• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ini Donat Asli Lokal

Dalam dokumen 50 Great Business Ideas From Indonesia (Halaman 127-131)

114

J

.Co hadir di Indonesia dengan membawa revolusi

yang membuat bisnis donat menjadi fenomenal. Donat­donat dengan nama eksentrik seperti Da Vin Cheez, MONA PIZA, Alcapone, dan Why nut. Interior cantik semisal menggunakan cangkir yang disusun secara asimetris seperti kancing. Tak ketinggalan, ben­ tuk promosi yang unik (setiap gerai J.Co di Jakarta pernah memasang replika penjara Al Capone untuk mempromosikan donat Alcapone).

Di setiap gerai, pembeli juga bisa melihat langsung proses pembuatan donat, mulai dari pengadonan sam­ pai siap disajikan. Konsep toko donat yang open

kitchen ini belum pernah ada di Indonesia sebelum J.Co

memperkenalkannya—Krispy Kreme dikenal sebagai restoran donat yang gerainya open kitchen, tetapi itu di Amerika dan Kanada. Wajar banyak orang yang kecele saat Johnny Andrean membuka gerai donat dan kopinya yang pertama di Supermal Karawaci Tangerang. Banyak orang yang berpikir J.Co adalah waralaba dari luar negeri. “Lihat saja konter minumannya. Mirip Starbucks

Coffee kan?” kata seorang pelanggan setia setahun lebih

setelah gerai pertama J.Co dibuka.

J.CO

Ba gian 4 – Ga gasan-Ga gasan Cer das 115 Johnny menciptakan waralaba donat dan kopi lokal berskala inter nasional, J.Co Donuts and Coffee pada 26 Juli 2005. Mulanya, pemi lihan gerai pertama di Super mal Karawaci untuk menjalankan konsep awal yang telah dipersiapkan sejak beberapa tahun, yaitu menyasar pembeli ber­ kantong tebal dari kalangan anak muda usia sekolah dan universitas, serta ekspatriat. Pusat perbelanjaan itu dekat dengan Sekolah Pelita Harap­

an—sekolah elite milik Lippo Group. Beberapa bulan kemudian, donat itu justru menjadi tren yang meluas, dan kelembutannya memikat ibu­ibu muda. Perkiraan awal bahwa donat itu hanya akan dibeli sekelompok orang tertentu telah meleset. Semua kalangan tampak antusias dengan sensasi donat­donat J.Co. Pada tahun yang sama, J.Co sudah membuka dua gerai di Kuala Lumpur dan satu di Singapura. Di Tanah Air, gerai J.Co tumbuh seperti bayi ajaib—dalam waktu dua tahun telah berdiri 24 gerai, dan setahun kemudian jumlahnya menjadi dua kali lipat. Tahun ini diperkirakan gerai J.Co mencapai 100.

Tiba­tiba saja, kafe butik J.Co yang menjual donat­ nya lebih mahal menjadikan Dunkin’ Donuts yang sudah ada di Tanah Air sejak 1985 tampak lebih kuno, dan turun kelas. Beberapa orang menyebut rasa donat Johnny itu terasa lebih luar negeri dari produk asal Amerika Serikat itu. Mungkin dengan kelembutan tangan dan kepekaan perasaan Johnny, donat­donat itu terasa lembut di mulut—Anda seperti memakan kapas. Donat­ donat yang lebih lembut itulah ciri khas J.Co. Johnny

M . M A ’R U F 116

menciptakan rasa orisinal seperti tren baru yang diburu, mirip potongan rambut baru yang dikenalkan kepada para pelanggan di salon. Bagaimana dia melakukan­ nya tidak lain karena Johnny adalah seorang stylist. “Agar donat bisa menjadi life style,” katanya. Ketika mendirikan J.Co, Johnny lebih dikenal sebagai pemilik 200­an gerai Johnny Andrean Salon. Tahun 2007, dia membawa 35 gerai waralaba roti merek BreadTalk dari Singapura ke Indonesia.

Bagi anak rantau ini adalah sebuah kesuksesan yang luar biasa. Dilahirkan separuh abad silam, di Singkawang, Kalimantan Barat, Johnny adalah anak seorang penjual hasil bumi dan pengelola salon. Johnny menuju Jakarta tahun 80­an berbekal ilmu salon dari ibunya dan mampu bertahan hidup dengan mendiri­ kan salon kecil di Jakarta Utara. Berbagai temuan gaya rambut dan rias wajah itu dipelajarinya di Vidal Sasson Academy London, Alexander de Paris, Prancis, Tony & Guy Academi London serta Trevor Sorbie Academi London. Gita Herdi, sahabat dekat Johnny sekaligus Public Relation Johnny Andrean Corporate mencerita­ kan, bosnya itu pada mulanya terinspirasi donat­donat yang ditemuinya saban kali pergi ke Amerika Serikat.

