• Tidak ada hasil yang ditemukan

MELAWAN IBLIS

Dalam dokumen Tak kenal Menyerah (JOHN BEVERE) (Halaman 195-200)

Sadarlah dan berjaga-­jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-­aum

dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama.

1 Petrus 5:8–9

ekarang kita sampai ke bagian nasihat Petrus yang langsung berkaitan dengan perjuangan. Ia menyatakan bahwa Iblis (termasuk antek-­anteknya) itu seperti singa, mencari orang yang dapat ditelannya.

Untuk kejelasan, singa itu bukan identitas Iblis;; dalam Kitab Suci ia disebut ular, ular tua, pencuri, dan beberapa nama lain, namun bukan singa. Yesus adalah Singa sejati, “singa dari suku Yehuda” (Wahyu 5:5). Akan tetapi, maksud Petrus, Iblis itu seperti singa ganas yang sedang berkeliling mencari mangsa. Dan ia memang akan menelan, tanpa ampun, jika diberi kesempatan. Jangan keliru akan hal ini. Ia musuh yang sudah dikalahkan, tapi ia lawan yang bengis dan tidak bisa dipandang enteng. Ia tidak memiliki rasa sayang atau belas kasihan kepada kita, dan ia hanya memiliki satu misi: membunuh, mencuri, dan membinasakan.

Jika Anda berada di dataran Tanzania di habitat singa pemangsa manusia, Anda tidak akan melintasi daerah itu tanpa senjata. Jika nekad, kemungkinan besar Anda tidak akan kembali dalam keadaan

hidup. Jika Anda bijaksana, Anda akan membawa senapan yang kuat dan tahu cara menggunakannya. Jika dipersenjatai, sadar, dan waspada, Anda siap untuk bertempur dan menang. Anda tak akan celaka. Itulah yang ditekankan Petrus.

MELAWAN  IBLIS

Di ayat 9 Petrus dengan tegas menasihati kita untuk melawan iblis. Kata melawan ini dalam bahasa Yunaninya austhistemi. Thayer

PHQGHÀQLVLNDQQ\D ´EHUVLDJD PHQJKDGDSL PHQDKDQ PHQHQWDQJµ

Strong menambahkan, “berdiri menghadapi.” Kamus saya

PHQGHÀQLVLNDQ PHODZDQ VHEDJDL ´PHQFHJDK GHQJDQ WLQGDNDQ DWDX

argumentasi.” Tidak perlu diragukan lagi, kata ini mengandung maka

NRQÁLN\DQJDJUHVLI

1DPXQVDDWNLWDPHPSHUVLDSNDQGLULXQWXNPHQJKDGDSLNRQÁLN

bersenjata, dengarkanlah kata-­kata penghiburan Yesus: “Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa atas segala kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu” (Lukas 10:19). Bukankah itu membesarkan hati? Janji Allah memastikan bahwa jika Anda berjalan dalam anugerah-­Nya yang penuh kuasa, tidak ada seorang atau sesuatu pun yang akan membahayakan Anda—bahkan Iblis sekalipun! Ini sangat penting.

Akan tetapi, Anda harus menggunakan kuasa yang telah diberikan kepada Anda. Jika tidak, janji itu tidak akan ada gunanya dan Anda dapat celaka. Karena itulah Petrus memerintahkan kita untuk melawan Iblis. Ia tidak berkata, “Berdoalah dan mintalah Allah untuk menyingkirkannya.” Kita harus secara langsung, secara sengaja, dan dengan penuh tekad melawan dia.

Tidak ada satu ayat pun dalam Perjanjian Baru yang memerintahkan kita untuk meminta Allah menyingkirkan Iblis dari kehidupan kita. Faktanya, Allah tidak dapat melakukannya! Saya tahu bahwa Anda mungkin berpikir saya sudah tidak waras dengan menggunakan istilah tidak dapat

Allah  sudah  menetapkan   untuk  memberikan     semua  otoritas  kepada   Yesus,  dan  Yesus  pada   gilirannya  menyerah-­  

untuk Allah. Namun memang benar. Allah memberi manusia otoritas di muka bumi, dan Dia tidak akan melanggar perkataan-­Nya sendiri. Itulah sebabnya Dia tidak turut campur ketika ular menjumpai Adam di Taman Eden. Itulah sebabnya Yesus harus datang sebagai Anak Manusia untuk mengalahkan Iblis. Dan itulah sebabnya tubuh Kristus harus secara langsung melawan Iblis dan antek-­anteknya.

Allah sudah menetapkan untuk memberikan semua otoritas kepada Yesus, dan Yesus pada gilirannya menyerahkannya kepada kita. Sebagai tubuh-­Nya, kita yang harus melakukan pertempuran, namun menurut Kitab Suci ini “pertandingan iman yang benar” (lihat 1 Timotius 6:12).

TELADAN  TERBAIK  KITA

Jika kita hendak belajar cara melawan Iblis, maka siapakah teladan yang lebih baik daripada Yesus? Kita dapat belajar banyak hal dari masa pencobaan-­Nya di padang gurun.

Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari Sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun. Di situ empat puluh hari lamanya Ia dicobai Iblis. Selama hari-­hari itu Ia tidak makan apa-­apa dan setelah itu Ia lapar. (Lukas 4:1-­2) Pencobaan musuh berlangsung selama 40 hari. Itu berarti Yesus harus melawan banyak hal. Konfrontasi yang pertama dicatat terjadi menjelang akhir empat puluh hari, berupa upaya untuk mencobai Yesus menggunakan kuasa ilahi-­Nya untuk membuktikan bahwa Dia anak Allah. Yesus sedang kelaparan, maka musuh menyarankan, agar Dia mengubah batu menjadi roti. Yesus dengan tegas menangkis, “Ada

WHUWXOLV0DQXVLDKLGXSEXNDQGDULURWLVDMDWHWDSLGDULVHWLDSÀUPDQ

yang keluar dari mulut Allah” (Matius 4:4).

Paling tidak ada tiga pelajaran bagi kita dalam situasi ini. Pertama, Yesus mengenali dan menghadapi pencobaan itu dengan segera. Ia tidak memikir-­mikirkan atau menimbang-­nimbang gagasan itu, yang akan memberi kesempatan untuk saran Iblis itu tertanam dalam hati-­ Nya. Kita harus mengikuti teladan-­Nya.

Kedua (dan sangat penting), Yesus berbicara langsung kepada Iblis. Dia tidak berdoa kepada Bapa-­Nya untuk menyingkirkan si penggoda

atau pencobaannya. Dia juga tidak berkomunikasi dengan musuh secara tidak langsung dengan berkata kira-­kira seperti ini, “Allah tidak menghendaki Iblis mengalahkan aku, maka Aku tidak akan menyerah pada pencobaan ini.” Tidak, Dia menghadapi Iblis secara langsung dan secara tegas. Anda dan saya harus melakukan hal yang sama. Kita diberi nasihat, “Janganlah beri kesempatan kepada Iblis” (Efesus 4:27).

Akhirnya, Yesus mengucapkan Firman Allah yang tertulis. Perhatikan perkataan-­Nya, “Ada tertulis.” Mengapa hal ini sangat penting? Karena Firman Allah adalah pedang kita. Paulus berkata,

´'DQWHULPDODKSHGDQJ5RK\DLWXÀUPDQ$OODKµ(IHVXV)LUPDQ $OODK EXNDQ VHQMDWD ÀVLN PHODLQNDQ VHQMDWD URKDQL \DQJ OXDU ELDVD

Yesus benar-­benar menikam musuh dengan pedang rohani-­Nya, dan tak ayal lagi hal itu menyakitkan. Akan tetapi, musuh rupanya amat keras kepala dan ia tidak gampang menyerah. Ia menahan sakit dan terus menyerang.

Dalam upaya berikutnya, Iblis menawari Yesus jalan pintas untuk memperoleh kembali kerajaan dunia ini, yang karena dosa Adam telah diserahkan kepada Iblis. Yang perlu Yesus lakukan hanyalah sujud dan menyembahnya. Namun Yesus menjawab, “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan

hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Matius 4:10). Y e s u s

menyuruh musuh agar pergi menjauh. Ini sama dengan bila Anda atau saya berkata dengan penuh keberanian, “Pergi sana!” Yesus kemudian menggunakan Firman Allah untuk menghantam musuh sekali lagi.

Pencobaan berlanjut sampai musuh menanggung semua tikaman yang sanggup ditahannya dalam satu kali perjumpaan. Lukas mencatat, “Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari hadapan-­Nya dan menunggu saat yang baik” (4:13).

SEORANG  PENDETA  MELAWAN  KETAKUTAN

Beberapa tahun lalu seorang pendeta, yang akan saya sebut Ken, datang ke kantor saya. Ken masih muda, kuat, dan tampan, dan diberkati dengan istri dan anak-­anak yang luar biasa. Sebelum menjadi orang percaya, ia terlibat dalam penggunaan obat terlarang. Ken sangat bersyukur atas pembebasan dan keselamatannya, ia sering menangis selama penyembahan. Hati saya sangat tersentuh menyaksikan kasihnya yang begitu mendalam kepada Yesus. Ken pria yang lembut, suami yang baik, dan ayah yang hebat. Ia benar-­benar menyadari betapa banyak ia

telah diampuni dan, karena itu, ia banyak berbuat kasih.

Namun ia mengalami pertempuran parah selama berbulan-­bulan dan menanggungnya sendiri. Akhirnya ia tidak tahan lagi menghadapi tekanan itu dan memutuskan untuk menceritakannya kepada saya. Saat ia memasuki kantor saya, wajahnya tampak memelas.

“Ada apa?” tanya saya?

