• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENDERITA BERSAMA-SAMA DENGAN DIA

Dalam dokumen Tak kenal Menyerah (JOHN BEVERE) (Halaman 93-95)

MELIHAT ATAU MASUK

MENDERITA BERSAMA-SAMA DENGAN DIA

Saat kita merenungkan kata-­kata menderita bersama-­sama dengan Dia, kita harus bertanya, Bagaimana Yesus menderita? Di sinilah banyak orang mengalami kebingungan karena ada dua jenis penderitaan. Yang satu adalah penderitaan karena kebenaran dan yang kedua adalah penderitaan karena dunia. Saya akan menjelaskan perbedaannya.

Penderitaan karena dunia terjadi karena seluruh dunia berada di bawah kekuasaan si jahat (lihat 1 Yohanes 5:19). Sebagai akibatnya, hal-­hal yang keji dan jahat menimpa orang setiap hati. Bayi diaborsi atau disiksa, gadis dipaksa menjadi budak seks, penyakit merenggut nyawa terlalu dini, kemiskinan dan kelaparan merajalela, pertikaian dan pergolakan mencabik-­cabik keluarga, kecanduan menjerat dan menghancurkan—dan daftarnya masih sangat panjang. Tidak ada yang baik atau berguna dari penderitaan ini. Ini menyedihkan dan tragis, namun tak ayal terjadi akibat dosa Adam menyerahkan otoritasnya kepada tuan yang sangat kejam.

Penderitaan berikutnya, penderitaan karena kebenaran, akan menjadi fokus bahasan kita, karena penderitaan inilah yang dimaksudkan Yesus dan Paulus. Semua penderitaan karena kebenaran, ketika ditanggung dengan kekuatan Allah, banyak gunanya. Hasilnya senantiasa penuh kemuliaan. Penderitaan itu menguatkan kita dalam panggilan kita untuk memerintah.

Yesus memperlihatkan hal ini pada kita sepanjang pelayanan-­Nya. Ingat, kita ditetapkan untuk menderita bersama-­sama dengan Dia jika kita hendak memerintah bersama-­sama dengan Dia. Jadi bagaimana Dia menderita? Yesus telah mempersiapkan diri selama tiga puluh tahun menjelang pelayanan dan kemudian dibaptis di sungai Yordan oleh nabi terkenal bernama Yohanes.

Setelah Yesus dibaptis, langit terbuka dan Roh Kudus turun ke atas-­ Nya, tampak seperti burung merpati. Allah Bapa berbicara dari surga dan semua orang dapat mendengarnya, “Engkaulah Anak-­Ku yang terkasih, kepada-­Mulah Aku berkenan” (Lukas 3:22). Bayangkan jika Anda ada di antara kerumunan orang yang menyaksikan peneguhan yang meneguhkan dari surga atas Yesus ini. Banyak pemimpin bangsa, baik pemimpin politik maupun pemuka agama, juga menyaksikannya.

Nah, seandainya kita adalah Yesus, kebanyakan kita akan berpikir, Ini waktu yang tepat untuk memulai pelayanan-­Ku! Aku harus menyampaikan khotbah pertama saat ini, ketika semua orang

ini berkumpul di sini. Bagaimanapun, Aku sudah mempersiapkan diri untuk saat ini selama tiga puluh tahun. Mungkin Aku harus mempekerjakan tim pemasaran dan promosi yang dapat menangkap momentum kejadian ini. Setiap orang di sini sekarang tahu, Akulah hamba Tuhan pilihan pada saat ini.

Itu tanggapan yang logis dan layak dipromosikan, bukan? Namun, sebaliknya, inilah yang dilakukan Yesus: “Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari Sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun. Di situ empat puluh hari lamanya Ia dicobai Iblis” (Lukas 4:1-­2). Saya mendapati bahwa banyak orang percaya mengira Yesus hanya dicobai pada akhir empat puluh hari puasa-­Nya di padang gurun. Namun bukan itu yang terjadi. Meskipun Alkitab mencatat tiga ujian khusus yang dialami Yesus, dengan jelas Alkitab menyiratkan bahwa ia diuji (menanggung kesengsaraan) selama empat puluh hari penuh.