Mulanya, Johnny ingin melengkapi bisnis waralaba BreadTalk yang telah lebih dulu sukses sehingga tinggal mengulangi lagi dengan konsep serupa; membeli satu waralaba donat di Amerika Serikat dan membukanya di Indonesia. Namun, donat yang hendak dibeli hak waralabanya itu terlihat memiliki banyak kelemahan, mulai bahan baku hingga proses produksi yang kurang menjaga kualitas.

Entah dari mana kepiawaian memasak donat yang lebih enak itu datang. Tetapi Johnny akhirnya lebih memilih mengambil beberapa konsep penjualan donat di luar negeri dan memodifikasi proses pembuatan donat di negeri itu. Sepulangnya ke Indonesia, dikembangkanlah

Ba gian 4 – Ga gasan-Ga gasan Cer das 117

toko donat dengan konsep, bentuk, dan rasa yang mirip dengan toko­toko donat di Negeri Paman Sam. Donat­ donat itu dibuat dengan menggunakan mesin modern, mulai dari adonan, memasak hingga pengglasuran dan menutup permukaan donat dengan bahan­bahan yang menjadi ciri­ciri setiap jenis donatnya. Hampir separuh bahan baku diimpor, cokelat dari Belgia dan susu didatangkan dari Selandia Baru. Biji kopi untuk minuman didatangkan dari Italia dan Kosta Rika.

Gerai J.Co adalah gabungan dari berbagai konsep yang dipelajarinya dari berbagai belahan dunia, Eropa untuk memelajari urusan penyajiannya, serta Jepang untuk urusan display.

Untuk menu­menu baru, Johnny memiliki bebe­ rapa spesialis donat dan kopi. Para spesialis yang di­ tampung dalam pusat pengembangan dan riset ini se­ macam ilmuwan yang bertugas menemukan donat dan minuman baru. Usaha ini juga banyak dijalani oleh anak­anak muda. Fase manusia yang menurut Johnny tidak merepotkan karena tidak mudah ber politik. “Kalau sudah senior, biasanya dia akan berpo litik. Ini mengganggu pekerjaan,” kata dia. Untuk memasar­ kannya, Johnny lebih percaya kekuatan public

rela-tions daripada iklan­iklan mahal di televisi dan koran.

Sistem getok tular tampak lebih efektif seperti membuat halaman fans di situs jejaring facebook.

Ke depan, Johnny masih ingin bereksperimen dengan kue. Dia menyiapkan konsep kafe J. Lato dengan mengirimkan tim risetnya ke Remini dan Bologna Italia. “Remini itu pusat gelato paling enak,” tukas nya. “Saya akan ciptakan gelato dengan rasa ketan item. Ini orisinal rasa Indonesia,” kata dia. Bila ini berhasil, maka akan tercatat sebagai bisnis keempat yang semakin mengokohkan kemampuan Johnny menggabungkan dandanan dan makanan dalam satu gaya hidup.[]

118

B

udiyanto Darmastono, anak guru di Karang Anyar adalah orang yang menganggap bekerja dengan orang selama 15 tahun terlalu lama untuk bisa menjadi kaya. Ini dibuktikan dengan cara mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai akuntan perusahaan kartu kredit berlisensi internasional, Dinners Club, untuk menekuni usaha mengantar surat. Tak sampai 15 tahun kemudian, omzet bisnisnya sudah lebih dari Rp 9 miliar per bulan, dan Budiyanto bisa lebih sering menikmati aktivitas barunya sebagai politisi—dia Ketua Umum Partai Sejahtera Indonesia.

Ide mengantar surat itu muncul tidak jauh dari tempat dia bekerja. Bertahun­tahun perusahaan yang menawarkan kartu kredit selalu membutuhkan orang— biasanya mengendarai sepeda motor dan masuk ke kantor tanpa melepas jaket—yang mengantar invoice, atau sekadar buletin bulanan. Pada mulanya, dia mengincar bank yang memang memiliki banyak nasabah kartu kredit dengan menawarkan jasa kurir.

Sampai dengan 1997, jumlah pemegang kartu kredit masih di bawah angka 1 juta orang (pada 2008

NCS

Lihatlah Bagaimana Komputer

Dalam dokumen 50 Great Business Ideas From Indonesia (Halaman 127-131)