• Tidak ada hasil yang ditemukan

SENJATA-SENJATA ANUGERAH

Dalam dokumen Tak kenal Menyerah (JOHN BEVERE) (Halaman 140-147)

kuat dalam anugerah

SENJATA-SENJATA ANUGERAH

Kita pun sampai pada aspek penting lain untuk menjadi orang yang bersenjata sebagaimana mestinya: memiliki pengertian yang jelas tentang senjata-­senjata yang kita miliki di dalam Kristus Yesus. Senjata ini adalah senjata rohani yang sangat kuat, karena Paulus mengatakan, “Karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-­benteng” (2 Korintus 10:4).

Apakah “kuasa Allah” yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-­benteng ini? Kuasa itu tidak lain adalah anugerah Allah

yang menakjubkan—karunia-­Nya yang diberikan-­Nya secara cuma-­ cuma dalam kemurahan-­Nya kepada semua orang percaya. Dengan menyadari hal ini, mari kita membahas lebih jauh surat pertama Petrus untuk menggarisbawahi dan lebih memahami kebenaran ini bagi kita. Selama membahasnya, ingatlah bahwa kita dapat mengganti kata anugerah dengan kata kuasa atau pelimpahan kuasa. Istilah tersebut dapat saling menggantikan.

Demikian juga, hai orang-­orang muda, tunduklah kepada orang-­orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi memberi anugerah [kuasa] kepada orang yang rendah hati.” Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-­Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-­Nya, sebab Ia memelihara kamu. Sadarlah dan berjaga-­jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-­aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu bahwa semua saudara seimanmu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala anugerah [pelimpahan kuasa], yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-­Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya... aku menulis dengan singkat kepada kamu untuk menasihati dan meyakinkan kamu bahwa ini adalah anugerah [kuasa] yang benar-­benar dari Allah. Berdirilah dengan teguh di dalamnya. (1 Petrus 5:5-­12). Saya akan meringkas perkataan Petrus yang padat dan kaya ini, dan kemudian saya akan menguraikan pesannya sedikit demi sedikit. Tema utama perikop ini adalah anugerah Allah. Petrus memulainya dengan menasihati kita untuk merendahkan diri satu sama lain. Cara lain untuk mengatakannya adalah “berada dalam misi yang sama.” Ia lalu menegaskan bahwa Allah memberikan anugerah-­Nya kepada orang yang rendah hati, dan kita dianggap rendah hati jika kita mengharapkan kekhawatiran kita akan diatasi oleh anugerah atau kuasa-­Nya, bukan oleh kekuatan kita sendiri.

Kekhawatiran apakah yang dimaksudkan oleh Petrus? Hal ini mencakup soal-­soal kehidupan, seperti perhatian, tanggung jawab, kebutuhan, atau berbagai keinginan kita. Kekhawatiran kita bisa bersifat

sementara atau, yang lebih genting, bersifat kekal: untuk mengalami kehidupan kerajaan Allah yang berkelimpahan dan, dengan demikian, mampu memenuhi kebutuhan orang-­orang yang berada dalam lingkup pengaruh kita. Dalam mengejar misi anugerah ini, kita akan mengalami perlawanan dari musuh bebuyutan kita, iblis dan antek-­anteknya. Ia dapat menelan kita, tetapi itu bukan rencana Allah. Karena itu kita harus senantiasa siap siaga, menyadari dengan baik ikat janji dengan Allah, dan bertekun dalam doa. Dengan demikian kita selalu diperlengkapi dengan baik oleh anugerah Allah untuk memajukan tujuan kerajaan-­ Nya dan melawan musuh bebuyutan kita dengan sukses.

Kita tidak seorang diri dalam upaya kita;; saudara seiman kita di seluruh dunia juga sedang memperjuangkan misi anugerah yang sama dan mengalami pertempuran yang serupa. Kabar baiknya, pertempuran ini meneguhkan kedewasaan dan kekuatan kita. Seiring dengan setiap kemenangan yang kita raih, kita diangkat ke taraf otoritas yang lebih tinggi di dalam Kristus.

Petrus mengakhiri perikop ini dengan gagasan yang menyegarkan ini: Ini adalah (tujuan dari) anugerah yang benar-­benar dari Allah. Bukankah menarik bahwa Roh Kudus menggerakkan Petrus hampir dua ribu tahun yang lalu untuk menuliskan kata-­kata anugerah yang benar-­benar dari Allah.. Ini bukan suatu kebetulan;; Roh Kudus melihat bahwa pada akhir zaman konsep anugerah Allah akan disederhanakan (paling tidak dalam pemikiran orang Kristen di Barat) menjadi sekadar penghapusan dosa dan tiket menuju surga. Anugerah yang benar-­ benar dari Allah memang mencakup kedua hal itu, namun juga jauh lebih banyak hal lagi—anugerah itu juga memampukan kita untuk bertindak melampaui kemampuan alamiah kita demi menyelesaikan misi yang dipercayakan kepada kita. Dan salah satu aspek utama dari misi ini adalah menjadikan diri kita unggul untuk memuliakan Allah dan memajukan kerajaan-­Nya.

