• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERENDAHAN HATI MENJADIKAN KITA TAK KENAL MENYERAH

Dalam dokumen Tak kenal Menyerah (JOHN BEVERE) (Halaman 154-159)

SENJATA KERENDAHAN HAT

KERENDAHAN HATI MENJADIKAN KITA TAK KENAL MENYERAH

Ingat bagaimana mereka yang bertahan dengan tak kenal menyerah dan menyelesaikan pertandingan dengan baik menerima upah? Paulus mengingatkan agar kita tidak membiarkan kerendahan hati

yang palsu—yang bisa saja kelihatan berhikmat—mencuri upah ini: “Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang pura-­pura merendahkan diri” (Kolose 2:18). Sepuluh mata-­mata dan bangsa Israel yang ketakutan menggambarkan bagaimana kerendahan hati yang palsu benar-­benar dapat membuat kita kehilangan upah yang disiapkan Allah.

Sepuluh mata-­mata itu menahan orang sehingga mereka tidak memasuki Tanah Perjanjian. Penalaran mereka tampak jernih, logis, dan masuk akal, namun mereka mengambilnya dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, bukan dari janji dan hikmat Allah. Mereka bukan hanya menggagalkan diri sendiri, tetapi juga keluarga mereka dan jutaan orang lain: mereka tidak masuk ke Tanah Perjanjian. Banyak orang yang kehilangan tujuan hidup mereka gara-­gara kerendahan hati yang palsu. Hanya Kaleb dan Yosua, dua mata-­mata yang menyampaikan laporan dengan roh yang rendah hati, orang dewasa dari generasi itu yang diizinkan Allah memasuki tanah baru itu. Dengan Yosua sebagai pemimpinnya, generasi baru bangsa Israel memasukinya dengan berani, rendah hati dalam kuasa tangan Allah yang kuat. Dan mereka menang.

Seseorang suatu ketika menanyai saya, “John, kamu memilih mana, berkhotbah pada jutaan orang dari berbagai latar belakang atau pada belasan pemimpin saja?”

“Jutaan orang,” jawab saya.

Ia berkata, “Jawabanmu tidak bijaksana, karena sepuluh pemimpin yang memata-­matai tanah perjanjian itu bertanggung jawab menggagalkan jutaan orang mencapai tujuan hidup mereka.”

Kita dipanggil untuk menjadi orang-­orang yang memimpin dan memberi pengaruh. Jadi, bagaimana kita memimpin? Apakah Anda dipersenjatai dengan kerendahan dan mau berada di bawah tangan Tuhan yang kuat, atau Anda hanya kelihatan rendah hati namun sebenarnya masih mengandalkan kekuatan Anda sendiri?

Paulus menulis lebih jauh bahwa “kita lebih daripada orang-­orang yang menang” (Roma 8:37), tetapi ide, rencana, atau arah pribadi kita yang berada di luar Firman Allah “mungkin kelihatannya baik, karena memerlukan keteguhan, kemauan serta disiplin tubuh, tetapi sama sekali tidak dapat menaklukkan pikiran dan keinginan jahat dalam diri seseorang” (Kolose 2:23, FAYH).

Setiap orang dalam generasi Kaleb dan Yosus telah ditetapkan untuk menaklukkan tanah perjanjian. Eliab dan saudara-­saudaranya

seharusnya sudah menaklukkan pasukan Filistin jauh sebelum Daud muncul di situ. Namun kerendahan hati yang palsu mencuri kekuatan, janji, buah, dan kemampuan mereka untuk memerintah di dalam hidup ini, dan pada akhirnya upah kekal mereka juga. Karena itulah Paulus dengan tegas menasihati kita,

Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama;; janganlah kamu memikirkan hal-­hal yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada hal-­hal yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai! (Roma 12:16)

Orang yang rendah hati tidak menganggap dirinya pandai. Saya teringat, suatu ketika sebuah majalah internasional terkenal menulis artikel tentang suatu topik yang kontroversial. Editornya menghubungi kantor kami untuk meminta komentar dan pandangan saya, dan asisten saya meneruskan permintaan itu. Saya menjawabnya, “Saya akan memikirkannya dulu.”

Keesokan harinya saya merasa tidak sejahtera dalam roh saya, tetapi saya tidak dapat menemukan apa penyebabnya. Saya terus bertanya-­tanya, Ada masalah apa ya? Namun saya tidak dapat menjawabnya. Saya akhirnya membawanya kepada Tuhan dalam doa, dan satu atau dua hari kemudian, tiba-­tiba saya seperti tersadar. Saya sedang berbicara kepada Lisa dan berkata, “Aku tahu mengapa aku tidak sejahtera dengan permintaan majalah itu. Sederhana saja: Siapa aku sehingga pantas memberikan opiniku? Apakah seorang duta memberikan pendapatnya sendiri?”

