• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYAKIT DAN KELEMAHAN FISIK

Dalam dokumen Tak kenal Menyerah (JOHN BEVERE) (Halaman 114-118)

ADA SIAPA DI BALIK MASALAH KITA

PENYAKIT DAN KELEMAHAN FISIK

Kuasa seperti apakah yang diberikan anugerah kepada kita untuk

EHUNXDVD DWDV VDNLWSHQ\DNLW GDQ DQHND NHOHPDKDQ ÀVLN" 0DUL NLWD

memeriksa kembali kebenaran yang ditulis oleh pemazmur:

“Pujilah (dengan segenap hati, dengan penuh rasa syukur) TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan [satu pun dari] segala kebaikan-­Nya! Dia yang mengampuni segala [tiap-­ tiap] kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu” (Mazmur 103:2-­3, AMP).

Sekali lagi, pikirkan seseorang yang paling anda percayai dalam hidup Anda, lalu akuilah bahwa Allah jauh lebih layak dipercaya dari orang itu;; Dia tidak pernah mengingkari janji. Kebaikan pertama yang kita lihat dalam mazmur itu adalah bahwa Allah itu dengan setia mengampuni tiap-­tiap kesalahan kita. Dan bukan itu saja, karena di ayat itu juga kita diperintahkan untuk tidak melupakan kebaikan-­Nya yang lain: Allah, yang tidak pernah berdusta, berkata, “Aku menyembuhkan segala penyakitmu.”

Dia tidak mengatakan sebagian besar penyakit atau bahkan 98 persen penyakit—tidak, Dia menyembuhkan 100% penyakit kita. Yesaya menubuatkan apa yang harus Yesus tanggung bagi kemerdekaan rohani dan jasmani kita:

Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya,

padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.

Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita;;

ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya,

dan oleh bilur-­bilurnya kita menjadi sembuh. (Yesaya 53:4-­5)

Kata bahasa Ibrani untuk penyakit dalam nubuat Yesaya ini adalah

FKROL .RQNRUGDQVL 6WURQJ PHQGHÀQLVLNDQQ\D VHEDJDL ´SHQ\DNLW

kepedihan, kelemahan.” Sarjana Alkitab dan penulis terkenal Henry

lara, kelemahan.” Istilah ini muncul dua puluh empat kali dalam Perjanjian Baru, dan dua puluh satu di antaranya mengacu pada

SHQ\DNLWDWDXNHOHPDKDQVSHVLÀN

$PSOLÀHG%LEOHPHQGXNXQJNHVLPSXODQLQL´7HWDSLVHVXQJJXKQ\D

kepedihan (penyakit, kelemahan,

dan kemalangan) kitalah yang

ditanggungnya... dan oleh bilur-­bilur [yang melukai]-­Nya kita disembuhkan dan dipulihkan” (Yesaya 53:4-­5). New English Translation berbunyi, “Dia

mengangkat penyakit kita.... Karena luka-­luka-­Nya kita disembuhkan.” Bukanlah kebetulan bahwa baik pemazmur dan Yesaya menyatakan pengampunan segala dosa dan penyembuhan segala penyakit dalam satu kalimat. Keduanya adalah bagian dari paket penebusan yang Yesus sediakan secara cuma-­cuma bagi kita di Kalvari.

Dalam Injil, Anda akan menemukan bahwa tidak seorang pun yang datang kepada Yesus untuk disembuhkan mengalami penolakan. Yesus tidak pernah sekali pun berkata, “Kamu harus bertahan menghadapi penyakit ini karena Bapa-­Ku sedang mengajarimu sesuatu melalui penyakit ini.” Namun saya pernah mendengar orang percaya, dan bahkan pengajar, mengatakan hal seperti itu. Apakah masuk akal kalau Yesus saat ini berubah? Kita diberi tahu bahwa Dia tetap sama kemarin, saat ini, dan sampai selama-­lamanya (lihat Ibrani 13:8). Dia tidak akan pernah menolak kita saat ini, sama seperti Dia tidak pernah menolak orang selama kehidupan-­Nya di humi. Lebih jauh lagi, jika Anda percaya bahwa Allah sedang mengajari Anda sesuatu melalui penyakit, mengapa Anda pergi ke dokter untuk berobat? Mengapa melawan sesuatu yang sedang dipakai Allah untuk mengajari Anda? Anda dapat melihat betapa tidak logisnya pemikiran ini?

