• Tidak ada hasil yang ditemukan

DARI IMAN KEPADA IMAN

Dalam dokumen Tak kenal Menyerah (JOHN BEVERE) (Halaman 175-179)

MENANGGALKAN BEBAN

DARI IMAN KEPADA IMAN

Proses yang Allah gunakan untuk membangun iman kami mengingatkan saya pada bina raga. Ketika saya berumur tiga puluh lima tahu, saya begitu sibuk berkeliling dan berkhotbah sehingga saya menganggap pergi ke gym itu membuang-­buang waktu. Akibatnya, saya nyaris pingsan di panggung pada suatu hari Minggu di Atlanta, Georgia.

Tetangga sebelah kami seorang pegulat profesional, anggota World Wrestling Federation. Ia, istrinya, dan anak-­anaknya berteman baik dengan kami. Ia sebelumnya pernah mengajak saya ke gym, tapi saya menolaknya. Setelah kejadian di Atlanta, sikap saya pun berubah. Saya bertanya apakah ia bisa menolong saya agar lebih bugar.

Teman sangat itu badannya besar, beratnya 118 kg dengan lemak tubuh hanya 4 persen. Bisep dan trisepnya lebih besar dari paha saya. Kami mulai pergi ke gym secara teratur. Saya bertemu dengan beberapa temannya, binaragawan bertubuh besar, dan mengamati teknik pelatihan mereka. Saya mendapati bahwa mengangkat beban yang ringan dengan berulang-­ulang tidak membentuk otot yang besar. Namun, mereka akan mengangkat beban yang cukup berat, yang dapat mereka angkat maksimal sebanyak tiga atau empat kali. Saya melihat mereka mengangkat beban tiga kali, namun pada angkatan keempatlah seluruh aksi memuncak. Orang yang berada di bangku latihan sebenarnya tidak memiliki kekuatan untuk mengangkat keempat

kalinya, namun wajahnya berkerut-­kerut, otot-­ototnya mencuat, tubuhnya gemetar, dan teman-­temannya semua berteriak “Dorong!” atau “Angkat!” Dan ia akan mendorong dengan segenap kekuatan untuk keempat kalinya. Saat itulah otot-­otot dalam tubuh menanggapi dan bertumbuh.

Ketika pertama kali di gym saya hanya dapat mengangkat beban seberat 43 kg, dan hal itu berlangsung sepanjang bulan pertama latihan saya. Kemudian saya dapat mengangkat beban lebih berat secara bertahap menjadi 61 kilo;; setelah enam bulan menjadi 84 kilo, dan akhirnya sampai 93 kilo. Akan tetapi, saya terhenti di 93 kilo sampai beberapa tahun.

Kemudian seorang mantan binaragawan bekerja untuk pelayanan kami. Saat kami berbicara, ia mengingatkan saya akan apa yang diperlukan untuk meningkatkan kekuatan dan membentuk otot. Saya sudah lupa bahwa untuk membentuk otot, Anda harus berlatih secara maksimal dengan repetisi rendah. Kami pun memulai proses pembentukan otot kembali dan berlanjut sampai ia menyertai saya dalam perjalanan pelayanan ke Fresno, California. Saat rehat dari konferensi, beberapa dari kami pergi ke gym, dan mereka memutuskan untuk menjajal kemampuan saya. “John,” kata rekan saya, “kau harus mengangkat beban seberat 102 kilo hari ini.”

Kata saya, “Tidak mungkin.”

“Ya, kamu bisa! Ayo, ambil posisi, dan kami akan mengawasimu.” Benar saja, saya berhasil mengangkat 102 kilo. Saya sangat bersemangat. Saya terus berlatih dan berhasil mengangkat 111 kg. Namun, kembali saya mandek di situ. Sasaran saya, yang sebenarnya saya anggap mustahil tercapai, adalah suatu hari dapat mengangkat 143 kilo.

Saya pergi ke gereja di Detroit, Michigan, dan pendetanya menceritakan bahwa salah satu anggota jemaatnya adalah pelatih bina raga nasional yang terkenal. Pastor itu sendiri baru-­baru ini sudah berhasil mengangkat beban 245 kilo. Sehari setelah kebaktian hari Minggu, pendeta itu mempertemukan saya dengan pelatih itu dan saya berhasil mengangkat beban 120 kilo. Saya sangat bersemangat! Ia memberikan program latihan yang intensif, yang dijalankan dengan tekun oleh saya dan anggota staf pelayanan selama beberapa bulan berikutnya.

Ketika saya kembali lagi ke gereja Detroit itu, saya berkhotbah tentang Roh Kudus pada kebaktian Minggu pagi dan malam. Pada

Senin pagi kami pergi ke gym, dan pelatih itu berkata pada saya, “John, tadi malam saya bermimpi kamu mengangkat beban 136 kilo.”

“Tidak mungkin,”saya tergelak.

