• Tidak ada hasil yang ditemukan

anak-anak yang terlibat di dalamnya.

Dalam dokumen jurnal No25 Thn14 Des2015 (Halaman 84-89)

melakukan satu sampai tiga proyek. Pada periode tertentu hasilnya dapat dipamerkan sehingga dapat dievaluasi dan sekaligus diapresiasi oleh orang lain. Guru dan orangtua mengamati bagaimana siswa melaksanakan tugas proyek tersebut dan membuat catatan dalam sebuah file siswa masing-masing. Ketika siswa duduk di kelas tertentu file tersebut dapat diambil dan dievaluasi bersama. Pada kesempatan yang sama siswa dapat belajar dari para ahli di bidang masing-masing. Masyarakat yang merasa diri ahli di bidangnya mendekati para siswa. Para volunter yang kompeten di bidangnya tersebut menawarkan keahlian khusus kepada siswa yang menyatakan minat untuk mempelajari bidang keahlian yang dimiliki para volunter. Di samping itu tentu harus tetap ada waktu untuk bermain dan berkreativitas selayaknya anak-anak belia. Hal penting di sini adalah bahwa siswa dapat benar- benar menjajaki minat dan kemampuan dimana kesempatan ini tidak selalu dapat diperoleh melalui kurikulum sekolah pada umumnya.

Pada tingkat lanjut digunakan pendekatan dan penilaian secara khusus dalam bidang seni melalui sebuah projek seni. Berkesenian dianggap dapat menjadi sarana untuk mengembangkan kreativitas. Projek merupakan suatu pendekatan terhadap seni artistik dengan menekankan tiga kompetensi yaitu produktifitas, persepsi dan refleksi, yang disingkat menjadi Propel. Untuk penilaian kompetensi produksi kegiatan yang dapat dilakukan misalnya memainkan aneka alat musik, melukis, menggambar, membuat tulisan-tulisan kreatif, menari, drama, teater dan lain sebagainya.

Sementara untuk kompetensi persepsi, siswa dilatih untuk berpikir secara artistik dalam berbagai bentuk seni. Mereka dapat melakukan studi perbandingan, menelaah ataupun mengkonfigurasi ulang suatu karya seni. Selanjutnya, dengan kemampuannya masing- masing mereka melakukan refleksi diri yaitu memikirkan kembali tentang konsep yang telah mereka pelajari dan laksanakan untuk membuka cakrawala baru dan menemukan ide yang lebih kreatif. Projek bidang seni yang dikembangkan ini menyediakan serangkaian latihan untuk membantu siswa memfokuskan diri pada aspek tertentu dari suatu bentuk seni. Bentuknya bisa

beraneka ragam seperti komposisi seni visual, penulisan naskah, pertunjukan musik, drama dan sebagainya. Siswa bekerja menyelesaikan proyek, menyimpan naskahnya atau hasil kerjanya, merevisi dan melakukan pengamatan dalam sebuah portofolio. Dokumentasi mengenai kreativitas siswa berfungsi sebagai katalis bahan refleksi bagi mereka yang baru belajar seni artistik. Dari kegiatan tersebut produktivitas, persepsi dan refleksi dari para siswa dapat terukur dengan baik.

Tantangan Implementasi Kecerdasan Majemuk

Meski tampak konsep Kecerdasan Majemuk telah lengkap namun beberapa hal perlu diperhatikan lebih mendalam. Hal tersebut sangat diperlukan agar dapat menjadikan konsep ini dapat diimplementasi dan mencapai hasil yang maksimal di sekolah. Beberapa masukan dari para kritikus perlu diakomodasi agar dapat melengkapi konsep ini. Masalah yang cukup krusial adalah yang berkaitan dengan konsep kecerdasan itu sendiri (Klein, 1997). Ada beberapa kritikus yang menyebut bahwa istilah kecerdasan yang dipakai oleh Gardner sebenarnya merupakan sebutan untuk bakat atau talenta. Hal ini ditanggapi oleh Gardner bahwa sebenarnya dengan istilah kecerdasan itu ia memikirkannya sebagai potensi biopsikologi. Artinya bahwa semua anggota dari suatu jenis makhluk mempunyai potensi untuk menggunakan sekumpulan bakat kecerdasan yang dimiliki oleh makhluk itu. Kalau menyebut mengenai kecerdasan linguistik atau kecerdasan antarpribadi misalnya, itu sebenarnya mau dikatakan bahwa individu tersebut telah mengembangkan potensi dirinya untuk menghadapi situasi spesifik dari lingkungannya seperti tanda lingustik yang dia dengar atau hasilkan dari interaksi dengan orang lain. Individu yang dianggap memiliki kecerdasan dalam level yang tinggi hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat untuk mempelajari sesuatu.