Alkitab berkata, “Jadi, kami ini utusan-­utusan [duta] Kristus, seakan-­akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami” (2 Korintus 5:20). Jika Presiden Amerika Serikat mengutus duta besar untuk menyampaikan pesannya kepada negara lain dan duta besar itu menyampaikan pesan atau komentar-­nya sendiri, bukan pesan dari Presiden, ia berada dalam masalah besar. Ketika saya berbicara demi kepentingan Allah Bapa dan Kristus Yesus Tuhan saya, saya harus menyampaikan Firman-­Nya. Siapa saya ini sehingga pantas menyampaikan pendapat saya pribadi? Itulah kebodohan sepuluh mata-­mata itu. Majalah itu mendatangi saya, seorang pelayan injil, meminta pendapat saya, yang dapat menghina penatalayanan anugerah yang telah Allah percayakan kepada saya.

Kejadian itu membuat saya mengingat kembali apa yang Allah sampaikan kepada saya dalam doa beberapa tahun sebelumnya. Selama

empat tahun pertama pelayanan kami, keadaan sangat sulit—sebuah padang gurun, katakanlah begitu. Lisa dan saya mengendarai Honda Civic kecil kami bolak-­balik di separuh wilayah timur Amerika Serikat, dengan bayi di tempat duduk belakang dan bagasi kami dijejalkan ke setiap tempat yang tersedia. Kami berdoa dengan gigih agar pintu-­ pintu dibukakan pada kami. Kami berbicara sebagian besar di gereja yang beranggota sekitar seratus orang, yang kelihatannya tidak juga bertumbuh dan kecil saja pengaruhnya dalam masyarakat mereka.

Setelah empat tahun pelayanan yang berat ini, Allah berbicara kepada saya dalam sebuah doa pada pagi hari: John, Aku sudah

mengutusmu ke gereja dan konferensi yang kecil pengaruhnya selama

empat tahun terakhir ini, dan engkau dengan setia menaati-­Ku. Aku akan terus memelihara orang-­orang yang kaulayani ini, namun Aku akan

PHODNXNDQSHUXEDKDQ\DQJVLJQLÀNDQ$NXDNDQPHQLQJNDWNDQSHOD\DQDQPX

melampaui apa yang kauimpikan. Jangkauanmu akan berlipat ganda karena

NDXDNDQGLXQGDQJNHJHUHMDGDQNRQIHUHQVL\DQJEHUSHQJDUXKVLJQLÀNDQSDGD NRWDNRWDGDQEDQJVDEDQJVD(QJNDXDNDQGLEHUNDWLVHFDUDÀQDQVLDOVHFDUD

sosial, dan secara rohani secara berlipat-­lipat dari saat ini. Engkau mengelola milik kepunyaan-­Ku, dan inilah waktunya untuk pesan yang kaubawa disebarluaskan kepada orang banyak.

(Izinkan saya menyela untuk poin penting tentang jumlah ini. Ada banyak gereja besar yang kurang berpengaruh di masyarakatnya dan, sebaliknya, ada banyak gereja kecil yang sangat berpengaruh. Aspek penting dari gereja yang efektif bukanlah jumlahnya, melainkan kualitas penjangkauan dan pengaruhnya.)

Saya tertegun dan sangat bergairah mendengar perkataan Allah yang begitu jelas dalam hati saya itu. Saya kemudian memberi tahu Lisa dan ia juga sangat bersemangat. Namun beberapa saat kemudian,

Tuhan berbisik lagi kepada saya: ,QLMXJDVHNDOLJXVDNDQPHQMDGLXMLDQ

Ketika kau melayani gereja-­gereja kecil yang kurang berpengaruh, kau harus percaya kepada-­Ku untuk mendapatkan setiap sen dan memercayai-­Ku untuk

VHWLDSÀUPDQ\DQJNDXVDPSDLNDQ.DXGHQJDQNRQVLVWHQPHQFDULQDVLKDW.X

karena kau tahu, jika kau melewatkan kehendak-­Ku dalam pelayanan-­Mu, kau akan menanggung akibatnya yang sungguh berat.

