• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALLAH BUKAN PENYIKSA ANAK-ANAK

Dalam dokumen Tak kenal Menyerah (JOHN BEVERE) (Halaman 103-107)

ADA SIAPA DI BALIK MASALAH KITA

ALLAH BUKAN PENYIKSA ANAK-ANAK

Di bab sebelum ini, kita menyoroti peristiwa-­peristiwa sesudah baptisan Yesus. Roh Kudus memimpin-­Nya ke padang gurun tempat Yesus dicobai selama empat puluh hari dan malam. Adalah Allah, bukan Iblis, yang membawa Yesus ke padang gurun. Allah tahu Anak-­Nya akan dicobai secara parah, namun Dia membawa-­Nya ke padang gurun dengan suatu tujuan. Prinsip yang kita pelajari adalah bahwa Allah tidak pernah menuntun kita ke dalam badai tanpa Dia mengaruniakan kepada kita kekuatan untuk mengatasinya. Meteraikan kebenaran ini selama-­lamanya dalam hati Anda, karena hal ini akan menguatkan Anda untuk menghadapi perlawanan.

Yesus menegaskan bahwa Dia tidak akan pernah melakukan atau mengatakan sesuatu jika hal itu tidak bersumber dari Bapa-­Nya. Ia secara sempurna dipimpin oleh Roh Allah: “Aku tidak berbuat apa-­apa dari diri-­Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-­hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-­Ku” (Yohanes 8:28).

Nantinya dalam pelayanan-­Nya, setelah seharian mengajar orang banyak, Yesus kelelahan. Saya dapat membayangkan kira-­kira bagaimana perasaan-­Nya. Pada beberapa kesempatan saya berkhotbah empat atau bahkan lima kali sehari dan sudah begitu letih dalam perjalanan pulang ke hotel malamnya sehingga saya sudah tidak sempat ngobrol dengan tuan rumah.

Hal semacam itu juga berlaku pada Yesus. Petang sudah datang dan Dia sudah bersiap-­siap untuk beristirahat malam, tetapi Roh Kudus menggerakkan Dia untuk menyuruh murid-­murid-­Nya masuk ke dalam perahu dan menyeberangi danau. Ada orang yang kerasukan roh jahat yang perlu dilayani di sana. Mereka semua masuk ke dalam perahu, dan Yesus tertidur nyenyak.

Badai yang dahsyat melanda dalam perjalanan. Empat pengikutnya adalah nelayan cakap yang sudah seumur hidup melaut. Mereka mengenal gejolak di perairan dan cara menanganinya, tetapi kali ini yang muncul bukan badai biasa. Setelah gelombang demi gelombang menerpa mereka, para nelayan itu akhirnya membangunkan Yesus dan berseru, “Guru, tidak pedulikah Engkau kalau kita binasa?” Mereka sama sekali tidak melihat titik terang untuk meloloskan diri dari thlipsis yang parah ini.

Di tengah badai ini, menurut Anda, apakah Roh Kudus dan Bapa panik? Apakah Anda membayangkan mereka dengan gugup berbicara satu sama lain, “Wah, benar-­benar sulit dipercaya! Sama sekali tak kita pikirkan badai maut ini akan muncul. Apa yang akan kita lakukan? Oh, kenapa kita menyuruh Yesus menyeberangi danau? Kita melakukan kesalahan besar!”

Lucu, bukan, kalau dipikirkan? Tentu saja bukan itu yang terjadi. Roh Kudus sudah tahu lebih dulu badai itu akan muncul, karena Dia tahu kesudahannya sejak awal. “Dari permulaan Kuberitahukan hal-­ hal yang kemudian, sejak dahulu Kuramalkan apa yang akan terjadi” (Yesaya 46:10, BIS). Dia mengarahkan Yesus untuk masuk ke dalam perahu Roh  Kudus  sudah  tahu  

lebih  dulu  badai  itu  akan   muncul,  karena  Dia  tahu   kesudahannya  sejak  awal

dengan mengetahui sepenuhnya bahwa badai maut sudah menanti. Tetapi Allah tidak pernah menuntun kita ke dalam badai tanpa Dia mengaruniakan kepada kita kekuatan untuk mengatasinya. Begitu terbangun, Yesus langsung pergi ke haluan kapal dan memerintahkan badai untuk tenang, lalu berpaling kepada murid-­murid-­Nya dan bertanya, “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (Markus 4:40).