Kecerdasan yang bersifat majemuk sampai pada tingkat tertentu tidak saling tergantung. Seperti misalnya berdasarkan riset, seorang dewasa yang mengalami kerusakan otak menunjukkan bahwa bakat tertentu dapat hilang

sedang yang lainnya masih tetap ada. Independensi dari kecerdasan ini mengung- kapkan bahwa kecerdasan lain dapat hilang namun bentuk kecerdasan yang lain tetap masih ada. Dalam hampir setiap peran budaya dari masa ke masa betapa pun diperlukan kombinasi kecerdasan. Hampir setiap peran budaya memerlukan beberapa kecerdasan yang saling terkait, maka penting untuk menganggap individu sebagai kumpulan bakat, bukan sebagai makhluk yang memiliki bakat menyelesaikan masalah tunggal yang hanya dapat diukur langsung dengan tes di atas kertas. Aspek lain yang perlu mendapat perhatian pengembangan konsep Kecerdasan Majemuk adalah bagaimana penerapan konsep ini secara praktis di dalam dunia pendidikan. Hal tersebut dapat berkaitan dengan kurikulum, metode aplikasinya dan juga berkaitan dengan bagaima- na cara penilaian yang akurat dan layak untuk mengukur Kecerdasan Majemuk tersebut.

Tantangan yang cukup besar dalam pengembangan Kecerdasan Majemuk pada sekolah-sekolah formal adalah terletak pada pola pelaksanaan kurikulum. Ada kesan bahwa ganti menteri berarti ganti kurikulum. Selain itu, sifat kurikulum yang top-down dapat menjadi tantangan tersendiri untuk pelaksanaan pembel- ajaran berbasiskan Kecerdasan Majemuk. Oleh karena itu, di satu sisi orientasi pendidikan secara umum perlu dikaji secara lebih mendalam lagi dengan mempertimbangkan aspek kecerdas- an secara baru dan lebih meluas tanpa mengabai- kan inti dasar dari pendidikan itu sendiri. Tujuan pendidikan benar-benar dibuat dengan sangat terencana dan matang untuk jangka panjang dan menjawab kebutuhan tantangan jaman. Di sisi lain institusi pendidikan juga perlu membangun keberanian untuk mengambil sikap terbuka, kreatif dan inovatif dalam mengembangkan aneka kecerdasan siswanya di tengah-tengah menjalani muatan kurikulum yang sudah padat.

Kondisi ini menuntut perlunya dikem- bangkan metode tertentu untuk dapat mendu- kung penerapan konsep Kecerdasan Majemuk tersebut. Hal ini dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Di sini peran pendidik menjadi sangat penting. Aplikasi

konsep Kecerdasan Majemuk membutuhkan kualitas pendidik yang kompeten dan penuh dedikasi untuk kemajuan pendidikan. Mereka tidak lagi hanya mengandalkan ilmu yang dimiliki melainkan sekaligus menjadi motivator dan inspirator bagi anak didiknya di tengah pelaksanaan dan ketatnya tuntutan kurikulum. Dalam hal ini diperlukan proses adaptasi yang baik. Para pendidik perlu senantiasa ikut mengembangkan diri secara berkesinambungan dan terbuka terhadap dinamika yang terjadi di dalam proses pendidikan tersebut. Mereka juga perlu secara cermat mengamati dan memberikan penilaian obyektif bukan pertama-tama pada hasil akhir melainkan pada proses yang terjadi selama pembelajaran.

Selama ini kita telah mengenal sistem penilaian yang lebih banyak berbasis pada angka dan bahasa. Bahkan tes untuk pencapaian prestasi biasanya menggunakan bahasa baik lisan maupun tertulis. Seiring dengan perkembangan jaman makin disadari bahwa daya imajinatif, kreativitas dan inovasi merupakan sesuatu yang sangat penting. Karena itu perlu instrumen yang akan menilai kreativitas tersebut. Dalam projek Spektrum, Gardner menekankan penilaian yang jujur dan adil terhadap kecerdasan yang dimiliki oleh para peserta didik. Penilaian atas kecerdasan itu harus sedemikian rupa sehingga suatu jenis kecerdasan dapat dinilai dan dipertimbangkan langsung tanpa melewati medium kecerdasan lainnya. Ia menyarankan agar pendidik memberi secara kreatif objek konkret untuk dapat dimanipulasi bagi semua ranah kecerdasan (Gardner, 2013:253).