Apakah kau sekarang akan membelanjakan uang dengan sembrono karena

$NX PHPEHUNDWLPX VHFDUD ÀQDQVLDO" $WDXNDK HQJNDX DNDQ WHWDSL PHQFDUL QDVLKDW.XVHSHUWL\DQJNDXODNXNDQSDGDPDVDPDVDNHULQJ"0DXNDKNDPX VHNDUDQJSHUJLVHVXNDKDWLPXGDQEXNDQQ\DPHPLQWDSLPSLQDQ.X"$NDQNDK

engkau sekarang menyampaikan pendapat pribadimu dari mimbar, bukannya

Anak-­Ku, anak-­anak-­Ku diuji dalam dua area utama: di padang gurun dan di tempat kelimpahan. Kebanyakan orang yang gagal bukan gagal di padang gurun, melainkan di tempat kelimpahan.

Saya gemetar. Setelah selesai berdoa, saya segera menceritakannya kepada Lisa apa yang Allah nyatakan kepada saya. Ia menjawab, “John, ketika saya mendengar bagian pertama dari Firman yang Allah berikan kepadamu, aku ingin menari-­nari di sekeliling dapur. Sekarang setelah aku mendengar pesan itu selengkapnya, aku gemetar ketakutan!”

“Itu bagus,” jawab saya, “karena itu tanggapan yang benar: takut akan Tuhan.”

Banyak orang tidak memahami bahwa takut akan Tuhan itu sama sekali bukan berarti gentar kepada Allah. Sebaliknya, itu justru berarti

gentar—atau malah ngeri—untuk

menjauh dari Dia! Takut akan Tuhan adalah akar dari kehidupan yang sehat, bijaksana, kuat, dan aman. Sehubungan dengan kekayaan, misalnya, kekayaan itu bagus jika ditangani dan dikelola dalam perspektif yang benar. Akan tetapi, penyesatan dapat dengan mudah melekatkan dirinya pada kekayaan kita. Yesus memperingatkan kita akan “tipu daya kekayaan” dalam Matius 13:22, tetapi tipu daya semacam itu tidak akan menyelewengkan atau mencelakakan kita jika kita tetap berada dalam nasihat, Firman, dan hikmat Allah—hidup dalam takut akan Tuhan.

Menyampaikan pendapat saya pribadi sebagai utusan Kristus sama saja tidak memiliki ketakutan yang ilahi, dan itu tidak lain adalah kesombongan. Itulah sebabnya Paulus berkata, “Arahkanlah dirimu kepada hal-­hal yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!” (Roma 12:16). Kaleb dan Yosua tidak mengikuti pendapat orang-­orang sezamannya;; Allah sudah menyatakan kehendak-­Nya dengan jelas. Mereka takut akan Allah dan, karena itu, menyelesaikan pertandingan dengan baik. Seperti dinyatakan dalam kitab Amsal, “Apabila Ia menghadapi pencemooh, maka Ia pun mencemooh, tetapi orang yang rendah hati diberi-­Nya anugerah” (3:34, NIV).

Tentu saja tidak ada orang waras yang ingin dicemooh oleh Tuhan. Namun itulah sebenarnya yang terjadi pada orang yang merasa sudah cukup dengan mengandalkan kemampuannya sendiri. Tuhan yang

Takut  akan  Tuhan  adalah   akar  dari  kehidupan     yang  sehat,  bijaksana,    

mulia tidak memberi ruang bagi kesombongan. Dia membencinya. Lucifer dulu dekat dengan Dia, paling dekat di antara semua malaikat, namun ia tidak memiliki takut akan Tuhan dan, karena itu, ia tidak menyelesaikan pertandingan dengan baik. Pemazmur menulis, “Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya” (Mazmur 19:10). Takut akan Tuhan adalah kekuatan yang terus bertahan dan memampukan kita untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik. Adam dan Hawa hidup dalam hadirat kemuliaan-­Nya, namun mereka tidak cukup takut akan Allah sehingga mereka tidak takut jauh dari Dia. Akibatnya, mereka tidak bertahan selama-­lamanya di Eden.

Takut akan Tuhan, iman, dan kerendahan hati adalah tali tiga utas yang tidak mudah diputuskan (lihat Pengkhotbah 4:12). Jika Anda takut akan Tuhan, Anda akan memercayai-­Nya ketika menghadapi keadaan yang mustahil. Jika Anda takut akan Dia, Anda akan rendah hati—bukan menganggap diri Anda pandai. Begitu pula, kesombongan, pemberontakan, dan ketidakpercayaan adalah tiga utas tali kegelapan yang sulit diputuskan. Tunjukkan kepada saya orang yang merendahkan atau mengabaikan apa yang Allah katakan dalam Firman-­Nya dan berpaut pada pendapatnya sendiri, dan saya akan memperlihatkan kepada Anda seseorang yang tidak akan bertahan dalam iman. Satu-­satunya harapan baginya adalah pertobatan sejati dan kerendahan hati.

Dalam dokumen Tak kenal Menyerah (JOHN BEVERE) (Halaman 154-159)