Mengapa Yesus menegur dengan begitu keras, padahal para pelaut ulung ini sudah berusaha sekuat daya untuk bertahan hidup? Mengapa Dia dengan tegas menunjukkan bahwa mereka “tidak percaya”? Sebelum meninggalkan pantai, Dia berkata kepada mereka, “Marilah kita bertolak ke seberang” (ayat 35). Dia tidak berkata, “Mari pergi ke tengah danau dan tenggelam.” Mereka seharusnya tahu bahwa ada cukup anugerah (kuasa) di dalam perkataan Yesus untuk membawa mereka ke seberang. Mereka seharusnya berdiri di haluan kapal itu dan berteriak, “Badai, engkau tidak akan membunuh kami atau menghentikan kami! Kami pasti sampai ke seberang karena Guru berkata, ‘Marilah kita bertolak ke seberang.’ Jadi, menyingkirlah dari hadapan kami!”

Allah tahu badai itu akan muncul. Dia membawa mereka menghadapinya, tetapi Dia juga memberi murid-­murid Yesus otoritas dan kuasa untuk memerintah atas badai. Dan situlah kuncinya. Yang membedakan antara orang yang dikalahkan oleh kehidupan dan yang memerintah di dalam kehidupan adalah pengetahuan bahwa

SHUWHPSXUDQ GDQ NRQÁLN LWX WLGDN WHUHODNNDQ GDQ EDKZD³EHUEHGD

dari orang biasa—kita memiliki kuasa untuk menghadapi apa pun yang menentang kita. Maka kita harus, dan dapat, berjuang dengan tak kenal menyerah sampai pertempuran dimenangkan. Biarkanlah kebenaran 2 Korintus 2:14 meresap ke dalam setiap serat keberadaan Anda: “Tetapi syukur bagi Allah yang dalam Kristus selalu memimpin kami di jalan kemenangan-­Nya.”

Jika keadaan itu diserahkan ke tangan para murid dan perspektif mereka yang terbatas, mereka semua sudah mati tenggelam. Akan tetapi, ketaatan Yesus yang sepenuh hati untuk melawan badai itu bukan hanya menyelamatkan nyawa mereka, tetapi juga pembebasan seorang pria yang kerasukan roh jahat di seberang danau.

Dan berkat itu tidak berhenti sampai di situ, karena orang yang disembuhkan ini kemudian memberitakan kerajaan Allah ke sepuluh kota di Dekapolis. Dengan kata lain, banyak orang akhirnya mengalami dampak kerajaan Allah. Roh Kudus memimpin Yesus dan tim-­Nya ke

dalam badai, mereka mengalami kesengsaraan karenanya, tetapi Allah sama sekali tidak menghendaki mereka dikalahkan. Sebaliknya, fokus Allah tertuju pada kemuliaan yang ada di balik badai itu.

Jika kita dapat bertanya pada para rasul itu saat ini, “Apakah setimpal penderitaan menghadapi badai itu dengan pengalaman melihat orang itu dibebaskan?” tak ayal mereka akan menjawab, “Tentu saja!”

Mari kita melihat pada kasus lain. Rasul Paulus sedang dalam perjalanan misi ke Yerusalem menuruti pimpinan Roh Kudus. Namun inilah perkara yang menanti Dia:

Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku. (Kisah Para Rasul 20:22-­23)

Kata bahasa Yunani untuk sengsara dalam ayat di atas adalah thlipsis. (Kita sudah membahas istilah ini, bukan?) Berarti, Roh Kudus menuntun Paulus menuju tempat yang akan membuatnya mengalami kesengsaraan yang intensif. Tetapi kembali, Allah akan senantiasa memberi kita anugerah untuk mengatasi rintangan apa pun di jalan yang kita tempuh menurut pimpinan-­Nya.

Apakah hasil dari sikap Paulus yang tak kenal menyerah di tengah perlawanan ini? Bukan hanya orang Yahudi dan orang bukan Yahudi di Yerusalem yang mendengar injil;; begitu juga dengan banyak penduduk Kekaisaran Romawi—termasuk prajurit, wali kota, gubernur, dan bahkan Kaisar sendiri! Semuanya itu karena satu orang yang dipimpin ke dalam badai oleh Roh Kudus. Allah tidak mendatangkan badai atau penderitaan, tetapi Dia tahu bahwa Paulus akan menghadapinya karena dunia yang berdosa ini memusuhi cara-­cara Allah. Akan tetapi, kasih Kristus mendorong Paulus untuk mengikuti pimpinan Roh, dan Allah memberinya anugerah untuk mengatasi perlawanan. Paulus merangkum perjalanannya dengan menulis, “Semua penganiayaan [kesengsaraan] itu kuderita dan Tuhan telah melepaskan aku dari semuanya itu” (2 Timotius 3:11). Perkataan-­ Nya selaras dengan pernyataan pemazmur: “Sebab Ia melepaskan aku dari segala kesesakan” (Mazmur 54:9). Bukan sebagian atau sebagian besar kesesakan. Segala kesesakan. Itu berarti 100%!

Dalam dokumen Tak kenal Menyerah (JOHN BEVERE) (Halaman 103-107)