Perhatikan siapa yang membawanya ke padang gurun. Iblis tidak membawa-­Nya ke sana. Tidak, Bapa-­Nya, melalui Roh Kudus, yang melakukannya. Mungkin ada orang berpikir, Mengapa Allah membawa Anak-­Nya ke padang gurun, padahal Dia tahu Yesus akan menghadapi penderitaan dan perlawanan? Satu fakta yang dapat kita yakini adalah bahwa Allah tidak akan pernah menuntun kita ke dalam badai tanpa Dia mengaruniakan kepada kita kekuatan untuk mengatasinya. (Saya akan membahas lebih lanjut prinsip ini dalam bab berikutnya.) Hal pertama yang kita lihat di sini adalah Allah bukanlah penyebab thlipsis atau kesengsaraan. Dia tahu kita hidup di dalam dunia yang hancur dan jika kita harus menaklukkan dan memerintah dunia, kita akan menghadapi perlawanan dan seluruh kekuatan jahatnya. Karena itu, Allah melatih kita dalam arena-­arena yang Dia tahu dapat kita tangani untuk menguatkan kita menghadapi perjuangan yang lebih besar.

Yesus pergi ke padang gurung penuh dengan Roh Kudus segera setelah dibaptis dan menghadapi thlipsis selama empat puluh hari berikutnya. Ingatlah bahwa Dia telah

menanggalkan keistimewaan-­Nya

sebagai Allah untuk hidup di antara kita sebagai manusia yang penuh dengan anugerah (lihat Filipi 2:7 dan Lukas 2:40). Dia bertempur dan mengatasi semua musuh, tanpa pernah sekali pun menyerah pada pencobaan Iblis. Kemudian setelah empat puluh Allah  melatih  kita  dalam  

arena-­arena  yang  Dia   tahu  dapat  kita  tangani   untuk  menguatkan  kita   menghadapi  perjuangan  

hari, “Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea. Lalu tersebarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu” (Lukas 4:14).

Dia pergi ke padang gurun penuh dengan Roh Allah, namun setelah mengatasi penderitaan berupa pencobaan yang berat, Dia kembali dalam kuasa Roh anugerah. Ingatlah perkataan Paulus di Roma 8:18: “Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” Ayat ini dapat dengan mudah dibaca sebagai “Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan otoritas dan kuasa yang akan dinyatakan kepada kita.” Yesus masuk ke dalam taraf pemerintahan yang lebih besar setelah Dia dengan sukses menghadapi thlipsis.

Rasul Yakobus menggarisbawahinya demikian, “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada orang-­orang yang mengasihi Dia” (Yakobus 1:12).

Perhatikanlah bahwa ketika Anda mengatasi pencobaan seperti yang Yesus lakukan selama empat puluh hari di padang gurun, Anda menerima “mahkota kehidupan.” Saya tahu bahwa Anda mungkin menyatakan bahwa mahkota ini diberikan di surga di tahta penghakiman. Dan memang benar. Namun, menurut saya, Yakobus bukan hanya mengacu pada mahkota sesungguhnya yang akan diberikan di surga, tetapi juga tentang masuk ke dalam taraf pemerintahan yang lebih tinggi dalam kehidupan saat ini. Mahkota berbicara tentang otoritas. Apa yang menyertai otoritas? Kuasa. Yesus pergi ke padang gurun penuh, namun Dia kembali dalam kuasa. Ingat, kita masuk ke dalam pemerintahan jika kita menderita bersama-­sama dengan Dia. Maka, ketika kita menanggung thlipsis dan lulus ujian tanpa menyerah— dengan gigih menaati Firman Allah meskipun berbagai keadaan buruk menimpa kita—akan ada manfaat langsung: otoritas yang lebih besar dalam area kehidupan yang kita pertahankan dengan teguh.

Dalam dokumen Tak kenal Menyerah (JOHN BEVERE) (Halaman 93-95)