Ken mulai menceritakan sejarah keluarganya. Ternyata sering terjadi serangan penyakit jantung yang mengakibatkan kematian dini pada kaum pria dalam keluarganya. “John, aku melawan rasa takut yang besar, jangan-­jangan akan mati karena serangan jantung,” katanya. “Aku sudah memeriksakan diri ke dokter, dan sejauh ini tampaknya aku baik-­baik saja. Namun, aku tidak bisa menepiskan ketakutan jangan-­ jangan aku mati mendadak. Aku bertahan hidup dengan rasa takut itu, namun kadang-­kadang ketakutan itu begitu mencengkeramku. Aku mulai sering berkeringat—pakaianku menjadi basah kuyup oleh keringat. Hal itu terjadi pada waktu malam, atau ketika aku sedang sendiri, atau bahkan ketika sedang dengan orang lain atau di tengah kebaktian gereja. Aku seperti tidak dapat mengontrol ketakutan itu—ia muncul tiba-­tiba, tanpa isyarat, dan menguasaiku.

“Aku sudah berdoa dengan tekun. Aku meminta Allah untuk menyingkirkan ketakutan itu dan menolongku agar tidak menyerah terhadap perasaan yang mencengkeram itu.”

Di situlah saya menyela.

“Ken, itulah sebabnya kamu tidak melihat hasil apa pun. Kamu memang berdoa kepada Allah, namun kamu tidak berbicara secara langsung kepada musuh seperti yang Yesus lakukan di padang gurun. Firman Allah secara jelas memerintahkan kita: ‘Lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari hadapanmu!’ (Yakobus 4:7). Kamu yang harus melakukannya! Yesus sudah mengalahkan Iblis, tetapi kemudian Dia naik ke surga dan Dia duduk di sebelah kanan Allah. Sebelum pergi, Dia memberi kita wewenang dan kuasa-­Nya untuk melaksanakan kehendak-­ Nya atas musuh yang sudah dikalahkan-­Nya. Yesus menegaskan hal itu ketika Dia berkata, ‘Roh-­roh itu takluk kepadamu’ (Lukas 10:20). Mereka harus menaatimu. Kita diperintahkan untuk memakai Firman Allah, berbicara kepada musuh, dan memerintahkannya untuk menaati janji Allah.”

Teman saya mendengarkan dengan tekun, maka saya melanjutkan. “Ken, pada waktu-­waktu tertentu musuh menggangguku dan keadaan mulai tak terkendali, maka aku pergi ke tempat yang tenang di luar,

supaya tidak ada orang lain yang mendengar suaraku. Kemudian aku mulai berteriak kuat-­kuat, karena teguh berarti menyerahkan segalanya—roh, jiwa, dan tubuhku. ‘Tubuh’ di sini sering berarti menyaringkan suaraku, maka aku berkata, “Oke, Iblis, kalau kau mau bertempur, bersiaplah untuk bertempur! Namun, kuingatkan kau sebelumnya, kau hanya akan ditikam lagi karena aku memiliki pedang, sedangkan kamu tidak. Aku akan menggunakan pedang Roh, dan aku akan mencincangmu, dan kalau kau masih juga keras kepala dan tidak mau lari, aku akan mencincang potongan tubuhmu menjadi lebih kecil lagi sambil kau berlari ketakutan. Nah, Firman Allah menyatakan....”

Ken mendengarkan ketika saya membagikan beberapa ayat Firman Allah tentang kesembuhan, kemerdekaan dari ketakutan, pemeliharaan, dan pembebasan. Saya menunjukkan kepadanya cara menggunakan

ÀUPDQ WHUWXOLV LWX GDQ PHQMDGLNDQQ\D SHGDQJ SHUWHPSXUDQ 6D\D

mengatakan pada Ken bahwa ia harus berbicara secara langsung dan secara tegas pada roh ketakutan. Kami masih berbicara beberapa saat, lalu saya berdoa baginya, dan ia pergi.

Enam bulan kemudian Ken kembali kepadanya dengan tampang muram. Saya dapat melihat ia masih menanggung masalah yang berat. Saya menanyakan kabarnya, tetapi saya sudah tahu apa yang akan dikatakannya.

“John, saat ini keadaannya malah lebih buruk dari dulu,” katanya. “Aku melawan ketakutan lebih sering dari enam bulan lalu. Serangan itu sepertinya terjadi nyaris setiap hari: aku sering berkeringat, pakaianku basah kuyup, keyakinanku goyah. Dan aku kesulitan melayani orang lain karena aku sendiri disibukkan oleh pertempuran itu.”

Ken mencondongkan tubuhnya dan mengakui dengan cemas, “John, aku sudah sering berpuasa, berdoa, dan bahkan berseru kepada Tuhan untuk menolongku. Aku bukan hanya tidak mendapatkan jawaban apa pun, aku juga hampir gila.”

Saya terperangah. “Ken, sudahkah kau melakukan apa yang kukatakan padamu beberapa bulan lalu? Sudahkah kau pergi ke tempat sepi dan melawan Iblis secara langsung? Apakah kau sudah mengucapkan Firman Allah kepadanya?”

“Yah... belum juga sih.”

Saya pun marah. “Ken, tidak akan terjadi apa-­apa, tidak akan ada perubahan, kecuali kalau kau secara langsung menghadapi musuh dengan pedang Roh, yaitu Firman Allah.”

Dalam dokumen Tak kenal Menyerah (JOHN BEVERE) (Halaman 195-200)