• Tidak ada hasil yang ditemukan

Para petugas dan manajer program kesehatan reproduksi harus memastikan penyedia layanan terlatih untuk memberikan pelayanan klinis yang kompeten, rahasia dan simpatik bagi para korban/penyintas kekerasan berbasis gender dan mereka memiliki suplai untuk melakukan hal tersebut.

kekacauan sistem pendukung keluarga dan komunitas yang meluas, kekerasan berbasis gender lebih jarang lagi diungkap. Data- data yang tersedia tentang laporan berbagai kekerasan berbasis gender dalam suatu situasi dari kepolisian, hukum, kesehatan atau sumber-sumber lain hanya bagian kecil dari jumlah insiden kekerasan berbasis gender yang sebenarnya terjadi.

Penyelidikan tentang kekerasan seksual dan bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender lainnya harus dirancang dan dilakukan dengan disertai pemahaman terhadap situasi serta pertimbangan-pertimbangan tentang langkah- langkah penggunaan informasi, pihak yang akan melihatnya, langkah-langkah pelaporan informasi, penerima informasi dan tujuan informasi serta pihak yang akan mendapat manfaat dari informasi tersebut. Pertimbangkan selalu persoalan etika dan keselamatan ketika mengumpulkan, menganalisa dan melaporkan informasi tentang kekerasan berbasis gender (lihat Kotak 31).

Di level nasional:

• protokol-protokol nasional yang berkaitan

dengan pelayanan medis dan rujukan kekerasan berbasis gender;

• undang-undang nasional yang berkaitan

dengan kekerasan berbasis gender: Tipe- tipe kekerasan berbasis gender yang disebutkan (misalnya sunat perempuan,

Kotak 31: Rekomendasi-rekomendasi Keselamatan, Etika dan Metodologi untuk

Mendokumentasikan dan Berbagi Informasi tentang Kasus-kasus Kekerasan

Berbasis Gender yang Dilaporkan kepada Layanan Kesehatan Reproduksi

Ketika mendokumentasikan informasi:

• Pelayanan dasar dan dukungan bagi para korban/penyintas harus diberikan sebelum korban

dilibatkan dalam suatu aktifitas yang akan mengungkapkan informasi tentang pengalaman mereka dalam kekerasan berbasis gender.

• Keselamatan dan keamanan penyedia layanan yang terlibat dalam pengumpulan informasi

tentang kekerasan berbasis gender harus menjadi perhatian utama dan terutama dalam situasi darurat bencana harus terus dimonitor.

• Kerahasiaan individu penyedia informasi tentang kekerasan berbasis gender harus selalu

• Penyedia layanan kesehatan reproduksi yang akan merawat korban/penyintas kekerasan

berbasis gender harus diseleksi dengan teliti dan mendapat pelatihan khusus yang relevan dan cukup dan dukungan berkelanjutan.

• Perlindungan-perlindungan tambahan harus diberikan jika melibatkan anak-anak (mereka

yang berusia di bawah 18 tahun). Ketika berbagi data:

• Selalu diingat penerima informasi dan kemungkinan penggunaan data serta menawarkan

panduan tentang interpretasi data.

• Menyediakan konteks bagi semua data yang dilaporkan. Jika diketahui, dan aman

melakukannya, berikan informasi tentang kamp/klinik,distrik asal kasus dilaporkan. Sebutkan secara khusus, misalnya “kasus-kasus yang dilaporkan dari jumlah x fasilitas kesehatan ”.

• Hanya memberikan deskripsi menyeluruh tentang insiden jika informasi ini tidak bisa

dikaitkan kembali ke korban/penyintas individu (tanggal dan lokasi yang tepat, informasi tentang korban/penyintas, etnik, usia, seks, temuan-temuan medis, hanya boleh disertakan jika aman melakukannya).

• Memberikan informasi tambahan yang bisa berkontribusi terhadap perubahan-perubahan

jumlah kasus yang dilaporkan dari periode pelaporan terdahulu. Misalnya, penyediaan layanan yang lebih banyak, kampanye-kampanye informasi publik, peningkatan serangan- serangan kekerasan. Jika bisa, informasi tentang waktu terjadinya insiden harus

dikumpulkan dan informasi dilaporkan bersama dengan jumlah rata-rata .

• Memberi label semua tabel dan laporan dengan sesuai supaya informasi tidak keluar dari

konteks.