Ia memandang saya dan berkata, “Hei, bung, kamu berbicara seharian kemarin tentang bagaimana Roh Kudus berkomunikasi dengan kita. Dia berkomunikasi pada saya tadi malam. Jadi, tenanglah, dan ambillah posisimu. Kamu akan mengangkat beban 136 kilo hari ini.”

Dengan bijak saya menutup mulut dan berbaring di bangku latihan. Setelah pemanasan, teman saya meletakkan beban 136 kilo di palang. Ia berbicara dengan tegas: “Langsung angkat saja saat palang ini turun. Tak perlu memikirkannya. Langsung angkat!”

Ia dan orang-­orang lain di sekeliling kami berteriak, “Dorong! Dorong! Dorong!” saat palang mencapai titik terendah dan saya mendorongnya dengan segenap kekuatan saya. Palang itu terangkat naik! Terus naik! Mereka mengambil palang itu, dan saya melompat dari bangku, berteriak penuh sukacita. Saya terheran-­heran.

Pelatih saya membiarkan saya merayakannya selama lima menit, kemudian menatap saya dengan tajam. “Sekarang kamu akan mengangkat 143 kilo.”

“Tidak mungkin—kamu juga mimpi begitu tadi malam?” tanya saya.

Ia hanya tersenyum dan dengan sopan berkata, “Diamlah dan ambil posisimu.”

Benar saja, pada usia empat puluh empat tahun, saya berhasil mengangkat beban 143 kilo. Saya melompat-­lompat penuh semangat. Saya tidak lupa menelepon Lisa dari bandara Detroit untuk mengabarkan hal itu.

Nantinya, Allah memperlihatkan pada saya bahwa para pelatih ini—anggota staf saya, pendeta di California, dan pelatih nasional di Detroit—itu semuanya seperti Roh Kudus. Ingatlah perkataan Paulus:

Allah setia pada janji-­Nya. Ia tidak akan membiarkan Saudara dicoba lebih daripada kesanggupanmu. Pada waktu Saudara ditimpa oleh cobaan, Ia akan memberi jalan kepadamu untuk menjadi kuat supaya Saudara dapat bertahan. (1 Korintus 10:13, BIS)

Para pelatih itu tahu apa yang dapat dan tidak dapat saya tangani. Mereka tahu belum saatnya memasang beban seberat 184 kilo ketika saya baru sanggup mengangkat 143 kilo. Mereka cakap dan dapat mengenali potensi saya. Saya begitu terkesan akan kemampuan mereka untuk melihat melampaui apa yang dapat saya lihat. Setiap kali saya tidak dapat membayangkan diri saya mengangkat beban seberat yang mereka bayangkan. Mereka melihat kekuatan dan potensi yang tidak saya ketahui keberadaannya.

Begitu juga dengan Roh Kudus. Dia tahu apa yang dapat dan tidak dapat Anda atasi. Jika teman saya pegulat profesional itu sudah langsung memasang beban seberat 143 kilo ketika pertama kali saya pergi ke gym, apa yang akan terjadi? Palang itu akan meluncur turun nyaris secepat gravitas, menghantam tulang iga saya, dan kemungkinan menewaskan saya. Saya harus memulainya dari 43 kilo dan secara

bertahap meningkatkannya.

Begitu juga, Roh Kudus tahu apa yang disediakan bagi Lisa dan saya. “Bukankah Aku sendiri tahu

rencana-­rencana-­Ku bagi kamu?”

ÀUPDQ $OODK <HUHPLD %,6 ,D

harus membangun iman kami, dan dalam proses pembentukan itu, kami harus belajar untuk menyerahkan kekhawatiran kami kepada Dia. Hal itu tidak pernah terasa nyaman, namun senantiasa mendatangkan berkat. Sering kali saya harus melawan perasaan ingin berhenti atau menyerah, namun saya tidak dapat melakukannya semata-­mata karena Yesus tidak pernah menyerah pada saya. Kami tetap setiap menjalani misi ilahi kami dan terus mengatasi rintangan yang muncul di sepanjang jalan.

Jika sekarang kami menengok ke belakang, gaji yang rendah, masalah alternator, tantangan persediaan dana, dan pencobaan lain yang kami lewati adalah blok-­blok pembangun untuk menguatkan kami dalam menghadapi apa yang akan terjadi. Kalau kami harus memulai dengan memercayai Allah untuk mencukupi kebutuhan sebesar 100.000 dolar per minggu, itu kira-­kira seperti memasang beban seberat 143 kilo pada hari pertama saya datang ke gym. Tidak, Roh Kudus harus secara bertahap dan dengan terus-­menerus membangun kami sampai kami dapat memercayai Allah untuk hal-­hal yang lebih besar.

Roh  Kudus  Dia  tahu   apa  yang  dapat   dan  tidak  dapat  

Dalam dokumen Tak kenal Menyerah (JOHN BEVERE) (Halaman 175-179)