sehingga pihak-pihak yang bertanggung jawab pada tumbuh kemang bayi harus memerhatikan segi perawatan dan pendidikannya. Karena untuk mencapai perkembangan yang optimal, perlu diberikan stimulasi yang tepat. Untuk itu setiap stimulator harus mengetahui karakteristik pada berbagai dimensi perkembangan yang dapat dijadikan acuan untuk memilih berbagai alat dan permainan yang tepat dalam pemberian stimulasi. Yang juga tidak boleh dilupakan adalah para pendidik atau pengasuh jika berhadapan dengan bayi cobalah untuk selalu tersenyum di hadapannya dan jangan lupakan “eye contact

dan ciptakan suasana yang menyenangkan. Jangan bosan dan cepat putus asa dalam menghadapi bayi usia 0-1 tahun ini dengan senantiasa bersikap positif dan terus berpikir kreatif demi perkembangannya.

Dalam konteks bimbingan untuk anak usia 0-1 tahun, keluarga merupakan institusi pendidikan yang paling utama dan pertama. Artinya keluarga mempunyai peranan sangat penting dalam pendidikan anak, karena di sinilah pertama kali anak tumbuh dan berkembang dan menerima sentuhan pendidikan. Segala sesuatu yang ditumbuhkembangkan dalam

Dummy

keluarga biasanya akan sangat membekas sehingga tidak mudah hilang atau berubah sesudahnya. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orang tua dalam pendidikan mengatakan:

“Ketahuilah bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orang tuanya”.

Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan dan bentukan apa pun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya. Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah orang tuanya di dunia dan di akhirat, demikian pula hubungan dengan setiap pendidik atau gurunya. Sebaliknya jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagaimana binatang ternak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Atas dasar hal tersebut maka hendaknya orang tua memelihara, membina, mendidik, dan membimbing serta mengajari anak-anak dengan akhlak yang baik dan menjauhkan sikap-sikap yang buruk (Sujiono & Sujiono 2004: 52).

2. Fase Anal (1-3 tahun)

Pada masa ini sensasi dan kesenangan berpusat pada daerah sekitar anus dan segala aktivitas yang berhubungan dengan anus. Pada masa inilah anak mulai diperkenalkan dengan “toilet training” yaitu anak mulai diperkenalkan tentang rasa buang air besar atau kecil. Tujuan memperkenalkan ini pada anak adalah agar anak dapat mengontrol buang air besar atau kecil dengan baik, dan tidak menganggap hal itu dapat dilakukan dengan sendirinya dengan perkataan yang sering diucapkan “nanti juga anak terbiasa jika sudah dewasa…”. Anak diperkenalkan dan diberi pembiasaan tentang kapan saatnya dan di mana tempatnya untuk buang air besar dan kecil, dan juga mengeliminasi kebiasaan-kebiasaan anak yang kurang tepat dalam hal BAB dan BAK, misalnya BAB atau BAK di celana. Contoh lain, ketika anak sudah menunjukkan gejala atau bahasa tubuh ingin BAB atau BAK orang tua/guru/orang dewasa segera mengantarkan anak ke kamar kecil, perilaku ini dilakukan berulang-ulang dan konsisten serta memperlihatkan kebahagiaan di saat anak dapat mengatur buang air di tempat dan waktu yang tepat.

Mulai usia satu tahun anak ditandai dengan berkembangnya fisik yang sangat dominan. Ayunan langkah anak yang semakin lancar menyebabkan anak dapat mengeksplorasi dunia sekitarnya. Seiring dengan pertumbuhan fisiknya, berbagai aspek perkembangan lainnya juga mengalami masa peka untuk diberi stimulasi, seperti perkembangan aspek bahasa, kognitif, sosial, emosional dan berbagai aspek perkembangan yang berhubungan

Dummy

dengan pembentukan perilaku pada anak. Berbagai alat permainan dan stimulasi perlu diberikan pada anak dan perlu diperhatikan bahwa setiap alat permainan memiliki karakteristik dan syarat-syarat tertentu agar layak untuk digunakan. Alat permainan dimaksud haruslah aman dan nyaman bagi anak. Demikian juga alat permainan dan stimulasi haruslah memerhatikan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan laju kecepatan belajar masing-masing anak agar hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan memuaskan.

3. Fase Phalic (3-6 tahun)

Adalah tahap di mana alat kelamin merupakan bagian penting, anak sangat senang memainkan alat kelaminnya yang terkadang dilakukannya untuk membuat orang tuanya tidak senang. Anak laki-laki pada usia ini sangat dekat dan merasa sangat mencintai ibunya (oidipus complex), begitu juga dengan anak perempuan yang sangat mencintai ayahnya sehingga terkadang menganggap ibunya sebagai saingannya (electra complex).