Diadaptasi dari: Rekomendasi etika dan keselamatan WHO untuk penelitian, dokumentasi dan monitoring kekerasan

seksual dalam situasi darurat dan Stop Rape Now. UN Action against Sexual Violence in Conflict. Reporting and Interpreting Data on Sexual Violence from Conflict-Affected Countries, “Do’s and Don’t’s”.

Kotak 32: Kekerasan berbasis gender: Beberapa Definisi

Ketika mendokumentasikan informasi:

Kekerasan seksual

Setiap tindakan seksual, upaya untuk mendapatkan tindakan seksual, komentar-komentar atau dorongan-dorongan seksual yang tidak diinginkan, atau tindakan-tindakan memperdagangkan seksualitas seseorang, dengan menggunakan pemaksaan, ancaman gangguan atau kekuatan fisik, oleh seseorang apapun hubungannya dengan korban dalam suatu situasi termasuk di rumah, tempat kerja dan lainnya.

Kekerasan seksual termasuk: Perkosaan/upaya perkosaan

Perkosaan merupakan tindakan hubungan seksual tanpa persetujuan. Ini bisa termasuk penyerangan pada suatu bagian tubuh dengan organ seksual dan/atau penyerangan terhadap

saluran genital atau anal dengan suatu benda atau bagian tubuh. Perkosaan dan upaya perkosaan melibatkan penggunaan kekuatan, ancaman kekuatan dan/atau paksaan. Upaya- upaya untuk memerkosa seseorang yang tidak sampai terjadinya penetrasi dianggap sebagai upaya perkosaan.

Pelecehan Seksual

Ancaman fisik bersifat seksual, baik dengan kekuatan atau kondisi yang tidak setara atau paksaan. (Lihat juga “Eksploitasi seksual”).

Eksploitasi seksual

Setiap upaya menyalahgunakan terhadap seseorang yang posisinya rentan, berbeda kekuasaan atau kepercayaan, untuk tujuan seksual, tetapi tidak terbatas pada upaya untuk menghasilkan keuntungan secara keuangan, sosial atau politik dari eksploitasi seksual orang lain. (Lihat juga “pelecehan seksual)

Kekerasan dalam rumah tangga (disebut juga sebagai kekerasan pasangan intim)

Kekerasan dalam rumah tangga terjadi di antara mitra intim (pasangan, kekasih) serta di antara anggota keluarga (misalnya ibu mertua dan menantu perempuan). Kekerasan dalam rumah tangga bisa termasuk pelecehan seksual, fisik dan psikologis. Istilah-istilah lain yang digunakan untuk merujuk kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh pasangan intim termasuk “pelecehan pasangan” dan “pemukulan istri”.

Mutilasi alat genital perempuan/Sunat perempuan

Mutilasi alat genital perempuan/Sunat perempuan adalah semua prosedur pemotongan sebagian atau seluruhnya dari bagian luar genital perempuan atau bentuk pelukaan lain terhadap organ kelamin perempuan untuk alasan-alasan non-medis.”.

Kawin muda paksa

Ini terjadi ketika orang tua atau yang lainnya mengatur dan memaksa anak di bawah umur kawin dengan seseorang. Pemaksaan terjadi dengan menekan atau memerintahkan anak di bawah umur untuk kawin, untuk mendapatkan mahar atau alasan-alasan lainnya. Kawin paksa merupakan suatu bentuk kekerasan berbasis gender karena anak di bawah umur tidak diperbolehkan untuk, atau belum cukup umur, untuk membuat pilihan penting.

Sumber: Guidelines for GBV Interventions in humanitarian settings: Focusing on Prevention of and Response to Sexual Violence in Emergencies, Inter-agency Standing Committee (IASC), 2005 and GBV Tools Manual for Assessmentand

Programme Design, Monitoring and Evaluation in conflict-affected settings, RHRC Consortium, 2004

Untuk definisi-definisi berbagai jenis kekerasan berbasis gender lihat Kotak 32.