Dengan pengertian ini, kita dapat dengan mudah menyimpulkan mengapa tidak banyak orang percaya yang memancar sebagai terang yang cemerlang. Untuk menjadikan diri kita unggul, kita harus melewati pertempuran yang berat, dan kebanyakan dari kita menjauhi pertempuran semacam itu. Musuh tidak akan berbaring dengan tenang dan membiarkan kita memberikan dampak kepada dunia bagi Yesus Kristus. Ia dengan sengit melawan misi kita, dan kita harus bertahan dan melawannya untuk menyelesaikan tugas yang ditetapkan Allah bagi kita. Terjemahan New International Version berbunyi, “Ini adalah anugerah yang benar-­benar dari Allah. Berdirilah dengan teguh di

dalamnya.” Setelah membacanya, perkataan Paulus kepada Timotius menjadi lebih penuh kuasa:

Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh anugerah dalam Kristus Yesus.... Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. (2 Timotius 2:1, 3)

7LPRWLXVWLGDNGLSHULQWDKNDQXQWXNPHQMDGLNXDWVHFDUDÀVLNVHFDUD

sosial, secara emosional, atau secara intelektual. Ia diperintahkan untuk menjadi kuat di dalam anugerah. Inilah senjata yang kita perlukan untuk mengakhiri pertandingan dengan sukses. Setelah lebih dari dua puluh lima tahun dalam pelayanan, saya mengamati bahwa sebagian besar dari kita tidak

menggunakan senjata anugerah.

Terlihat, 98 persen orang Kristen A.S. tidak sepenuhnya memahami karunia yang cuma-­cuma dan penuh kuasa ini. Kita sama sekali tidak memahami apa yang kita miliki.

Persis sebelum 2 Timotius pasal 2, Paulus menegur hamba Tuhan yang masih muda itu karena menyerah terhadap perlawanan dan penganiayaan yang dihadapinya. Jelaslah, musuh Timotius yang masih muda mengintimidasinya, dan ia tidak melawan atau berjuang segigih seharusnya. Paulus mengingatkan Timotius bahwa Allah tidak memberikan kepadanya roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Sama seperti semua orang percaya lainnya, Timotius sudah memiliki apa yang diperlukan untuk mengatasi setiap perlawanan, sehingga Paulus mendorongnya untuk mengobarkan, dan menjadi kuat di dalam, anugerah yang ada di dalam Kristus (lihat 2 Timotius 1:6-­7;; 2:1).

Perjuangan menuju panggilan tertinggi dalam hidup kita bukanlah acara tamasya di taman. Kita tidak berjalan berjingkat-­jingkat atau berlayar dengan kapal pesiar menuju kehidupan yang unggul. Paulus dengan tegas menyatakan, “[Aku] berlari-­lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (Filipi 3:14). Kata berlari-­lari dalam bahasa aslinya menandakan adanya perlawanan dan pertentangan.

Ingatlah kembali penglihatan yang dibahas di bab satu. Protagonis sebagian  besar  dari  kita  

tidak  menggunakan     senjata  anugerah.

kita, orang yang mendayung perahu, harus mendayung maju dan terus maju melawan arus sungai yang kuat. Kekuatannya melemah. Mengapa? Saya hanya dapat membayangkan, mengamati kapal besar yang lewat dengan membawa sekian banyak orang yang hidup nyaman, tertawa-­tawa, mengalami kehidupan yang tampak sukses, dan nyaris tidak mengalami perlawanan apa pun—semua itu akhirnya menggerogoti semangatnya. Hal ini akhirnya membawanya pada suatu penemuan, sesuatu yang sebenarnya hanya ilusi, namun tampak begitu nyata. Ia dapat hidup tenang sebagai “orang Kristen” dan, menariknya, mengalami perlawanan yang lebih sedikit. Sungguh suatu penyesatan yang parah.

Berikut ini sebuah ilustasi lain. Seorang prajurit dapat mundur dari medan perang dan, dengan demikian, mengalami gaya hidup yang lebih tenang dari kawan-­kawannya yang masih di garis depan. Peperangan

LQLEHOXPEHUDNKLU3UDMXULWLWXWLGDNODJLPHQJKDGDSLNRQÁLNKDQ\D

karena ia mundur. Sama seperti orang yang mendayung perahu itu, prajurit itu masih tampak siap untuk berperang: ia mengenakan seragam, memiliki segala perlengkapan, dan memanggul senapan. Tetapi ia tidak mengalami perlawanan apa pun.