Di masa ini anak-anak akan merasa sangat kecewa dan diabaikan jika keinginan atau harapannya kepada salah satu orang tua yang dianggap segala-galanya dan sangat dicintai tidak terpenuhi. Pada umumnya anak laki-laki sangat bangga akan kelaminnya dan sering membanggakannya di depan anak perempuan sehingga anak perempuan sering merasa minder karena tidak memiliki alat kelamin seperti anak laki-laki. Pada masa ini anak juga mulai mengenal dan mengidentifikasi dirinya dengan melihat kepada ayahnya yang berjenis kelamin sama dengan dirinya; bagaimana cara berpakaian ayahnya, bagaimana peran ayah di rumah, dan lain-lain.

Masa ini sangat penting untuk perkembangan identifikasi jenis kelamin pada anak, bagaimana seharusnya anak laki-laki atau anak perempuan, bersikap, berpakaian, dan berperan. Jika pada masa ini lingkungan tidak mendukung anak untuk mengidentifikasi dirinya dengan baik, maka anak akan mengalami bias (ketidakjelasan) dalam mengidentifikasi dirinya sebagai seorang laki-laki atau perempuan.

Dilihat dari rentang usia anak 3-6 tahun maka pada usia ini anak dikategorikan pada masa prasekolah. Mereka biasanya mengikuti program prasekolah di TK atau TPA dan Kelompok Bermain. Pada masa ini sikap egosentrisme pada anak masih sangat kuat, di mana mereka menginterpretasikan hal-hal hanya dari sudut pandang mereka sendiri dan tidak mampu menerima pandangan perspektif orang lain atau kapasitas kebutuhan mereka, maka dalam menerapkan kurikulum harus banyak

Dummy

alternatif baik dari sisi materi maupun metode yang diterapkan oleh pendidik. Hal ini sangat memerlukan keterbukaan dan kesabaran, baik dari orang tua di rumah maupun pihak penyelenggara pendidikan anak usia dini, karena anak-anak tersebut merupakan sosok manusia ciptaan Tuhan yang sangat unik. Peran dan tanggung jawab pendidik pada proses pembimbingan dan pengasuhan pada anak sangat besar, terutama dalam membantu anak melewati masa penting dalam rentang usia 3-6 tahun.

Pendidik seharusnya dan sepenuhnya memiliki pemahaman yang benar tentang perkembangan anak usia ini. Minimnya pemahaman terhadap perkembangan anak ini tentunya akan berakibat bagi perkembangan anak, yaitu dapat mengendapkan “the hidden potency” yang telah dimiliki oleh anak. Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu dikembangkan program layanan yang terpadu untuk mengembangkan semua potensi yang ada pada anak dan dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan.

4. Fase Latency (7-10 tahun)

Adalah masa di mana kebutuhan seksual anak sudah tidak terlihat lagi. Anak lebih tertarik pada kegiatan-kegiatan yang melibatkan fisik dan kemampuan intelektualnya yang disalurkannya di sekolah dan olahraga.

Pada masa ini anak sudah dapat mengidentifikasikan dirinya dengan baik sebagai seorang laki-laki atau perempuan. Biasanya anak laki-laki akan bermain dengan anak laki-laki begitu juga dengan anak perempuan akan bersama dengan sesama anak perempuan. Pada masa ini perkembangan jasmani dan rohani anak telah semakin sempurna. Pertumbuhan fisik berkembang pesat dan kondisi kesehatannya pun semakin baik. Artinya anak menjadi lebih tahan terhadap berbagai situasi yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan mereka. Sedangkan dari perkembangan rohaninya anak menjadi semakin stabil. Ia sudah mampu mengenal banyak teman di lingkungan sosial yang lebih luas. Keinginan untuk menjelajah dunia sekitar pun semakin besar dan terarah seiring dengan perkembangan berpikirnya yang telah memasuki tahap operasi konkret. Pada masa ini anak sudah mampu mengembangkan berbagai keterampilan dasar baik yang bersifat akademis maupun yang bersifat nonakademis misalnya moralitas, kedisiplinan, dan konsep diri yang merupakan pedoman berperilaku dan menjadi mandiri. Pada masa ini juga anak tidak banyak lagi dikuasai oleh dorongan atau impuls internal dalam perbuatan dan pikirannya, namun lebih banyak dirangsang oleh stimulasi dari luar. Anak mulai belajar menguasai dunia secara objektif. Agar pembelajaran dan pembimbingan

Dummy

anak pada masa ini dapat menjadi sumber daya manusia yang potensial di masa mendatang maka yang dapat dilakukan adalah (1) mengkaji kembali berbagai kompetensi anak sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing anak; (2) menumbuhkan motivasi anak untuk berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya. Agar nantinya mereka bangga dengan pilihan profesi yang ditekuninya; (3) memberikan kebebasan kreativitas agar anak lebih bergairah dan berani berkarya, mengemukakan pendapat dan berkomunikasi dengan runtut dan sistematis.

5. Fase Genital

Adalah masa di mana mulai ada ketertarikan pada lawan jenis, mulai menjalin hubungan dengan teman yang memiliki jenis kelamin berbeda, belajar menyayangi, mencintai, butuh akan kasih sayang dan dicintai oleh lawan jenis.

Dalam dokumen Buku BIMBINGAN DAN KONSERLING ANAK (Halaman 89-96)