Aspek penting dalam penilaian Kecerdasan Majemuk adalah berkaitan dengan penyertaan kemampuan individual untuk menyelesaikan masalah atau menciptakan suatu produk dengan

menggunakan material dari media

kecerdasannya. Juga terdapat suatu pilihan terhadap kecerdasan mana yang lebih disukai. Salah satu teknik untuk menilai kecenderungan ini adalah dengan menghadapkan individu pada situasi yang cukup kompleks agar dapat merangsang munculnya beberapa kecerdasan. Atau dengan menyediakan seperangkat material yang berasal dari kecerdasan berbeda dan

menetapkan kecenderungan individu dan seberapa dalam ia memanfaatkannya. Keuntungan dari penilaian ini dibandingkan dengan cara konvensional adalah bahwa penilaian ini tidak terpaku pada penilaian di atas kertas melainkan dari hasil kreativitas dalam memecahkan masalah. Selain itu, penilaian ini dapat menjadi tolok ukur bagi profil kecenderungan kecerdasan individual.

Semua manusia normal sebenarnya memi- liki potensi Kecerdasan Majemuk, namun karena pengaruh genetik dan lingkungan, individu tersebut menjadi jauh dari profil kecerdasan mereka sendiri. Kenyataan menunjukkan bahwa aspek budaya menjadi bagian penting dari hal ini. Oleh karena adanya perbedaan dalam keterampilan dan kecenderungan yang makin lama tampak makin jelas, maka pendekatan dalam dunia pendidikan memang harus turut mengalami perubahan. Perhatian yang berpusat pada individu memiliki arti yang penting bagi individu itu sendiri. Hal ini didasarkan bahwa secara faktual setiap individu memiliki pikiran yang cukup berbeda dari individu yang lainnya. Selain itu, bahwa sebenarnya individu tidak dapat menampung semua pengetahuan yang dicurahkan kepada-nya selain yang benar-benar diminatinya. Konsep mengenai Kecerdasan Majemuk ini tidak bermaksud mendiktekan arah belajar atau karier seseorang tetapi dapat memberikan saran untuk memilih pengetahuan dan bidang mana yang ingin dipelajari dan dikembangkan.

Untuk mewujudkan impian ini memang bukan sesuatu yang mudah. Peran sekolah, murid, orangtua dan juga masyarakat dan pemerintah menjadi sentral serta saling terkait. Mereka harus benar-benar memperhatikan beberapa aspek penting seperti kurikulum, metodologi yang dipakai, serta penilaian yang tepat untuk diterapkan berkaitan dengan pengembangan konsep Kecerdasan Majemuk tersebut. Akan tetapi hal ini juga bukan sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan jika ada kemauan yang kuat. Tantangan dan kebutuhan pada masa depan dan jangka panjang akan membuat konsep ini menjadi menarik dan perlu daripada hanyut dalam kejayaan masa lampau yang sudah usang dimakan jaman.

Simpulan

Kesimpulan

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin deras melanda segala sendi kehidupan modern pada saat ini sepatutnya menjadi hal yang dapat disambut dengan positif. Sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia harus mampu memanfaatkan kesempatan ini dengan berpartisapasi aktif di dalamnya. Hal ini hanya mungkin terjadi jika ada kesiapan mental untuk menghadapi situasi tersebut. Karena sifatnya yang tidak dapat ditolak maka satu-satunya jalan yang dapat ditempuh adalah dengan lebih mempersiapkan generasi penerus dengan bekal modal pendidikan dan pengetahuan yang memadai sehingga dapat beradaptasi dan menjadi manusia unggul.

Dunia pendidikan sebagai tempat yang dianggap dapat memberikan kontribusi yang positif pada pengembangan diri seorang individu selayaknya dapat memberikan hasil yang optimal. Salah satunya adalah dengan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan terpadu. Dengan demikian, dunia pendidikan dapat menjadi wadah yang tepat untuk mempersiapkan generasi yang handal.

Konsep Kecerdasan Majemuk yang sejak tahun 1983 dikembangkan oleh Howard Gardner dan peneliti lainnya di seluruh belahan dunia (misalnya Xie & Lin, 2009, Widiastuti, 2012, dan lain-lain), dapat menjadi pencerahan bagi perkembangan dunia pendidik-an jauh ke depan. Konsep ini memberikan acuan pada pengembangan diri yang bersifat indivi-dual. Artinya bahwa individu diberi kesempatan untuk mencapai kemampuan dirinya yang unik berdasarkan potensi dominan yang dimilikinya. Jadi pencapaian individu tidak ditinjau dari satu ukuran saja melainkan dengan variasi penilaian yang terukur.