Kisah Para Rasul juga tidak mencatat satu orang pun yang mencari dan memercayai kesembuhan dari Allah, namun ditolak. Tidak satu kali pun para rasul berkata, “Kami tidak tahu apakah Allah berkehendak untuk menyembuhkanmu. Kamu hanya bisa berharap Dia menghendakinya.” Sebaliknya, kesembuhan selalu pasti, setiap orang yang mencarinya pasti mendapatkannya, karena menurut Yesaya 53 dan Mazmur 103, kesembuhan adalah bagian dari penebusan Yesus sama seperti pengampunan dosa. Jika Anda membuang yang satu, Anda akan membuang yang lain pula!

Saat ini pun hal itu tetap berlaku. Penyakit, gangguan atau Tuhan  tidak  pernah

NHOHPDKDQÀVLNDSDSXQVHPXDQ\DWHUPDVXNGDODPNDWHJRULSHQFXULDQ

pembunuhan, dan penghancuran. Kita dapat dengan yakin menghadapi kesulitan apa pun karena kita tahu bahwa kita telah dibebaskan dari hal itu melalui pengorbanan Yesus di Kalvari. Hal itu jelas bukan kehendak Allah bagi kehidupan kita. Paket penebusan Yesus tetap teguh dan tak berubah sama sekali! Itulah sebabnya Paulus menulis, “Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita” (1 Tesalonika 5:23). Paulus menyebutkan tubuh juga, bukan hanya jiwa dan roh kita, menandakan bahwa sama seperti Allah menginginkan roh dan jiwa Anda utuh, Dia juga menginginkan tubuh Anda utuh, berfungsi sesuai dengan rancangan-­Nya.

Saya dapat mendengar ada orang yang berkata, “Tetapi saya tahu orang yang percaya kepada Allah untuk disembuhkan dan ia meninggal.” Saya ingin bertanya begini: Apakah iman kita kepada Allah akan dilandasi oleh pengalaman orang lain atau oleh pernyataan Firman-­Nya yang kekal? Anda harus menanamkan hal ini dengan kuat dalam pikiran dan hati Anda. Seperti ditulis Paulus, “Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? Sekali-­kali tidak! Sebaliknya: Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis:

¶6XSD\D(QJNDXWHUQ\DWDEHQDUGDODPVHJDODÀUPDQ0XGDQPHQDQJ

jika Engkau dihakimi’” (Roma 3:3-­4).

Terus terang saja, Anda tidak tahu dengan pasti apa yang dipercayai orang yang sudah mati itu di dalam hatinya. Ia mungkin berulang-­ ulang menyatakan kepercayaannya akan kesembuhan Allah, namun bisa jadi itu hanya topeng untuk menyembunyikan ketakutannya jika tidak disembuhkan. Iman yang sejati tidak meragukan janji Allah di dalam hati kita. Seseorang dapat menyatakan satu hal, menyadari bahwa hal itu benar menurut pikirannya, namun di dalam hatinya ia mungkin memercayai hal yang berbeda.

Jadi, bagaimana kita memproses pengalaman orang lain yang berlawanan dengan apa yang dinyatakan Kitab Suci—tanpa menjadi bersikap menghakimi? Sebagai contoh, jika seorang anggota keluarga atau teman meninggal dunia dalam usia muda karena penyakit? Pendekatan yang efektif yang telah saya kembangkan untuk menghadapi skenario semacam itu adalah sebagai berikut: Kitab Suci mengajarkan bahwa kita sedang bertanding dalam perlombaan. Dalam perlombaan setiap peserta memiliki jalurnya masing-­masing. Jika

pengalaman seseorang tidak selaras dengan kebenaran dasar Kitab Suci, maka biarkanlah hal itu tetap di dalam jalurnya, dan jangan membawanya ke dalam jalur Anda. Itu urusan antara orang itu dan Allah, Hakim yang murah hati dan adil. Dengan cara ini iman Anda tidak akan dilemahkan. Akan tetapi, jika kesaksian seseorang selaras dengan Firman Allah yang kekal, maka bawalah hal itu ke dalam jalur Anda untuk menguatkan Anda dalam berlomba.

Anda harus percaya dengan segenap hati akan apa yang Firman Allah nyatakan sebelum Anda dapat menerima janji-­Nya. Setelah Anda melakukannya, Anda akan tak kenal menyerah dalam kepercayaan Anda—sama seperti orang yang bernama Bartimeus.

