3.1 Lembaga koordinator kesehatan
reproduksi dan petugas kesehatan
reproduksi
Sejak awal respon di setiap situasi bencana, sektor kesehatan atau cluster kesehatan harus menetapkan satu organisasi sebagai koordinator kesehatan reproduksi. Bisa berupa sebuah LSM internasional, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) atau lembaga PBB. Organisasi yang dicalonkan, yaitu yang diidentifikasi memiliki kapasitas terbaik untuk memenuhi peran ini, harus segera menugaskan seorang petugas kesehatan reproduksi tetap untuk jangka waktu minimal tiga bulan guna memberi dukungan teknis dan operasional kepada mitra kesehatan dan untuk memastikan bahwa kesehatan reproduksi adalah prioritas serta mencapai cakupan yang baik untuk layanan PPAM.
Untuk memastikan pelaksanaan PPAM, hal-hal berikut harus dilakukan:
• Sektor/cluster kesehatan menetapkan
sebuah organisasi/lembaga koordinator kesehatan reproduksi.
• Lembaga koordinator kesehatan reproduksi akan menempatkan seorang petugas kesehatan reproduksi (lihat Kotak 4, hal 24, untuk kerangka acuan petugas kesehatan reproduksi), yang berfungsi di dalam sektor/cluster kesehatan. Petugas kesehatan reproduksi, didukung oleh lembaga koordinator kesehatan reproduksi, memastikan bahwa:
semua lembaga kesehatan yang bekerja di suatu daerah krisis harus memperhatikan kesehatan reproduksi;
pertemuan reguler para stakeholders kesehatan reproduksi diadakan untuk menyelenggarakan PPAM secara benar;
informasi dari pertemuan tersebut dibagikan dan dibahas dalam rapat koordinasi sektor/cluster kesehatan umum.
dukungan teknis dan operasional disediakan bagi para mitra kesehatan untuk melaksanakan PPAM di semua lokasi yang terdampak keadaan darurat. Termasuk:
memberikan petunjuk dan dukungan teknis untuk pengadaan supply kesehatan reproduksi secara terkoordinasi;
mengidentifikasi staf yang terampil untuk melaksanakan pelayanan PPAM.
3.2 Pencegahan dan respon
terhadap kekerasan seksual
Dalam rangka mencegah kekerasan seksual dan merespon kebutuhan korban/penyintas sejak permulaan keadaan darurat, harus dilaksanakan:
• mekanisme untuk melindungi penduduk
terdampak dari kekerasan seksual;
• layanan klinis untuk merawat korban/
Kotak 4: Petugas kesehatan reproduksi - Kerangka Acuan
Petugas kesehatan reproduksi bertanggung jawab untuk mendukung mitra sektor/cluster kesehatan untuk melaksanakan PPAM dan merencanakan penyediaan layanan kesehatan reproduksi komprehensif. Peran petugas kesehatan reproduksi adalah untuk:
• mengkoordinasikan, mengkomunikasikan dan berkolaborasi dengan koordinator sektor
kesehatan atau koordinator cluster kesehatan dan secara aktif berpartisipasi dalam rapat koordinasi kesehatan, menyediakan informasi dan mengangkat masalah-masalah teknis dan strategis serta keprihatinan-keprihatinan;
• mendukung pengadaan dari bahan-bahan acuan dan supply secara terkoordinasi; • menjadi tuan rumah pertemuan reguler para stakeholders kesehatan reproduksi pada
tingkat yang relevan (nasional, sub-nasional/regional, lokal) untuk memecahkan masalah dan membuat strategi pelaksanaan PPAM dan untuk menyediakan bahan-bahan PPAM;
• memastikan komunikasi teratur antara semua tingkat dan melaporkan kembali kesimpulan-
kesimpulan penting, tantangan yang memerlukan resolusi (misalnya kebijakan atau
hambatan lain yang membatasi akses penduduk ke layanan kesehatan reproduksi) kepada mekanisme koordinasi kesehatan secara keseluruhan. Mengidentifikasi sinergi dan
kesenjangan serta menghindari duplikasi kegiatan dan struktur paralel;
• menyediakan petunjuk teknis dan operasional mengenai pelaksanaan PPAM dan sesi
orientasi untuk audiens spesifik, kapan dan dimana memungkinkan (misalnya untuk penyedia layanan, pekerja kesehatan masyarakat, staf program dan penduduk yang terdampak, termasuk kaum remaja).