Beberapa aspek seperti kurikulum, metode dan penilaian perlu mendapat perhatian dalam pengembangan konsep Kecerdasan Majemuk ini. Aspek-aspek tersebut membutuhkan penyesuai- an dan dibuat model-model yang sesuai untuk mendukung pelaksanaan konsep tersebut. Hal ini memang tidak segampang membalikkan

telapak tangan namun dengan tekad dan semangat yang kuat demi kemajuan pendidikan tidak mustahil hal tersebut dapat diwujudkan.

Saran

Usaha untuk menerapkan hal ini patut diakui bukan merupakan sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan. Banyak hal yang harus mendapatkan perhatian dengan serius. Bahkan bisa terjadi perubahan yang sangat besar. Karena itu kerja sama dan dukungan antara sekolah, siswa, orang tua serta masyarakat dan pemerintah perlu semakin ditingkatkan. Pemerintah perlu menyusun rencana jangka panjang dan berkesinambungan serta mempunyai orientasi yang jelas atas pendidikan nasional. Di sisi lain peran sekolah dalam menyediakan prasarana pendidikan dan para pendidik yang kompeten dan berkualitas menjadi titik kunci keberhasilan pengembangan ini. Dengan melihat perkembangan yang ada dan tantangan jauh ke depan, konsep ini menjadi sangat relevan. Bentuk pendidikan yang mempertimbangkan konsep Kecerdasan Majemuk perlu diwujudkan dalam rangka membawa generasi penerus pada gerak jamannya yang makin berkembang pesat.

Daftar Pustaka

Armstrong, Thomas. (2002). Seven kinds of smart: Menemukan dan meningkatkan kecerdasan anda berdasarkan teori multiple intelligence. Jakarta: Gramedia

Gardner, Howard. (2003) Kecerdasan majemuk: teori dalam praktek. Batam: Interaksara. Gardner, Howard & Hatch, Thomas. (1989).

Multiple intelligence go to school, educational implication of the theory of

multiple intelligences. Educational

researcher. 18 (8) : 4-10 diakses 10 Juli 2015 dari http://www.sfu.ca/~jcnesbit/ E D U C 2 2 0 / T h i n k P a p e r / Gardner1989.pdf

Goleman, Daniel. (2005)Kecerdasan emosi untuk mencapai puncak prestasi. Jakarta: Gramedia

Jasmine, Julia. (2007) Panduan praktis mengajar berbasis multiple intelligence. Bandung : Nuansa

Klein, Perry D. (1997). Multiplying the problems of intelligence by eight: a critique of gardner’s theory. Canadian Journal Of Education 22 (4) : 377-394 diakses 10 Juli 2015 dari http://ocw.metu.edu.tr/ pluginfile.php/9273/mod_resource/ content/1/1585790.pdf

Sadulloh, Uyoh. (2011) Pengantar filsafat pendidikan. Bandung: Alfabeta

Santrork, John W. (2011) Psikologi pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika

Soedarsono, Soemarno. (2002). Character building: Membentuk watak, mengubah pemikiran dan perilaku untuk membentuk pribadi efektif guna mencapai sukses sejati. Jakarta: Elex Media Komputindo

Widiastuti, Siwi. (2012). Pembelajaran proyek

berbasis budaya lokal untuk

menstimulasi kecerdasan majemuk anak usia dini. Jurnal Pendidikan Anak. 1 (1), 59- 71 diakses 12 Juli 2015 darihttp:// journal. uny.ac.id/index. php/jpa/ article/view/2907

Yalmanci, Sibel & Gozum, Ali Ibramin Can. (2013). The effect of multiple intelligence theory based teaching on student’ achievement and retention of knoeledge.

International Journal On The Trends In Education And Their Implications. 4 (3): 27- 36 diakses 12 Juli 2015 dari http:// www.ijonte.org/FileUpload/ks63207/ File/04.yalmanci.pdf

Xie, Jingchen & Lin, Ruilin (2009) Research on Multiple Intelligences Teaching

andAssessment.Asian Journal of

Management and Humanity Sciences. 4 (2- 3), 106-124 diakses 12 Juli 2015 dari http:/ /210.60.31.132/ajmhs/vol_4_2and3/ 3.pdf

Dalam dokumen jurnal No25 Thn14 Des2015 (Halaman 84-89)