Perkosaan

Perkosaan seringkali tidak dilaporkan

seluruhnya atau tidak dilaporkan sama sekali,

termasuk dalam situasi bencana. Namun, penyedia layanan kesehatan reproduksi di semua situasi harus siap untuk memberikan pelayanan bagi para korban perkosaan dari sejak awal respon bencana. Pencegahaan dan respon terhadap kekerasan seksual merupakan komponen PPAM. Untuk informasi

Melatih semua penyedia layanan kesehatan reproduksi untuk mengenali tanda-tanda kekerasan dalam rumah tangga dan langkah- langkah merespon dugaan atau laporan tindakan pelecehan, termasuk:

• Jika diduga telah terjadi kekerasan (jika

penyedia layanan melihat memar-memar mencurigakan atau cedera lainnya), penyedia layanan bisa melakukan penyelidikan sendiri untuk mendapat informasi lebih banyak, melakukan pelayanan dan tidak menunjukkan sikap menghakimi, misalnya : “Apakah mitra anda atau orang lain yang penting bagi anda telah melukai atau mengganggu fisik anda dengan cara (seperti memukul, menendang, atau membakar anda)?” atau “Apakah anda takut pada pasangan anda?”

• Menjaga kerahasiaan karena bisa

membahayakan korban/penyintas dan kerabat lainnya. Memastikan korban/ penyintas mendapat tempat yang aman. Jika dia harus kembali kepada pelaku kekerasan, pembalasan bisa terjadi, khususnya jika pelaku mengetahui masalahnya telah dilaporkan. Membantu korban/penyintas untuk menilai situasinya: “Apakah anda dan anak-anak anda terancam?” “Apakah anda aman jika pulang?” “Apakah anda membutuhkan bantuan dengan kondisi di rumah?”

• Menawarkan informasi dan rujukan untuk

layanan hukum, sosial, atau layanan lainnya. Membantu korban/penyintas mengidentifikasi sumber dukungan seperti keluarga dan teman, kelompok perempuan setempat, tempat perlindungan dan layanan hukum. Menjelaskan kepada korban bahwa dia tidak sendirian.

• Merujuk korban/penyintas ke layanan pasca

perkosaan atau pelayanan medis lainnya jika dibutuhkan.

lebih lengkap tentang manajemen klinis korban perkosaan, lihat Bab 2: PPAM, paragraf 3.2.3, hal. 26.

Kekerasan pasangan intim/kekerasan dalam rumah tangga

Penelitian WHO mengenai kesehatan perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga mengungkapkan bahwa 15% dan 71% perempuan melaporkan kekerasan fisik atau seksual oleh suami atau pasangan; antara 4% dan 12% melaporkan mengalami pelecehan fisik selama kehamilan; perdagangan perempuan dan remaja putri untuk kerja paksa dan seks menyebar luas dan kerap mengenai mereka yang paling rentan; dan hingga satu dari lima perempuan dan satu di antara sepuluh laki-laki melaporkan mengalami pelecehan seksual saat anak-anak.*

Pemberi pelayanan kesehatan reproduksi memiliki peran penting dalam mendeteksi, merujuk dan merawat perempuan yang mengalami kekerasan. Perempuan yang mengalami kekerasan kerap mencari

pelayanan kesehatan sekalipun mereka tidak mengungkapkan peristiwa tersebut. Maka, intervensi oleh penyedia layanan kesehatan reproduksi bisa mengurangi dampak kesehatan jangka pendek dan panjang dari kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan keluarga mereka. Melalui kerja sama dengan para koordinator kesehatan, pastikan:

• Semua staff klinis dan resepsionis

mengetahui persoalan-persoalan kekerasan berbasis gender;

• Semua staf memahami dan menerapkan

keempat pedoman prinsip tentang

keselamatan, menghargai, kerahasiaan, dan non-diskriminatif;

• Poster dan selebaran yang mengecam

kekerasan dan informasi tentang kelompok- kelompok pendukung ditampilkan.

* Lembar fakta N°239, Violence against women. WHO,

November 2008. www.who.int/mediacentre/fact-sheets/ fs239/en/print.html.

Mutilasi alat genital perempuan/sunat perempuan

Diperkirakan 100 sampai 140 juta remaja putri dan perempuan telah mengalami mutilasi alat genital perempuan (FGM) dan 2 juta anak perempuan terancam mengalami praktek ini setiap tahun. Sebagian besar anak perempuan dan perempuan yang mengalami FGM ini tinggal di sub-Sahara Afrika. Sebagian lainnya berada di Timur Tengah, Asia dan wilayah- wilayah lain. Petugas dan manajer program kesehatan reproduksi harus mengetahui bahwa FGM dan konsekuensi kesehatan yang terkait dengan FGM umum terjadi pada penduduk di wilayah tempat kerja mereka.

FGM digolongkan sebagai berikut:

Tipe I: Pemotongan kulup klitoris dengan atau