Yesus meninggalkan Yerikho bersama dengan murid-­murid-­ Nya, dan banyak orang mengerumuni-­Nya. Seorang buta bernama Bartimeus duduk di tepi jalan, dan ketika ia mengetahui bahwa Yesus lewat di dekatnya, ia berseru memanggil Sang Guru. Banyak orang di sekitarnya menghardiknya, mengingatkan Bartimeus agar tidak mengganggu Sang Guru. Tetapi ia malah berteriak lebih keras! Inilah orang yang imannya bukan hanya berdasar di dalam pikirannya, melainkan di dalam hatinya. Jika Bartimeus tidak percaya dengan segenap hatinya bahwa Allah ingin menyembuhkannya, ia tidak akan bersikeras meminta—khususnya setelah dibentak oleh orang-­orang di sekelilingnya. Ia akan bungkam dan pikirannya dipenuhi gagasan yang keliru: Karena Yesus tidak mau datang dan menyembuhkan aku, berarti Allah menginginkan aku menanggung kebutaan ini. Tetapi Bartimeus menolak dusta itu;; ia tetap membulatkan hati dan berteriak lantang. Perhatikanlah apa yang terjadi kemudian:

Lalu Yesus berhenti. (Markus 10:49)

Sungguh menakjubkan! Yesus sudah membulatkan tekad untuk pergi ke Yerusalem untuk memenuhi amanat yang ditetapkan bagi-­ Nya;; Dia berfokus pada tugas-­Nya. Sekian banyak orang mengelilingi-­

1\DGDQWDND\DOEDQ\DNGLDQWDUDQ\DPHPLOLNLNHEXWXKDQÀVLNQDPXQ

kebutuhan mereka tidak membuat-­Nya berhenti dan menunda sejenak pelaksanaan misi-­Nya. Akan tetapi, satu orang buta ini berseru kepada Yesus dan tidak bersedia dibungkam. Tidak ada perlawanan, tidak ada teguran, yang dapat membungkamnya. Suaranya yang nyaring itulah, bukan kebungkaman orang lain, yang menyebabkan Yesus berhenti. Yesus memerintahkan, “”Panggillah dia!” Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya: “Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia

memanggil engkau” (Markus 10:49).

Jelaslah bahwa orang-­orang di sekitar Bartimeus tidak terlalu mendukungnya. Nyatanya, mereka malah menentang perjuangannya. Namun hal itu tidak mengganggunya. Iman Bartimeus tidak dapat dihentikan. Ia melepaskan jubah pengemisnya, bangkit berdiri, dan membiarkan para murid membawanya kepada Yesus.

Lalu Sang Guru bertanya, “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?”

Anda serius? Pertanyaan macam apa pula itu? Seorang buta, yang harus berjalan dituntun, ditanyai apa yang ia perlukan. Kebutuhannya sudah jelas, jadi mengapa Yesus mengajukan pertanyaan ini? Apakah Dia tidak mengetahui kebutuhan pengemis itu? Apakah Yesus menghinanya? Jelas tidak! Sang Guru ingin melihat bukti iman Bartimeus.

Jika Bartimeus berkata, “Aku tahu, terlalu banyak kalau aku meminta penglihatan, tetapi dapatkah Engkau tolong menyembuhkan sakit kepala yang sudah menderaku dua hari belakangan ini?” maka itu pulalah yang akan diterimanya. Kita tahu hal itu benar dari apa yang Yesus katakan kepada orang buta itu setelah matanya tercelik: “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!”

Markus tidak menulis tentang orang-­orang dalam kerumunan yang tidak mengalami kesembuhan;; ia berfokus pada orang yang mengalaminya. Jangan biarkan kisah orang lain yang tidak disembuhkan menggoyahkan keyakinan Anda yang teguh. Dengarkan dengan saksama perkataan saya tentang hal ini: Jangan menghakimi orang yang tidak menerima kesembuhan dari Allah, tetapi jangan membiarkan kisah mereka masuk ke dalam hati Anda sebagai bukti. Paulus menyatakan, “Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? Sekali-­kali tidak!” (Roma 3:3). Satu-­satunya bukti yang boleh kita izinkan masuk ke dalam hati kita adalah kesaksian yang selaras dengan Firman Allah.

Dalam dokumen Tak kenal Menyerah (JOHN BEVERE) (Halaman 114-118)