Tujuan kita bukanlah untuk kelihatan seperti Kristus, melainkan menjadi benar-­benar seperti Kristus dalam memajukan kerajaan Allah dan menghancurkan perbuatan-­perbuatan Iblis (lihat 1 Yohanes 3:8). Untuk melakukannya, tak ayal kita akan menghadapi perlawanan dan penolakan.

Kita harus ingat bahwa anugerah (kuasa) Allah sajalah yang kita perlukan untuk mengatasi kesulitan apa pun. Akan tetapi, kita harus bekerja sama dengan anugerah itu dengan terus-­menerus percaya— dan bukti dari kepercayaan kita adalah tindakan yang selaras dengan kepercayaan itu. Ketika Petrus berjalan di atas air, ia melakukan tindakan yang mustahil dan luar biasa. Yesus berkata, “Datanglah ke sini,” dan di dalam satu ucapan itu terkandung seluruh anugerah yang Petrus perlukan untuk berjalan di atas air. Tetapi ketika ia berhenti percaya, anugerah (kuasa) itu melemah dan ia mulai tenggelam. Ada cukup anugerah di dalam perkataan Yesus kepada Petrus untuk berjalan sampai ke tempat Yesus dan bahkan untuk sampai ke seberang Danau Galilea jika ia menginginkannya. Tetapi anugerah itu gagal karena imannya gagal. Kita memiliki anugerah yang tidak terbatas di dalam Kristus, tetapi kita hanya dapat memasukinya melalui iman: “Melalui Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman ke dalam anugerah ini. Di dalam anugerah ini kita berdiri” (Roma 5:2).

Masalahnya sebenarnya bukanlah anugerah yang gagal, melainkan iman kita yang melemah. Akibatnya, anugerah (kuasa) itu terputus. Kita pun akhirnya harus berjuang dengan kekuatan kita sendiri. Bayangkanlah pipa yang membawa air ke rumah Anda. Jika pipa itu bocor, aliran air pun terputus. Meskipun di menara air ada cadangan air yang tak terbatas, air itu tidak dapat lagi sampai ke rumah Anda karena pipanya sudah rusak. Iman itu seperti pipa;; airnya adalah anugerah.

Untuk menghindari kegagalan, kita harus membangun diri sendiri di dalam iman. Bagaimana caranya? Kita masuk ke dalam Firman Allah;; kita memuji, menyembah, dan bersyukur kepada Allah karena hakikat pribadi-­Nya dan karena pemeliharaan anugerah-­Nya;; kita berdoa di dalam Roh. Jika kita tidak melakukan hal-­hal ini untuk membangun iman kita, kita akhirnya akan berhenti percaya dan hidup dengan kekuatan kita sendiri, bukan dengan kekuatan Allah. Kalau sudah begitu, tinggal menunggu waktu saja sebelum kita berhenti memerintah di dunia dan mulai membiarkan dunia memerintah kita.

Itulah sebabnya Petrus membangkitkan semangat kita,

“Bertumbuhlah dalam anugerah dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus” (2 Petrus 3:18). Kita diberi tanggung jawab untuk bertumbuh dalam kuasa Allah. Kita cukup melakukannya dengan membangun iman kita, dan kita dapat meningkatkan iman kita. Paulus berkata, “Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman’” (Roma 1:17). Pikirkanlah demikian: semakin bertama besar iman Anda, semakin bertambah besar pipanya—dan, dengan sendirinya, semakin banyak jumlah “air” (anugerah) yang tersedia bagi Anda. Karena itu, Allah dapat memercayakan kepada Anda tanggung jawab yang lebih besar untuk pergi ke tempat-­tempat yang memerlukan bantuan dan berjuang untuk mendatangkan kehidupan.

Bersama dengan penulis kitab Ibrani, saya dengan segenap hati mendorong Anda:

Sebab itu, kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah;; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terkilir, tetapi menjadi sembuh.... Jagalah supaya jangan ada seorang pun kehilangan anugerah Allah. (Ibrani 12:12-­13, 15)

Kehilangan anugerah Allah berarti menghindari perlawanan musuh, masuk ke wilayah netral, dan berpuas diri. Mengapa berpaling dari kuasa Allah yang dahsyat dan supernatural? Mengapa gagal menerapkan pelimpahan kuasa anugerah-­Nya yang menakjubkan?

Kita sedang berperang, dan satu-­satunya jalan untuk menyelesaikan pertandingan dengan kuat adalah dengan tak kenal menyerah dalam iman kita. Menjadi orang yang tak kenal menyerah itu mendatangkan sukacita bagi Tuhan dan menjadikan Anda ancaman yang sungguh-­ sungguh bagi kerajaan kegelapan. Inilah panggilan hidup kita, tujuan hidup kita, dan hak istimewa kita dalam melayani Tuhan kita Yesus Kristus.

Dalam dokumen Tak kenal Menyerah (JOHN BEVERE) (Halaman 140-147)