• bekerja sama dengan sektor lain (perlindungan, air dan sanitasi, pelayanan masyarakat,
koordinasi kamp, dll) yang terkait penanganan hal-hal terkait kesehatan reproduksi;
• mendukung para mitra kesehatan untuk mencari pendanaan kesehatan reproduksi melalui proses perencanaan humanitarian dan proposal dengan berkoordinasi dengan sektor/ cluster kesehatan.
Petugas kesehatan reproduksi harus mengidentifikasi dan memahami dan memberikan informasi tentang:
• unsur-unsur kebijakan-kebijakan nasional dan kebijakan negara tuan rumah, peraturan dan
hukum adat yang:
mendukung layanan kesehatan reproduksi bagi penduduk yang terdampak
menciptakan hambatan dan membatasi akses ke layanan kesehatan reproduksi
• protokol-protokol Kementerian Kesehatan yang relevan untuk perawatan yang sesuai
standar (misalnya protokol untuk penanganan klinis korban/penyintas perkosaan;
mekanisme rujukan untuk keadaan darurat kebidanan; dan, ketika merencanakan layanan kesehatan reproduksi komprehensif, manajemen IMS dengan pendekatan sindrom dan protokol keluarga berencana).
Petugas kesehatan reproduksi bekerja dalam konteks mekanisme koordinasi sektor/cluster kesehatan secara keseluruhan untuk mendapatkan dan menggunakan informasi:
• Gunakan daftar-periksa PPAM (lihat halaman 54) untuk memantau layanan-layanan.
Kumpulkan informasi tentang menyelenggaraan layanan, lakukan analisa temuan-temuan dan bertindaklah atas kesenjangan dan tumpang tindih yang ditemukan.
• Kumpulkan atau buatlah perkiraan mengenai informasi dasar demografi dan kesehatan reproduksi dari penduduk yang terdampak untuk mendukung pelaksanaan PPAM dan perencanaan penyelenggaraan layanan kesehatan reproduksi komprehensif (lihat Bab 2).
• kesadaran masyarakat akan layanan yang
tersedia untuk korban/penyintas perkosaan.
3.2.1 Mencegah kekerasan seksual
Kekerasan seksual telah dilaporkan dari kebanyakan situasi darurat bencana, termasuk yang disebabkan oleh bencana alam.
Semua pelaku dalam situasi kemanusiaan harus menyadari risiko kekerasan seksual dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan multisektoral untuk mencegah dan melindungi penduduk yang terdampak, khususnya perempuan dan anak perempuan. Petugas kesehatan reproduksi harus membahas masalah kekerasan seksual dalam rapat koordinasi kesehatan. Dalam kolaborasi dengan mekanisme sektor/cluster kesehatan secara keseluruhan, petugas kesehatan reproduksi dan staf program kesehatan reproduksi harus :
• memastikan perempuan, pria, remaja
dan anak-anak memiliki akses terhadap layanan kesehatan dasar, termasuk layanan kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi;
• mendesain dan menempatkan fasilitas
kesehatan untuk meningkatkan keamanan fisik, melalui konsultasi dengan masyarakat, khususnya pada perempuan dewasa dan remaja;
• berkonsultasi dengan penyedia layanan
dan pasien tentang keamanan di fasilitas- fasilitas kesehatan;
• menempatkan toilet dan tempat mencuci
laki-laki dan perempuan secara terpisah di fasilitas kesehatan di tempat yang aman dengan penerangan jalan yang memadai pada malam hari, dan memastikan bahwa pintu-pintu dapat dikunci dari dalam;
• memastikan bahwa semua bahasa sub-
kelompok etnis terwakili di penyedia layanan atau ada penerjemah;
• mempekerjakan perempuan sebagai
penyedia layanan, pekerja kesehatan masyarakat, staf program dan penerjemah;
• memberitahu penyedia layanan mengenai
pentingnya menjaga kerahasiaan dan
mereka harus menandatangani dan
mentaati suatu pedoman perilaku terhadap eksploitasi dan penganiayaan seksual (SEA/ Sexual Exploitation and Abuse);
• memastikan bahwa pedoman perilaku
dan mekanisme pelaporan SEA oleh staf kesehatan ada, serta langkah-langkah hukuman yang relevan untuk menegakkan pedoman perilaku tersebut.